Setelah pernikahan dilaksanakan selesai di Singapura dan mengurus pindah kerja di rumah sakit Jakarta, Giandra dan Amora memesan tiket kembali ke Indonesia menyusul keluarga Dwipangga yang sudah duluan pulang.Erlangga sudah menyiapkan orang untuk menjemput mereka dari bandara ke kediaman utama Dwipangga.Ketika dalam mobil, Amora dan Giandra berdiskusi."Apa kamu yakin?" tanya Giandra setelah membicarakan mengenai tempat tinggal itu dengan Amora. Giandra tahu bahwa dengan tinggal di rumah besar keluarga Dwipangga, maka Amora harus selalu bertemu dengan Rehan dan Olivia.Sebelumnya Erlangga sudah meminta pasangan itu untuk tinggal bersama di kediaman Dwipangga karena Giandra sudah puluhan tahun meninggalkan keluarga Dwipangga. Mereka ingin memupuk kembali kasih sayang keluarga.Sofia dengan enggan menerima mereka tinggal bersama karena Amora, menantu paling tidak disukainya."Yakin, tidak ada masalah dengan itu. Tinggal bersama lebih mudah untuk balas dendam dan nggak buang waktu menc
Amora dan Giandra berjalan menuju pintu rumah besar keluarga Dwipangga tepat pada waktu makan malam setelah mengurus berkas pekerjaan dan berjalan-jalan mengelilingi kota Jakarta untuk memuaskan kerinduan Amora akan kota kelahirannya yang sudah lima tahun di tinggalkannya."Kamu senang?" tanya Giandra menoleh menatap istrinya.Pertanyaan itu terbersit di benak Giandra karena melihat senyum tipis Amora yang seringkai hinggap di bibirnya malam ini. Giandra sangat menikmati senyum manis itu. Hanya satu hal yang diinginkannya, yaitu membuat Amora merasa bahagia."Ya, aku senang," jawab Amora setelah beberapa waktu menyelami perasaannya.Giandra mengulas senyum di bibirnya, jawaban itu rasanya sudah lebih dari cukup. Giandra tidak berharap apa pun dari Amora. Dia kemudian berjalan sampai ke depan pintu masuk dan membukakannya untuk Amora."Terima kasih," ujar Amora kepadanya. Amora melenggang masuk, kemudian menunggu Giandra ikut masuk bersamanya ke dalam rumah."Ah, kalian sudah pulang ru
Keesokan pagi.Amora sudah berpakaian rapi. Dia sedang merias tipis wajah cantiknya, sekedar agar tidak kelihatan pucat.Giandra juga sudah selesai bersiap. Sebagai dokter, mereka harus berangkat pagi. Ini hari pertama mereka bekerja di rumah sakit."Apa kamu sudah siap?" tanya Giandra pada Amora.“Iya.’ Amora memandang sang suami melalui cermin yang ada di hadapannya. Dia tersenyum ketika bertemu pandang dengan Giandra yang berada di belakangnya.”"Sebaiknya, kita sarapan pagi di luar saja," ujar Giandra. Ini memang masih terlalu pagi untuk sarapan di rumah. Belum lagi semua pelayan sudah dipecat, tidak mungkin sarapan pagi di rumah akan tersedia tepat waktu.Mengenai pemecatan itu, Amora sebenarnya tahu persis kalau itu adalah akal-akalan Ibu mertuanya. Amora paham kalau Sofia ingin memperlakukan dirinya sebagai babu di rumah itu.Amora tidak akan pernah mau membiarkan dirinya ditindas lagi seperti dulu."Benar, sepertinya aku juga tidak bisa membantu pekerjaan di rumah pagi-pagi se
Mendengar semua perkataannya yang diulang oleh Erlangga, Sofia merasa lemas. Dia tidak bisa berkutik. Sekarang, tidak mungkin lagi menghubungi para pelayan yang sudah dipecatnya.Erlangga yang sedang memasang dasinya di depan kaca melirik pada sang istri. "Kenapa? Apakah begitu berat pekerjaan rumah tangga?" tanya Erlangga."Bukan, bukan begitu. Tapi ... Ah, sudahlah, aku kerjakan," gerutu Sofia. Dia berjalan keluar dari kamar. Sofia langsung menuju ke dapur.Dapur itu tentu saja sepi tanpa pelayan yang biasanya sibuk di sana."Aduh, apa yang harus aku buat untuk sarapan pagi? Ini Olivia ke mana lagi. Jangan-jangan dia masih tidur."Dengan geram, Sofia berjalan kembali keluar dari dapur. Sekarang, dia menuju ke kamar Olivia. Sofia tidak mau bekerja sendiri. Pekerjaan rumah tangga dirasa terlalu sulit untuknya.Sofia mengetuk pintu kamar Olivia. Saat tidak mendengar jawaban dan pintu masih saja tidak terbuka, dia mengulangi sekali lagi dengan ketukan yang lebih keras. "Olivia, bangun!"
"Cepat selesaikan masakannya, kami akan menunggu di ruang makan!" ujar Erlangga. Dia berjalan keluar dari dapur bersama dengan Rehan.Sofia dan Olivia sudah sama-sama kacau berada di dapur. Keringat mulai bercucuran di kening mereka berdua. Masakan untuk sarapan pagi masih juga tidak selesai."Kamu bisa menggoreng telur kan?" tanya Sofia pada Olivia. Olivia langsung meringis. Dia bahkan tidak bisa memecahkan cangkang telurnya dengan benar.Saat telur melompat ke dalam penggorengan, Olivia menghindar, talur terkena minyak panas. "Aduh, aduh, sakit, panas! “seru Olivia.Sofia merasa muak, dia melirik ke arah telur yang mulai menghitam di dalam wajan. "Ini api kompornya terlalu besar. Kau mengatur kompornya terlalu panas, Olivia. Apa kau benar-benar tidak punya logika berpikir sama sekali?""Aaahhh, Ibu! Seperti Ibu bisa saja memasak. Coba lihat itu nasi goreng yang sedang Ibu buat. Mungkin Ibu lupa memasukkan bawangnya. Bawangnya masih ada di atas talenan bersama sosis," sahut Olivia.
Para pria tidak puas dengan hasil masakan Sofia dan Olivia. Karena tidak tega, akhirnya Amora memutuskan agar dialah yang memasak.“Ayah ingin nasi goreng, Amora,” kata Erlangga.“Ah, sepertinya itu enak juga.” Giandra menimpali ucapan Ayahnya seraya menganggukkan kepala.“Baiklah. Sebentar, ya!” Amora meminta agar satu keluarga itu menunggunya di meja makan.Sementara Sofia dan Olivia saling pandang dan memutar bola mata malas. Bagi mereka Amora hanya sekadar cari muka dan belum tentu masakannya jauh lebih enak, apalagi Amora jarang ada di dapur akibat bekerja.“Lihat saja nanti! Jangan bangga dulu.” Sofia mencebikkan bibir tanda tak suka.“Pasti nasi gorengnya gosong,” tambah Oliva. Ia menebak asal-asalan.“Perempuan karier seperti dia memang susah kalau dibawa ke dapur. Aku yakin, kalau dia akan menemukan banyak masalah di sana.”“Lebih baik kalian ikut membantu Amora di dapur. Kasihan dia, kalau harus menyiapkan semuanya seorang diri.”Erlangga yang mendapati cibiran dari menantu
Di meja kerjanya, Rehan terus membongkar tas kerjanya mencari dokumen yang ia siapkan sejak semalam untuk meeting pagi ini. Sayangnya, sampai semua barang dalam tasnya habis, tak ada dokumen yang ia maksud.“Di mana kusimpan dokumennya?” ucap Rehan kepada dirinya sendiri. Akhirnya, ia memanggil Rahmi ke ruangannya untuk membantu. “Rahmi, tolong masuk ke ruanganku.”Tak berapa lama berselang, Rahmi datang dengan tergesa. Dalam hatinya ia sedang memikirkan cara baru untuk mendekati atasannya itu. Dua kancing kemeja bagian atas sengaja ia lepas supaya Rehan bisa melihat aset berharga di dadanya.“Ada apa, Pak?” tanya Rahmi setibanya di depan Rehan sambil sedikit membungkuk. Ia memang bermaksud untuk menggodanya.“Tolong buatkan salinan dokumen yang aku bawa pulang ke rumah kemarin. Sekalian juga siapkan presentasi yang akan diberikan nanti.”Rahmi kebingungan karena ia tak memegang file yang dimaksud oleh Rehan. Untuk beberapa berkas penting, Rehan memang sengaja merevisi sendiri di ruma
Sesampainya di kantor, Rahmi langsung menghadap atasannya. Ia memberikan dokumen yang diminta dengan hati-hati dan mencari kesempatan yang bagus untuk bicara. Namun, baru saja ingin bicara, Rehan malah meminta agar semua karyawan untuk bersiap meeting.Mau tak mau Rahmi akhirnya menunda laporan antusiasnya demi karier. Untung saja meeting kali ini tidak berlangsung lama karena dokumen dari Rehan sangat membantu semua masalah yang timbul akibat proyek baru ini.“Pak, saya perlu bicara sesuatu sama Bapak,” ujar Rahmi saat mengikuti Rehan kembali ke ruangannya.“Ada apa? Kalau penting, bicara saja di ruanganku nanti.” Rehan sudah terbiasa dengan segala godaan Rahmi yang entah sampai kapan akan sadar kalau dirinya tak tertarik sama sekali.Rahmi celingukan sebelum bicara langsung kepada Rehan sambil berjalan menuju ruangan CEO. Meski ia sudah menebak bagaimana reaksi Rehan mendengar ini, tapi ia tak menyangka kalau reaksi Rehan akan seperti ini.“Tadi, saat saya dalam perjalanan kembali k
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak