Malam Pertama Tanpa Noda
Bab 62Putra keluar toilet dengan tubuh yang lemas. Biasanya, ia kuat makanana pedas. Namun, kali ini tubuhnya tak bisa menerima.
"Airi ...." Putra mencari keberadaannya. Ia tak menemukan wanita itu. Seorang karyawan lain memberikan ponselnya kepada Putra. "Ini Pak ponselnya." "Ke mana Bu Airi?" "Ia sedang ada urusan mendadak." Putra berjalan ke ruangannya dengan tangan meraba dinding. "Pak Putra, baik-baik saja?" tanya seketarisnya. Airi memberi tahukan keadaan Putra padanya. "Tubuhku terasa lemas," ucapnya lirih. "Bagaimana kalau kita ke rumah sakit?" "Baiklah. Aku tunggu di sini saja." "Saya hubungi supir dulu." Di dalam ruangan Airi. Wanita itu sedang duduk mengetuk-ketuk pulpen ke meja. Hatinya gusar dan resah.Malam Tanpa NodaBab 62Airi hendak mengetuk pintu ruangan yang bertulis VIP. Ia mendengar suara tawa wanita. Perlahan membuka pintu untuk mengetahui siapa wanita itu.Wanita yang berpakaian dress panjang tanpa lengan dengan rambut yang tergerai indah. Matanya coklat dan senyumnya manis. Airi menatap mereka yang saling bersenda gurau."Beb, kamu ada-ada saja. Mana ada yang seperti itu. Kamu lucu banget," ucap wanita itu. Ia memasukkan makanan ke dalam mulut Putra dengan mengunakan sendok. Putra mengunyah pelan."Ya Allah, ada apa dengan hatiku. Mengapa rasa sakit ini menusuk ke dalam hati. Ada apa denganku," lirihnya.Ia menarik napas dalam dan mendorong pintu ruangan Putra. Tak lupa mengucapkan salam. Dua insan yang sedang tertawa berhenti berkata dan menoleh ke arah Airi yang masuk ke dalam ruangan tersebut."Maaf, apa aku menganggu kalian," ucapnya berbasa-basi
Malam Tanpa NodaBab 64"Airi! Airi!" panggil Putra. Airi pura-pura tak mendengar. Ia berjalan lebih cepat dari biasanya. Masuk ke lift dan menutup tanpa menatap Putra.Di dalam lift, Airi memijit keningnya. Ia tak ingin berpapasan dengan Putra. Menghindarinya bukan pilihan tepat.Putra berlari di tangga darurat dengan napas terputus-putus. Ia terus melangkah tanpa henti.Pintu lift terbuka. Putra sudah berdiri di depannya. Airi terkejut dengan kehadiran Putra."Airi ...." Putra tersenyum. Matanya berbinar. Airi menatapnya tajam."Kakak! Apa-apaan, sih!" ucapnya. Matanya membulat sempurna. Putra tetap memasang wajah manisnya."Kamu dipanggil gak nengok." Napas Putra naik turun. Keringatnya membasahi wajahnya."Oh, Kakak manggil aku. Maaf, aku tak dengar." Airi kembali melangkah menuju ruangannya. Putra mengikutinya dengan waja
Malam Tanpa NodaBab 65Di rumah Airi, seorang laki-laki bertemu dengan Bima. Lelaki itu ingin berbicara kepada orang tua Airi."Saya kemari, ingin melamar Airi sebagai istri saya. Apa Anda mau memberikan restu untuk saya," ucap lelaki itu dengan lantang.Bima dan mak Imah saling pandang. Apakah mereka berhak melakukan ini semua.***"Airi, kamu sudah pulang?" tanya Bima. Airi baru saja masuk ke dalam rumah."Sudahlah Yah. Kalau belum Airi belum kelihatan di rumah." Ia terkekeh mendengar ucapan Ayahnya."Eh, iya. Kamu mandi dulu. Ayah ingin bicara.""Ada apa? Serius banget." Airi menatap raut wajah Bima."Sudah mandi dulu. Ayah tunggu di ruang keluarga." Bima mengelus puncak kepala anaknya yang tertutup hijab."Ya, sudah. Airi mandi dulu nanti menyusul."Airi berjalan menaiki tangga. Ia heran den
Malam Tanpa NodaBab 66 Airi bergeming, melihat lelaki yang tersenyum memesona. Lelaki itu mengenakan kemeja hitam dan celana levis merek terkenal. Diikuti oleh keluarganya. Membawa beberapa parcel buah dan kue yang tersusun cantik. Tak lupa beberapa paper bag berisi pakaian muslim untuk Airi. Airi tak menyangka dengan kegilaan ini. Sejak kapan lelaki itu menyukainya. Sedangkan, Airi tak pernah tahu. Lelaki itu hanya terlihat bersahabat dan tak bermaksud macam-macam dengannya. Jawaban apa yang harus ia katakan. Menerima atau menolak lamaran tersebut.Keputusan yang sulit dan membingungkan. *** "Hai, Cantik!" sapanya dengan senyum ciri khas. Deretan gigi putih yang terawat menambah ketampanannya. "Fa-fajar kamu!" hardik Airi. Ia tak tahu harus berbicara apa. Airi tak menyangka kalau Fajar hendak melamarnya. Ia tak perna
Malam Tanpa NodaBab 67 Airi membuka pintu perlahan, sebuah paperbag berada di meja makan."Airi, ini ada paket untukmu," ucap mak Imah. Ia menyodorkan paperbag itu kearah Airi. "Ini apa, Mak?" Airi membuka dan mengeluarkannya. "Lihat saja!" Ia meninggalkan Airi sendirian di meja makan. Sebuah gamis coklat lengkap dengan kerudungnya.'Cantik,' ucapnya lirih. Ia menempelkan gamis itu ke tubuhnya.'Pas sekali,' ucapnya riang. "Kamu mandi dan bersiap-siap untuk pergi," perintah mak Imah. Ia membuatkan kopi untuk suaminya yang berada di ruang TV. "Kita mau ke mana?" Airi mengernyit heran dengan sikap ibu tirinya. "Sudah mandi! Nanti kamu akan tahu sendiri. Ayah sudah mengizinkan kamu pergi malam ini." Mengandeng Airi masuk ke kamar. Setelah mandi, memperintahkan Airi untuk duduk di meja rias. "Airi mau di apain, Mak?" "Sudah diam dan nurut sa
Malam Tanpa NodaBab 68SELAMAT MEMBACA ❤❤❤Putra datang dengan Adel dan Bram-- suami Adel. Adel adalah wanita yang dicurigai Airi sebagai kekasih Putra. Ternyata, ia adalah teman dekat Putra sewaktu kuliah.Pemuda itu meremas jarinya, suhu badannya berubah dingin. Setiap hari, ia bertemu dengan Bima. Tapi, kali ini berbeda. Maksud dan tujuan Putra untuk meminang Airi.Wajah Bima berubah sangar, ia menatap tajam Putra, tubuhnya gemetar suaranya terbata-bata."A-a-Ayah, maksud kedatangan sa-ya dan te-teman dekat saya un-untuk me- ....""Kamu mau ngomong apa lama sekali!" potong Bima. Mereka terkejut dengan suara ayah Airi. Bagaikan amukan singa."Cepat!" pekiknya.Putra terkejut, bentakkan lelaki tua itu membuat Putra menelan saliva."Ma-maaf Ayah. A-aku ...." Jantung Putra berpacu dengan cepat. Ia mengusap keningnya pelan.A
Malam Tanpa Noda Bab 69Airi dan Mak Imah berada di butik, mereka mencari kebaya untuk pernikahan Airi. Airi memilih pakaian akad nikah sederhana."Neng, ini bagus warna putih." Bu Yayah menyodorkan baju kebaya putih polos."Tapi, ini terlihat terbuka dan transparan," ucap Airi. Memperhatikan kebaya itu."Kamu pakai hijab nanti ketutup.""Tidak mau ibu, aku tidak suka. Kita cari di butik khusus hijab saja, ya." Airi mengajak mak Imah keluar butik. Ia mengandeng ibunya manja.Suara getar gawai di dalam tasnya menghentikan langkahnya. Airi mengucapkan salam."Aku belum dapat pakaiannya. Nanti, kalau sudah dapat aku kasih tahu lokasinya.""Kakak, tunggu kabarnya. Apa aku menyusul saja," ucap Putra diseberang telepon."Nanti saja. Aku belum dapat butik yang cocok.""Cepat,
Malam Tanpa NodaBab 70Mereka sampai di Kemang. Airi turun mengandeng ibunya menuju butik hijab. Langkah mereka berhenti ketika menangkap manik di dalam kaca butik. Kebaya putih yang menjuntai hingga ke kaki dan aksesories hijab beserta mahkota kecil di kepala. Airi tersenyum matanya berbinar."Neng, suka itu?" "Iya, Mak. Aku mau yang itu." Airi menatap cermin besar di fitting room. Ia teringat pernikahan dengan Faisal. Kebaya yang sama persis dan tempat yang sama ketika ia menikah dulu."Ya Allah, bantulah hamba melupakannya. Kenangan indah maupun suram. Aku harus move on." Airi berharap nama Faisal hilang tak tersisa dihatinya.Airi keluar dari ruangan tersebut, ia terkejut ketika Putra berada di depannya. Wajah Putra menatap Airi tanpa berkedip. Jantungnya berpacu dengan cepat."Bagaimana cantik tidak?" tanya Mak. Ia terkekeh melihat wajah Putra tanpa berkedip.
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal