Ughh..
Zora meremas perutnya dengan sangat kuat, tubuhnya meringkuk tanpa dibalut selimut. Keringat dingin sudah bercucuran dari keningnya.
"Argh! Kenapa sakit sekali?" Erangnya seraya menggigit bibir bawahnya untuk menghalau rasa sakit di perutnya.
"Ibu!" pekiknya sudah tidak tahan dengan rasa sakit yang mulai menjalar ke pinggangnya.
Suara teriakan Zora sangat keras sampai seseorang yang sedang bersantai di sofa berlari untuk memeriksa keadaannya.
"Ada apa?" Tanya orang itu masuk ke dalam kamarnya dengan masih memegang garpu di tangan kanannya.
Wajah pria itu terlihat sangat panik.
Zora menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya.
"Tunggu! Kamar?" Ia menggantungkan kalimatnya.
"Aaaa ... kau sedang apa di kamarku?" pekik wanita itu terperajat seakan melupakan rasa sakit di perutnya.
"Dasar Bos mesum!" Sambungnya dan langsung menutup tubuhnya dengan selimut tebal yang berada di sampingnya
Naura menatap sedih dinding di depannya seraya mengusap perut datarnya. Tidak lama kemudian lelehan kristal mulai membasahi pipinya. Wanita itu menangis dalam diam. "Aku cari-cari ternyata kau--" Arya tidak melanjutkan ucapannya ketika melihat cairan bening itu keluar dari mata indah istrinya. "Sudah jangan dipikirkan terus," ujar Arya menarik Naura ke dalam pelukannya. Dia sangat tahu apa yang sedang istrinya itu rasakan. "Mas, maafkan aku. Karena belum bisa memberimu keturunan," ucap Naura disela isak tangisnya. Mereka telah mengikuti program bayi tabung, tetapi ternyata program itu tidak membuahkan hasil. Dan itu membuat jiwa Naura terguncang. Meski keluarga Arya ataupun keluarganya tidak mempermasalahkan kapan ia akan hamil, namun tetap saja Naura merasa menjadi istri dan menantu yang gagal. "Mas," panggil Naura dengan suara pelan. "Iya, Sayang?
Semenjak pulang dari rumah sakit Naura menjadi pemurung, wanita itu langsung masuk ke dalam kamarnya dan tidak membiarkan seorangpun masuk.Arya yang sangat mengerti akan perasaan istrinya memilih untuk membiarkannya. Bukan karena ia tidak peduli, tetapi ia ingin memberikan ruang untuknya menenangkan diri.Jika ditanya apakah pria itu baik-baik saja, tentu jawabannya tidak. Siapapun akan kecewa jika hasil tidak sesuai dengan harapan kita bukan?Namun, dia harus bersikap tegar untuk menguatkan sang istri yang sekarang perasaannya berkali-kali lipat jauh lebih kecewa, lebih hancur dari apa yang ia rasakan saat ini.Sedangkan di dalam sana, wanita itu kembali menangis dalam diam. Perkataan dokter membuatnya seperti tidak memiliki harapan lagi."Mohon maaf saya harus mengatakan ini. Program bayi tabung tuan dan nyonya tidak berhasil."Tuhan, dosa apa yang aku perbuat di masa lalu? Hingga Kau tidak mempercayaiku menjadi seorang ibu?Naura
Setelah menempuh jarak I jam 30 menit mereka telah sampai ke salah satu tempat wisata popular yang ada di kota Bogor yang direkomendasikan oleh Endru."Wow." Wanita itu menatap takjub bangunan di depannya. Sebuah replika dari menara yang menggambarkan kota yang dijuluki sebagai kota cahaya itu.Tempat yang mempunyai luas kurang lebih 1,5 hektar ini menawarkan berbagai macam wisata kekinian berupa spot selfie dengan bangunan bergaya eropa. Berada di sana akan membuat semua orang tertipu, karena bangunannya yang dibangun dengan begitu detailnya."Kau suka?" tanya Endru tanpa menoleh kearahnya.Kirana menganggukkan kepalanya mantap dan tersenyum dengan sangat manis. Ini kali pertama Endru melihatnya tersenyum semanis itu. Sangat cantik."Ayo kita foto bersama." Pria itu mengeluarkan gawainya seraya merangkul Kirana.Wanita itu kembali tersenyum melihat hasil jepretan suaminya. Dengan baground replika menara Eiffel, mereka tampak sangat serasi d
Hari masih pagi, tetapi Zora sudah mendapat perintah dari CEO-nya itu untuk pergi ke ruangannya. Tentu saja tanpa berpikir panjang wanita itu langsung melaksanakannya."Silakan duduk," perintah Eros terlihat begitu berwibawa. Sangat berbeda dengan sikapnya saat berada di apartemennya."Saya sudah membaca hasil revisianmu dan saya penasaran dengan rincian yang kau anggarkan," lanjutnya."Bagaimana bisa kau menganggarkan dengan total biaya yang cukup rendah dengan kualitas premium seperti ini?" tanya Eros.Wanita itu hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum kikuk. "Aku memiliki kenalan di bidang itu," jawab Zora dengan jujur."Benarkah?" tanya Eros lagi. Jujur saja dia terkejut dengan jawabannya.Wanita itu hanya mengangguk lalu berkata dengan nada seperti menantang."Kalau Bos tidak percaya, Bos ikut saja denganku untuk menemuinya. Kebetulan hari ini kami akan bertemu untuk membicarakan ini."Tanpa ia duga, p
Makanan kesukaan Zora ternyata menjadi musibah untuk Eros. Wanita itu sangat terkejut ketika tiba-tiba pria itu jatuh pingsan dengan wajah yang sudah pucat pasi.Selama di dalam ambulance Zora tak henti-hentinya menangis seraya menggenggam erat tangan lemah Eros. Jika terjadi sesuatu hal buruk pada pria itu, maka Zora bersumpah ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.Sementara di depan restoran tadi seorang pria misterius menatap sinis ke mobil ambulance yang sudah pergi membawa Eros ke rumah sakit."Saya sudah menjalankan perintah Anda," kata pelayan yang tadi memberikan kue kepada Zora dan Eros."Bagus," puji pria itu, "ini bayaranmu.""Bagaimana kalau polisi datang ke sini?" tanya pelayan itu dengan was-was."Kau tenang saja, mereka tidak akan menuntut restoran ini," timpalnya.Setelah pelayan itu pergi, pria itu kembali menatap ke depan dengan senyuman menyeringai.Ini baru permulaan. Kau akan merasakan hal yang lebih buru
“Selamat malam, Bos Eros,” sapa Zora dari ambang pintu Ruangan VIP.Wanita itu tersenyum seraya menghampiri Eros yang sedang duduk bersandar di ranjang pesakitannya.“Kenapa saya di sini?” tanya pria itu.“Kata dokter katanya Bos mengalami alergi. Kenapa Bos tidak bilang kalau memiliki alergi kacang?” jawab sekaligus tanya Zora.Pria itu hanya memutar bola matanya malas. “Kau pikir saya tau kue itu terbuat dari kacang?”Eros lalu melirik jam yang ada di ruangan. Dan ia langsung mengerjap ketika melihat jarum jam sudah menunjukkan ke angka delapan.“Kenapa kau belum berangkat?” ujarnya membuat wanita itu mengerutkan alisnya.“Berangkat?” Zora mengulangi perkataan Eros.“Kau kan harus menemui orang yang akan bekerjasama dengan perusahaan,” lanjut pria itu, “astaga bagaimana bisa hal penting seperti ini kau masih bertanya juga.”
"Astaga kau kenapa lagi, kak." Eros berlari di sepanjang lorong rumah sakit.Setelah mendapat kabar dari Naura bahwa kondisi Endru kembali drop, pria itu langsung meminta untuk dipulangkan hari ini juga.Meski awalnya dokter melarangnya, tetapi pada akhirnya beliau mengijinkan. Lagipula siapa yang akan tahan dengan sikap keras kepala Eros. Sedangkan Zora menepati janjinya untuk tetap melanjutkan perjalanannya ke Bandung dengan menaiki taksi.Sebenarnya wanita itu ingin ikut pulang dengan Eros. Dia menghawatirkan kondisi pria itu. Bagaimanapun Eros belum sepenuhnya pulih dari alerginya. Wajahnya saja masih terlihat pucat.Tetapi, karena sudah terlanjur berjanji dan tidak ingin dicap sebagai wanita pembohong akhirnya ia tetap pergi meski dengan sedikit keterpaksaan."Kak." Panggil Eros menghampiri Naura yang sedang duduk di ruang tunggu bersama ibu dan suaminya."Eros!" Naima langsung berdiri dari duduknya.Plak!Baik Naura maupu
Setelah berhasil membujuk Kirana untuk kembali pada Endru, Eros mengajak wanita itu ke rumah sakit untuk menemani Endru yang sebentar lagi akan melakukan transplantasi sumsum tulang sesuai jadwal yang telah dijadwalkan."Kau!" Tunjuk Naima saat melihat menantunya datang dengan putra bungsunya."Mau apa kau kemari? Belum puas menyakiti hati anakku?" sambung wanita itu dengan emosi yang tidak dapat ia sembunyikan."Ibu, aku ke sini sebagai istri mas Endru," jawab Kirana."Aku ingin menjadi istri yang berbakti pada suamiku. Ijinkan aku untuk merawatnya." Wanita itu kini menatap mata ibu mertuanya dalam-dalam, seakan ingin meyakinkannya bahwa ia benar-benar serius dengan ucapannya.Wanita paruh baya itu hanya terdiam kemudian manik matanya sedikit melirik putra bungsunya yang sedang menatap ke bawah, lalu kembali menatap menantunya untuk mencari kebenaran di matanya."Kenapa s
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek