"Shane… kenapa kau ada di sini?" Melihat ekspresi tak senang di wajah Helena membuat sepasang kekasih, Jeremy dan Barbara saling menatap dengan penuh tanda tanya. Helena yang mereka kenal tak pernah terlihat 'seakan mengusir' pelanggan seperti ini. Shane tersenyum tipis saat Helena yang berada di belakangnya langsung mengenalnya. ‘Oh kau langsung mengenalku walau hanya melihat punggungku ya? Bahkan Jasper pun terkecoh, tapi kau tidak.’ Berbanding terbalik dengan Shane, Helena tampak gusar saat melihat Primrose duduk di depan Shane. "Pim! Kemari!" panggil wanita berambut hitam dengan muka ditekuk itu. "Mama… ." Primrose mengkerut di sebelah Shane dan malah merangkul lengan berotot pria itu. Hal yang membuat Helena semakin geram. "Ayo sini!" Helena berjalan mendekat ke arah Primrose duduk dan berusaha menarik dengan kasar lengan gadis kecil itu. "Helena!" tegur Shane dengan tegas sambil berdiri dan menahan tangan mantan istrinya itu. "Kau kenapa? Jangan kasar dengan Pim, dia tidak
“Tidak mungkin,” erang Helena. Shane tampak puas dengan ucapannya, ia masih menyeringai lebar. Senyum meremehkan menurut Helena. “Apakah aku harus mencari pekerjaan lain sekarang?” tanya wanita berambut hitam itu lebih kepada dirinya sendiri. Shane memiringkan kepalanya mendengar pertanyaan lirih itu, senyumannya sudah lenyap sepenuhnya berganti dengan tatapan tajam ke arah Helena. ‘Wanita ini selalu menolak. Aku yang tak pernah bisa ditolak oleh siapapun. Kurasa ia benar-benar membenciku tak seperti kata Pim.’ Shane merasa harga dirinya diinjak-injak begitu saja oleh Helena. Ia berdecak kasar sebelum memberikan rentetan pertanyaan menyerang pada Helena. “Kemudian apa kau akan kabur lagi? Menghilang? Membuat hidupmu susah bak pelarian dengan menolak mentah-mentah apapun yang berkaitan dengan Digory? Untuk apa?” “Bukan begitu.” Helena tak berani menatap balik. Wanita cantik itu tak akan pernah sanggup membalas tatapan dari manik coklat hazelnut milik Shane. “Kumohon, jauhilah ka
Jeremy dan Barbara sama-sama melirik ke arah Helena yang berada di depan pintu dapur. “Baik, Tuan pelanggan. Helena tolong ya meja no sembilan,” perintah Jeremy. Helena dengan wajah yang ditekuk segera mengambil buku menu dan meletakkannya ke meja sembilan tempat Shane dan Primrose duduk. “Mama masih marah?” bisik Primrose ketakutan. Ia mengintip dan masih bersembunyi di balik tubuh besar Shane. “Hmm dimana letak kotak saran, Helena?” tanya Shane sambil tersenyum licik ke arah wanita yang pura-pura sibuk memegang buku kecil untuk mencatat pesanan. Helena mengembuskan napas berat sambil menurunkan buku kecilnya. “Jika Anda keberatan dilayani olehku, Tuan. Anda bisa-.” Shane langsung menggeleng, membuat kalimat Helena terputus. “Bukan-bukan begitu, Nona pelayan. Kau hanya tak ramah juga tidak tersenyum dan menanyakan kami ingin memesan apa.” Shane kemudian mengelus pelan rambut Primrose, sambil berbisik, “tenang, semua baik-baik saja.” Shane menoleh kembali ke arah Helena. “Nona p
Wanita cantik itu segera berbalik dan mematikan kompor serta mengambil mangkuk, mengabaikan Shane yang ada di sampingnya. Hal itu semata-mata Helena lakukan untuk melepas pandangan mereka yang tadi sedang bersitatap. “Makanan sudah siap, Tuan pelanggan. Akan saya antarkan ke meja Anda,” ucap Helena seolah tak pernah terjadi apa pun.Shane kembali dengan canggung ke mejanya, merasa sedikit aneh dengan kecepatannya yang spontan akibat mengkhawatirkan apa yang terjadi pada Helena karena bunyi keras dari dapur tadi. ‘Semua sudah berakhir, kenapa kau merasa ingin memulai sesuatu, Shane?’Helena meletakan dua mangkuk sup asparagus di meja nomor sembilan. Hanya ada Shane dan Primrose pengunjung di cafe itu. Jeremy dan Barbara telah menghilang entah kemana, hal itu membuat Shane mencatat sesuatu di kepalanya. ‘Aku akan meminta Jasper untuk mengetatkan disiplin pegawai di cafe ini.’Setelah menyelesaikan tugasnya, Helena duduk di meja kasir sambil kembali mencuri-curi pandang pada pelanggan di
“PIM!” teriak Helena dan Shane berbarengan. Tepat saat itu Jeremy dan Barbara balik ke cafe dengan napas yang memburu. “Kata kakakku pemilik cafe ini datang, apa kau melihatnya Helena?” tanya Jeremy dengan panik. Barbara melihat kecanggungan yang aneh di meja nomor sembilan. “Hah?” Helena bergumam dengan bingung. Shane langsung menyambar pertanyaan Jeremy. “Tidak ada yang datang selain aku.” Jeremy baru akan bernapas lega, Shane sudah memberikannya perintah lagi. “Ambilkan semangkuk sup asparagus di dapur dan letakan di sini.” Jeremy melihat Helena, seakan ingin memberikan perintah pada anak buahnya itu, tapi kembali Shane menghentikan tindakannya. “Kamu, kamu yang ambilkan,” perintah Shane sambil menunjuk manajer cafe itu. Dominasi pria tampan yang sedang duduk di meja nomor sembilan itu begitu kuat, hingga membuat Jeremy langsung mengangguk bingung dan otomatis melaksanakan perintah Shane. “Aku akan mengawasi apa yang ditontonnya,” ujar Helena ketika perhatian Shane kembal
Shane balik lagi ke meja nomor sembilan setelah mengangkat telepon dari tunangannya. Ia tidak mendapati Helena lagi di meja itu. ‘Apa yang ia ingin katakan tadi?’ Ada perasaan sesal di hati Shane ketika mengangkat telepon dari Athena dan meninggalkan Helena di mejanya sendirian. Tapi jika ia tidak segera mengangkat panggilan dari Athena, pria itu merasa sedang mencurangi tunangannya itu, bagaimanapun Shane sudah mengikat komitmen dengan Athena, sedangkan dengan Helena semua sudah berakhir. Lelaki bersurai abu gelap itu kemudian bertanya pada Barbara karena mencari mantan istrinya. Helena ternyata sedang bermain dengan Primrose di dapur. “Apa yang ingin kau katakan tadi, Helena?” tanya Shane begitu masuk dapur. Helena mengerutkan dahinya. ‘Apa ia tidak membaca, selain staf dilarang masuk dapur? Walau notabene ia lah pemilik cafe ini’ Wanita cantik berambut hitam itu merapikan apronnya, seakan memberi jeda pada dirinya untuk menghadapi mantan suaminya. “Apa aku akan diundang ke pe
Shane berada di perjalanan menuju rumah sakit Digory. Sepanjang perjalanan ia masih memikirkan mantan istrinya itu. ‘Helena dan anaknya memang bukan tanggung jawabku, tapi entah kenapa aku benar-benar ingin memastikan kebahagian mereka. Dan kurasa hal itu tak menyalahi komitmenku pada Athena.’Entah sejak kapan rasa benci pada Helena menguap di dada lelaki paling berkuasa seantero Digory Valley itu, mungkin ketika Helena tak sesuai dengan pemikirannya selama ini. Saat Helena bercerai dan tak membawa apapun dari harta Digory, hal itu mematahkan penilaian Shane kalau mantan istrinya adalah wanita mata duitan. Dan ketika orang di sekitar Shane menuduh kalau Helena berselingkuh dengan banyak pria hal itu malah berubah menjadi tudingan tanpa fakta dan dasar yang jelas. Karena hal itu lah yang membuat Shane memiliki pemikiran berbeda tentang mantan istrinya. Selain karena, jika Shane mengingat lagi kenangan mereka saat masih terjalin hubungan pernikahan pun, Helena memperlakukan pria tampan
Brian Scoot sudah lama naksir dengan tunangan Shane Digory, Athena Ariana. Tapi semasa sekolah ia tak pernah benar-benar menyatakan cinta pada gadis cantik berambut merah itu, karena Brian yakin ia akan ditolak mentah-mentah. Perhatian Athena hanya untuk Shane Digory seorang. Walau begitu Brian Scoot tetap berada di sekitar Athena, ia juga banyak mendekati wanita lain sebagai selingan untuk melupakan Athena, tapi hanya teman sekolahnya itu lah hati dokter itu tertambat. Brian Scoot bahkan rela melakukan apapun hanya untuk Athena, termasuk membohongi sahabatnya, Shane Digory. "Tuhan mengabulkan permintaanku yang ingin childfree," ucap Athena semasa mereka sekolah. "Maksudmu?" tanya Brian Scoot sambil menyesap rokoknya. Athena menyodorkan hasil rekam medisnya. "Aku mandul. Untunglah hidupku tak direpotkan oleh anak-anak. Tapi diantara sekian banyak permintaanku harusnya Tuhan mengabulkan agar aku menjadi kekasih Shane Digory." Brian Scoot hanya geleng-geleng kepala pada siswi sekol