Malam Tanpa Noda
Bab 158Lily tak ingin bertemu Drian. Menitipkan ponsel adik iparnya ke seketaris Drian."Tolong berikan ke Drian!" pintanya kepada wanita berada di posisi dekat ruangan Drian."Pak Drian ada di dalam, Bu," ucap seketaris itu sopan. Penampilannya sangat sederhana. Perutnya membuncit karena sedang mengandung delapan bulan."Tidak usah. Saya terburu-buru," alasan Lily. Meletakkan posel di atas meja.Kembali pulang ke rumah dan membatalkan pergi ke salon. Perasaannya kacau, air mata tak bisa terbendung lagi. Di dalam mobil menangis tak henti."Non Lily, kenapa?" tanya supir pribadi Airi."Gak papa Pak. Hanya ada debu di balik kacamata." Menghapus jejak dengan pelan. Menatap keluar jendela mobil.Baru saja lihat isi pesan itu. Hatinya begitu sakit. Apakah tak ada kerinduan terselip dari Fian untuk dirinya.---"Kak, kok sudah pulMalam Tanpa NodaBab 159 Kejadian di dalam kamar tamu membuat Lily tak bisa menahan air matanya. Tak menyangka Fian berani melakukan hal itu. Padahal, Lily adalah istri sah-nya. Tubuh Prily berada di atas Fian. Lelaki itu melingkarkan tangan ke pinggangnya. Tatapan mereka sangat dekat. Sudah pasti mereka usai bercumbu. Lily duduk di pinggir ranjang. Memandang foto pernikahan mereka di bingkai kecil yang diletakkan dekat tempat tidur. Mengusap perlahan bingkai itu dan membanting ke lantai. Prank! Napasnya naik turun. Air matanya luruh tak terbendung. Ingin rasanya memaki dan menghujat. Suara benda pecah, membuat Fian terkejut. Lelaki itu sedang menemani Prily tidur. Kepalanya diletakkan di pahanya, mengusap rambut pirang gadis berwajah boneka yang menjadi cinta pertama. Perlahan meletakkan kepala Prily ke bantal.Keluar kamar menuju kamar istrinya. Tok! Tok! Tok
Malam Tanpa NodaBab 160 Lily tak keluar kamar seharian. Ia malas bertemu dengan Fian dan kekasih pujaan suaminya. Sadar akan dirinya. Status istri hanya di kertas saja. Kenangan bersama suaminya teringat kembali. Lebih baik hidup susah tapi selalu dekat. Berbeda dengan yang sekarang. Tring! Suara panggilan terdengar dari Airi. Mereka melakukan video call. "Assalamualaikum, Bunda," sapa Lily ramah. "Waalaikumsalam, mantu Bunda apa kabar?" "Baik, bagaimana keadaan ayah?" "Alhamdulillah, lihatlah. Tangannya sudah merespon." "Alhamdulillah, keadaan Bunda bagaimana?" "Sehat selalu dan tetap semangat." Lily tak ingin melihat wajah Airi bersedih. Ia menampilkan wajah cerianya. Airi dan Lily berbicang menceritakan kesehariannya. Mereka saling melepas rindu dengan video call. Di balik pintu kamar Lily, seseorang sedang berdiri. Mendengark
Malam Tanpa Noda Bab 161Fian dan Prily keluar kamar bersamaan. Lily sudah duduk bersama adik-adiknya. "Selamat pagi, semuanya," sapa Prily ramah. "Selamat pagi, Kakak cantik," ucap si kembar menjawab sapaannya. Senyum polos tanpa dosa terlihat menyenangkan hati. Prily melirik sekilas Lily yang sibuk dengan sarapannya. Menyentuh bahu Lily sebagai sapaan. Lily tersenyum membalasnya. Fian duduk tanpa berucap. Lily tak menyapa lelaki itu. Ia mendengarkan musik di headsetnya. Mengoyangkan kepala mengikuti irama. Lagu yang membuatnya melupakan kesedihan. Prily mengambilkan nasi goreng untuk Fian dan menambahkan beberapa lauk di atasnya. "Makan yang banyak Sayangku," ucap Prily. Senyum menyapa sang kekasih. "Iya. Kamu juga. Makan yang banyak."Drian berlari dari lantai atas. Mengancingkan kemejanya dengan tergesa-gesa. Melihat Lily yang berbeda lebih segar ia ikut senang.
Malam Tanpa NodaBab 162 Mereka menikmati makan siang di restoran Hanamasa. Menyediakan shabu-shabu, makan minum sepuasnya hanya dengan satu harga. Drian membayar ke kasir untuk dua orang. Mereka disambut ramah oleh para pelayan. Menelusuri restoran mencari tempat duduk. "Lily!" panggil seorang wanita melambaikan tangan di bangku tengah. "Astaga, kenapa harus bertemu dia," lirihnya dalam hati. Drian melihat tingkah Lily yang tak suka, mengandeng jemari lentik kakak iparnya ke meja tengah. "Wah, kebetulan sekali kalian di sini. Tumben sekali makan seafood?" Drian tahu kalau lelaki yang berpakaian jas hitam tak suka makan seafood."Iya, aku yang ngajak. Kalian duduk bareng kita saja. Kita juga baru sampai." Drian menarik kursi untuk wanita yang berjalan dengannya. Lily, meletakkan bongkoknya di kursi berwarna merah. Lily bersikap biasanya saja. Ia tak mau menatap suami
Malam Tanpa NodaBab 163Prily mengungkapkan dengan kata-kata menjijikkan. Lily meremas celananya. Wanita di sampingnya tak tahu malu menceritakan semua kemesraan dengan Fian, suaminya. "Diam kamu, Prily! Fian adalah suamiku dasar pelakor tak tahu malu! Kamu itu wanita murahan. Cantik doang beg* iya!" teriak hati Lily. Ia memejamkan mata. "Aku gak akan melepaskan Fian untuk wanita lain," ungkap Prily menyungingkan bibirnya. "Kamu salah Prily. Justru, ia sudah milik orang lain walaupun bukan hatinya." Lily bermonolog. "Aku tak akan biarkan wanita lain mengambil Fian dariku atau hidup wanita itu akan aku buat tersiksa." Menekan pedal gas membelah jalan raya. Menyelip di setiap mobil.Jantung Lily berdegup dengan kencang. Mobil melaju dengan kecepatan penuh tiba-tiba berhenti tepat di parkiran mobil salon ternama. "Astaga! Kamu ingin mati?" ucap Lily spontan. Prily keluar mobil deng
Malam Tanpa NodaBab 164"Ehm, tapi ...." Lily ragu untuk memulainya."Tapi, kenapa Mba?" Mereka menatap Lily heran. Wajahnya seperti takut atau ragu."Aku ... sepertinya tak jadi datang," ungkapnya.Ia tak ingin melihat wajah suami dan kekasihnya. Mengingat cerita Prily saja membuat muak dan jijik. Untung saja Lily belum pernah melakukan hubungan suami istri. Walaupun, dirinya menginginkannya."Tidak bisa, Mba. Pak Drian akan marah. Ia juga telah mengirim bayaran ke kami. Mohon bantuannya, Mba.""Kami butuh uang untuk kebutuhan sehari-hari. Mohon kerja samanya Mba."Lily menatap kedua wanita yang menunduk di hadapannya." Baiklah," ucapnya pasrah.Perias wajah memulai mengikat rambut Lily dan wanita yang satu memberikan perawatan pedicure dan manicure.Memoles wajah Lily dengan foundation sesuai warna kulitnya. Mata Lily terpejam. Ia sudah pasrah.
Malam Tanpa NodaBab 165Mereka makan di satu meja. Prily cemburu melihat Fian memandang Lily berkali-kali."Sayang, katanya kamu kasih hadiah?"tanya Prily di sela-sela makan. "Oh iya, ini." Menyodorkan kotak berundu berbentuk love yang diambil dari saku kemeja ke depan Prily. Wajah wanita itu kesal, keinginannya tak sesuai." Sayang kok gitu," ucapnya dengan manja. Fian menarik napas panjang. Membuka kotak itu dan memperlihatkan kalung perhiasan berbentuk love. "Bagaimana, suka?" "Sangat suka. Indah banget! Terima kasih untuk bunga dan kadonya." Prily mengambil gawainya dan mengabadikan momen, berfoto bersama Fian. Fian melingkarakan kalung ke leher jenjang Prily." Terima kasih, Sayang." Mengecup pipi Fian lembut. Tak lupa memposting status di semua medsos yang dimilikinya.Lily memakan seafood. Ia suka sekali jenis makanan itu. Tak peduli dengan tatapan mereka yang mengangg
Malam Tanpa NodaBab 166Mendorong tubuh Lily untuk segera masuk ke dalam kamar." Fian!"Mereka terduduk di pinggir ranjang Fian membuka sepatu miliknya dan Lily, melempar asal. Tubuh mungil Lily terjatuh di atas ranjang. Fian terbaring di samping istrinya. Memeluk tubuh mungil Lily. Erat dan tak ingin dilepaskan. "Bajuku kotor kena pasir." Alasannya agar tak bersentuhan dengan Fian. "Tidak apa. Nanti jam setengah lima kita bangun. Tidur dulu 4 jam lebih." Memperlihatkan jumlah angka empat di jarinya. "Fian, jangan kenceng-kenceng aku bisa mati. Menjauhlah." Mendorong dada Fian kasar. Dekapan suami Lily bukan menghangatkan melainkan membunuh. "Aku ngantuk. Please, jangan terdebat!" Mencium aroma rambut. Wangi shampo Lily menguak ke hidungnya. "Kalau kamu ngantuk tidur sana!" usir Lily menjauhkan kepala."Kamu semenjak dekat Drian kasar dan ketus!" Memeluk d
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal