Vicko tampak berada di sebuah kafe outdoor di tepi pantai. Pria yang hampir berusia 60 tahun itu tampak duduk tegap di kursinya sambil menatap lurus ke depan. Menatap sesuatu yang sejak tadi berada di hadapannya. Evellyn duduk di seberang meja sambil menatap tak suka pada Vicko. Mereka membuat janji temu dan memesan makanan dan minuman seadanya, lalu akan menikmatinya sambil mengobrol tentunya. Walaupun topik obrolan belum ditentukan, tapi yang jelas tidak mungkin Vicko sengaja mengajak bertemu kalau bukan untuk membicarakan hal yang penting, mengingat ini adalah pertama kali mereka bertemu setelah sekian tahun. "Apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak bertemu," sapa Vicko membuka percakapan. Evellyn tertawa kecil mendengarnya. "Benar-benar mirip." "Maaf?" "Itu juga kalimat pertama yang diucapkan anak kamu saat kami bertemu beberapa waktu lalu." Evellyn menjelaskan. "Kabarku sangat baik. Bahkan bisa dibilang tidak pernah sebaik ini." Vicko hanya menganggukkan kepalanya saja, lal
Naura berdiri di dekat jendela di sebuah ruangan. Di belakangnya menggantung jas putih. Naura sedang ada di ruang kerjanya di rumah sakit. Wanita itu tampak serius mengamati sesuatu lewat jendela yang tirainya terbuka sambil tangan kanannya memegang sebuah cangkir minuman. Tidak jelas apa yang sedang diamatinya di balik jendela, tapi yang pasti tatapannya tampak kosong, pertanda pikirannya sedang melayang ke mana-mana.Ingatan Naura kembali ke saat makan malam bersama Rayhan dan papanya ...."Naura ... saya menyukainya." Ucapan tersebut sontak membuat hati Naura berbunga-bunga dalam sekejap. Bibirnya perlahan menampakkan sebuah senyuman di tengah-tengah keterkejutannya yang tidak pernah menyangka Rayhan akan mengatakan hal itu dari mulutnya langsung. Apalagi sekarang mereka sedang saling bertatapan. Bram tampak terkekeh senang. "Om sudah menduganya. Kamu pasti tidak akan menolak, kan? Om sangat senang mendengarnya." Lalu Rayhan beralih menatap Bram---tetap dengan ekspresi serius dan
"Kenapa melihatku seperti itu?" Bella tanpa sadar mengucapkan dialognya yang entah itu memang benar yang harus dikatakannya atau tidak. Bella memandang ke atas pundak Vino yang sebenarnya pandangannya lurus ke belakang ke tempat Rayhan berdiri memandangnya. "Aku suka melihat kamu," kata Vino dalam dialognya. Lagi-lagi sebuah kata-kata keluar begitu saja dari mulut Bella ketika dia melihat Rayhan. "Aku nggak suka kamu perhatikan terus. Jangan melihat aku seperti itu." "Kenapa?" "Aku nggak suka ada orang yang terlalu lama melihat wajah aku." "Tapi kamu cantik." Bella masih tidak melepaskan pandangannya dari Rayhan. "Karena kalau kamu terus-terusan melihat wajah aku, aku takut kalau kamu akan bosan melihatnya." "Aku nggak akan pernah bosan. Aku mencintai kamu." "Aku ..." Bella sedikit ragu menjawabnya karena dia memandang Rayhan yang juga masih belum mengalihkan pandangannya dari Bella. "Aku juga cinta sama kamu, karena itu aku takut. Aku takut kamu bosan dan ninggalin aku. Kamu n
Bella kali ini menoleh memandang Rayhan penuh pertanyaan. Rayhan memandangnya dan diam beberapa saat, lalu berkata "Kalau kontrak selesai." Rayhan melanjutkan kalimatnya. 'Meskipun aku berharap, kontrak kita nggak akan pernah selesai,' batinnya. "Itu kan yang kamu mau?" Bella kembali meluruskan pandangannya, tidak mau terlalu lama melihat Rayhan. Dia kesal karena selalu lemah jika menatap mata pria itu dari dulu. "Iya." "Jadi kamu nggak senang sama syutingnya?" tanya Rayhan lagi. "Dari awal kamu udah tahu aku nggak suka, kenapa sekarang masih tanya?" Bella balik bertanya dengan judesnya. Rayhan mengangguk. "Oke. Itu jawaban kamu." Bella mendengkus. Pria ini memang menyebalkan. Rayhan mendongak memandang langit cerah. "Bukannya kita punya pikiran yang sama?" "Apa lagi?""Malam ini cerah, kan?" Rayhan sengaja membicarakan tentang cuaca demi menghindari pembahasan mengenai masalah pribadi. Bella tertawa sinis. "Aku nggak pernah punya pikiran kayak gitu." Rayhan menoleh seolah ti
Malam ini Bella dan para kru bersiap-siap mengepak baju untuk pulang ke Jakarta malam ini juga karena syuting sudah selesai. Bella menarik resleting koper besarnya dan duduk di pinggiran tempat tidur mengamati Melissa yang masih sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam tasnya. "Cepetan, dong. Aku mau cepetan sampe rumah, nih. Ayo cepetan," desak Bella.Tapi yang namanya orang disuruh cepat-cepat itu pasti jadi bingung. Baju-baju yang dijejalkan Melissa ke dalam tas malah berceceran ke lantai dan membuatnya harus memungutinya tanpa melipatnya. "Iya, sabar. Kenapa sih, buru-buru banget? Ini masih jam tujuh," kata Melissa seraya melihat jam tangannya. "Nggak bakalan kena macet deh, di jalan. Lagian kenapa kita nggak pulang besok aja sih, Bel? Kan nanggung udah sampe sini, nggak sekalian kita isi buat jalan-jalan?" "Aku nggak mau. Udah cepetan." Bella tidak mau tahu dan semakin tidak sabar. Keinginannya untuk menghindari Rayhan jauh lebih besar daripada keinginannya untuk jalan-jalan. Me
Karena ragu-ragu mau masuk atau tidak, Bella pun memutuskan untuk menunggu sebentar di depan pintu. Dia menyandarkan punggungnya di pintu sambil memainkan kakinya. Menahan dirinya untuk masuk sekiranya menunggu Rayhan tertidur lagi. Dia tidak ingin bertatap muka dengan pria itu. Setidaknya untuk saat ini. Setelah kira-kira lima belas menit bersandar di pintu, Bella memantapkan hatinya untuk mengecek ke dalam kamar. Berdua saja dengan seorang pria di sebuah rumah? Hal ini merupakan hal yang baru saja dia alami selama 28 tahun hidupnya. Walaupun tentu saja Bella pastikan tidak akan ada apa-apa yang akan terjadi, tapi tetap saja rasanya berbeda. Dengan ragu-ragu Bella melangkahkan kakinya memasuki kamar itu. Melihat Rayhan yang sedang tidur dengan posisi miring ke tepi ranjang. Bella tidak bisa memaksa kakinya untuk melangkah meninggalkannya. Seolah kakinya melangkah sendiri mendekati Rayhan. Bella jongkok di sebelah Rayhan dan mengamati wajah tidur pria itu.Dua belas tahun yang lalu .
Bella jalan-jalan santai melewati hamparan perkebunan teh yang subur dan hijau. Dia sangat menikmati jalannya sambil sesekali menghirup udara segar itu. Matahari mulai merangkak naik tapi udara tetap terasa dingin, angin semilir menjadikan tempat itu tidak terasa panas sedikitpun. Dari belakang, Rayhan menyusul Bella dengan mengendarai sepeda videral. Dia sengaja memperlambat mengayuh sepedanya supaya bisa tetap menyejajarkan posisi dengan Bella yang jalan kaki. Bella meskipun tahu Rayhan di belakangnya, dia sama sekali tidak peduli dan tetap melanjutkan kegiatan jalan-jalan santainya. Bahkan wanita itu sejak tadi menahan dirinya untuk bertanya bagaimana keadaan Rayhan setelah pingsan kemarin. Dia terlalu gengsi menanyakannya dan tidak mau membuat Rayhan ge-er. Tapi sepertinya pria itu baik-baik saja menurut penglihatan Bella. Tentu saja dalam hatinya, Bella berharap bahwa Rayhan tidak apa-apa."Udaranya seger, ya?" kata Rayhan. Bella tidak mengacuhkannya dan menganggap seolah pria
Bella mendengkus kesal. Sudah pasti masalah yang ditimbulkan perusahaan itu adalah masalah untuk Bella. Namun kenyataannya masalah terbesarnya bukan tentang SG Entertainment, tapi tentang pemiliknya yang sekarang ini ada bersamanya. Rayhan tiba-tiba tersenyum, seolah mengerti dengan hanya melihat tatapan Bella. "Iya, sih. Bener juga. Kita cuma bisa merencanakan, dan terkadang emang terjadi sesuatu yang nggak kita harapkan. Tapi itulah hidup. Bisa dibilang cuma bisa indah di awal, tapi menyakitkan di akhir." Bella terlihat kurang mengerti. 'Apa sih, maksudnya?'Saat Rayhan mengangkat koper Bella mau memasukkannya ke bagasi, tiba-tiba gerakannya berhenti dengan koper terangkat di depan dadanya. Pandangannya tertuju ke suatu arah. Ada sebuah mobil berjalan pelan mendekati villa Rayhan. Dari kejauhan Rayhan bisa melihat jelas siapa yang ada di dalam mobil tersebut, begitu juga dengan Bella. Rayhan menurunkan kembali koper Bella, tidak jadi memasukkannya ke bagasi. Lalu berjalan mendeka
Mike sedang sibuk dengan ponselnya---membaca berita di internet dalam keadaan tenang. Tiba-tiba ada keributan datang dan mengganggu ketenangannya. Empat anak kecil---dua perempuan dan dua laki-laki yang semuanya masih kecil-kecil berlari menghampirinya. "PAPA!!!!" Mike kaget dan buru-buru meletakkan ponselnya dan menyambut kedatangan mereka. "Ada apa? Kenapa ribut-ribut?" tanya Mike. "Kalian nggak sekolah?" "Aku belum sekolah, Pa," kata salah satu anak perempuannya yang masih kecil. "Aku masih tiga tahun." "Maksud Papa, kakak-kakak kamu itu." Mike menunjuk ketiga anaknya yang lainnya. "Kenapa kalian nggak sekolah?" "Ini kan hari Minggu, Pa," kata salah satu anak laki-lakinya. "Papa aja santai-santai di rumah, nggak kerja." "Apa?" Mike bengong. "Masa Papa nggak tahu kalau hari ini hari Minggu? Ih, ternyata Papa kita payah." Mike langsung kesal. "Hei, biar payah gini, aku ini papa kalian, tahu. Kalau Papa nggak ada, nggak mungkin kalian bakalan ada." Mike mengatakan hal-hal yan
Sepuluh Tahun Kemudian .... Bella sedang menjalani syuting film terbarunya di sebuah taman bermain. Dia berdialog panjang sekali, sampai-sampai harus mengulang sampai tiga kali karena salah terus. Dan di take ke tiga-nya .... "Kamu nggak tahu kenapa aku melakukan ini?" kata Bella dalam dialognya bersama seorang pria yang menjadi lawan mainnya. "Sudah 15 tahun aku menunggu kamu, tapi apa? Kamu hanya memberikan janji-janji tapi nggak pernah menepatinya. Kalau kamu terus seperti ini, mendingan kita---" "MAMA!!!!" Dialog Bella lagi-lagi terputus, kali ini bukan karena Bella lupa dialognya, melainkan ada yang memanggilnya di luar syuting. Dua anak laki-laki memakai seragam SD dan seorang anak perempuan memakai seragam TK berlari ke arahnya dan memasuki lokasi syuting. Mereka bertiga mendekati Bella. "CUT! CUT! CUT!!" teriak sutradara. "Aduh, ada apa lagi sih, itu?!" Sutradara mulai frustrasg "Mama, ayo pulang!" rengek salah seorang anak laki-lakinya yang kembar. "Iya, Mama!" si kemb
Daniel melihat ke foto yang dirobek Naura, lalu tersenyum kecil. "Nyerah?" Naura terdiam, memandangi fotonya yang sudah terpisah dengan foto Rayhan. "Menurut kamu?" "Aku juga udah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang aku mau. Tapi memang, ada hal-hal yang seharusnya memang bukan menjadi milik kita. Sekeras apapun usaha kita untuk ngejar dia, kalau emang dia bukan milik kita, pasti akan tetep ninggalin kita." Naura masih diam, memandangi foto Rayhan. "Gimana kalau aku nyaranin, mendingan kamu mulai lupain dia?" tanya Daniel. "Emang itu yang mau aku lakuin sekarang," jawab Naura. "Aku udah cukup bahagia Rayhan sekarang sembuh. Aku juga bahagia, kalau Rayhan bahagia." Daniel menoleh, memandangi Naura dengan tatapan aneh. Sebuah pemikiran pun terlintas di benaknya. "Ra?" "Iya, kenapa?" "Kamu mau ikut aku ke Sidney?" tanya Daniel tiba-tiba. Naura memandang Daniel---bingung. "Sidney?" "Aku bakal bantu kamu buat bisa ngelupain Rayhan sepenuhnya," ujar Daniel. "Untuk m
Satu tahun kemudian .... Bella berlari-lari sambil membawa sepatu hak tingginya. Dia berlari di atas rerumputan hijau yang subur, dan berkali-kali dia menginjak tanah becek karena sepertinya habis hujan deras tadi malam. Tentu saja dia sangat kesusahan berlari apalagi dengan mengenakan sepatu hak tinggi, makanya dia memutuskan untuk telanjang kaki saja.Setelah lari-lari dan menghadapi beberapa rintangan, seperti tanah becek, genangan air, dan lain-lain, Bella sampai juga di tempat tujuan. Sebuah pohon besar yang sudah tidak asing lagi untuknya. Napasnya terengah-engah dan hampir saja dia tidak bisa bernapas karena terlalu lelah."Terlambat dua menit, lima puluh tiga detik," kata seseorang.Bella berteriak kesal. "HEI!"Seseorang berdiri membelakangi Bella sambil menatap pohon besar tua di depan matanya yang daunnya tampak lebat dan hijau subur. Rayhan memutar tubuhnya dan tersenyum jahil padanya. "Aku kan udah bilang, aku nggak punya banyak waktu. Aku suruh kamu dateng dalam waktu l
FlashbackRayhan dan Vicko menghabiskan akhir pekannya dengan pergi memancing sesuai rencana. Tempat yang mereka pilih untuk acara memancing adalah sebuah sungai besar yang terletak di tepi hutan. Air sungai yang jernih serta dikelilingi banyak bebatuan, menjadikan tempat itu sangat nyaman untuk bersantai sambil memancing. "Udaranya seger ya, Pa?" Rayhan yang duduk di atas bebatuan sambil memegang kail pancingnya, berkata pada sang papa yang juga melakukan hal yang sama di sebelahnya. "Iya, kebetulan cuaca agak mendung jadi nggak panas. Mudah-mudahan aja nggak hujan." Vicko menengadah ke langit dan melihat gumpalan awan abu-abu yang tersebar di langit sejak pagi tadi. "Sebenernya ya, Pa. Dari pada mancing, aku lebih suka nyemplung aja ke sungai terus berenang." Rayhan berkata sembari tertawa. "Aku udah lupa kapan terakhir kali mandi di sungai." "Waktu kamu kelas 1 SD dan Papa bawa kamu pulang sambil dijewer kupingnya." Vicko menjawab sekaligus mengingatkan. Jawaban Vicko sukses m
Sambungan flashback"Aku janji nggak akan lupa sama pelajaran sekolah kok, Ma." Bella memberikan pembelaan. "Sekolah tetep jadi yang utama buat aku. Lagian, kita pacarannya nggak akan macem-macem, kok."Rayhan mengangguk lagi, mengiyakan ucapan Bella. "Betul, Mama---emm maksud saya Tante. Kita berdua nggak akan ngelakuin hal-hal yang aneh, kok.""Saya sudah menyuruh kamu diam, ya." Evellyn melotot ke arah Rayhan. "Kenapa kamu main nyerobot saja dari tadi? Diam."Rayhan menutup mulutnya rapat-rapat dan kembali menganggukkan kepalanya.Evellyn kembali menatap ke arah putrinya. "Bella, kamu nggak pacaran aja nilai kamu sudah jelek. Kamu bahkan menempati urutan ke tiga terendah di kelas kamu. Apalagi sekarang kamu sok-sok an pacaran segala? Mau jadi apa kamu nanti? Sebenarnya kamu ke sekolah buat belajar apa buat pacaran, sih?""Aku janji bakal rajin belajar kalau Mama ngijinin aku sama Rayhan pacaran, Ma." Bella tetap bersikeras. "Kamu pikir Mama percaya? Pokoknya Mama nggak setuju kali
Bella kembali ke lantai dasar dan sampai di lapangan basket sekolah. Dulu, tempat itu selalu ramai tiap kali jam istirahat karena ada banyak murid laki-laki yang bermain basket di sana dan para murid perempuan menjadi penonton.Di sisi yang lain, dulu pernah ada sebuah panggung hiburan di sana saat pentas seni sekolah. Di panggung itu dulu Bella dan Rayhan berduet menyanyikan lagu sampai tragedi Rayhan lupa lirik dan semua teman-temannya melempari mereka dengan segala macam benda yang ada termasuk sepatu.Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan oleh Bella."Bella!"Bella menoleh lagi mendengar namanya disebut. Lalu dia seolah berada di masa belasan tahun yang lalu, saat hujan turun ketika pelajaran olahraga.Rayhan remaja membawakan payung berwarna kuning dan menghampiri Bella remaja yang sedang asik menikmati hujan pertama di lapangan, sementara semua teman-temannya berteduh."Kamu ngapain hujan-hujanan?" tanya Rayhan remaja sambil memayungi Bella remaja yang seragam olahraganya s
Hari ini tiba-tiba Bella ingin mengunjungi SMA tempatnya dulu bersekolah. Setelah berkali-kali hanya lewat dan lebih sering mengunjungi taman belakangnya yang merupakan tempat kencan favoritnya bersama Rayhan, kali ini Bella menyempatkan mendatangi sekolah lamanya dan menyapa beberapa guru yang dulu pernah mengajarnya di kelas. SMA Pelangi---papan nama itu masih tetap terpampang dengan jelas di atas pintu gerbang. Bella sengaja datang di saat jam pelajaran berlangsung karena dia ingin berjalan-jalan di sekolah tanpa ada keramaian. Ketika melangkahkan kakinya memasuki halaman sekolah, Bella langsung bernostalgia tentang masa-masa SMA nya dulu. Seolah dia melihat dirinya sendiri yang memakai seragam SMA sedang berlarian bersama teman-temannya---dengan tawa candanya. Senyuman Bella mengembang saat dia mulai teringat masa remajanya dulu. Dia melanjutkan langkahnya menuju serambi sekolah. Suasana sangat sepi seperti yang dia harapkan dikarenakan proses belajar mengajar masih berlangsung
Bella memarkir mobilnya di tepi jalan dengan lampu sein sebelah kiri menyala. Di dalam ada Daniel yang duduk di sebelahnya. Suara kendaraan berlalu lalang menjadi latar belakang."Sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu, Bel." Daniel membuka percakapan mereka. "Aku minta maaf karena udah minta kamu buat ketemu sama mama aku. Aku juga nggak tahu ternyata mamaku kayak gitu. Aku pikir dia minta mau ketemu kamu buat tujuan yang baik. Nggak tahunya ...." Daniel benar-benar menyesalkan semuanya."Nggak apa-apa. Aku ngerti, kok." Bella berusaha memahami perasaan Daniel, walaupun dia merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Catherine tempo hari. "Aku juga minta maaf mewakili mama aku, Bel. Aku janji, aku bakal kasih pengertian lagi ke mama. Aku nggak akan nyerah biar mama aku bisa terima kamu.""Dan." Bella berusaha menjelaskan. "Aku yang harus minta maaf ke kamu. Mungkin selama ini aku terkesan ngasih harapan palsu ke kamu."Daniel seolah tahu apa yang akan dikatakan Bella selanjutnya, tamp