Malam Tanpa Noda
Bab 42Airi duduk termangu di teras rumah ditemani secangkir teh hijau dan cemilan di dalam toples yang disajikan seorang pelayan untuknya. Bu Nina—kepala pelayan rumahnya menghampiri majikannya.
“Non, Airi. Jangan melamun nanti kesambet setan!” guraunya mencairkan suasana. Sejak tadi Airi melamun memandang halaman rumahnya.“Eh, Bi Nina. Bisa aja ngomongnya.” Ia tersenyum dan kembali memandang ke depan.“Non Airi, kenapa dari tadi melamun terus? Kangen sama tuan Putra?” ledek wanita yang mengabdi di rumah itu. Sejak kepergian Putra Airi terlihat murung dan tak seceria dulu lagi.Airi menundukkan kepala ia menoleh ke arah bu Nina dan berkata,”Pasti aku kangen dengan kak Putra karena dia yang selalu membuatku kesal,tapi ada satu yang ada dalam pikiranku. Bolehkah aku bertanya sesuatu, Bi?” Ia membalikkan tMalam Tanpa NodaBab 43Airi dan Bi Nina mengikuti arah jari pak Toni. Rumah sederhana dekat bantaran kali. Airi mengernyit heran. Mengapa ayah tinggal di sini.Pak Joko melangkah menuju rumah itu. Rumah berdinding putih dan dikelilingi kebun singkong.Pak Toni menghampiri rumah Bima. Ia mengetuk pelan pintu berwarna coklat.Muncullah wanita paruh baya berdaster berambut yang diikat asal. Wajahnya terlihat lelah."Bang Toni, ada apa tumben kemari?" tanyanya. Ia melihat Airi dan Bi Nina. Tersenyum ramah sebagai bentuk sopan dan santun."Suamimu ada?" Pak Toni menoleh ke arah belakang. Lelaki berbaju koko putih dengan kopiah hitam terlihat gusar."Ada apaan, kok panik banget," cetus wanita berdaster itu. Melipat dahinya.Pak Toni memanggil Airi untuk lebih mendekat. Ia mempersilahkan Airi untuk berbicara."Assal
Malam Tanpa NodaBab 44"Bima keluar lu. Gua tahu elu di dalem. Keluar gak! Atau gua bakar rumah elu!" teriak pria bertato. Matanya memerah. Ia datang sendiri dengan golok di pinggangnya.Mereka yang berada di dalam rumah keluar dengan tergopoh. Teriakkan dan makian yang terlontar tak pantas untuk didengar oleh anak-anak."Bang Malih, ada apa?" tanya mak Imah dengan logat betawi. Wanita itu memang pemberani dan blak-blakkan. Berbeda dengan Bima yang sedikit pendiam namun berwibawa."Elu perempuan kaga usah ikut campur. Gua ada perlu sama laki elu bukan elu." Tangannya berkaca pinggang. Matanya melotot."Bang Malih, Bima itu laki gua. Urusan dia urusan gua juga!" Mak Imah tak mau kalah. Tangannya menunjuk ke arah dadanya."Sudah Mak. Sabar. Biar Abang yang yang hadapin," bisik Bima lembut. Ia mengelus punggung tubuh istrinya."Ada apa Bang Malih?" Bima berbicara sopan
Malam Tanpa NodaBab 45Siti menangis di samping tubuh ibunya. Ia tak berhenti meneteskan air mata. Bima mengelus puncak kepala anak bontotnya."Mak ... Mak ...." panggilnya. Anak bontot mereka tak berhenti terisak."Sudah, jangan menangis. Mak gak papa," ucap mak Imah menenangkan anaknya."Tangan Mak diperban pasti sakit, ya."Ia tak tega melihat ibunya yang meringis kesakitan."Kaga Neng. Mak baik-baik aja. Udah jangan sedih."Airi juga tak tega melihat luka di lengan ibu tirinya. Ia telah mengorbankan diri untuk Airi."Seharusnya Airi yang terluka bukan, Mak.""Jangan begitu Neng. Kamu juga anak Mak. Sudah kewajiban Mak.""Mak ... makasih." Airi memeluk tubuh istri kedua ayahnya dan mengecup pipinya.Hari itu juga mak Imah diperbolehkan pulang. Airi membawa mereka ke rumahnya.
Malam Tanpa NodaBab 46 Wajah Ririn berubah masam. Ia tak menyangka akan bertemu Bima. Lelaki yang dulu sempat singgah di hatinya. Namun, lelaki itu tak menerima pesonanya. Ririn ditolak secara tidak hormat. Didepan teman-temannya mengatakan tidak bersedia. Bima mengusir Ririn dengan perkataan kasar. Mak Imah juga tak mau kalah. Sikap Ririn sungguh keterlaluan tak bisa menghormati orang lain. Sikapnya yang sombong dan angkuh. "Tak kusangka. Ternyata, ia memilih menikahi wanita kampungan yang tak tahu tata karma. Sayang sekali," lirihnya dalam hati. Ia pergi dengan perasaan membuncah. Ia kecewa sejak masa kuliah Bima tak pernah menerima kehadirannya. Menatap saja engan apalagi berbicara. Fajar berpamitan setelah berkenalan dengan kedua orang tua Airi. Ia tahu kalau situasi tidak tepat untuk saling mengenal. "Aku pulang dulu. Besok aku datang lagi," pamit Fajar. Airi hanya tersenyum saja.&
Malam Tanpa NodaBab 47Airi menatap Faisal dengan kebencian. Faisal tak melihat cinta yang pernah ada. Lelaki itu semakin mendekati wajahnya. Harum tubuh Airi membuat ia melupakan logika.Sudah lama ia tak berdekatan dengan wanita. Hasratnya tak terkendali. Ingin menyentuh wanita yang dulu satu atap dengannya.Membayangkan tubuh Airi yang terbalut lingerie untuk mengoda dirinya. Rambut panjang yang tergerai indah masih melekat di matanya.Sebuah tangan menarik bahu Faisal. Wajahnya dipukul seseorang. Ia mengajar muka Faisal hingga babak belur."Kurang ajar! Berani sekali menganggunya!"Maki lelaki berpakaian kemeja putih menarik kerah baju Faisal.Fajar yang berada di gedung itu melihat Faisal mengikuti Airi. Ia segera menghampiri.Dewi mendengar keributan di toilet. Ia menyaksikan Faisal di hajar hingga babak belur. Darah kental menetes di
Malam Tanpa NodaBab 48Faisal mengetuk pintu kamar Ririn. Ia sudah memasak sarapan untuk mamanya. Sayur bayam dan tempe orek. Ririn hanya makan sayuran dan protein nabati saja. Tak ada jawaban dari wanita itu.Faisal mendorong gagang pintu. Pintu terbuka lebar. Ririn tak nampak di kamarnya."Mama ...," panggilnya."Ke mana mama. Mengapa tak ada di kamar." Faisal menatap kapsul-kapsul milik Ririn.Setiap hari Ririn harus rutin meminum obatnya. Tak boleh sampai tertinggal. Faisal berlari keluar rumah. Bertanya kepada para tetangga yang melintas.Tak ada satu orang pun yang tahu keberadaan Ririn. Faisal melangkah hingga ke jalan raya. Matanya menelusuri jalan."Mas Faisal, mau ke mana?" sapa seorang pengemudi motor yang sedang melintas."Bang Usup, lihat mama saya gak?" Napas Faisal sudah terputus-putus. Ia lelah berjalan sejauh ini. Baju yang
Malam Tanpa NodaBab 49 Airi merasa beberapa minggu ini ada seseorang yang sengaja mengikutinya. Ia duduk di teras seperti biasa. Mobil tersebut terlihat di depan rumahnya. Mobil sedan hitam dengan nomer polisi B2645JU. Airi terus mengingat mobil tersebut. "Mobil siapa, sih. Kemarin ada juga sekarang ada," lirihnya dalam hati. Ia penasaran dengan orang yang ada di dalamnya. Kaca mobilny hitam, sehingga tak terlihat. Mungkin kalau dari dekat pasti kelihatan. Airi masuk ke dalam rumah dan menyusun rencana. Ia menyuruh seorang pelayan yang memiliki bentuk tubuh sama dengannya. Airi melepaskan baju yang ia kenakan. Gamis hijau polos dan hijab instan berwarna putih. Memberikan kepada pelayan tersebut. "Pakai baju ini dan jangan lupa hijabnya," perintahnya di dalam kamar."Cepat kamu pakai sebelum ia pergi dan berpura-pura seolah kamu adalah aku." Airi mengintip mobil tersebut da
Malam Tanpa NodaBab 50 "Aku lupa, ini Ayahku," ucap Airi. Bima menyodorkan tangan ke arah Putra. "Ayahmu ... Saya Putra." Menyambut uluran tangan Bima."Syukurlah, Airi menemukan Anda." "Alhamdulilah, ini istri saya. Mak Imah." Bima menyentuh lembut bahu istrinya. "Duh, bang Putra cakep bener ya." Mak Imah terkesima. "Mak Imah juga cantik," puji Putra membuat ibu tiri Airi melayang."Panggil Putra aja gak usah pakai abang." Mereka saling berkenalan. Putra baru tahu kalau mereka adalah keluarga Airi. Ia kira Bima dan keluarganya orang yang telah ditolong Airi. Pada saat Airi bertemu Bima, ia sedang bertemu temannya. Tak tahu kejadian yang terjadi. "Jadi kamu anaknya Rio. Wajah kalian begitu mirip." "Namanya juga satu pabrik, Om." Putra terkekeh. "Jangan panggil Om. Panggil saya Ayah
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal