Kali ini Nathalie akan pulang dengan menggunakan taksi. Beberapa saat lalu, Ley menghubungi dirinya dan mengatakan jika pria itu tidak bisa menjemputnya karena tengah pergi menemui ibunya yang ada di rumah sakit. Tiba-tiba saja terjadi sesuatu di sana yang mengharuskan Ley datang.
Tentu saja, Nathalie sangat paham bagaimana khawatirnya pria itu sekarang. Ia hanya bisa membantu untuk mendoakan kesembuhan ibu dari supirnya tersebut.
Sebuah mobil berwarna merah terang berhenti di dekatnya. Kacanya yang kemudian turun membuat Nathalie dapat melihat siapa seseorang dalam mobil tersebut.
"Ehm ... aku akan memberimu tumpangan jika kau mau."
Rena. Wanita yang duduk di bangku kemudi itu menawarkan tumpangan dengan nada yang tidak biasa.
Nathalie terdiam. Entah sejak kapan wanita itu berubah menjadi lebih baik padanya. Yang biasanya selalu melayangkan tatapan tajam dan perkataan berbisa, kini berubah.
"Aku akan naik taksi." Nathalie
"Tolong jangan bawa aku pergi ...."Nathalie sudah hampir menangis sekarang. Ia sangat berharap seseorang akan menolongnya saat ini.Sementara seseorang yang ada di sebelahnya itu mendengkus. Memelankan laju kecepatan mobil sehingga membuat Nathalie termenung."Apa kau terbiasa berbicara tanpa memandang lawan bicaramu?"Nathalie yang mendengar suara tidak asing di sebelahnya lantas menoleh. Memperhatikan wajah di sampingnya sebelum kemudian melebarkan kedua mata."Dalton! Kenapa ... kau?"Pria itu melirik Nathalie sebentar sebelum kembali menatap jalan."Kau berharap siapa yang akan ada di sampingmu sekarang? Kai?" Pria itu mendesah kasar. "Hampir saja kau diculik tadi.""Kenapa mereka ..." Nathalie tidak melanjutkan ucapannya lagi setelah ia tersadar akan satu hal.Eden. Seseorang yang pernah Kai katakan akan segera muncul mengincar kekasihnya itu. Namun, tetap saja ia j
Pandangannya tajam menatap lurus pada sebuah batu nisan di hadapannya yang terbentuk dengan indah. Sedangkan pada batu tersebut terukir nama seseorang yang sudah tidak mungkin ada lagi di dunia ini. Nama yang membuat ia merasa harus lebih kuat menjalankan hidup dan berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Menapak kerasnya dunia yang terdapat bermacam-macam hal mengerikan yang tak terlihat.Perlahan, wanita bersurai pirang itu menurunkan kacamata hitam yang sejak tadi menyembunyikan manik mata sebiru langit saat ini. Dan detik berikutnya, ia meletakkan bunga anyelir berwarna merah pucat tersebut pada makam di hadapannya. Tidak ada ekspresi lain di wajahnya selain datar."Aku pasti akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku ... Ayah," ucap wanita itu sembari menciptakan seringai tipis di wajah cantiknya.Ia mengalihkan pandangannya pada satu keluarga yang sedang menitikkan air mata di hadapan makam seseorang. Tampaknya mereka baru saja kehil
"Harimu menyenangkan, Kai?"Mark memberikan segelas whisky pada pria berpakaian putih di hadapannya. Kai tidak membalas dan hanya mengangkat bahu, membuat Mark menggelengkan kepala pelan.Khas seorang Kai."Berikan aku jus," ujar pria itu yang membuat kerutan di dahi Mark terlihat.Ada apa dengan pria ini?Dan tanpa banyak kata, Mark segera menyiapkan minuman yang Kai minta. Sembari membatin apa yang telah terjadi pada pria itu. Tidak biasanya Kai akan meminta minuman selain alkohol saat datang ke sini. Wajah Kai saat ini juga terlihat senang. Entah apa yang membuat pria sedingin es tersebut terlihat berbeda sekarang."Apa Dalton akan kemari?" Mark kembali bertanya selesai menuangkan minuman pada pembeli yang lain.Kai mengangguk."Dia akan segera datang," balasnya.Menghela napas pelan. Kai kembali melirik ponselnya yang tidak ada tanda-tanda seseorang menghubungi dirinya.Mungkinkah kekasihnya
"Aku ingin kau segera menikah, A Kai."Suara ayahnya terdengar. Dan Kai hanya mendengkus."Aku belum merencanakannya untuk saat ini." Ia menghentikan mobilnya di lampu merah. Menyadarkan kepala dan suara ayahnya kembali terdengar."Sampai kapan kau akan mengatakan hal itu? Umurmu sudah cukup untuk menikah. Kau juga harus memikirkan ku yang sudah tua ini. Aku tidak ingin mati sebelum melihatmu menikah.""Apa yang ayah bicarakan?"Lagi-lagi ayahnya itu berbicara dengan nada menyedihkan."Aku hanya ingin mengingatkan agar kau tidak menghabiskan waktumu untuk terus bekerja. Kau harus mencari seorang wanita yang bisa kau ajak bertemu denganku.""Aku sudah memiliki kekasih. Jadi, jangan terus memaksaku untuk mencari wanita lagi, oke?"Helaan napas terdengar dari seberang telepon. Bersamaan dengan Kai yang kembali menginjak pedal gas."Apa kau benar-benar kembali bersama dengan ma
