"Ini sangat mengejutkan. Aku pikir kau akan kembali menolak ku." Leon terkekeh pelan sembari mengambil salah satu buku yang terdapat dalam rak toko. Melihat judul dari buku yang masih terbungkus plastik bening itu sesaat. Sementara Nathalie yang juga tengah memilih-milih buku di sana lantas mendengkus rendah. "Aku tidak ingin kau setiap waktu selalu mengganggu ku hanya karena ingin pergi ke toko buku." "Maaf karena mengganggu waktumu sebentar."Nathalie menarik napas dalam. Padahal, Leon bisa pergi sendiri atau mencari orang lain yang mau pergi bersamanya. Namun, pria itu terus saja mengajak dirinya untuk pergi dengan alasan tidak ada seseorang yang akrab dengannya di sini selain dirinya. Dan Nathalie mau tak mau lantas menyetujui ajakan yang sebenarnya sudah Leon lakukan sejak satu minggu yang lalu. Leon tak bisa menahan diri untuk tersenyum tipis. Menemukan buku yang sudah ia cari-cari sejak tadi. Lalu, berjalan menuju Nathalie yang kini sedang membuka salah satu buku yang ada
"Siapa yang meletakkan bunga di sini?" tanya Nathalie. Mengalihkan pandangan pada Rena yang mengendikan kedua bahu. Hingga tak lama kemudian pintu yang terbuka dan menampilkan Ariska yang baru saja datang. "Oh, Nathalie. Katanya itu bunga atas namamu. Jadi, aku letakkan saja di mejamu." Ariska lalu mendudukkan diri. Sedangkan Nathalie hanya mengernyit. Lantas mengambil bunga mawar merah tersebut dan mengamatinya. Baru menyadari jika ada sesuatu yang terselip di antara bunga-bunga tersebut. Nathalie membuka kertas kecil yang awalnya tidak ia lihat karena warnanya yang sama dengan bunga itu. Membaca pesan singkat yang ada pada secarik kertas tersebut. 'Dari seseorang yang sedang mengejarmu.'Wanita itu tidak dapat menahan dengkusan ringan. Sepertinya, ia tahu siapa pengirim bunga ini. Namun, agak sedikit aneh jika ia menerima bunga mawar dari Kai. Biasanya pria itu akan mengirimkan tulip putih yang di mana Kai tahu itu adalah bunga kesukaannya. Nathalie mendesah pelan. Toh, mau bun
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" tanya Nathalie saat mobil yang Leon kemudikan berjalan dengan tenang. Sedangkan pria yang ada di sebelahnya itu terlihat ragu untuk berbicara. Namun, karena ia sudah berkata pada Nathalie, maka ia mau tak mau harus mengatakannya."Itu ... apa kau sedang ada masalah dengan kekasihmu? Aku melihat kalian berdua agak aneh pada malam itu." Nathalie sempat terdiam dalam beberapa saat. Kemudian terkekeh. "Apa ini adalah hal yang ingin kau bicarakan denganku?" Leon menggeleng. "Hanya bertanya saja." Helaan napas terdengar dari wanita yang ada di samping Leon tersebut. "Sebenarnya, kami sudah putus.""Apa karena aku?" Leon bertanya dengan cepat. Berpikir jika kejadian pada malam itu yang telah membuat Nathalie dan Kai berpisah. "Tidak. Ini bukan karena mu. Kami sudah berpisah sebelum malam itu." Nathalie tersenyum tipis sembari mengalihkan pandangannya pada kaca yang ada di sebelah. Sampai tak lama kemudian, Leon kembali membuka bibir. "Sebenarnya,
Nathalie mengurut pelan pangkal matanya saat ia memikirkan apa yang telah ia terima tadi malam. Dirinya bisa langsung mengenali jika rambut itu adalah milik Angelista. Tidak ada lagi yang terpikir di kepala Nathalie selain wanita itu. Namun, bukankah Angelista ada di penjara? Lantas, siapa yang mengirim kotak tersebut? Apakah ada seseorang yang baru saja meneror dirinya? Nathalie sangat yakin jika apa yang ia terima tadi malam itu ada kaitannya dengan Angelista. Namun, ia tidak juga menemukan sesuatu meski mencoba untuk menebak-nebak.Terlebih lagi, ia tidak bisa meminta bantuan Kai untuk menyelidiki hal ini. Bukannya tidak bisa. Melainkan ia sadar diri jika akan sangat tidak pantas jika ia meminta bantuan pria itu setelah memutuskannya. Lagipula, Kai akan segera menjalankan pertunangannya. Seharusnya ia tidak lagi melakukan apapun yang berhubungan dengan pria itu. Meski Kai berpikir hal ini bukan masalah. Namun, Nathalie tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Maka, ia bertekad
Pesta pertunangan Kai akan diadakan dalam dua hari lagi. Dan Nathalie memilih untuk datang ke pesta tersebut meski Irine sudah melarang dirinya dengan tegas. Namun, Nathalie masih tidak berubah pikiran. Setidaknya, ia bisa melihat Kai untuk terakhir kali. Setidaknya ia bisa melihat wajah bahagia pria itu meski bukan karena dirinya. Selain itu, dirinya juga telah diundang. Jadi, ia tetap akan yakin untuk datang ke pesta tersebut. Terlepas dari batinnya sakit atau tidak, Nathalie mencoba untuk menghilangkan perasaan yang masih tertinggal itu secara perlahan. Nathalie yakin ia bisa melakukannya dengan baik.Nathalie pikir, sepertinya ia membutuhkan pakaian baru untuk datang ke pesta pertunangan Kai. Sejak meninggalkan kediaman Kai, ia sama sekali tidak membawa barang apapun yang telah pria itu berikan untuknya. Sama sekali tidak. Dan pakaian Nathalie yang ada di rumah adalah pakaian sehari-hari atau untuk bekerja. Dirinya akan lebih baik untuk membeli satu dress lagi untuk pergi. Dan s
"Karena aku adalah Helian Jordeen ...."Jordi berbisik pelan. Yang kemudian membuat wanita di dalam dekapannya itu mendengkus. Lalu, menyingkirkan tangan Jordi yang ada di bahunya dan kemudian beranjak untuk pergi. Membawa mangkuk salad-nya yang telah habis ke dapur. Meninggalkan pria yang masih ada di ruang tamu itu dengan senyum tipis yang tak hilang di wajahnya. Waktu berlalu begitu cepat, Jordi tidak menyangka jika Irine yang akan menjadi kekasihnya sekarang. Mereka yang dulunya selalu bertengkar ketika bertemu, kini menjadi sepasang kekasih yang saling memandu cinta. Sampai sekarang Jordi masih tidak yakin ini adalah nyata. Ia yang bertemu dengan Irine karena perjalanan bisnisnya ke Paris, dan kebetulan Irine sedang ada di sana karena pekerjaan juga. Setelah bertemu dan mengobrol menceritakan kisah mereka masing-masing selama tidak berjumpa, Jordi jadi sering memikirkan Irine. Entah mengapa. Ia juga menjadi sering mengirim pesan pada wanita itu dan mereka sesekali bertemu.Dan
Ambulans yang membawa Nathalie kemudian menepi pada salah satu rumah sakit yang ada di kota ini. Nathalie yang terbaring dengan bersimbah darah itu kemudian digelandang menuju ruang gawat darurat. Para perawat menutup pintu dan menyisakan orang-orang di yang ada di luar dengan wajah cemas tak terhingga. Kai duduk pada kursi yang ada di luar ruangan tersebut setelah ia berdiri cukup lama lantaran masih terkejut dengan apa yang telah terjadi pada Nathalie. Tidak mempedulikan pakaiannya yang terdapat banyak bercak darah. "Kumohon ... Thalia ... kumohon." Bibirnya terus bergetar untuk berdoa. Pikirannya sekarang hanya tertuju pada wanita yang ada pada ruangan di dalam sana. Tidak ada yang lain. Kai melihat kedua tangannya yang juga penuh dengan darah yang perlahan mulai mengering. Matanya ikut bergetar dan dirinya tak dapat berkata apa-apa. Suara derap langkah yang datang sama sekali tidak Kai hiraukan. Bahkan ketika sepasang sepatu hitam berhenti di depan matanya. Kai sama sekali ti
Tiga hari telah berlalu, sejak Nathalie masuk ke dalam rumah sakit. Kai memandang wajah pucat di depan matanya dalam diam. Mengusap ujung dahi wanita itu dan menyelipkan sebagian rambut yang menghalangi wajah Nathalie. Tersenyum tipis, Kai lalu mengecup dahi wanita itu penuh kasih sayang. Kemudian menggenggam jemari lentiknya yang terlihat lebih kurus dari yang sebelumnya.Kai selalu bertanya-tanya. Selama ia tidak ada di samping Nathalie, apakah wanita itu menjalani hidup dengan baik? Apakah hidup Nathalie lebih baik tanpa dirinya?Jika benar. Maka akan berbanding terbalik dengan dirinya. Nyatanya, Kai sama sekali tidak merasakan arti hidup ketika tak mendapati Nathalie di sisinya. Wanita yang berkali-kali ia sakiti itu. Kini terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dengan mata yang terpejam rapat. Tidak tahu kapan wanita itu akan berhenti menghukum dirinya dan segera membuka mata.Sejak tadi, Kai sama sekali tidak bergeming. Ia masih saja memandangi wanita itu tanpa bosa
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga