Aku tidak bisa berdiam diri seperti orang bodoh. Eros, tunggu ibu, nak. Ibu datang, sayang." Gumam Naima seraya membuka pintu mobil dengan kasar dan berlari untuk menyusul Arya, Endru dan juga Mastur.
"Aish! Apa ibu kalian sudah bosan hidup?" Pekik salah satu pengawal merasa geram dengan kecerobohan wanita paruh baya tersebut.
"Kalian tetap tunggu di sini. Jangan ada yang keluar! Aku akan menyusul ibu kalian," lanjut pengawal itu memperingatkan.
"Zim, jaga mereka," perintahnya kepada pengawal satunya.
"Aku ikut." Naura ikut turun dan tidak lama Kirana pun melakukan hal yang sama.
Argh!
"Kenapa kalian begitu batu?" Pengawal yang diketahui bernama Zam itu menggerang frustasi.
"Apa kau akan diam saja disaat seluruh keluargamu dalam bahaya?" tanya Naura penuh intimidasi.
"Aish! Baiklah, tapi tetap berada di belakang kami. Jangan sekalipun bertingkah diluar pengawasan kami berdua." Tunjuk Zam pada 2 wanita berkepala batu di hadapann
"Cepat tarik pelatukmu!" Seru Naima sudah siap menyambut kematiannya. Argh! Baskoro berteriak sekeras mungkin dan menjambak rambutnya seperti orang gila sebelum dor! Ia menarik pelatuk itu dalam satu tarikan napas dan menembakkan pelurunya. "Tidak!!" Naima masih memejamkan matanya ketika suara tembakan terdengar. Ia langsung jatuh terduduk karena lemas. Lalu meraba tubuhnya yang mungkin sudah terkena tembakan, tetapi tunggu! Di mana lukanya? Kenapa ia tidak merasa sakit? Lantas ia memberanikan diri untuk membuka matanya dan betapa terkejutnya ia ketika melihat keluarganya berlari ke arahnya dan ke arah putra bungsunya. Naima juga melihat mantan suaminya yang sudah di bawa oleh polisi tanpa perlawanan. Siapa yang Baskoro tembak? Entah kenapa pikirannya menjadi sangat lambat untuk mencerna keadaan ini. Sampai pada akhirnya ... "Eros!" Naima langsung berlari ke arah putranya yang sedang dibukakan ikatannya oleh Arya dan juga Endru
Sudah 1 minggu setelah penculikan dan sampai saat ini Eros belum juga memberikan tanda-tanda ia akan sadar. "Ibu." Panggil Naura seraya menghampiri sang ibu yang enggan melepaskan genggaman tangannya dari tangan si bungsu. Walau putra bungsunya itu masih terbaring koma, tetapi Naima masih bisa merasakan kehangatan dari tangannya yang lemah. Dibelailah rambut lembut milik Eros dengan gerakan sepelan mungkin. Naima tidak ingin jika sentuhannya itu membuat alat-alat asing yang terpasang di tubuh putranya bergeser dan dapat menyakitinya. "Kau tahu Nak, 27 tahun yang lalu, saat seorang bayi laki-laki menggemaskan lahir dengan suara tangisan kerasnya yang terdengar begitu indah di telinga kami, saat dokter mengatakan bayi itu lahir dengan selamat tanpa kekurangan apapun itu adalah hadiah Tuhan yang paling berharga untuk Ibu dan ayah," ucap Naima tidak menghiraukan kedatangan putri pertamanya, wanita itu terus meracau, membuat hati Naura mencelos dan tanpa berpikir
Meski sedang melewati hari-hari yang sulit, tetapi Zora tidak pernah absen bekerja. Karena janjinya pada Eros untuk menyukseskan produk terbaru KA Group. Seperti hari ini, pagi-pagi buta sekali ia sudah berada di kantor untuk mengecek langsung sudah sejauh mana proses pembuatan produk tersebut. "Kapan produk ini akan dipasarkan?" tanya Zora pada salah satu tim nya. "Aku rasa sebentar lagi. Hanya saja kita memiliki sedikit masalah," jawab Vio. "Kau tahu kan beberapa supermarket besar memutuskan tali kerjasama dengan perusahaan ini? Sedangkan manager keuangan mengatakan setidaknya kita harus menjual satu juta pcs untuk mengembalikan profit." Jelasnya panjang kali lebar. Seandainya CEO tampan kita masih ada di sini mungkin aku tidak akan sesetress ini. Setidaknya mata dan hatiku terhibur ketika melihat wajah rupawannya." Pungkasnya seraya membayangkan wajah mantan atasannya yang sedang duduk memperhatikan para karyawannya melakukan presentasi, atau saat
"Seperti yang ditampilkan dalam slide, bahwa kami akan melakukan promosi salah satunya dengan cara memanfaatkan salah satu aplikasi yang kini sedang sangat terkenal di masyarakat," jelas Zora. Ia mengarahkan sinar laser pada papan putih besar. Hari ini dia harus mempresentasikan bagaimana cara memasarkan produk makanan instan tersebut. "Para konsumen yang membeli akan diberikan tantangan untuk membuat sebuah kreasi semenarik mungkin yang nanti harus mereka post dalam bentuk video untuk memperebutkan hadiah menarik dari perusahaan. Menurut saya ini akan sangat menarik minat konsumen untuk membeli," lanjut Zora menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya. Seseorang mengacungkan tangannya, ingin bertanya pada rencana yang baru saja Zora paparkan. "Seberapa persen Anda yakin cara ini akan berhasil mengembalikan profit?" tanya manajer keuangan. Sebelum menjawab, Zora memejamkan kelopak matanya dan menarik napas lalu membuangnya secara perlahan. Wanit
"Kisah percintaanmu seperti cerita dalam drama yang sering aku tonton, Zo. Pacaran pura-pura dengan atasan? Astaga bagaimana bisa ada kisah seperti itu? Benar-benar seperti cerita dalam drama." Cerocos Zani seraya menggeleng-gelengkan kepalanya masih tidak percaya akan ada sebuah kisah cinta seperti itu dan lebih-lebih kisah itu terjadi pada sahabatnya. "Ya memang itu yang sebenarnya," ucap Zora hanya bisa menghela napas, "aku juga tidak mengerti kenapa perjalanan cintaku seperti ini." "Jika kau ada dalam situasi seperti ini apa yang akan kau lakukan?" tambah Zora meminta pendapat sahabatnya. Zani terdiam sejenak untuk memikirkannya. "Kalau aku menjadi kau? Mmm ... mungkin aku akan menolaknya," "Menolaknya?" Ulang Zora dengan pandangan lurus ke depan. "Iya. Selain membohongi orang lain, bukankah itu membohongi dirimu sendiri? Dan lebih parahnya bagaimana jika kau malah benar-benar mencintainya?" sambut Zani dengan mata yang berbinar membayangk
"Chiko," panggil Zora. Memang semenjak Eros dan Chiko dirawat di rumah sakit, tempat ini sudah seperti rumah kedua untuknya. Setiap pulang dari kantor Zora selalu pulang ke rumah orangtuanya untuk membersihkan diri setelah itu ia langsung pergi ke rumah sakit. Bahkan makan malam pun ia lakukan di sini. Meski Zora menolak perasaan Chiko, tapi ia ingin memperlihatkan padanya kalau ia ingin menjadi sahabat yang selalu ada untuknya dalam senang maupun susah. Ia ingin mengatakan kepada pria itu bahwa dia tidak sendiri di dunia ini. Masih banyak yang sayang padanya dan tidak ingin kehilangannya. Chiko hanya melihat sekilas padanya kemudian ia kembali dengan pikirannya sendiri. Memang akhir-akhir ini pria itu selalu melamun. Sangat berbeda dengan Chiko yang Zora kenal dulu. Dan itu membuat Zora tidak bisa meninggalkannya. "Chiko, apa kau tidak ingin melihat kakakmu?" tanya Zora mencoba menyadarkan pria itu dari dunianya sendiri. Sontak Chiko
"Tempat apa ini?" Monolognya. Eros melihat sekeliling tempat itu, tapi ia tetap tidak mengenali tempat tersebut. Dia kini sedang berada disebuah taman, tetapi anehnya ada sungai yang memiliki air terjun dengan pelangi di tengahnya, dan air sungai itu sangatlah jernih. Membuat tempat aneh tersebut semakin terlihat menakjubkan. "Bagaimana bisa ada sungai di dekat taman?" pikir Eros. Walau begitu ia tetap mengikuti ke mana langkah kaki panjangnya melangkah. Sampai ia melihat sosok pria kira-kira berusia setengah abad sedang berdiri membelakanginya. Eros memicingkan matanya untuk meyakinkan penglihatannya. Jantungnya berdebar kencang ketika pria misterius itu berbalik badan dan tersenyum ke arahnya. "A-ayah," ucap Eros dengan mata yang tiba-tiba saja tertutup oleh kabut dari bulir air mata yang memaksa keluar. "Ayah? Kau kah itu?" tanyanya masih mencoba berpikir jernih. Namun, seberapa keras pun otaknya menyangkal pria setengah aba
"Terima kasih sudah kembali," ucap Dokter Panji ketika melihat grafik detak jantungnya pada monitor hemodinamik berangsur-angsur kembali normal. Meski keadaannya belum bisa dikatakan baik, tetapi setidaknya jantungnya kembali berdetak saja sudah membuat Dokter Panji bersyukur."Bagaimana, Dok?" tanya Naima langsung menghampirinya saat pintu terbuka.Dokter Panji hanya menghela napasnya ketika melihat betapa kacaunya keadaan wanita di hadapannya sekarang."Detak jantungnya sempat berhenti. Namun, ia tidak menyerah akan hidupnya. Anda beruntung memiliki putra sekuat dirinya." Lanjut Dokter Panji menatap ke dalam matanya.Setelah kepergian sang dokter, Naima langsung jatuh terduduk serta berkali-kali mengucap syukur dan rasa terima kasih kepada Tuhan karena telah mengembalikan putra bungsunya.***Hari ini adalah hari yang sangat mendebarkan untuk Zora. Karena hari ini adalah launching-nya produk baru perusahaan KA Group. Dan seperti yang sudah
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek