Share

Bab 102.

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 18:12:06

Di ruang periksa rumah sakit yang terasa hening, Elli berbaring dengan wajah penuh kebingungan sementara Raquel duduk di kursi di sampingnya, masih tampak tegang setelah kejadian di kantor. Seorang perawat masuk, membawa dokumen di tangan dan tersenyum hangat ke arah mereka.

“Selamat, Ibu dan Bapak,” ucap perawat dengan nada riang. “Hasil pemeriksaannya menunjukkan bahwa Anda hamil.”

Kalimat itu seperti petir di siang bolong. Elli langsung membelalakkan matanya, sementara Raquel menatap perawat itu dengan ekspresi campuran antara terkejut dan bingung.

“Hamil?” Elli akhirnya bersuara, suaranya terdengar serak karena masih sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya.

“Iya,” jawab perawat sambil tersenyum. “Kami juga sudah menjadwalkan janji dengan dokter kandungan untuk pemeriksaan lanjutan. Tapi sejauh ini, semuanya terlihat baik.”

Elli menoleh perlahan ke arah Raquel, matanya mencari penjelasan, meskipun jelas pria itu sama terkejutnya. Raquel hanya bisa balas menatapny
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 103.

    Setelah selesai pemeriksaan, dokter menatap Elli dengan senyuman lembut. “Usia kandungan Anda saat ini memasuki empat minggu, Bu Elli. Untuk memastikan semuanya berjalan baik, saya sarankan Anda datang kembali dua minggu lagi untuk pemeriksaan lanjutan.” Elli mengangguk pelan, tanpa ekspresi berarti. “Baik, Dok.” Dokter mengangguk dan memberikan beberapa catatan tambahan sebelum meninggalkan ruangan. Elli berdiri perlahan dari tempat duduknya, diikuti oleh Raquel yang tetap memperhatikannya dengan seksama. Di luar ruangan, Raquel berjalan di samping Elli. Ia melirik wanita muda itu, mencoba membaca ekspresinya. Elli tampak datar, tapi matanya yang selalu sulit menyembunyikan rasa gugupnya. Raquel menghela napas kecil, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum bertanya apa pun. Namun sebelum ia sempat membuka mulut, Elli berbicara lebih dulu. “Kak Raquel,” ucapnya pelan, menatap ke depan tanpa menoleh. “Bisa antar aku ke apartemen?” Raquel menatapnya sejenak, lalu mengang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 104.

    Pagi itu, Lukas duduk di meja makan dengan pandangan kosong. Ia tidak menyentuh sarapannya sama sekali, hanya memutar-mutar sendok di atas piringnya. Citra, ibunya, yang tengah menuangkan teh, memperhatikan tingkah anaknya. "Lukas," panggil Citra pelan sambil duduk di depannya. "Kamu kenapa sih, sebenernya? Ada masalah di kantor?" Lukas mengangkat kepala sebentar, lalu menggeleng lemah. "Nggak, Ma. Aku cuma lagi nggak enak badan," jawabnya singkat, lalu berdiri dan mengambil tasnya. "Aku pergi dulu ya, Ma. Mungkin nanti pulang malam." Citra memandang anak sulungnya dengan alis berkerut. Ia menghela nafas panjang. Sudah beberapa waktu ini, Lukas tidak semangat seperti biasanya. Tapi, hari ini, ada yang jelas mengganggu pikiran Lukas, meski ia tidak mau berbagi. Wajahnya jauh lebih pucat dari biasanya.Begitu tiba di kantor, Lukas langsung menuju ruangan Kai tanpa menunda waktu. Setelah mengetuk pintu dan mendengar jawaban dari dalam, ia membuka pintu dan masuk. Kai yang sedang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 105.

    Fara mengetuk pintu apartemen anak sulungnya dengan hati ringan, namun alisnya langsung berkerut saat pintu terbuka dan sosok yang muncul di hadapannya adalah Raquel. ‘Loh, kok… dia ada di sini?’ gumam Fara dalam hati, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Raquel tampak berbeda dari biasanya, wajahnya lelah, dengan rambut sedikit berantakan. "Raquel? Kok kamu ada di sini?" tanya Fara, suaranya mencerminkan perasaan campur aduk antara kebingungan dan rasa ingin tahu. Sebelum Raquel sempat menjawab, suara Elli terdengar dari dalam. “Ma, masuk aja,” ujar Elli sambil berjalan mendekat. Penampilannya tak kalah mencemaskan, wajah pucat dan langkahnya tampak lemah. “Mama pikir kamu sendiri, Elli,” ucap Fara sambil melangkah masuk. Elli menghela napas, duduk perlahan di sofa. “Tadinya gitu, Ma. Tapi aku minta Raquel temani aku di sini. Badanku masih gak enak,” katanya sambil memijat pelipis. Fara melirik ke arah Raquel dengan pandangan penuh tanya. “Tapi kamu gak kerja, Raquel

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 106.

    Elli memandang Raquel dengan mata yang penuh kebimbangan. Tangannya menggenggam cangkir teh yang sudah dingin. “Kak, aku ngerti kalau kamu mau jaga aku di sana,” ucap Elli, suaranya rendah namun tegas. “Tapi kalau untuk nikahin aku, gimana bisa? Kak... aku hamil anak orang lain, dan kamu gak perlu bertanggung jawab soal itu.” Raquel diam saja mendengarkan. Beberapa saat lalu, ia memang telah mengatakan pada Fara bahwa ia bersedia menikahi Elli. Tentu saja setelah kepergian Fara, keduanya kini terlibat dengan adu mulut yang sengit.Elli mengalihkan pandangannya, menatap keluar jendela apartemen yang menampilkan kota malam penuh lampu. “Aku pergi ke Belanda karena aku mau membesarkan anak ini dengan tenang. Aku gak minta bantuan siapa-siapa. Menurutku, anak ini nanti satu-satunya yang bakal nemenin aku. Sama keluarga sendiri aja aku masih canggung, Kak. Bahkan sama Mama…” Elli menarik napas panjang, menahan emosi yang hampir pecah. “Hubungan kami gak sebaik itu untuk bisa dibilang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 107.

    “Jadi Mas tahu kalau Kak Elli mau dinikahin?” tanya Sera tiba-tiba, suaranya pelan namun tegas, memecah keheningan di kamar mereka. Ia sedang berbaring dalam pelukan Kai, mencoba menikmati momen tenang sebelum tidur, tetapi pikirannya terusik sejak percakapan terakhir dengan ibunya. Kai mengangguk tanpa ragu. “Tahu. Mama sempat telepon aku juga, minta pendapat soal itu.” Sera menoleh, menatap wajah suaminya dengan sorot mata bingung. “Dan Mas setuju?” Kai menghela napas panjang, jemarinya dengan lembut membelai rambut Sera. “Aku pikir, ini keputusan yang nggak buruk, Sayang. Apalagi ada Om Herman di sini yang bisa jadi wali nikah. Kalau urusan surat-surat, bisa diurus belakangan. Yang penting Kak Elli nggak sendirian.” Sera mendesah pelan, melepaskan diri sedikit dari pelukan Kai. “Aku nggak habis pikir sama Mama, Mas. Aku kira tabiatnya sudah berubah. Buat berhenti mikirin omongan orang dan coba percaya ke anaknya. Dulu aku yang dipaksa menikah, sekarang Kak Elli. Bedanya, ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 108.

    Sera tampak anggun dengan dress putih sederhana yang membalut tubuhnya. Perutnya yang mulai membesar justru menambah pesona lembut pada dirinya, membuat pipinya yang sedikit mengembang terlihat semakin menggemaskan. Kai, yang menemaninya hingga ke tempat pertemuan, hanya bisa memandangi istrinya dengan senyum penuh godaan. "Mas, kenapa lihat aku kayak gitu?" tanya Sera sambil mengerutkan alisnya, merasa geli dengan tatapan suaminya. “Kayaknya aku bakal bikin heboh kalau gigit pipimu sekarang,” goda Kai dengan seringai kecil. “Mas!” Sera mencubit lengannya pelan, membuat Kai terkekeh. Tak lama, sosok Elli muncul dari kejauhan, berjalan bersama pria yang begitu dikenali Sera. Raquel. Pria bertubuh tinggi dengan kulit putih bersih itu terlihat berbeda dari biasanya. Tidak ada setelan jas formal yang sering ia kenakan. Kali ini, penampilannya lebih santai dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku dan celana chino. Meski lebih kasual, aura elegannya tetap terasa. M

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 109.

    Lukas sedang melangkah santai di tengah mall, pikirannya melayang entah ke mana. Hawa dingin dari pendingin udara sedikit menenangkan, namun kekosongan dalam hatinya tetap mengganjal. Pandangannya melintas ke toko-toko di sekitarnya tanpa banyak perhatian, hingga ia menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Sera dan Kai. Pasangan itu tampak berjalan masuk ke sebuah toko perhiasan. Tangan mereka bergandengan erat. Senyum lebar pun menghiasi wajah mereka. Sera terlihat ceria, sesekali tertawa kecil sambil menatap suaminya dengan mata yang penuh cinta.Lukas menatap sejenak keduanya, awalnya ragu, namun rasa penasaran menguasainya. Ia melangkah mendekat, bersembunyi di sudut untuk mengamati tanpa menarik perhatian. Pandangannya menyapu ruangan, mencari tahu apa yang sedang dilakukan pasangan itu. Namun yang membuatnya terhenti bukanlah Sera dan Kai. Melainkan suara lain yang tak asing di telinganya. “Udah selesai, Ra?”Lukas terkesiap. Itu suara Elli. Ia memicingkan mata dan mendapati

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 110.

    Elli menatap cermin besar di kamarnya, mematut penampilannya untuk kesekian kali. Gaun putih sederhana yang dikenakannya tampak membingkai tubuhnya dengan pas, tetapi tetap terasa asing.Pernikahan mendadak seperti ini tidak pernah ada dalam daftar keinginannya, begitulah pikir Elli sambil menarik napas panjang. Ia mengusap wajahnya perlahan, mencoba menenangkan debaran jantung yang tak beraturan. "Apa gue siap?" tanyanya pada pantulan dirinya sendiri. Namun, tak ada jawaban, hanya tatapan kosong yang ia terima. Pernikahan tak pernah masuk dalam rencananya, apalagi dalam kondisi seperti ini. Ia bahkan sempat yakin, hidup tanpa menikah adalah pilihannya. Namun, takdir berkata lain.Orang yang tak pernah ia duga datang begitu cepat, mengguncang keyakinannya, dan mengubah seluruh jalannya hidup yang ia rangkai.Elli mendesah pelan, berjanji pada dirinya sendiri. “Kalau gue gagal dalam pernikahan ini, Gue gak mau nikah lagi. Ini yang pertama dan terakhir. Kalau nggak berhasil, Gue bak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   190 - S3 - END

    Langit biru cerah diiringi sinar matahari yang hangat menyinari taman besar tempat pernikahan Anna dan Eric berlangsung. Di tengah suasana yang dipenuhi tawa dan kebahagiaan, keluarga dan sahabat berkumpul untuk merayakan awal baru bagi dua hati yang akhirnya bersatu. Anna tampak anggun dalam gaun putih yang sederhana namun memikat, rambutnya ditata rapi dengan aksen bunga kecil. Eric, dengan setelan jas hitamnya, berdiri di samping Anna dengan senyum yang tidak pernah lepas sejak prosesi dimulai. Sera, dengan Kai di sampingnya, memandangi putri sulung mereka dengan mata berkaca-kaca. Dua anak laki-laki mereka, Raiden dan Leon, tampak gagah dalam setelan formal mereka. Leon bahkan sempat bercanda dengan Anna sebelum prosesi dimulai, mengingatkan kakaknya untuk tetap ceria di hari bahagianya. “Raiden, Leon, kalian akan menjaga Mama dan Papa ‘kan kalau Kak Anna sudah menikah,” ujar Sera dengan suara lembut. “Tenang aja, Ma,” jawab Leon sambil tersenyum lebar, sementara Raiden

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   189 - S3

    Restoran kecil di pinggir kota itu dipenuhi dengan suasana yang hangat dan tenang. Cahaya lilin di setiap meja memantulkan bayangan lembut pada dinding bata ekspos. Anna duduk di meja pojok, matanya memperhatikan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Eric, dengan kemeja putih sederhana, duduk di depannya. Ada ketegangan yang tak biasa di wajahnya, meskipun senyumnya tetap menghiasi bibir.“Bang Eric serius pilih tempat ini?” tanya Anna sambil tersenyum. “Aku pikir kamu bakal pilih restoran mewah atau semacamnya.”Eric mengusap belakang lehernya, tampak gugup. “Saya hanya ingin suasananya nyaman. Lagipula, Saya ingin lebih fokus dengan kamu, bukan dengan tempatnya.”Anna tersenyum lebih lebar. Dia selalu menyukai sisi Eric yang apa adanya.“Jadi gimana hari ini? Suka di antar Papa?”“Antara suka dan gak suka.”“Kenapa?”“Suka karena akhirnya gak ada yang berani ngomongin dan gak suka karena aku masih ingin ngeliat betapa irinya orang dengan hidup orang lain. Kay

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   188 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, menunggu mobil jemputannya seperti biasa. Sore itu, ia mengenakan blazer pastel yang membalut tubuhnya dengan rapi, rambutnya tergerai lembut. Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar suara yang familiar. “Ann!” Ia menoleh dan melihat Eric melambaikan tangan dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu lobi. Tanpa ragu, Anna berjalan mendekat. “Masuk, saya antar,” ajak Eric sambil membuka pintu penumpang untuknya. Anna, yang belakangan merasa semakin nyaman dengan Eric, kali ini tidak menolak. Ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil, merasa hangat dengan perhatian pria itu. Namun, tanpa mereka sadari, beberapa orang yang berdiri di dekat pintu mulai berbisik-bisik. “Anak itu beneran murahan ya, tiap hari sama cowok beda-beda,” gumam salah satu dari mereka. Kai, yang kebetulan sedang menunggu Sera di lobi kantor, mendengar celaan itu. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah sekelompok orang tersebut. “Pantas saja dia dekat s

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   187 - S3

    Malam itu, kediaman keluarga Adnan tampak hidup dengan cahaya lampu-lampu kristal yang memantul indah di dinding-dinding mewah. Mischa berdiri di depan pintu masuk dengan gaun panjang yang membungkus tubuhnya. Udara malam di Jakarta memang tidak sedingin Inggris, namun rasa dingin di hatinya masih terasa menyesakkan.Eric berdiri di sampingnya, menatap adiknya dengan pandangan lembut. “Kita masuk, Mischa. Kamu nggak perlu takut,” ucap Eric sambil menyentuh bahunya ringan.Mischa menarik napas panjang. Ia mengangguk pelan, melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Interior megah di dalam mengingatkannya pada rumah masa kecil mereka di Inggris. Sebuah tempat yang pernah penuh tawa sebelum semuanya berubah menjadi kehancuran. Bayangan masa lalu melintas cepat di benaknya, membuat dadanya terasa sesak.Eric tampaknya menangkap kegelisahan itu. Ia menoleh ke adiknya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu baik-baik aja, Mish?” tanyanya pelan.Mischa menatap Eric dan memaksakan sen

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   186 - S3

    Malam itu, di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Mischa duduk sambil mencuri dengar percakapan Eric di telepon. Sebagai adik kandung Eric, Mischa selalu punya kebiasaan memperhatikan tingkah kakaknya, dan malam ini tak ada bedanya. Eric, dengan kopi di tangan, terlihat santai, tapi sorot matanya menunjukkan senyum lebar yang jarang terlihat.“Anna, saya cuma ingin memastikan kamu tahu,” kata Eric sambil tersenyum kecil. “Saya serius soal ini. Saya nggak main-main.”Mischa mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud kata-kata Eric. Telepon itu berlangsung beberapa menit lagi sebelum akhirnya Eric meletakkan ponselnya di meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Jadi,” kata Mischa akhirnya, memecah keheningan. “Apa ini Anna yang sama dengan Anna sepupu Khalif?”Eric menatap adiknya dengan ekspresi tak terduga. “Kamu nguping, ya?”Mischa mengangkat bahu santai. “Nggak perlu nguping. Kamu terlalu jelas kalau lagi ngobrol soal dia. Kamu benar-benar suka sama Anna? Annalie A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   185 - S3

    Pagi itu, Anna berjalan dengan langkah cepat menuju pantry kantor. Matanya sedikit mengantuk karena malam sebelumnya ia terjaga hingga larut, menyelesaikan laporan magangnya. Setelah menuangkan kopi ke dalam gelas, ia berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Ann!" suara ceria Erica membuyarkan lamunannya. Anna menoleh, melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar, membawa setumpuk dokumen di tangannya. “Pagi,” sapa Anna sambil menyeruput kopinya. “Lo sibuk banget kayaknya?” “Banget!” jawab Erica sambil menaruh dokumen-dokumen itu di meja dekat pantry. “Kepala Divisi lagi cuti, jadi semua tugasnya dilempar ke bawah. Gue pusing banget, Ann.” Anna menaikkan alisnya. “Kepala Divisi? Pak Eric?” “Iya, siapa lagi?” Erica menghela napas panjang sambil membuka kotak bekalnya. “Dia udah izin cuti seminggu, tapi nggak bilang mau ke mana. Katanya sih, urusan pribadi.”Anna terdiam, gelas kopinya berhenti di tengah jalan menuju bibirny

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   184 - S3

    Eric membuka pintu apartemennya dan disambut oleh suasana yang sunyi. Apartemen itu kecil, hanya terdiri dari satu kamar tidur, ruang tengah yang menyatu dengan dapur, dan balkon kecil yang menghadap ke hiruk-pikuk kota Jakarta. Meski ukurannya tak sebanding dengan rumah-rumah besar yang pernah ia tinggali di Inggris, Eric telah berusaha menyulap ruang sederhana ini menjadi tempat yang nyaman. Langkahnya membawa Eric ke dapur kecil di sudut ruangan. Ia membuka lemari pendingin, mengambil sebotol air dingin, lalu menuangnya ke dalam gelas. Pandangannya sesaat tertuju pada meja makan kecil di sudut dapur yang sering ia gunakan untuk membaca atau bekerja. Tapi malam ini, meja itu terasa kosong, seperti mencerminkan perasaannya yang sama. Eric berjalan ke ruang tengah, meletakkan gelas airnya di atas meja kopi. Ia merosot ke sofa, melemparkan dasinya ke sandaran kursi. "Hidup di sini memang berbeda," gumamnya, menatap langit-langit. Di Inggris, ia tinggal di rumah yang luas dengan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   183 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, tangan memegang ponsel sambil menunggu mobil jemputannya datang. Sore itu, gedung sudah mulai lengang, sebagian besar karyawan sudah meninggalkan kantor. Ia sengaja ingin pulang sendiri hari ini, ingin menikmati waktu tanpa terlalu banyak interaksi. Namun, suasana hening itu terpecah oleh suara yang akrab. “Ann,” panggil seseorang dari belakang. Anna menoleh dan melihat Eric berdiri tak jauh darinya. Pria itu tampak rapi seperti biasa, dengan dasi yang sedikit longgar dan jaket di lengannya. Ada senyum tipis di wajahnya, meskipun matanya tampak lelah. “Kamu belum pulang?” tanya Eric sambil mendekat. Anna mengangguk kecil. “Iya, lagi nunggu mobil. Bapak nggak lembur?” Eric menyelipkan tangan ke dalam saku celananya, menatap Anna dengan tenang. “Saya pulang lebih awal hari ini. Mau makan di luar, tapi rasanya nggak enak makan sendiri. Mau menemani saya?” Anna terkejut dengan tawaran itu. “Makan? Kenapa nggak ajak Kak Khalif aja? Dia kayakn

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   182 - S3

    Pagi itu, Anna turun dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah, menandakan ia baru saja selesai mandi terburu-buru. Ketika memasuki ruang tamu, langkahnya terhenti saat melihat Khalif sedang berbincang akrab dengan Eric. Eric duduk santai di sofa dengan segelas kopi di tangannya. Khalif, yang duduk di sebelahnya, terlihat santai namun mata jenakanya langsung menangkap kehadiran Anna. “Selamat pagi, Ann,” sapa Khalif dengan senyum lebar. “Lo mau berangkat? Udah jam berapa nih? Kalau nggak berangkat sekarang, nanti telat loh.” Anna mengerutkan kening, bingung. “Iya, tapi masih nunggu Abel, Kak.” Khalif berdiri, menepuk bahu Eric dengan nada penuh kelakar. “Berangkat sama Eric aja, Ann. Kalian kan satu kantor. Jadi kalian bisa barengan.” Eric memandang ragu Khalif, “Gue kira Anna setiap pagi berangkat dengan Om Kai?” Khalif tertawa kecil, “Gue kira juga gitu awalnya, tapi nggak ada yang tahu Anna itu anak Om Kai. Selama ini dia terus-terusan berangkat bareng sama

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status