Amora menatap sengit Gauri ketika mereka bertemu di dekat pintu ruangan Adam. Wanita itu melangkah lebar dan menipiskan jarak dengan Adam.
“Dia minta apalagi?” tanya Amora hampir berteriak. “Mobil? Tanah? Atau uang?”Adam menarik napas panjang dan melangkah menjauh dari Amora. Pria itu kembali ke meja kerjanya dan duduk di sana.Namun, Amora tidak segan mengikutinya sambil menyentakkan kakinya ke lantai secara berlebihan. Wanita itu mentap Adam tajam.“Jawab! Atau aku kejar jalang miskin itu dan kutarik rambutnya hingga lepas dari kepalanya!” Amora menggila, dadanya naik turun dan tangannya menunjuk ke pintu.Pernikahan Amora dan Adam sudah ada di depan mata. Namun, lagi-lagi Gauri datang dan mengganggu langkahnya, Bahkan, ketika Adam dan Gauri sudah bercerai.“Sekali lagi kamu sebut Gauri seperti itu, saya pastikan besok kamu tidak bisa bicara lagi!” Adam menatap Amora tajam, tangannya mengepal. “Dan jangan sentuh dia!”Ponsel Gauri berdering saat wanita itu baru saja sampai mendaratkan tubuhnya di jok belakang mobil. Thomas menghubunginya. Cukup lama Gauri memandangi layar ponselnya hingga mobil mereka sudah keluar dari Harraz Mall dan panggilan tersebut mati. Hati Gauri mengatakan supaya dia tidak mengangkat telepon itu. Selain karena pertemuan mereka terakhir kali sangat buruk, Gauri merasa panggilan kali ini tidak akan lebih baik. Thomas pasti sudah mendengar jika Gauri mengundurkan diri dari kampus dan hanya akan memarahinya. “Kita ke mana, Nona?” tanya Amelia. Belum sempat Gauri menjawab, ponsel Amelia berdering tanda panggilan telepon masuk. “Jika itu dari Kakek, abaikan saja,” perintah Gauri sambil bersandar di kursinya. “Kita ke griya tawang.” Amelia menuruti permintaan Gauri dan menyimpan ponselnya kembali. Namun, tidak lama kemudian giliran ponsel Santo yang terhubung dengan monitor mobil berdering. Nama Thomas Uno tertera di sana. Santo terlihat ragu dan gugup. Thomas tidak p
“Itu rencana yang bagus, Gauri. Hanya saja … saya tidak yakin uang yang kamu dapatkan dengan menjadi konsultan bisnis di RS Bashar mampu mengakomodasi biaya kuliah dan hidup kamu di luar negeri,” ujar Linda sambil tersenyum tipis.Gauri terdiam beberapa saat. Namun, akhirnya wanita itu berkata, “Saya mengerti.”Seorang pelayan datang dan menghidangkan pesanan Gauri. Gauri mulai menikmati hidangan itu, begitu pula Linda. Sesekali mereka mengobrol tentang hal lain yang lebih ringan.Saat bicara dengan Linda, Gauri merasa sosok Visca ikut hadir di sana. Linda sangat keibuan dan menghargai segala keputusan Gauri.Salah satu hal lain yang Gauri senangi dari Linda adalah wanita itu melihat Gauri sebagai Gauri. Bukan sebagai cucu Thomas Uno, apalagi mantan istri Adam Harraz.“Jadi, Gauri,” ucap Linda sambil mengelap sisa makanan yang tertinggal di sekitar mulutnya dengan tisu bersih. Wanita itu baru saja menghabiskan makanannya. “Kamu tetap ingin ke luar negeri?”Gauri mengangguk mantap. “Iy
“Setidaknya sekarang aku mengerti kenapa Ibu memutuskan untuk pergi dari rumah Kakek,” balas Gauri pelan. Dia sebenarnya tidak ingin mengucapkan ini dan menyakiti hati Thomas.Indra pendengaran Thomas masih berfungsi dengan baik. Pria itu masih bisa mendengar dengan jelas apa yang Gauri ucapkan.“Apa kamu masih mencintai mantan suamimu, Gauri?” Thomas meremas ujung tongkatnya, menahan diri untuk tidak melayangkan benda itu ke udara. “Kamu rela mengatakan hal yang tidak masuk akal tentang Ezra hanya demi menghindar dari pernikahan.”Gauri menggeleng, tidak percaya dengan jalan pikiran kakeknya. “Aku mungkin orang baru di kehidupan Kakek, sementara Ezra sudah bersama Kakek selama belasan tahun. Tapi apakah Kakek tidak bisa melihat dengan netral? Apakah Kakek pikir seorang korban bisa menikah dengan pelaku?!”“Cukup, Gauri!” bentak Thomas. “Saya tidak ingin mendengar apa pun lagi! Pergi saja, pergi!”Thomas terengah-engah. Sementara Gauri me
“Adam ada pekerjaan. Dia menyerahkan semua pilihannya ke kita,” ucap Arum bergabung kembali dengan Amora di ruang tamu. Wanita paruh baya itu baru saja memanggil Adam di kamarnya untuk memilih konsep foto pernikahan bersama Amora. Namun, Adam menolak dan memilih tetap memeriksa surat perjanjian kerja sama dengan perusahaan pakaian merek mewah. Amora menghela napas. Sejak Adam merumahkannya, Amora terus dilanda cemas karena tidak bisa bertemu calon suaminya itu. “Mama sudah mengingatkan Mas Adam untuk ukur jas? Kemarin lusa, Mas Adam sudah melewatkan agenda itu,” keluh Amora sambil mengangkat kedua alisnya. Arum mengangguk dan mendekati Amora. Dia mengelus punggung calon menantunya itu. “Sudah. Dia akan ke wedding gallery sore ini,” jawab Arum dengan sabar. Arum menjadi sosok keibuan saat sedang bersama Amora. Apalagi setelah hasil ultrasonografi kehamilan Amora menunjukkan jenis kelamin cucunya adalah laki-laki. Itu berarti Keluarga Harraz akan memiliki seorang penerus.
“Amelia?” Gauri menyipitkan mata. “Sedang apa kamu di sini?”Sosok pengemudi itu ternyata adalah orang yang sangat Gauri kenal. Amelia melangkah mendekati Gauri, lalu wanita itu membungkuk.“Nona,” sapa Amelia dengan sopan.Gauri mengernyitkan dahi. Tiba-tiba perasaan was-was menyergapnya.“Untuk apa kamu ke sini? Apakah ucapanku kemarin kurang jelas?” tanya Gauri menatap tajam Amelia dengan mata sembabnya. “Aku sudah tidak perlu dikawal, Amelia. Aku sudah mengembalikanmu pada Kakek.”Gauri terus menatap curiga. Wanita itu tidak mengerti mengapa Amelia masih mendatanginya setelah Gauri dengan tegas mengembalikan fasilitas Thomas.Apalagi selama ini Amelia adalah salah satu orang kepercayaan Thomas. Bahkan, sebelum Gauri memegang kartunya sendiri, Amelia memiliki akses ke rekening Thomas.Beberapa kali saat Gauri memberi perintah atau mengajukan permintaan pun Amelia cenderung memihak pada Thomas dan tidak pernah melakuka
“Kamu benar-benar hebat, Gauri! Para Direktur menyampaikan rasa terima kasih untuk kamu karena sudah berjasa untuk RS Bashar,” puji Linda saat menemani Gauri berjalan di koridor setelah selesai mengadakan pertemuan beberapa menit lalu.Gauri tersenyum. Perasaan lega yang Gauri dambakan sejak memasuki ruangan rapat akhirnya bisa dia rasakan kembali.Wanita itu baru saja melewati 90 menit paling menegangkan dalam hidupnya. Dia dikelilingi oleh orang-orang dengan jabatan tinggi dan gelar akademik di belakang namanya.Namun, Gauri pandai menyembunyikan rasa tegangnya. Bahkan Linda pun tidak menyadari bahwa wanita muda di sebelahnya sempat merasakan hal itu.“Saya yang berterima kasih, Bu.” Gauri menghentikan langkahnya dan menghadap Linda karena mereka hampir sampai di pintu keluar. “Suatu kehormatan untuk saya karena dipercaya melakukan hal sebesar ini. Semoga investasi yang RS Bashar lakukan pada saya tidak mengecewakan.”“Kamu akan menjadi
“Mama!” pekik Amora dengan dramatis sesaat setelah Adam membawa Arum ke kamarnya. “Aku harus merawat Mama di sini.”“Kita belum selesai bicara dengan Papi,” sahut Adam dingin.Amora menoleh. Dengan berani wanita itu menatap taja Adam. “Aku tidak akan keluar kamarini tanpa Mama!”Adam menghela napas. Tanpa berkata apa-apa lagi, pria itu melangkah keluar kamar. Sesungguhnya Adam tidak peduli dengan apa pun yang akan Amelia katakan.“Apa Adam sudah keluar?” tanya Arum sambil membuka salah satu matanya setelah mendengar suara langkah Adam menjauh dan pintu tertutup.“Sudah, Ma,” jawab Amora sambil duduk di sisi ranjang.***Saat kembali ke ruang tamu, Adam memandang punggung Rusdi dari kejauhan. Pria tua yang mengajarinya cara berbisnis sejak Adam masih kecil itu jarang sekali datang ke rumah, setahun sekali pun belum tentu.Namun, kali ini kedatangan Rusdi membawa kabar yang mengejutkan. Seumur hidup Adam, ini pert
“Di mana Amelia menyimpan stok kopi?” Gauri bertanya pada dirinya sendiri sambil memeriksa setiap laci dapur di rumah Amelia.Lebih dari satu minggu yang lalu, akhirnya Gauri menerima tawaran Amelia untuk tinggal sementara di rumahnya yang sederhana. Namun, Gauri masih belum hafal tata letak barang di sini.Amelia sendiri masih bekerja dengan Thomas. Entah ditempatkan sebagai apa dan di mana, tetapi wanita itu sering meninggalkan Gauri di rumah hampir 24 jam.Gauri lebih sering tinggal sendiri tanpa Amelia. Wanita itu memberikan Gauri izin untuk melakukan apa saja di rumahnya.“Ah, ini dia!” seru Gauri setelah melihat kemasan kopi di laci atas dekat kompor. Tanpa menunggu lebih lama, Gauri membuat kopi sambil bersenandung. Hidupnya justru terasa lebih ringan setelah lepas dari Thomas.Setelah itu Gauri membawa kopi tersebut ke meja kerjanya. Dia meminjam laptop Amelia untuk mengerjakan proyek kecil dari RS Bashar yang harus dia
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita