"Kenapa Kak Satria belum datang? Pesta sudah hampir dimulai," tanya Rara pada Linda sembari melihat pada arloji yang melingkar di tangannya.Linda beberapa saat menyapu ruangan itu mencari sosok Satria yang mungkin saja sudah datang, tetapi belum mengambil tempat duduk. Tapi ternyata sosok bos besar itu belum nampak."Saya tid–"Namun sebelum Linda memberikan jawaban, pembicaraan mereka berdua terpotong oleh suara seseorang yang sangat lantang.“Wah, Rara, kenapa kamu di sini?!” Rara menoleh dan mendapati seseorang yang tidak dia kenali telah berada di belakang kursinya. Seorang pria bertubuh tinggi besar dengan wajah yang … jujur Rara anggap agak mesum."Siapa Anda?" Rara tidak mengenali pria itu, tetapi kenapa lelaki itu mengetahui namanya dan bersikap sok akrab. "Saya tidak mengenal Anda."Pria tersebut malah memasang wajah mengejek dan mengerlingkan matanya. "Jangan begitu dong. Jangan pura-pura lupa denganku."Rara yang memang benar-benar tidak tahu memilih untuk tetap diam."Ak
"Nona Jeny Sanjaya, rasanya terlalu kekanakan menyuruh orang lain untuk merusak reputasiku ketika dirimulah yang memiliki masalah denganku, bukan?”Semua orang menatap Jeny, Jeny kaget Rara berani memanggilnya dengan begitu terbuka.Dia sama sekali tak mengira jika Rara akan bersikap tenang dan kini seakan ingin memberikan serangan balik.Jeny berusaha mengelak dari tudingan Rara itu. " Apa maksud kamu Rara? Enak saja bilang jika aku ini dalang dari drama picisan ini! Kurang kerjaan banget sih!" Jeny tak mau kalah, wanita seksi itu berusaha untuk tidak terlihat gugup.Dalam hati Jeny langsung mengumpat. 'Sial, kenapa sepertinya rencana yang satu ini juga bakal gagal?! Kurang ajar kamu Rara. Aku nggak akan biarkan kamu menang saat ini!'Nizam tak kalah kagetnya dengan hal ini, meski sebelumnya dia memang sudah bisa menebak ending dari rencana Jeny, yang tak begitu dia suka. Tetapi untuk saat ini lelaki licik itu lebih memilih untuk diam.Para tamu yang datang pun kembali saking berbisik
Bab 56 Mengungkap Kebusukan Nizam"Apa yang baru saja wanita itu katakan? Perusahaannya? Perusahaan apa?"Semua orang menunggu jawaban dari Rara, terutama Jeny dan Nizam serta Sarah. Ungkapan yang baru saja dikatakan oleh Rara itu benar-benar seperti tak masuk akal, wanita yang dilihat dari kalangan biasa malah mengakui jika punya perusahaan sebesar Jaya Corp, sungguh tidak mungkin.Nyatanya Rara tak memberikan jawaban, tetapi dia malah menatap Jeny lagi. "Apa kamu tidak tahu, pria yang kamu banggakan itu masuk ke perusahaannya sekarang karena bantuan mendiang ayahnya?"Rara sesaat juga melirik ke arah mantan suaminya itu, nampak rahang Nizam mengeras. Lelaki licik itu saat ini langsung kaget dan juga emosi, tak menyangka jika Rara akan mengatakan hal itu. 'Kenapa Rara malah nyebut namaku? Ah! Makin runyam saja!' Nizam sampai membenarkan posisi duduknya untuk sedikit saja melegakan rasa sesak di dalam dada.Ketika Nizam nampak mulai panik, tetapi Jeny malah menunjukan wajah yang datar
Bab 57 Presdir Jaya Corp adalah ….Kembali Nizam dibuat kaget dengan Rara, bagaimana bisa mantan istri yang buluk dan selama ini tak pernah menuntut, malah seperti mengetahui segalanya. Berkenalan dengan seorang bos, tentu bukanlah sebuah hal yang mudah. Apa lagi jika sampai bisa membuat bos tersebut mengatakan tentang apa yang terjadi di perusahaanya, tentu bukan hal yang bisa dilakukan oleh sembarangan orang.Melihat kekagetan Nizam, Rara pun tersenyum dalam hati. 'Sepertinya kamu akan menyukai kejutan ini, Nizam.'Dia pun kembali berkata pada Nizam. "Kamu jangan terlalu kaget begitu. Sebagai salah satu pebisnis yang sedang naik daun, tentu saja bosmu harus hadir di sini."Rara kemudian menoleh pada bos Nizam. "Silakan berbicara." Mempersilakan pria paruh baya itu dengan hormat.Saat seperti ini Jeny tak lagi bisa berkata apa-apa, amunisinya untuk menyerang Rara seperti sudah habis. Terkikis oleh beberapa kenyataan pahit yang disembunyikan oleh Nizam. Namun untuk mundur, sepertinya
“Karena presiden direktur Jaya Corp yang sering kalian sebut-sebut itu adalah diriku.”Para tamu yang hadir di pesta itu pun langsung terkejut. Pernyataan Rara itu seperti sebuah kemungkinan yang sangat mustahil.Sedangkan kelompok Nizam malah langsung tertawa mendengar pernyataan Rara itu, mereka semua mengira jika Rara hanya pembual belaka. Mereka tentu tak percaya dan bahkan memperolok Rara dengan tidak sopan. Terlebih Jeny yang saat itu menjadi lawan Rara, gadis muda itu tertawa tergelak. "Aduh Rara, kamu tuh harusnya sadar dong. Ini masih siang loh, bukan waktunya untuk bermimpi." Pandangan matanya makin merendahkan Rara . "Mimpi kamu itu terlalu jauh, bisa-bisa kamu nanti jadi gila!"Setelah tadi sempat sedikit merasa pesimis karena beberapa fakta mengejutkan yang dijabarkan oleh Rara, kini kepercayaan diri seorang Jeny malah kembali lagi. Seolah kata-kata yang baru saja diucapkan Rara itu tadi bisa jadi senjata makan tuan.Ejekan Jeny itu pun langsung disambut oleh Sarah yang
"Wanita yang sedari tadi menerima cacian kalian dan juga tuduhan tak berdasar dari Nona Jeny Sanjaya memang adik saya, Rara Marina Wijaya."Semua tamu yang hadir pun kembali riuh, tetapi mereka tak berani bersuara keras."Apa benar wanita itu adalah adik Satria Wijaya?""Mungkinkah ini adik yang selama ini Tuan Satria sembunyikan?"Sementara itu kelompok Nizam pun nampak semakin pias. Jeny melongo dan langsung menatap Nizam seakan meminta penjelasan, tetapi Nizam pun tak mengerti dan hanya menggelengkan kepala. 'Satria pasti hanya membual, nggak mungkin banget si Rara yang buluk itu adiknya.'Nizam tahu benar jika mantan istrinya itu hanya orang miskin. Memang setahu Nizam, Rara memiliki seorang kakak yang dia pun belum pernah bertemu, tetapi tentu saja Nizam yakin jika itu bukan Satria.Tapi … atas dasar apa dia begitu yakin? Nizam sendiri yang tidak tertarik untuk tahu keluarga Rara. Hanya karena wanita itu tampak sederhana, makanya Nizam percaya Rara adalah orang miskin. Jadi … se
“Mau aku yang urus dia atau kamu sendiri?”Ternyata dalam diamnya itu, Arjuna sejak tadi sudah tak sabar untuk memberikan pelajaran pada Nizam. Sosok pria yang telah Rara korbankan lahir dan batinnya selama hampir lima tahun terakhir.Bahkan, jika saja dulu Rara mau menerima bantuannya untuk memberi pelajaran pada keluarga mantan suaminya itu, mungkin saat ini Nizam sudah tak lagi bisa menampakkan diri pada dunia.Menatap wajah Nizam yang saat ini nampak terbengong seperti orang bodoh, membuat Arjuna semakin geram saja.Satria mendengus. “Aku Kakak Rara, kamu siapa? Jangan ikut campur.” Ada kecemburuan tersendiri saat Satria mendengar Arjuna mengatakan hal itu kepadanya. Dari beberapa minggu lalu, sahabatnya itu tampak mencurigakan, seakan berusaha terlihat keren di depan adiknya. Sekarang, ingin mengambil kesempatan untuk terlihat keren di depan Rara lagi? Enak saja!Seakan tahu pikiran Satria, Arjuna hanya mengangkat kedua bahu sembari menjawab dalam hati, 'Siapa yang tahu aku akan
"Jeny!" Nizam dengan sigap menghampiri Jeny, "Kamu nggak apa-apa kan?" Wajah pria itu juga nampak khawatir. Nizam begitu kaget melihat perlakuan Raja pada adiknya, karena yang selamà ini dia tahu adalah Raja begitu sayang pada Jeny.Jeny menepiskan tangan Nizam dengan napas yang memburu. Rasa sakit di pipi karena tamparan itu seperti tak ingin dirasakan oleh Jeny, karena dia begitu emosi bercampur malu saat ini.Bukannya sadar, tetapi Jeny malah menuding Raja. "Kakak berani menampar aku? Aku akan melaporkan hal ini pada Papa dan Mama!" Nampak jika saat ini gadis muda itu tidak lagi bisa berpikir sehat.Rara pun sebenarnya kaget dengan perlakuan Raja itu, tetapi kemudian dia tahu jika hal itu digunakan agar Jeny sadar. Gadis itu memang keras kepala, bahkan setelah ditampar pun dia masih terus tak bisa sadar.Tak beda dengan yang lain, saat itu Sarah pun begitu kaget. Dia sampai melongo sembari memegang pipinya, seakan dia lah yang mendapatkan tamparan itu. "Laporkan kalau memang kamu
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me