Wajah gadis itu menatap Intan penuh harap. Bagaimana ia akan menyelesaikan ini? Tidak hanya Okky yang ada disana, tapi Baskoro juga menatapnya intens.
"Eh_ begini Sofi, lain kali kita bicarakan lagi oke? Dan Sofi bisa bermain dengan Bastian dulu di atas. Bastian baru saja membeli seekor anak kucing bernama Miki." Intan mencoba menghilangkan kegugupannya.
Baskoro masih belum berkedip melihatnya, seakan momen yang tepat untuk menambah kegaduhan dan perdebatan sengit sebelumnya.
"Sepertinya Bastian sudah benar-benar pulih?" Okky mencairkan suasana.
"Sepertinya begitu, terimakasih atas bantuamu tempo hari. Aku tidak pernah melihatnya sakit seperti itu."
"Hmm, baiklah. Silahkan kalian mengobrol dengan santai, sepertinya kalian serius dalam menjalin hubungan," ujar Baskoro hendak meninggalkan mereka.
"Bas, urusan kita belum selesai."
"Tidak, aku mau Bastian bersamaku." Ucapnya tegas. Baskoro melangkah pergi, dalam hati ia tersenyum. '
Baskoro tak percaya, ia mengintip ke dalam kamar. Intan benar-benar sudah mendengkur halus. Sementara Bastian seorang diri. "Jadi bagaimana?" "Temani aku tidur! Mommy sudah tidur terlebih dahulu. Daddy harus masuk dan bercerita untukku." Bastian merayu Baskoro dan membuatnya tak bisa menolak. "Baiklah, Daddy akan masuk. Tapi Bastian harus tanggung jawab kalau Mommy marah ya?" Bastian hanya mengerucutkan bibirnya. Akhirnya Baskoro menuruti kemauan putranya. Ia memasangkan selimut tebal untuk Bastian. Sementara Intan yang tidur lelap tak mengetahui aktivitas mereka disampingnya. "Sssstt, pelan saja suaranya Daddy. Aku ingin mendengarkan Daddy bercerita." Baskoro bingung cerita apa yang akan ia ceritakan ya, ah ia tak punya koleksi dongeng sedikitpun. "Hmm, pada jaman dahulu ada seorang nenek bercerita kepada cucunya, dia berkata kepada cucunya wahai cucuku dahulu kala ada seorang nenek bercerita kepada cucunya
Bisa tidur bermimpi bersama dan kesiangan bersama, sungguh seperti mimpi. Intan jadi panik karena seseorang yang datang barusan. Mimpinya harus terbang berantakan."Bas, bangunlah! Seseorang datang mencarimu!" Intan mengguncang tubuh Baskoro. Pria itu malah menggeliat dan sekarang memeluk Bastian. Sekarang terpaksa ia harus membuka lebar jendela kamar agar Baskoro tahu hari sudah siang."Hhh, aku masih mengantuk. Tolong biarkan aku tidur dengan putraku dulu, dan tutup jendela itu," katanya sambil memeluk Bastian."Bas, Bobby mencarimu! Please, bangunlah!" Guncangannya lebih kencang."Hah, Bobby?" katanya sambil menatap Intan tak percaya, matanya masih sedikit menyipit karena mengantuk.Ia segera bangkit dan berjingkat-jingkat menuju kamar mandi. Sungguh diluar dugaan kalau Bobby sudah sampai Singapura. Sial! Kenapa ia tak memberinya kabar?Begitu juga Intan yang kelabakan karena pasti ia ketahuan teledor menjaga kafe yang sudah kedatangan pe
"Benarkah kafe itu cocok untukku? Aku merasa akan membuang uang saja, aku tak menjiwai dalam bisnis ini," keluhnya. "Aku tahu, aku tidak menjadikanmu pengelola di sana, tapi seorang pelayan," katanya. "Pelayan?" Intan merasa tak percaya. "Benarkah aku jadi pelayan Bob?" "Itu akan mudah membuat hati ayahmu luluh, Intan," ujarnya. Intan menautkan alisnya, apakah itu cara terbaik? Mencari simpati ayahnya? "Aku tidak memaksa, tapi aku melihat ayahmu tampak berbeda kemarin. Aku bahkan tidak mengira kalau dia berniat menjalin kerjasama dengan kita." "Kau sangat mudah percaya dengan ayahku. Tapi baiklah, aku ikuti saja kemauan kalian. Kalau kalian maunya aku jadi pelayan, ya udah aku jalani peran itu. Tapi apakah aku tidak akan dikenal orang-orang sebagai putri Abraham?" Bobby dan Baskoro tidak terpikirkan sampai kesana. "Begini saja, aku akan mengubah tampilanku seperti gadis SMA, gimana?" "Tidak! Aku tak setuju! Apa
Tidak perduli bagaimana takutnya Intan terhadap apa yang akan dilakukan ayahnya kepadanya, ia tetaplah seorang anak yang harus menghadapi ayahnya. Bagaimanapun ayahnya masih memperdulikannya dengan mengutus suruhannya mengawasi dirinya di Singapura. Ia yakin ayahnya akan tahu bahwa sekarang dia berada di Jakarta."Baju apa ini Bobby?" Intan tercengang melihat pakaian minim yang Bobby serahkan."Ini adalah pakaian pelayan kafe milik temanku, aku berpikir inilah yang paling cocok untukmu.""Astaga! Bukankah ini terlalu mencolok? Kau membuat aku jadi pelayan kelab malam?""Tidak! Ini kafe, hanya saja tampilannya memang lebih ke anak muda.""Kau gila Bob? Apakah Baskoro tahu?"Bobby tersenyum. "Tidak, dia tidak tahu. Tapi nantinya dia akan tahu. Aku ingin melihat api membakar wajahnya," Bobby tertawa terkekeh-kekeh, sudah ia rencanakan hal semacam itu untuk membuat Baskoro cemburu.Intan termenung, "Apakah ini tidak berlebihan?""U
"Moca latte satu dan capuccino satu," ujar seorang wanita yang memesan kopi di meja tengah. Ia memesan melalui Intan.Wanita cantik itu memegang smartphone, Ia sedang membaca sebuah berita tentang perusahaan Wijaya Group yang terancam kebangkrutan. Gosip seperti itu sudah biasa beredar untuk menjatuhkan performa perusahaan.Akan tetapi Intan sedikit terganggu, "Apakah Ayah baik-baik saja?"Tak lama kemudian seorang pria dengan sorot mata tajam melihat penampilan Intan dengan seksama. Intan sedikit terkejut karena pria itu adalah Baskoro.Matanya menunjukkan rasa tidak suka. Intan memikirkan satu hal, bukankah dia sedang mencoba berpenampilan seperti itu untuk memancing sikapnya? 'Sepertinya berhasil' batinnya.Dengan langkah yang gemulai Intan mendekati pria itu."Ada yang bisa saya bantu? Kami memiliki menu spesial siang ini, Tuan."Baskoro memicingkan matanya. Ia tentu saja mengenali suara itu. Tapi penampilan Inta
Bobby membalas hantaman Baskoro dengan tinjuan yang lumayan kuat. Hal.itu membuat Baskoro terhuyung ke belakang dan kesakitan. "Satu sama gaes" ujarnya. "Apa-apaan, kenapa kau bersikap mencurigakan begitu? Aku kira kau pria asing yang mau berbuat macam-macam dengannya." "Tapi seharusnya kamu nggak perlu berlebihan dengan orang lain yang bersamaku. Sudah aku bilang kalau kau nggak punya hak," sahut Intan lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Bobby dan Baskoro saling bertatapan. "Aku akan segera membawa Abraham melihat Intan dalam keadaan seperti itu. Aku dengar perusahaan ayahnya sedikit kacau setelah kepergian Intan." "Apakah kau yakin?" "Ya, aku yakin. Hanya saja kita tidak tahu apa ayahnya bersedia untuk hadir ke tempat seperti ini." "Itu gampang, kau harus mengatakan bahwa aku menunggunya. Kurasa Abraham masih penasaran dengan nama Baskoro yang mengambil alih proyeknya." "Iyes! Kau memang pinter!" Bobby memeluk Bask
Abraham masih dalam kesedihannya. Bagaimanapun dia hanyalah pria tua yang hidup dalam penyesalan. Ia telah menjadikan kebahagiaan Intan sebagai sesuatu yang tidak penting, sangat wajar kalau putrinya memilih mencari jalan sendiri tanpa menghiraukan kesulitan yang ia hadapi.Ia merasa lemah untuk menghadapi perusahaannya, seorang staf telah melakukan manipulasi dengan sangat licik. Hal itu tidak pernah terjadi di saat Intan mengelolanya. Jadi apa yang harus ia lakukan?Abraham melangkahkan kakinya ke halaman rumahnya. Ia menghadap ke sisi depan mansion itu yang megah. Pilar-pilar yang menjulang membuatnya seperti benteng yang berdiri kokoh, tapi pemiliknya hanyalah si tua Bangka. Abraham tersenyum kecut. Ia mentertawakan dirinya sendiri.Beberapa pengawal berdiri berjajar tak jauh darinya, mereka menunduk hormat kepadanya. Lagi-lagi dia tersenyum getir."Kalian bertahan di sisiku karena uangku, tapi anakku tak bisa bertahan juga karena uangku," gumamnya pe
"Intan..." Suara berat itu membuat Intan menatap iba. Melihat cekungan di mata ayahnya, dan kerutan yang semakin terlihat, Intan yakin ayahnya cukup lelah."Ayah, Intan sudah bukan anak ayah lagi. Tapi Intan selalu menghormati Ayah untuk tidak mengganggu Ayah. Jadi tolong, Ayah harus segera pergi dari tempat ini. Jangan sampai orang tahu kalau aku adalah anak Ayah. Wartawan bisa saja mencari tahu semua ini.""Tidak, Ayah sudah tidak perduli lagi. Pulanglah, Ayah minta maaf karena telah mengusirmu.""Tidak Ayah, kita tidak bisa bersama karena Intan tidak akan bisa menuruti semua kemauan Ayah. Sebaiknya Ayah segera kembali.""Apakah karena pria itu?" Abraham terus menatap putrinya. Ada kesedihan saat melihat putrinya memakai seragam pelayan kafe, dia adalah seorang putri konglomerat, bagaimana bisa bertingkah seperti itu? "Apakah Baskoro lebih berarti dari seorang Ayah?" Abraham terus melangkahkan kakinya, sedangkan Intan melangkah mundur."Aya
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu