Malam Tanpa Noda
Bab 66Airi bergeming, melihat lelaki yang tersenyum memesona. Lelaki itu mengenakan kemeja hitam dan celana levis merek terkenal. Diikuti oleh keluarganya.
Membawa beberapa parcel buah dan kue yang tersusun cantik. Tak lupa beberapa paper bag berisi pakaian muslim untuk Airi.Airi tak menyangka dengan kegilaan ini. Sejak kapan lelaki itu menyukainya. Sedangkan, Airi tak pernah tahu. Lelaki itu hanya terlihat bersahabat dan tak bermaksud macam-macam dengannya. Jawaban apa yang harus ia katakan. Menerima atau menolak lamaran tersebut. Keputusan yang sulit dan membingungkan. ***"Hai, Cantik!" sapanya dengan senyum ciri khas. Deretan gigi putih yang terawat menambah ketampanannya. "Fa-fajar kamu!" hardik Airi. Ia tak tahu harus berbicara apa. Airi tak menyangka kalau Fajar hendak melamarnya. Ia tak pernaHari ini aku up dua bab. Mohon bersabar . Terima kasih sudah baca karyaku sejauh ini. Sehat selalu untuk kalian.
Malam Tanpa NodaBab 67 Airi membuka pintu perlahan, sebuah paperbag berada di meja makan."Airi, ini ada paket untukmu," ucap mak Imah. Ia menyodorkan paperbag itu kearah Airi. "Ini apa, Mak?" Airi membuka dan mengeluarkannya. "Lihat saja!" Ia meninggalkan Airi sendirian di meja makan. Sebuah gamis coklat lengkap dengan kerudungnya.'Cantik,' ucapnya lirih. Ia menempelkan gamis itu ke tubuhnya.'Pas sekali,' ucapnya riang. "Kamu mandi dan bersiap-siap untuk pergi," perintah mak Imah. Ia membuatkan kopi untuk suaminya yang berada di ruang TV. "Kita mau ke mana?" Airi mengernyit heran dengan sikap ibu tirinya. "Sudah mandi! Nanti kamu akan tahu sendiri. Ayah sudah mengizinkan kamu pergi malam ini." Mengandeng Airi masuk ke kamar. Setelah mandi, memperintahkan Airi untuk duduk di meja rias. "Airi mau di apain, Mak?" "Sudah diam dan nurut sa
Malam Tanpa NodaBab 68SELAMAT MEMBACA ❤❤❤Putra datang dengan Adel dan Bram-- suami Adel. Adel adalah wanita yang dicurigai Airi sebagai kekasih Putra. Ternyata, ia adalah teman dekat Putra sewaktu kuliah.Pemuda itu meremas jarinya, suhu badannya berubah dingin. Setiap hari, ia bertemu dengan Bima. Tapi, kali ini berbeda. Maksud dan tujuan Putra untuk meminang Airi.Wajah Bima berubah sangar, ia menatap tajam Putra, tubuhnya gemetar suaranya terbata-bata."A-a-Ayah, maksud kedatangan sa-ya dan te-teman dekat saya un-untuk me- ....""Kamu mau ngomong apa lama sekali!" potong Bima. Mereka terkejut dengan suara ayah Airi. Bagaikan amukan singa."Cepat!" pekiknya.Putra terkejut, bentakkan lelaki tua itu membuat Putra menelan saliva."Ma-maaf Ayah. A-aku ...." Jantung Putra berpacu dengan cepat. Ia mengusap keningnya pelan.A
Malam Tanpa Noda Bab 69Airi dan Mak Imah berada di butik, mereka mencari kebaya untuk pernikahan Airi. Airi memilih pakaian akad nikah sederhana."Neng, ini bagus warna putih." Bu Yayah menyodorkan baju kebaya putih polos."Tapi, ini terlihat terbuka dan transparan," ucap Airi. Memperhatikan kebaya itu."Kamu pakai hijab nanti ketutup.""Tidak mau ibu, aku tidak suka. Kita cari di butik khusus hijab saja, ya." Airi mengajak mak Imah keluar butik. Ia mengandeng ibunya manja.Suara getar gawai di dalam tasnya menghentikan langkahnya. Airi mengucapkan salam."Aku belum dapat pakaiannya. Nanti, kalau sudah dapat aku kasih tahu lokasinya.""Kakak, tunggu kabarnya. Apa aku menyusul saja," ucap Putra diseberang telepon."Nanti saja. Aku belum dapat butik yang cocok.""Cepat,
Malam Tanpa NodaBab 70Mereka sampai di Kemang. Airi turun mengandeng ibunya menuju butik hijab. Langkah mereka berhenti ketika menangkap manik di dalam kaca butik. Kebaya putih yang menjuntai hingga ke kaki dan aksesories hijab beserta mahkota kecil di kepala. Airi tersenyum matanya berbinar."Neng, suka itu?" "Iya, Mak. Aku mau yang itu." Airi menatap cermin besar di fitting room. Ia teringat pernikahan dengan Faisal. Kebaya yang sama persis dan tempat yang sama ketika ia menikah dulu."Ya Allah, bantulah hamba melupakannya. Kenangan indah maupun suram. Aku harus move on." Airi berharap nama Faisal hilang tak tersisa dihatinya.Airi keluar dari ruangan tersebut, ia terkejut ketika Putra berada di depannya. Wajah Putra menatap Airi tanpa berkedip. Jantungnya berpacu dengan cepat."Bagaimana cantik tidak?" tanya Mak. Ia terkekeh melihat wajah Putra tanpa berkedip.
Malam Tanpa Noda Bab 71Faisal berjalan menelusuri gedung-gedung tinggi. Hawa panas kota Jakarta membuat ia kehausan. Pakaiannya basah akibat keringat yang bercucuran.Berusaha mencari pekerjaan yang lain.Perusahaan milik teman-temannya sudah ia datangi. Namun, tak ada satu pun yang mau menerimanya. Faisal mendesah lelah. Teringat mama Ririn yang akan kontrol di rumah sakit."Sebentar lagi mama akan kontrol. Aku harus dapat pekerjaan," lirihnya.Perut keroncongan, tadi pagi ia hanya memakan roti bungkus yang dijual di warung kelontong seharga dua ribu rupiah dan segelas air mineralkecil. Di rumah hanya ada sayur bening untuk Ririn. Ia tak menyentuh sedikitpun. Harum ayam goreng tercium di inderanya. Perut yang lapar semakin keroncongan. Sudah hampir sebulan, tak pernah menyentuh makanan itu. Ia harus berhemat untuk melanjutkan hidupnya.
Malam Tanpa NodaBab 72Faisal mengulung celana panjangnya dan membuka kemeja. Hanya kaos putih yang menempel di tubuh. Memulai pekerjaan sebagai kuli bangunan. Membawa batu bata ke lantai dua. Napasnya terputus-putus, baru kali ini merasakan pekerjaan kasar.Sang mandor menatap iba Faisal. Tak mau menganggu pekerjaan Faisal. Mandor pergi setelah menjelaskan semuanya kepada Faisal.Tetes keringat membasahi keningnya, Faisal menghapus jejak tersebut. Kaki dan tangannya kotor terkena cipratan semen.Waktu menunjukkan jam dua belas siang, Faisal duduk dipinggiran meminum air yang telah disediakan.Ia menghela napas dalam, memejamkan mata menahan lelah."Ini makanlah! Kamu butuh tenaga ektra untuk melakukan pekerjaan ini." Mandor menyodorkan sebungkus nasi kepada Faisal."Terima kasih, Pak." Faisal menerima bungkus nasi dengan bahagia. Tempe
Malam Tanpa NodaBab 73Setelah kepergian pak Joko di kontrakkannya. Ririn berubah murung, entah apa yang ia rasakan saat itu. Mungkin merasakan perasaan Airi ketika melihat Bella dibawa kerumah Faisal. Setiap malam, Ririn meratapi hidupnya dengan air mata. Faisal tak mengetahui hal itu. Menutup rapat-rapat isi hatinya.Tubuh Ririn mulai melemah. Hanya tulang yang menempel di kulitnya. Tak ada lemak seperti dulu.**Hari Minggu, Faisal berada di kontrakkan, duduk di pinggir ranjang mamanya. Membelai lembut rambut wanita itu. Helaian rambut menempel di telapak tangannya."Rontok," ucapnya lirih. Mengumpulkan rontokan rambut di dalam kantong plastik hitam. Kondisi Ririn naik turun. Pikiran Ririn dipenuhi keputus asaan. Ririn di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan ekstra.Setelah pulang dari rumah sakit, Ririn--ma
Malam Tanpa NodaBab 74Faisal membaringkan tubuhnya di kamar Ririn. Tak mau meninggalkan wanita yang telah berjuang melahirkannya. Mengelar tikar di lantai dan mengambil bantal sebagai teman tidurnya.Perlahan matanya terpejam setelah menyelimuti tubuh Ririn. Ia berdoa semoga selalu diberikan kesehatan dan rezeki yang berlimpah."Cal, Faisal ...." panggil Ririn dengan suara lirih." Cal ...."Ririn membuka matanya, ia merasakan sesak di dada. Badannya bergetar, suhu badannya terasa dingin."Cal ...."Fasial segera bangkit mendengar namanya disebut oleh mamanya." Ada apa, Ma?""Cal ... sesak ... napas ... Cal ....""Mama ...." Faisal segera bangkit dari tidurnya. Ia mengangkat tubuh Ririn dan mendudukkannya agar aliran udara masuk ke dalam paru-paru. " Bagaimana Ma. Apa sudah bisa bernapas?"Ririn bernapas tere
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal