“Justru karena saya ingin hidup bersama Gauri, saya bicara seperti ini. Seorang pria harus memperjuangkan gadis yang dicintai,” sahut Ezra dengan berani.Adam semakin menyipitkan matanya. Napas pria itu mulai memburu.Sementara Ezra tersenyum masam. Lalu, dia menepuk pelan bahu Adam dan pergi tanpa bicara lagi.Misinya sudah selesai. Ezra berhasil mendeklarasikan permusuhan pada Adam.“Dasar bodoh! Dia seharusnya hanya memberikan uang pada Gauri, bukan hatinya. Gadis itu hanya butuh uang,” gumam Adam sambil melangkah ke arah berlawanan.Memberikan hati untuk seseorang adalah hal yang paling Adam hindari. Hati manusia adalah bagian terlemah. Setidaknya, begitu menurut Adam.Adam tidak ingin salah mengambil keputusan hingga jabatannya goyah hanya karena dia terlalu mendengarkan hatinya.Dan, mencintai seseorang tidak ada dalam kamus Adam. Masa kecilnya sudah ditempati dengan urusan bisnis, tidak ada yang mengajarkan Adam untuk menggunakan hati.Saat Adam hampir saja menggunakan eskalato
“Betapa bodohnya dirimu, Gauri. Terhasut oleh tipu daya pria seperti Ezra. Apa saja yang Ezra katakan padamu? Apa dia yang membuatmu berani bercerai denganku?” Adam menipiskan jarak dengan Gauri.Gauri mengernyit. Dia menegakkan punggung dan menahan dada Adam saat pria itu mendekat.Saat Adam mengembuskan napas di wajahnya, Gauri membuang muka. Dia tidak ingin Adam menyadari ada bekas luka di sudut bibirnya.Luka yang ditimbulkan Amora itu ternyata cukup parah. Lapisan kulit pertama Gauri tergores dan itu mengakibatkan perih yang luar biasa.“Untuk apa kalian ke sini? Apa kalian sengaja ingin membangunkan sisi iblisku? Kamu akan menyesal, Gauri!” cecar Adam sambil menjauh dari Gauri.Pria itu melangkahkan kaki dan duduk di hadapan Gauri. Dia mengangkat salah satu kakinya untuk bertumpu di kaki yang lain.Lalu, Adam merentangkan tangan dan menyandarkannya pada punggung sofa.Dari posisi itu, Adam terlihat seperti hakim yang siap menyidang segala kesalahan yang Gauri perbuat.“Ini tempa
“Kenapa kamu terus menyalahkan Ezra, Mas?” tanya Gauri mulai meneteskan air mata.Adam membuka mulutnya, tapi menutupnya lagi. Tatapan Gauri terlihat sangat pedih.Apalagi tangisan Gauri semakin deras. Dia meringkuk dan bersandar di dinding terdekat, menjauhi Adam.Runtuh sudah pertahanan Gauri. Gauri hanya ingin bebas dari Adam dan Amora, tapi takdir selalu membawanya ke tempat dua sejoli itu.“Gauri,” panggil Adam pelan. Pria itu sangat gusar melihat tangisan Gauri pecah.Adam menyugar rambutnya frustasi dan berkacak pinggang. Tiba-tiba Adam teringat pada malam pemerkosaan.Cara Gauri menangis sama seperti malam itu. Jeritannya, sikap menarik dirinya, dan isakannya mengundang nyeri datang di hati Adam.“Aku harus pergi ke mana supaya tidak bertemu denganmu?” Gauri bertanya dalam tangisnya.“Ke mana pun kamu pergi, aku akan selalu menemukanmu,” sahut Adam dengan datar.“Kenapa?” tanya Gauri dengan cepat, napasnya pun memburu.“Aku belum menceraikan kamu,” jawab Adam terus menatap Gau
“Kamu yang muncul ke hadapan saya terlebih dahulu, Gauri. Hidup saya kacau sejak kamu hadir di antara kami,” sergah Amora dengan tajam.Gauri mengernyitkan dahi, berusaha mencerna ucapan Amora. “Saya sudah lima tahun bekerja dengan Mas Adam. Kalau kamu tidak tiba-tiba muncul di hadapannya, saya yang seharusnya menikahi Mas Adam,” bisik Amora penuh penekanan.Gauri dapat merasakan hawa panas yang keluar dari bisikan Amora.Mendorong Amora adalah pilihan yang bisa Gauri lakukan, tapi bagaimana pun Gauri akan sekali ingat bahwa Amora sedang hamil.Jadi Gauri membisikkan sesuatu sebagai balasannya, “Saya juga menyesal, kenapa bukan kamu yang menikah dengannya waktu itu?”Amora menaikkan kedua alisnya, tidak menyangka dengan respons Gauri.Gauri tidak perlu berada dalam posisi sulit seperti ini jika tidak menikah dengan Adam. Dia tidak perlu jatuh cinta pada pria yang tidak punya hati seperti Adam.Juga, tidak perlu merasa hancur ketika memergoki Adam selingkuh hingga wanitanya hamil.“Le
“Cerita kita akan berakhir, Mas Adam,” desah Gauri lirih saat berhasil mendaratkan tubuhnya di sebuah kursi panjang.Setelah keluar dari ruangan kerja Adam, Gauri buru-buru pergi dan mencari area sepi di dalam Harraz Mall, koridor menuju toilet di lantai dua.Area ini adalah titik buta CCTV yang terpasang di sini. Gauri mengetahui ini karena pernah tidak sengaja mendengar percakapan Adam di telepon dengan rekan kerjanya saat mereka masih tinggal bersama.Gauri memeluk erat map yang dia bawa susah payah dari ruang kerja suaminya sambil terengah-engah. Seakan tidak memberi kesempatan bagi siapa pun untuk merebutnya.‘Sebentar lagi. Ya, sebentar lagi!’ batin Gauri bersemangat.Perlahan Gauri mulai membuka map itu dan memeriksanya.Gauri menarik napas panjang, dadanya kian terasa sesak saat dia membaca satu per satu kata di surat itu.Adam tidak bohong dan Gauri tidak salah lihat. Pria itu benar-benar sudah membubuhkan tanda tangannya di surat itu, berdampingan dengan tanda tangan Gauri d
“Tidak perlu, Pak,” jawab Gauri tegas dan menekankan cara panggilannya pada Ezra.Gauri berusaha bersikap hati-hati. Mereka sedang melakukan kunjungan perusahaan, yang berarti ada beberapa mahasiswa yang berkeliaran di sini.Walaupun kecil, kemungkinan untuk berpapasan secara tidak sengaja itu selalu ada.Lihat saja siapa yang Gauri temui di mall sebesar ini. Dua orang yang paling Gauri hindari justru bersinggungan langsung dengannya.“Kamu serius?” tanya Ezra semakin mengerutkan dahinya.Gauri mengangguk dan berkata, “Ya, saya serius. Saya akan memanggil Amelia.”Mendengar nama Amelia disebut, ketegangan dalam wajah Ezra akhirnya mengendur.“Baiklah. Hubungi saya jika terjadi sesuatu dan tolong nyalakan nada dering ponselmu,” tukas Ezra tersenyum tipis.Gauri mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menekan layarnya beberapa kali.Lalu, Gauri menunjukkan layar ponselnya pada Ezra dan berkata, “Sudah, kan?”Ezra tersenyum dan mengangguk. Dia melangkah perlahan meninggalkan Gauri.Setelah p
“Pengacara perceraian?” Gauri mengulang dua kata yang diucapkan oleh Amelia.“Ya, Nona. Anda pasti membutuhkan bantuan mereka supaya sidang perceraian Anda lancar,” jawab Amelia.Gauri terdiam beberapa saat, berusaha mencerna saran Amelia.“Apa aku membutuhkannya? Bukankah hakim hanya perlu mengetuk palu dan meresmikan perpisahan kami?” Gauri menaikkan salah satu alisnya.Untuk alasan yang Gauri tidak mengerti, dia tidak suka ide Amelia. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.Gauri sudah lama menginginkan perceraian ini. Namun, ketika Gauri memegang kunci untuk mengajukan perceraian ke pengadilan, ternyata hal itu cukup menakutkan.“Saat proses cerai, Anda tidak boleh menganggap Tuan Adam sebagai sosok suami Anda lagi. Di sidang itu, Tuan Adam adalah lawan Anda. Nona harus menyiapkan segalanya dengan matang.” Amelia memperjelas sarannya.“Sebentar, Amelia!” Gauri mengangkat tangannya ke hadapan Amelia. “Ucapanmu sangat serius dan menakutiku.”Amelia membulatkan kedua bola mat
“Sekali lagi! Pemberitahuan atas nama Ibu Gauri Bentlee, dimohon segera datang ke ruang sumber informasi. Terima kasih!” Gauri mendengar namanya di seluruh penjuru mall.Tidak hanya di dekat lobi utama, tapi juga di sekitar lobi timur, tempat Amelia membawanya.Lobi ini lebih sepi dibanding lobi utama karena merupakan tempat angkut penumpang khusus transportasi umum seperti taksi daring.“Di mana mobilnya?” tanya Gauri saat sampai di luar lobi timur.Namun, alih-alih menjawab, Amelia justru memberhentikan sebuah taksi dengan warna biru langit dan meminta Gauri masuk ke sana.“JCrown Tower, Pak,” ucap Amelia yang duduk di depan pada sopir taksi.Lalu, Amelia beralih pada Gauri yang duduk di belakang dan berkata, “Maaf, Nona. Kita tidak bisa menggunakan mobil yang biasa Nona pakai. Santo memberi info bahwa ada mobil mencurigakan yang mengikutinya sejak keluar dari area parkir.”Gauri mendesah dan bersandar lelah. Lalu, Gauri melepas jaket dan topi yang ternyata sia-sia dia pakai untuk p
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita
"Aku tahu kamu akan datang, Gauri. Kamu tidak pernah ingkar janji." Adam berdiri di sudut ballroom Harraz Mall, memandangi kerumunan tamu yang menikmati malam itu dengan gelas anggur di tangan mereka.Pesta ulang tahun Harraz Mall berlangsung meriah. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya mewah yang memantulkan kilauan berlian dari tamu-tamu wanita yang berdandan elegan. Musik jazz mengalun lembut, menambah kesan eksklusif pesta yang dihadiri para mitra bisnis kelas atas.Namun, hingga pertengahan acara, Adam merasa sesuatu yang penting hilang. Sesuatu yang sudah pria itu nantikan sejak pesta masih berupa sebuah rencana.Seseorang.Gauri belum juga datang.Adam memeriksa ponsel untuk kesekian kali, berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Gauri. Namun, tidak ada apa pun di sana. Raut wajah pria itu mulai mengeras, garis rahangnya menegang.Pria itu akhirnya memutuskan untu
Adam berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengenakan kemeja hitam yang dipadukan dengan dasi sutra berwarna perak.Cahaya temaram dari lampu gantung kristal memantulkan bayangan tajam wajahnya yang serius. Pria itu tengah memasang jam tangan mewah di pergelangan tangan kiri, memastikan setiap detail penampilannya sempurna.Pesta ulang tahun Harraz Mall malam ini sangatlah penting. Tidak hanya untuk merayakan kebangkitan perusahaan yang diwarisi dari kakeknya, tetapi juga untuk memastikan bahwa Adam akan selalu berada posisi nomor satu setelah ini.“Adam.” Suara yang familiar terdengar di balik pintu kamar yang dibiarkan terbuka.Arum melangkah masuk dengan mengenakan gaun formal panjang berwarna marun gelap. Rambut Arum disanggul rapi, menunjukkan garis wajahnya yang tegas dan aristokrat.Adam melirik sekilas dari cermin, lalu berbalik menghadap mamanya. “Ada apa, Ma?”“Mama hanya ingin mengucapkan selamat padamu. Kamu bena