Share

171 - S2

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 17:44:28

“Dia anakku, Luke! Aku berhak untuk ketemu dia. Yang misahin dia dari aku ‘kan kamu. Aku nggak mau berpisah sama dia. Jadi, itu hakku untuk bisa ketemu dia ‘kan?!”

Lukas menghela napas panjang, sorot matanya tidak lagi setajam tadi. Kata-kata Elli seolah menusuk sisi hatinya yang rapuh.

Ia tidak menjawab, hanya memalingkan wajahnya, tatapan dinginnya kini penuh pertimbangan. Dalam benaknya, ia teringat percakapan dengan sang ibu, yang menyebutkan bahwa cepat atau lambat, Abel akan mencari tahu kebenaran tentang ibunya.

Tidak peduli sekeras apa Lukas mencoba melindunginya, anak itu tetap akan menginginkan jawaban.

“Tunggu di sini,” kata Lukas akhirnya, nadanya datar namun tidak mengandung perlawanan seperti sebelumnya.

Elli tidak menyangka bahwa semudah ini mengajak Lukas berdialog. Jika saja semudah ini, dari dulu, ia akan mencoba berkomunikasi dengan Lukas.

Elli hanya belum tahu saja, banyak hal yang telah dilalui, sehingga pria itu kini sudah lebih lunak. Jika ia mencobanya sebel
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   172 - S2

    Elli turun dari taksi dengan langkah berat, wajahnya yang lelah terlihat jelas meski ia mencoba menyembunyikannya. Satpam rumah segera menyambutnya dengan penuh semangat. "Bu Elli! Ibu sudah pulang?" tanyanya dengan nada penuh perhatian. Elli hanya mengangguk kecil. "Iya, Pak. Terima kasih," jawabnya sebelum melangkah ke dalam. Satpam itu langsung berlari masuk ke rumah, mengabarkan bahwa Elli sudah kembali. Tak lama kemudian, Sera muncul dengan langkah tertatih, tangannya memegangi perutnya yang sudah membesar karena kehamilannya yang sudah masuk bulan ketujuh. “Kak Elli!” seru Sera dengan nada penuh emosi. “Kamu ke mana aja? Pergi gitu aja tanpa ngomong apa-apa! Aku sampai bingung.” Elli menatap adiknya, lalu menarik napas panjang sebelum berkata dengan suara datar, “Maaf, Ra. Aku cuma ingin memastikan sesuatu.” Sera memandang kakaknya dengan tatapan tajam. “Kamu tahu nggak, Kak? Kak Raquel sama Mas Kai nyusul kamu ke rumah sakit karena cerita Anna. Dia bilang kamu nanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   173 - S2 (END)

    Di sebuah rumah kecil di pedesaan Belanda, Elli dan Raquel berdiri di ambang pintu, menikmati udara musim semi yang segar. Rumah mereka memang sederhana, tapi kehangatan cinta dan tawa anak-anak membuatnya terasa megah. Di halaman belakang, Sheynina dan Tobias saling mengejar dengan penuh keceriaan. Rambut panjang Sheynina yang mirip Elli berkibar-kibar dihembus angin, sementara Tobias tertawa lepas, menunjukkan sisi manisnya yang mulai tumbuh dewasa. Mata Elli tertuju pada kebun kecil di depan rumah, di mana bunga-bunga tulip mulai bermekaran. Warna-warni cerah itu mengingatkannya bahwa hidup selalu punya cara untuk memulihkan diri, meski sebelumnya terasa sulit. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Raquel, menikmati keheningan bersama. “Hidup kita mungkin nggak sempurna, Kak Raquel,” ucap Elli dengan suara lembut. “Tapi aku merasa tenang sekarang.” Raquel merangkul bahunya erat, memberikan rasa nyaman yang hanya ia temukan dari pria itu. “Itu yang terpenting, Sayang. Kita kemb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   174 - S3

    Anna duduk di kursinya dengan wajah masam, menatap layar komputer yang menampilkan tabel data kepegawaian. Sesekali ia mendesah, bosan dengan tugas monoton yang ia kerjakan sejak pagi. Magang di Miracle Group, perusahaan milik keluarga besar Adnan - Candra, awalnya terdengar seperti pengalaman yang menyenangkan. Tapi kenyataannya, kehidupan magangnya tidak semudah yang ia bayangkan. Sebagai salah satu cucu dari keluarga besar Adnan, Anna seharusnya memiliki akses istimewa. Namun, ia sengaja menyembunyikan identitasnya. Itu adalah keputusan bersama keluarganya agar ia bisa merasakan bekerja tanpa perlakuan khusus.Sementara itu, Abel Candra, sepupunya, juga magang di perusahaan yang sama. Namun, kehadiran Abel sering kali menarik perhatian karena ketampanannya dan tentu saja, siapa yang tak tahu cucu tampan Tuan Jaden Arash Candra, sang pemimpin Miracle Group.Lima tahun terakhir anaknya kembali ikut memimpin Miracle Group, Lukas – ayah Abel. Tentu saja itu membuat Abel lebih sering

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   175 - S3

    "Annaaaa!" Suara Erica terdengar dari kejauhan, diikuti lambaian tangan yang membuat beberapa orang menoleh ke arahnya. Anna, yang berjalan beriringan dengan Abel, langsung menoleh. “Gila, Erica, lo nggak bisa teriak lebih keras lagi, ya?” keluh Anna, tapi tetap tersenyum melihat sahabatnya yang selalu ceria itu. Erica mendekat dengan langkah cepat, senyuman lebarnya seperti tidak pernah luntur. "Lo tahu nggak? Hari gue luar biasa banget!" serunya sambil menggandeng lengan Anna. Abel hanya menatap Erica dengan ekspresi datar. “Hari lo luar biasa setiap hari, Erica. Apa lagi sekarang?” Erica mengabaikan komentar Abel dan menatap Anna dengan mata berbinar. “Lo nggak bakal percaya, An! Divisi gue kedatangan kepala divisi baru, cowoknya ganteng banget! Kayak aktor yang keluar dari layar TV! Gue berasa ngelihat Jacob Elordi lagi ngomong didepan gue. Sumpah, ganteng banget, Ann!” Anna tertawa kecil, meski penasaran. “Bentar, bentar. Ganteng doang, apa ada isinya?” tanyanya sambil m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   176 - S2

    Sera duduk di sofa ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya. Ia menatap pintu depan dengan senyum tipis saat mendengar suara mobil suaminya yang baru saja masuk ke garasi. Tak lama, Kai masuk dengan raut lelah namun tetap tersenyum begitu melihat istrinya. “Capek, Mas?” tanya Sera lembut sambil mendekat untuk menyambutnya. Kai mengangguk sambil melepas jas kerjanya. “Lumayan. Ada beberapa perubahan di kantor yang bikin sedikit berantakan. Tadi ada pembahasan tentang direksi yang dipindahkan ke pusat.” Sera membantu Kai menyimpan tas kerjanya di meja kecil dekat sofa. “Direksi dipindahin? Siapa, Mas? Berarti Mas tambah repot dong?” Kai duduk di sofa sambil menghela napas panjang. “Iya, sementara jadi agak chaos. Yang di pindah Reno, Direktur Sumber Daya. Eh iya, Sayang, tadi aku ketemu Eric. Eric temen Khalif itu.”Sera menatapnya dengan heran. “Eric? Eric yang tinggal London itu” Kai mengangguk sambil menuang segelas air mineral dari botol di atas meja. “Iya. Ing

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   177 - S2

    Koridor di lantai delapan Miracle Group tampak sibuk pagi itu. Karyawan berseliweran dengan dokumen di tangan, langkah kaki mereka terdengar cepat di atas lantai keramik yang mengilap. Di sudut pantry, Anna sedang menggenggam secangkir kopi sambil bercakap-cakap dengan Abel, sepupunya. “Lu tau nggak, Bel? Gue hampir aja dimarahin Bu Melani gara-gara laporan yang lu suruh revisi,” keluh Anna, matanya memicing ke arah Abel yang hanya tersenyum tipis. “Lu aja yang pelupa, Ann. Gue udah bilang hari Jumat kemarin, tapi lu malah sibuk nonton drama Korea di meja lu,” balas Abel santai sambil mengangkat bahu. Anna mendesah, mengangkat cangkir kopinya. “Oke, salah gue. Tapi serius, kalau Bu Melani ngomel lagi, gue bisa stres!” Abel tertawa kecil, namun sebelum sempat menjawab, suara langkah tergesa-gesa terdengar dari ujung koridor. “Permisi,” suara tegas seorang pria membuat Anna dan Abel menoleh. Eric Williams melangkah cepat ke arah mereka, mengenakan setelan jas abu-abu gelap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   178 - S3

    Langit Jakarta mulai meredup saat Anna melangkah keluar dari lobi Miracle Group. Rasa lelah setelah seharian bekerja membuatnya ingin segera pulang dan beristirahat di rumah. Ia meraih ponsel untuk memesan taksi online, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara yang sangat familiar memanggil namanya. “Annalie!”Anna mendongak, dan senyumnya langsung merekah saat melihat sosok Khalif berdiri di dekatnya. Kakak sepupunya itu tampak santai dengan kemeja putih dan celana bahan hitam, tetapi seperti biasa, kehadirannya memancarkan aura yang menarik perhatian.Bagaimana tidak, rambut kemerahan dan warna mata hijaunya sangat memukau. Belum lagi badan tingginya dan rambut yang tata rapi itu.“Kak Khalif!” serunya, langsung berlari kecil ke arahnya. Tanpa ragu, ia memeluk Khalif erat.Khalif tertawa kecil sambil membalas pelukan itu. “Santai dong, Na. Kangen banget ya?”Anna tertawa, matanya berbinar. “Aku selalu kangen sama Kak Khalif! Ngapain di sini? Nggak bilang-bilang dulu.”“Ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   179 - S3

    “Anna, gimana rasanya akhirnya ketemu calon suami setelah sekian tahun berlalu?” tanyanya sambil menyeringai jahil. Semua orang di meja tertawa kecil, kecuali Anna yang langsung melotot malu ke arah Khalif. “Kak Khalif, siapa juga yang bilang kayak gitu?” protes Anna, mencoba terdengar tegas, meskipun wajahnya sudah memerah seperti tomat.Khalif hanya mengangkat bahunya santai. “Yah, waktu kamu kecil, kamu bilang mau nikah sama Eric. Gak mau balik ke Indonesia. Maunya di nikahi sama Khalif. Kalau dulu masih bayi, jadi gak boleh! Kalau sekarang kamu ‘kan udah dewasa, Eric juga udah sanggup menafkahi kamu. Umur kalian cocok,” lanjut Khalif dengan nada bercanda, membuat semua orang di meja makan terhibur.Sera dan Kai yang duduk di ujung meja ikut tertawa, meskipun mereka tidak berkata apa-apa. Mereka tampak menikmati momen itu, terutama melihat Khalif yang begitu riang menggoda adiknya. Leon, si bungsu, hanya menatap bingung sambil menggigit ayam di piringnya. “Calon suami? Kok aku n

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   190 - S3 - END

    Langit biru cerah diiringi sinar matahari yang hangat menyinari taman besar tempat pernikahan Anna dan Eric berlangsung. Di tengah suasana yang dipenuhi tawa dan kebahagiaan, keluarga dan sahabat berkumpul untuk merayakan awal baru bagi dua hati yang akhirnya bersatu. Anna tampak anggun dalam gaun putih yang sederhana namun memikat, rambutnya ditata rapi dengan aksen bunga kecil. Eric, dengan setelan jas hitamnya, berdiri di samping Anna dengan senyum yang tidak pernah lepas sejak prosesi dimulai. Sera, dengan Kai di sampingnya, memandangi putri sulung mereka dengan mata berkaca-kaca. Dua anak laki-laki mereka, Raiden dan Leon, tampak gagah dalam setelan formal mereka. Leon bahkan sempat bercanda dengan Anna sebelum prosesi dimulai, mengingatkan kakaknya untuk tetap ceria di hari bahagianya. “Raiden, Leon, kalian akan menjaga Mama dan Papa ‘kan kalau Kak Anna sudah menikah,” ujar Sera dengan suara lembut. “Tenang aja, Ma,” jawab Leon sambil tersenyum lebar, sementara Raiden

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   189 - S3

    Restoran kecil di pinggir kota itu dipenuhi dengan suasana yang hangat dan tenang. Cahaya lilin di setiap meja memantulkan bayangan lembut pada dinding bata ekspos. Anna duduk di meja pojok, matanya memperhatikan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Eric, dengan kemeja putih sederhana, duduk di depannya. Ada ketegangan yang tak biasa di wajahnya, meskipun senyumnya tetap menghiasi bibir.“Bang Eric serius pilih tempat ini?” tanya Anna sambil tersenyum. “Aku pikir kamu bakal pilih restoran mewah atau semacamnya.”Eric mengusap belakang lehernya, tampak gugup. “Saya hanya ingin suasananya nyaman. Lagipula, Saya ingin lebih fokus dengan kamu, bukan dengan tempatnya.”Anna tersenyum lebih lebar. Dia selalu menyukai sisi Eric yang apa adanya.“Jadi gimana hari ini? Suka di antar Papa?”“Antara suka dan gak suka.”“Kenapa?”“Suka karena akhirnya gak ada yang berani ngomongin dan gak suka karena aku masih ingin ngeliat betapa irinya orang dengan hidup orang lain. Kay

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   188 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, menunggu mobil jemputannya seperti biasa. Sore itu, ia mengenakan blazer pastel yang membalut tubuhnya dengan rapi, rambutnya tergerai lembut. Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar suara yang familiar. “Ann!” Ia menoleh dan melihat Eric melambaikan tangan dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu lobi. Tanpa ragu, Anna berjalan mendekat. “Masuk, saya antar,” ajak Eric sambil membuka pintu penumpang untuknya. Anna, yang belakangan merasa semakin nyaman dengan Eric, kali ini tidak menolak. Ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil, merasa hangat dengan perhatian pria itu. Namun, tanpa mereka sadari, beberapa orang yang berdiri di dekat pintu mulai berbisik-bisik. “Anak itu beneran murahan ya, tiap hari sama cowok beda-beda,” gumam salah satu dari mereka. Kai, yang kebetulan sedang menunggu Sera di lobi kantor, mendengar celaan itu. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah sekelompok orang tersebut. “Pantas saja dia dekat s

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   187 - S3

    Malam itu, kediaman keluarga Adnan tampak hidup dengan cahaya lampu-lampu kristal yang memantul indah di dinding-dinding mewah. Mischa berdiri di depan pintu masuk dengan gaun panjang yang membungkus tubuhnya. Udara malam di Jakarta memang tidak sedingin Inggris, namun rasa dingin di hatinya masih terasa menyesakkan.Eric berdiri di sampingnya, menatap adiknya dengan pandangan lembut. “Kita masuk, Mischa. Kamu nggak perlu takut,” ucap Eric sambil menyentuh bahunya ringan.Mischa menarik napas panjang. Ia mengangguk pelan, melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Interior megah di dalam mengingatkannya pada rumah masa kecil mereka di Inggris. Sebuah tempat yang pernah penuh tawa sebelum semuanya berubah menjadi kehancuran. Bayangan masa lalu melintas cepat di benaknya, membuat dadanya terasa sesak.Eric tampaknya menangkap kegelisahan itu. Ia menoleh ke adiknya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu baik-baik aja, Mish?” tanyanya pelan.Mischa menatap Eric dan memaksakan sen

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   186 - S3

    Malam itu, di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Mischa duduk sambil mencuri dengar percakapan Eric di telepon. Sebagai adik kandung Eric, Mischa selalu punya kebiasaan memperhatikan tingkah kakaknya, dan malam ini tak ada bedanya. Eric, dengan kopi di tangan, terlihat santai, tapi sorot matanya menunjukkan senyum lebar yang jarang terlihat.“Anna, saya cuma ingin memastikan kamu tahu,” kata Eric sambil tersenyum kecil. “Saya serius soal ini. Saya nggak main-main.”Mischa mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud kata-kata Eric. Telepon itu berlangsung beberapa menit lagi sebelum akhirnya Eric meletakkan ponselnya di meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Jadi,” kata Mischa akhirnya, memecah keheningan. “Apa ini Anna yang sama dengan Anna sepupu Khalif?”Eric menatap adiknya dengan ekspresi tak terduga. “Kamu nguping, ya?”Mischa mengangkat bahu santai. “Nggak perlu nguping. Kamu terlalu jelas kalau lagi ngobrol soal dia. Kamu benar-benar suka sama Anna? Annalie A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   185 - S3

    Pagi itu, Anna berjalan dengan langkah cepat menuju pantry kantor. Matanya sedikit mengantuk karena malam sebelumnya ia terjaga hingga larut, menyelesaikan laporan magangnya. Setelah menuangkan kopi ke dalam gelas, ia berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Ann!" suara ceria Erica membuyarkan lamunannya. Anna menoleh, melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar, membawa setumpuk dokumen di tangannya. “Pagi,” sapa Anna sambil menyeruput kopinya. “Lo sibuk banget kayaknya?” “Banget!” jawab Erica sambil menaruh dokumen-dokumen itu di meja dekat pantry. “Kepala Divisi lagi cuti, jadi semua tugasnya dilempar ke bawah. Gue pusing banget, Ann.” Anna menaikkan alisnya. “Kepala Divisi? Pak Eric?” “Iya, siapa lagi?” Erica menghela napas panjang sambil membuka kotak bekalnya. “Dia udah izin cuti seminggu, tapi nggak bilang mau ke mana. Katanya sih, urusan pribadi.”Anna terdiam, gelas kopinya berhenti di tengah jalan menuju bibirny

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   184 - S3

    Eric membuka pintu apartemennya dan disambut oleh suasana yang sunyi. Apartemen itu kecil, hanya terdiri dari satu kamar tidur, ruang tengah yang menyatu dengan dapur, dan balkon kecil yang menghadap ke hiruk-pikuk kota Jakarta. Meski ukurannya tak sebanding dengan rumah-rumah besar yang pernah ia tinggali di Inggris, Eric telah berusaha menyulap ruang sederhana ini menjadi tempat yang nyaman. Langkahnya membawa Eric ke dapur kecil di sudut ruangan. Ia membuka lemari pendingin, mengambil sebotol air dingin, lalu menuangnya ke dalam gelas. Pandangannya sesaat tertuju pada meja makan kecil di sudut dapur yang sering ia gunakan untuk membaca atau bekerja. Tapi malam ini, meja itu terasa kosong, seperti mencerminkan perasaannya yang sama. Eric berjalan ke ruang tengah, meletakkan gelas airnya di atas meja kopi. Ia merosot ke sofa, melemparkan dasinya ke sandaran kursi. "Hidup di sini memang berbeda," gumamnya, menatap langit-langit. Di Inggris, ia tinggal di rumah yang luas dengan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   183 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, tangan memegang ponsel sambil menunggu mobil jemputannya datang. Sore itu, gedung sudah mulai lengang, sebagian besar karyawan sudah meninggalkan kantor. Ia sengaja ingin pulang sendiri hari ini, ingin menikmati waktu tanpa terlalu banyak interaksi. Namun, suasana hening itu terpecah oleh suara yang akrab. “Ann,” panggil seseorang dari belakang. Anna menoleh dan melihat Eric berdiri tak jauh darinya. Pria itu tampak rapi seperti biasa, dengan dasi yang sedikit longgar dan jaket di lengannya. Ada senyum tipis di wajahnya, meskipun matanya tampak lelah. “Kamu belum pulang?” tanya Eric sambil mendekat. Anna mengangguk kecil. “Iya, lagi nunggu mobil. Bapak nggak lembur?” Eric menyelipkan tangan ke dalam saku celananya, menatap Anna dengan tenang. “Saya pulang lebih awal hari ini. Mau makan di luar, tapi rasanya nggak enak makan sendiri. Mau menemani saya?” Anna terkejut dengan tawaran itu. “Makan? Kenapa nggak ajak Kak Khalif aja? Dia kayakn

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   182 - S3

    Pagi itu, Anna turun dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah, menandakan ia baru saja selesai mandi terburu-buru. Ketika memasuki ruang tamu, langkahnya terhenti saat melihat Khalif sedang berbincang akrab dengan Eric. Eric duduk santai di sofa dengan segelas kopi di tangannya. Khalif, yang duduk di sebelahnya, terlihat santai namun mata jenakanya langsung menangkap kehadiran Anna. “Selamat pagi, Ann,” sapa Khalif dengan senyum lebar. “Lo mau berangkat? Udah jam berapa nih? Kalau nggak berangkat sekarang, nanti telat loh.” Anna mengerutkan kening, bingung. “Iya, tapi masih nunggu Abel, Kak.” Khalif berdiri, menepuk bahu Eric dengan nada penuh kelakar. “Berangkat sama Eric aja, Ann. Kalian kan satu kantor. Jadi kalian bisa barengan.” Eric memandang ragu Khalif, “Gue kira Anna setiap pagi berangkat dengan Om Kai?” Khalif tertawa kecil, “Gue kira juga gitu awalnya, tapi nggak ada yang tahu Anna itu anak Om Kai. Selama ini dia terus-terusan berangkat bareng sama

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status