"Minggu depan adalah acara pertemuan keluarga, kau ingin datang?" Kai bertanya pada Nathalie yang sedang mengunyah sup jagung yang baru saja wanita itu suapkan ke dalam mulut.Saat ini, mereka berdua tengah sarapan bersama. Dengan beberapa pembicaraan kecil yang menjadi pemanis pagi ini."Kenapa kau malah bertanya padaku?" Wanita itu tidak mengerti. Apakah pria itu sedang bertanya tentang pendapatnya?"Kau bisa menemaniku pergi?" Pria itu kembali berkata.Sedangkan Nathalie tampak sedikit merasa tidak enak. Ia tidak bisa menebak bagaimana tanggapan orang-orang di sekitar Kai ketika mengetahui mereka yang kembali bersama setelah membatalkan pertunangan dulu. Kejadian itu bukanlah hal kecil, melainkan menggegerkan seluruh orang-orang yang tidak menyangka jika mereka berdua akhirnya berpisah."Sepertinya aku tidak akan bisa. Akhir-akhir ini press menjadi semakin sibuk."Sebenarnya, Nathalie tidak peduli dengan penilaian orang lain m
Sudah tiga hari sejak Rena pindah pada tim yang sama dengan Nathalie. Namun, wanita itu masih juga belum terbiasa dengan pekerjaannya. Bahkan beberapa kali Nathalie melihat temannya- Ariska, kesal karena wanita itu.Meski begitu, kadang kala saat mereka bertengkar, masih dapat dikatakan aman. Nathalie tidak yakin jika keduanya benar-benar saling membenci."Rena, kau ingin ikut aku pergi meliput?" tanya Nathalie yang seketika membuat kedua bola mata Ariska mendelik."Kenapa kau mengajaknya pergi? Dia bahkan belum menyelesaikan pekerjaannya di sini." Ariska mendengkus sembari meletakkan beberapa kertas yang ada di tangannya itu ke atas meja dengan sedikit keras."Ide bagus! Karena selama ini aku hanya memandang cara kalian bekerja saja." Ia berucap dengan penuh semangat."Ini adalah daftar pertanyaan kita nanti. Kau bisa mempelajarinya lebih dulu." Nathalie menyerahkan selembar kertas yang berisi daftar pertanyaan wawancara mereka.
Nathalie menatap langit biru dengan hamparan awan yang menghiasinya. Seperti permen kapas yang beterbangan dan bergerak pelan kala angin menyapa mereka dengan ramah.Kedua sudut bibirnya sedikit tertarik. Melemaskan bahu untuk bersandar pada kursi penumpang kelas suite yang membawanya terbang melewati berbagai negara di bawahnya. Sudah hampir lima jam perjalanan dan dirinya masih belum mengatakan apapun pada Kai. Pria itu duduk di sebelahnya dengan tatapan yang jatuh pada tablet di pangkuan. Tampak tak peduli apapun yang terjadi. Dengan ketinggian ribuan kaki dari daratan, Kai masih saja bekerja. Pria itu mengatakan jika waktunya akan terbuang sia-sia jika dirinya hanya duduk manis dan bersantai melihat pemandangan membosankan yang sudah sering kali ia lihat."Tidurlah dulu, penerbangannya masih lama." Kai meletakkan tabletnya setelah beberapa saat. Menoleh kepada kekasih tercinta yang masih membuka lebar matanya.Namun, Nathalie balas menggeleng."
"Ayah ...."Kai menyapa seseorang di hadapannya. Entah sudah berapa lama mereka tidak bertemu. Yang pasti, Kai rasa itu bisa dihitung beberapa tahun lalu."Kau ini! Apakah jika ayahmu meninggal, kau baru akan menemui ku?!" Suaranya berubah. Dan tatapannya ikut menjadi garang.Wajar saja. Siapa yang akan rela jika ditinggalkan anaknya bertahun-tahun dan hanya berkomunikasi lewat telepon? Terlebih Kai juga belum menikah, tidak memiliki hal khusus yang perlu diperhatikan selain bekerja dan bekerja."Aku sudah berada di sini." Kai mendesah pendek. Mengalihkan pandangan pada wanita yang berdiri di sebelahnya. "Bersama wanitaku."Nathalie tersenyum. Membungkukkan badannya sebentar pada ayah Kai."Paman, bagaimana kabarmu?"Mata Yuan Nuan beralih pada Nathalie."Lama tak bertemu ... Nathalie," balas pria tua itu dengan nada rendah. "Aku baik. Tampaknya kau juga begitu."Pria berdarah China itu ters
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga