Setelah berhasil menenangkan sang istri, Rehan akhirnya bisa bernafas segar karena Olivia mau mendengarkan dirinya dan menurut kepadanya. Olivia juga mau menunggu sampai dirinya dan Oliver nanti pulang ke rumah. Sekarang tinggal Rehan menunggu keterangan dari Dokter mengenai kondisi Oliver saat ini. Sambil berharap bahwa Oliver akan baik-baik saja.Sementara itu, Amora yang akhirnya sampai ke apartemennya setelah perjalanan pulang yang penuh dengan dramatisasi sekaligus sebuah kejadian yang tidak menyenangkan.Akhirnya bisa sedikit bernafas lega. Setidaknya dia bisa membaringkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk dan menyalakan pendingin udara yang membuat suasana jadi semakin tenang.Gadis itu mengeluarkan coklat batangan yang diberikan oleh Giandra sebelum dia pulang tadi.Coklat itu masih terlihat sangat menggiurkan di mata Amora, dibandingkan semua makanan yang mungkin bisa dia beli saat itu juga.Karena perutnya juga sudah semakin lapar, dan kini mulai berbunyi. Amora kemudian a
Dia sebenarnya ingin sekali menangis, tapi mungkin rasa lelahnya seharian ini membuat dia jadi sulit untuk mengungkapkan perasaannya sendiri melalui tangisan.Lagi pula kalau dipikir-pikir, hari ini juga Amora sudah dua kali menangis. Yang pertama adalah saat di ruang kerja milik dokter Giandra. Setelah melakukan apa yang menjadi tugas dari sang dokter itu untuknya. Dan yang kedua adalah tadi, sebelum dia pulang dari rumah sakit. Saat dokter tersebut juga memberikan sebuah kalimat menohok untuk dirinya.Ngomong-ngomong soal kalimat menohok, Amora jadi ingat apa yang dikatakan oleh sang dokter sesaat sebelum dia kemudian pulang.“Kalau kamu memang tidak mau menerima tawaranku untuk mengantarkan kamu pulang sampai ke rumah. Ya sudah, berarti aku bisa menyelesaikan pekerjaanku lebih dulu di sini.”Ucapan dokter tersebut membuat Amora bertanya-tanya, apa itu berarti dokter Giandra sengaja berganti pakaian biasa dan bersiap di depan ruang gantinya waktu itu hanya untuk menunggu Amora sele
Giandra benar-benar terkejut melihat sosok Rehan yang sudah ada di hadapannya sekarang. Dia melihat ke sekelilingnya, dan mencari tahu apakah ada orang lain yang datang bersama Rehan sekarang atau tidak. Seolah tahu bahwa kakaknya sedang melihat sekeliling untuk memeriksa keadaan. Rehan kemudian berkata pada Giandra.“Tenang saja, aku datang sendirian kok. Memang aku tidak benar-benar datang sendiri. Karena aku datang ke sini bersama dengan anakku, Oliver. Dia aku bawa ke sini setelah hampir saja mengalami kecelakaan.” Rehan sudah lebih dulu menjelaskan keadaannya kepada Giandra sebelum pria itu sempat bertanya lebih jauh soal alasan dari keberadaannya saat itu di rumah sakit.“Maksudmu anak dari perempuan itu? Siapa namanya? Olivia ya?” suara Giandra tampak dingin dan acuh tak acuh.pertanyaan Giandra sebenarnya bisa saja terdengar biasa saja di telinga orang lain.Tapi di telinga Rehan, pertanyaan itu sama saja seperti sebuah genderang perang yang sedang ditabuh dengan kuat oleh K
“Kamu juga bisa melihat sosok Oliver. Anak itu begitu cerdas dan baik. Dia juga terlihat sangat tulus. Tidak mungkin seorang anak bisa seperti itu kalau orang tuanya bukanlah orang yang baik juga.” Rehan menambahkan.“Kamu mau menyamakan sikap dari ibunya dengan anaknya? Bahkan seorang anak yang lahir dari seorang pendosa saja, bisa menjadi anak yang suci dan baik hati di masa depannya.”“Seseorang lahir bukan berarti dia harus membawa semua gen baik dan buruk dari kedua orang tuanya. Lalu tadi kamu bilang apa? Kamu mau aku mengenal Olivia supaya aku bisa tahu seperti apa kebaikan dalam dirinya? Apa kamu tidak salah bicara? Untuk apa aku harus berkenalan dengan wanita itu? tidak penting buatku.”Tapi walaupun Giandra mengatakan hal yang buruk tentang Olivia dan juga Rehan. Tapi dia yang mengetahui bahwa Oliver sedang menjalani perawatan di sana untuk mengetahui kondisinya pasca hampir mengalami kecelakaan berat. Membuat Giandra mau tidak mau merasa harus melihat kondisi anak itu.“Sud
Setelah perdebatan panjang dengan Rehan. Giandra kemudian tetap melanjutkan langkahnya menuju ke ruang bawah darurat untuk menjenguk Oliver.Balita berusia 4 tahun tersebut masih cukup tenang ketika banyak orang asing di sekitarnya yang memeriksa dirinya, meski memang sesekali dia agak rewel dan mencari keberadaan orang tuanya. Namun demikian, dia masih bisa sedikit dikendalikan oleh para perawat dan juga dokter yang tengah bertugas.Begitu melihat kedatangan dokter Giandra ke ruangan gawat darurat saat itu, beberapa perawat langsung menyingkir dan bertanya-tanya, kenapa dokter Giandra bisa sampai ke ruangan tersebut dan langsung mendatangi balita itu.Dan melalui percakapannya dengan dokter yang tengah menangani Oliver, yang memang berjaga di ruang bawah darurat saat itu, kemudian baru diketahui bahwa dokter Giandra merupakan paman diri dari Oliver.Sebenarnya, bagian Paman tirinya tidak terlalu terlihat. Karena Giandra hanya mengatakan bahwa Oliver adalah keponakannya.“Dia memang t
kamu sebagai dokter mereka.”“Mereka membayarku untuk ilmu yang aku miliki. Bukan untuk mengajak aku berdebat seperti yang kamu lakukan sekarang. Lagipula, aku hanya mencoba untuk menerjemahkan setiap kalimat yang kamu katakana padaku barusan.”Soal kamu yang cukup keberatan ketika aku menyarankan untuk melakukan pemeriksaan terhadap anakmu dan meminta agar anakmu itu dirawat di sini selama beberapa hari. Apa aku juga salah untuk menafsirkan hal tersebut?” tanya Giandra balik kepada sang adik.Rehan yang sudah malas untuk berdebat dengan kakaknya, kemudian langsung mengambil keputusan secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari istrinya lebih dulu, yaitu Olivia.“Ya kalau memang, Oliver lebih baik untuk melakukan perawatan secara intensif di rumah sakit selama satu sampai dua hari dan memeriksakan kondisinya lebih dalam. Aku akan mengikutinya saja. Yang penting, aku mau anakku diperiksa dengan baik dan teliti. Dan juga dipastikan bahwa dia memang baik-baik saja tanpa kekurangan satu
Sementara itu di ruangan administrasi. demi memberi kenyamanan kepada sang anak untuk beristirahat. Dan juga memberi kenyamanan untuk Olivia nantinya yang bisa saja datang ke sini dan menjaga putranya, Oliver selama di rumah sakit.Maka Rehan memilih kamar perawatan yang paling bagus di rumah sakit tersebut kamar perawatan itu adalah kamar perawatan dengan jenis sweet room. Yang terdiri dari satu bet pasien, 1 sofa besar untuk tamu, satu ruangan khusus untuk penunggu pasien yang terdapat bet besar untuk penunggu pasien tersebut bisa beristirahat.Dan juga ada televisi besar berukuran 60 inci. Serta terdapat dapur kecil dan juga bar di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan pasien dan penunggu pasien itu sendiri.Sebenarnya pemilihan ruang perawatan itu cukup berlebihan untuk anak bayi seperti Oliver. Lagi pula, biasanya Oliver lebih suka untuk dikeloni oleh ibunya sendiri. Dan tidur di sisi sang Ibu. Jadi kemungkinan besar, Olivia akan tidur di ranjang pasien bersama dengan Oliver.Terle
Di luar daripada dia memang mengakui, bahwa Oliver adalah sosok anak yang pintar dan juga lucu. Tapi dia masih belum bisa menerima Oliver sepenuhnya sebagai keponakannya.“Bagus kalau kamu memang sudah mengerti dan menyadari hal itu. Jadi aku tidak perlu menjelaskan dan bersikap baik lagi di hadapanmu.” Giandra menjentikkan jari di depan Rehan.Setelah itu, Giandra kemudian berpamitan untuk pergi pada Rehan.“Kalau begitu, karena urusanmu di sini sudah selesai dan aku tidak perlu lagi berurusan dengan keluargamu. Aku lebih baik kembali ke pekerjaanku.”Tapi belum sampai Giandra melangkah lebih jauh untuk pergi dari tempatnya sekarang bersama dengan Rehan.Apa yang diucapkan oleh Rehan, membuat pria itu berbalik kembali dan balas menatap sang adik dengan tatapan tajam Yang seolah persiap untuk menghancurkan Rehan saat itu juga.“Tunggu dulu! Kamu bahkan belum menjawab pertanyaanku tadi.” Rehan menghentikan langkah Giandra dengan kata-katanya.“Pertanyaan yang mana maksudmu? Memang ada
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak