"Pernah. Tapi sekarang kita udah putus, karena dia hamil sama pria lain."Rania sontak melirik, ia kemudian berpikir sepertinya Aldi salah sangka pada Diki. "Kok bisa, ya? Maksudnya, pacaran sama kamu kok bisa tidur sama pria lain.""Entahlah, aku juga bingung. Padahal kita udah lama pacaran, bahkan hampir aja ke jenjang serius. Mungkin bukan takdirnya aja."Rania mengangguk. Ia semakin yakin bahwa Diki adalah lelaki yang baik. Wanita itu sedikit lega sekarang. Kalau dilihat dari penampilannya juga, Diki nampak sopan sekali. Alun-alun sudah di depan mata, wanita itu turun dengan mata yang berbinar. Sangat ramai di sana, banyak sekali makanan dan juga wahana bermain. "Rame kan?" tanya Diki, yang melihat Rania sibuk memperhatikan tukang makanan."Iya, makasih ya udah bawa aku ke sini."Diki tersenyum miring, ia membawa wanita itu untuk duduk dan menikmati makan. Dia kemudian menyodorkan secangkir minuman pada Rania, karena haus wanita itu langsung meneguknya sampai tandas.Diki menat
Sedangkan Aldi mengelus rambut wanita itu agar ia lebih tenang. Tak lama dia mendengar dengkuran halus, Rania sudah terlelap kembali. Dengan hati-hati ia membaringkannya, kemudian ia pun tidur sembari memeluk sang istri.Pagi telah tiba, keduanya kini sedang menikmati sarapan bersama. Azka yang sedari tadi mengoceh pada Aldi, tapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya, bahkan nampak dingin padanya. Azka mengadu pada sang ibu, kenapa pria yang dulu ia kenal baik dan sangat penyayang, sekarang bahkan untuk sekedar berbicara dengannya saja seperti tidak mau."Aku punya salah apa, Ayah. Apa kesalahanku karena memanggilmu ayah?" tanyanya, dengan raut wajah yang sedih.Aldi yang tak kuasa melihat itu, ia pergi begitu saja ke kamarnya, membuat Azka menangis menatap kepergiannya. "Bunda...." Anak itu menatap sang ibu, Rania memejamkan mata dan mengatur napasnya. Ini sungguh sangat sulit.Wanita itu mendekat, ia memeluk sang anak erat. Kemudian berkata, "Mungkin ayah hanya capek, tolong d
"Hatiku sakit melihat dia menangis, aku gak bisa seperti ini terus...."Wanita itu memeluk erat sang suami, air matanya mengalir dengan deras. Baru ia sadari bahwa Aldi memanglah sangat menyayangi Azka seperti Andika menyayanginya. Wanita itu merasa sangat bersalah karena berniat ingin menjauhkan mereka berdua. Padahal Azka adalah hidup Aldi, dan Aldi adalah kebahagiaan bagi Azka. Wanita itu merelaikan pelukan, ia mengakup kedua wajah sang suami, kemudian mengusap air matanya."Maafkan aku, Mas. Aku gak tau kalau kasih sayangmu pada Azka sedalam ini. Mulai sekarang, Azka anakmu, tolong rawat dia dengan baik untukku dan Mas Andika, anggap dia sebagai anakmu sendiri. Jangan pernah kecewakan dia."Aldi mengusap tangan istrinya itu, ia kemudian berkata, "Beneran, Ran?" Pelan ia berbicara. Wanita itu mengangguk, Aldi langsung memeluknya dengan erat, berkali-kali berterimakasih karena telah mengizinkan dia untuk dekat dengan Azka setelah beberapa hari ia menahan sakit di hatinya karena m
Setelah pegawai memberikannya, pria itu membantu Rania untuk memakainya. Ia menatap dengan dalam, sungguh cantik sekali istrinya itu mengenakan kalungnya. "Cantik sekali."Perkataan Aldi membuat Rania memalingkan wajah. Entah mengapa ia merasa malu dipuji seperti itu. "Kalungnya."Tak jadi merasa di sanjung, wanita itu mendelikan mata pada Aldi. Melihat ekspresi itu Aldi terkekeh karena merasa lucu. "Berikan kalung ini pada saya.""Baik, totalnya jadi tiga ratus lima puluh juga rupiah. Mau bayar cash atau debit?"Pria itu merogoh kartu hitam dari Jaz nya, kemudian memberikannya pada sang pegawai. Sedangkan Rania sejak tadi hanya bisa melotot dengan mulut yang menganga. Betapa fantastis sekali harga kalung itu. "Mas... Itu mahal banget. Aku gak mau nerima itu.""Sutt, udah gak usah komen. Anggap aja ini sebagai tanda terima kasihku, karena akhirnya dengan perlahan kamu bisa menerimaku sebagai suami."Rania menatap mata pria itu, sejujurnya ia masih bingung, antara harus dengan lap
Sepanjang malam Rania tidur hanya sebentar-sebentar, setakut itu dia jika sampai kebablasan dan tidur dalam keadaan memeluk Aldi. Alhasil, pagi ini saat bekerja ia mengantuk, sesekali menguap dan berakhir tertidur dengan beralasan tangan di meja. Nita yang baru selesai mengambil air, ia melihat Rania yang sedang terlelap. Tanpa pikir panjang ia menyiramkan airnya, membuat wanita itu langsung terbangun. "Enak banget Lo ya tidur di kantor, yang lain pada kerja.""Aku....""Kerja. Jangan makan gaji buta!"Nita tersenyum miring melihat wanita itu yang basah kuyup, kemudian kembali ke mejanya. Bukan kerja, tapi malah memainkan ponselnya.Karena basah, wanita itu memutuskan untuk pergi ke toilet, ternyata di sana ada Aldi yang juga baru keluar dari kamar mandi. Pria itu memperhatikan sang istri, ia pun bertanya kenapa bisa seperti ini. "Siapa yang lakuin ini ke kamu?""Nita." Dia sangat ingin rasa memberikan pelajaran pada perempuan itu, jika dia memberikan kesedihan pada sang suami, Ra
"Ya... takut aja. Kalau kayak waktu itu lagi, aku kan kalau tidur orangnya gak bisa diem. Di sofa aja sering jatoh kadang-kadang.""Hah, yang bener? Tuh kan... Udah, mulai sekarang, kamu tidur sama aku di ranjang. Jangan di sofa lagi.""Tapi—""Masih mau nolak?"Wanita itu mau tak mau mengalah. Ia akan pikirkan caranya nanti, biar tidak satu ranjang dengan sang suami tapi dia masih bisa tidur dengan pulas. ***Selepas bekerja, mereka kembali ke rumah. Azka sudah menunggu walaupun malam mulai larut. Anak kecil itu ingin mengobrol dulu dengan sang ayah. Ia berteriak gembira saat keduanya masuk ke rumah. Mbok Nem meminta maaf karena tidak menidurkan Azka seperti biasa, ia mengeluh bahwa Azka selalu ingin menunggu keduanya untuk pulang.Rania memaklumi, ia meminta Mbok Nem untuk istirahat lebih dulu. Malam ini ia yang akan menemani Azka tidur. Makan malam sudah tersedia, karena dingin wanita itu memanaskannya kembali. Walupun Aldi berucap tidak perlu karena takut sang istri merasa lela
"Pagi yang indah, istriku.""Hmm.""Gak mau bangun nih? Kayaknya enak banget ya tidur di pelukan aku.""Hmm?" Rania yang baru membuka mata itu mendongak, mengucek matanya dan kini terlihat jelas siapa yang berbicara. Aldi tersenyum menatap sang istri. Tangannya digenggam oleh tangan Rania yang sebelah kiri, sedangkan wajah wanita itu masih menempel di dadanya. "Apa aku bilang. Nyaman kan tidur di pelukan suamimu ini."Rania yang menyadari itu langsung menarik diri, ia merasa malu, kejadian itu terulang kembali. "Dasar modus!" umpatnya."Aku?" Aldi yang mendengar itu langsung duduk, ia mencondongkan tubuhnya kepada Rania, membuat wanita itu memundurkan tubuhnya."Kan kamu yang deketin aku duluan. Emangnya semalam gak ingat, apa yang kamu lakuin ke aku? Bahkan, seumur hidup pun aku tidak akan bisa melupakannya.""Memangnya apa yang aku lakuin?" tanya Rania cemas, sembari mengingat apa yang semalam ia lakukan. Perasaan dia tertidur pulas tanpa bangun sama sekali. "Kamu lupa atau pur
"Mmm, kita mau ke mana?""Ayo tebak. Mau ke mana?"Wanita itu menggeleng pelan."Nanti kamu juga tau."Rania mengangguk patuh. Sepanjang perjalanan ia tak banyak mengobrol. Mereka pun telah sampai di tempat yang dituju. Rania turun dengan tatapan penuh kerinduan pada tempat itu. Ia melirik pria di sampingnya yang sedang tersenyum, memberikan kode untuk ia menggandeng tangannya. Rania pun menerima tawaran itu, ia menggandengnya dan mereka memasuki area cafe yang banyak sekali kenangan di dalamnya. Mereka duduk, pria itu memesan makanan legend yang dulu selalu mereka pesan.Tak lama, pesanan itu pun datang."Nih, banana milk dengan steak ayam saus jamur. Kentangnya setengah matang, kesukaan kamu.""Kamu masih ingat?" tanya Rania. "Mana mungkin aku lupa makanan kesukaan kekasihku."Rania berdehem mendengar itu. Ia tak membenarkan apa yang dikatakan oleh pria bernama Irfan itu. "Oh, maaf. Maksudku, mantan kekasih."Rania mencoba tersenyum, ia kemudian menikmati makanan itu saat Irfan
"Mmm, kita mau ke mana?""Ayo tebak. Mau ke mana?"Wanita itu menggeleng pelan."Nanti kamu juga tau."Rania mengangguk patuh. Sepanjang perjalanan ia tak banyak mengobrol. Mereka pun telah sampai di tempat yang dituju. Rania turun dengan tatapan penuh kerinduan pada tempat itu. Ia melirik pria di sampingnya yang sedang tersenyum, memberikan kode untuk ia menggandeng tangannya. Rania pun menerima tawaran itu, ia menggandengnya dan mereka memasuki area cafe yang banyak sekali kenangan di dalamnya. Mereka duduk, pria itu memesan makanan legend yang dulu selalu mereka pesan.Tak lama, pesanan itu pun datang."Nih, banana milk dengan steak ayam saus jamur. Kentangnya setengah matang, kesukaan kamu.""Kamu masih ingat?" tanya Rania. "Mana mungkin aku lupa makanan kesukaan kekasihku."Rania berdehem mendengar itu. Ia tak membenarkan apa yang dikatakan oleh pria bernama Irfan itu. "Oh, maaf. Maksudku, mantan kekasih."Rania mencoba tersenyum, ia kemudian menikmati makanan itu saat Irfan
"Pagi yang indah, istriku.""Hmm.""Gak mau bangun nih? Kayaknya enak banget ya tidur di pelukan aku.""Hmm?" Rania yang baru membuka mata itu mendongak, mengucek matanya dan kini terlihat jelas siapa yang berbicara. Aldi tersenyum menatap sang istri. Tangannya digenggam oleh tangan Rania yang sebelah kiri, sedangkan wajah wanita itu masih menempel di dadanya. "Apa aku bilang. Nyaman kan tidur di pelukan suamimu ini."Rania yang menyadari itu langsung menarik diri, ia merasa malu, kejadian itu terulang kembali. "Dasar modus!" umpatnya."Aku?" Aldi yang mendengar itu langsung duduk, ia mencondongkan tubuhnya kepada Rania, membuat wanita itu memundurkan tubuhnya."Kan kamu yang deketin aku duluan. Emangnya semalam gak ingat, apa yang kamu lakuin ke aku? Bahkan, seumur hidup pun aku tidak akan bisa melupakannya.""Memangnya apa yang aku lakuin?" tanya Rania cemas, sembari mengingat apa yang semalam ia lakukan. Perasaan dia tertidur pulas tanpa bangun sama sekali. "Kamu lupa atau pur
"Ya... takut aja. Kalau kayak waktu itu lagi, aku kan kalau tidur orangnya gak bisa diem. Di sofa aja sering jatoh kadang-kadang.""Hah, yang bener? Tuh kan... Udah, mulai sekarang, kamu tidur sama aku di ranjang. Jangan di sofa lagi.""Tapi—""Masih mau nolak?"Wanita itu mau tak mau mengalah. Ia akan pikirkan caranya nanti, biar tidak satu ranjang dengan sang suami tapi dia masih bisa tidur dengan pulas. ***Selepas bekerja, mereka kembali ke rumah. Azka sudah menunggu walaupun malam mulai larut. Anak kecil itu ingin mengobrol dulu dengan sang ayah. Ia berteriak gembira saat keduanya masuk ke rumah. Mbok Nem meminta maaf karena tidak menidurkan Azka seperti biasa, ia mengeluh bahwa Azka selalu ingin menunggu keduanya untuk pulang.Rania memaklumi, ia meminta Mbok Nem untuk istirahat lebih dulu. Malam ini ia yang akan menemani Azka tidur. Makan malam sudah tersedia, karena dingin wanita itu memanaskannya kembali. Walupun Aldi berucap tidak perlu karena takut sang istri merasa lela
Sepanjang malam Rania tidur hanya sebentar-sebentar, setakut itu dia jika sampai kebablasan dan tidur dalam keadaan memeluk Aldi. Alhasil, pagi ini saat bekerja ia mengantuk, sesekali menguap dan berakhir tertidur dengan beralasan tangan di meja. Nita yang baru selesai mengambil air, ia melihat Rania yang sedang terlelap. Tanpa pikir panjang ia menyiramkan airnya, membuat wanita itu langsung terbangun. "Enak banget Lo ya tidur di kantor, yang lain pada kerja.""Aku....""Kerja. Jangan makan gaji buta!"Nita tersenyum miring melihat wanita itu yang basah kuyup, kemudian kembali ke mejanya. Bukan kerja, tapi malah memainkan ponselnya.Karena basah, wanita itu memutuskan untuk pergi ke toilet, ternyata di sana ada Aldi yang juga baru keluar dari kamar mandi. Pria itu memperhatikan sang istri, ia pun bertanya kenapa bisa seperti ini. "Siapa yang lakuin ini ke kamu?""Nita." Dia sangat ingin rasa memberikan pelajaran pada perempuan itu, jika dia memberikan kesedihan pada sang suami, Ra
Setelah pegawai memberikannya, pria itu membantu Rania untuk memakainya. Ia menatap dengan dalam, sungguh cantik sekali istrinya itu mengenakan kalungnya. "Cantik sekali."Perkataan Aldi membuat Rania memalingkan wajah. Entah mengapa ia merasa malu dipuji seperti itu. "Kalungnya."Tak jadi merasa di sanjung, wanita itu mendelikan mata pada Aldi. Melihat ekspresi itu Aldi terkekeh karena merasa lucu. "Berikan kalung ini pada saya.""Baik, totalnya jadi tiga ratus lima puluh juga rupiah. Mau bayar cash atau debit?"Pria itu merogoh kartu hitam dari Jaz nya, kemudian memberikannya pada sang pegawai. Sedangkan Rania sejak tadi hanya bisa melotot dengan mulut yang menganga. Betapa fantastis sekali harga kalung itu. "Mas... Itu mahal banget. Aku gak mau nerima itu.""Sutt, udah gak usah komen. Anggap aja ini sebagai tanda terima kasihku, karena akhirnya dengan perlahan kamu bisa menerimaku sebagai suami."Rania menatap mata pria itu, sejujurnya ia masih bingung, antara harus dengan lap
"Hatiku sakit melihat dia menangis, aku gak bisa seperti ini terus...."Wanita itu memeluk erat sang suami, air matanya mengalir dengan deras. Baru ia sadari bahwa Aldi memanglah sangat menyayangi Azka seperti Andika menyayanginya. Wanita itu merasa sangat bersalah karena berniat ingin menjauhkan mereka berdua. Padahal Azka adalah hidup Aldi, dan Aldi adalah kebahagiaan bagi Azka. Wanita itu merelaikan pelukan, ia mengakup kedua wajah sang suami, kemudian mengusap air matanya."Maafkan aku, Mas. Aku gak tau kalau kasih sayangmu pada Azka sedalam ini. Mulai sekarang, Azka anakmu, tolong rawat dia dengan baik untukku dan Mas Andika, anggap dia sebagai anakmu sendiri. Jangan pernah kecewakan dia."Aldi mengusap tangan istrinya itu, ia kemudian berkata, "Beneran, Ran?" Pelan ia berbicara. Wanita itu mengangguk, Aldi langsung memeluknya dengan erat, berkali-kali berterimakasih karena telah mengizinkan dia untuk dekat dengan Azka setelah beberapa hari ia menahan sakit di hatinya karena m
Sedangkan Aldi mengelus rambut wanita itu agar ia lebih tenang. Tak lama dia mendengar dengkuran halus, Rania sudah terlelap kembali. Dengan hati-hati ia membaringkannya, kemudian ia pun tidur sembari memeluk sang istri.Pagi telah tiba, keduanya kini sedang menikmati sarapan bersama. Azka yang sedari tadi mengoceh pada Aldi, tapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya, bahkan nampak dingin padanya. Azka mengadu pada sang ibu, kenapa pria yang dulu ia kenal baik dan sangat penyayang, sekarang bahkan untuk sekedar berbicara dengannya saja seperti tidak mau."Aku punya salah apa, Ayah. Apa kesalahanku karena memanggilmu ayah?" tanyanya, dengan raut wajah yang sedih.Aldi yang tak kuasa melihat itu, ia pergi begitu saja ke kamarnya, membuat Azka menangis menatap kepergiannya. "Bunda...." Anak itu menatap sang ibu, Rania memejamkan mata dan mengatur napasnya. Ini sungguh sangat sulit.Wanita itu mendekat, ia memeluk sang anak erat. Kemudian berkata, "Mungkin ayah hanya capek, tolong d
"Pernah. Tapi sekarang kita udah putus, karena dia hamil sama pria lain."Rania sontak melirik, ia kemudian berpikir sepertinya Aldi salah sangka pada Diki. "Kok bisa, ya? Maksudnya, pacaran sama kamu kok bisa tidur sama pria lain.""Entahlah, aku juga bingung. Padahal kita udah lama pacaran, bahkan hampir aja ke jenjang serius. Mungkin bukan takdirnya aja."Rania mengangguk. Ia semakin yakin bahwa Diki adalah lelaki yang baik. Wanita itu sedikit lega sekarang. Kalau dilihat dari penampilannya juga, Diki nampak sopan sekali. Alun-alun sudah di depan mata, wanita itu turun dengan mata yang berbinar. Sangat ramai di sana, banyak sekali makanan dan juga wahana bermain. "Rame kan?" tanya Diki, yang melihat Rania sibuk memperhatikan tukang makanan."Iya, makasih ya udah bawa aku ke sini."Diki tersenyum miring, ia membawa wanita itu untuk duduk dan menikmati makan. Dia kemudian menyodorkan secangkir minuman pada Rania, karena haus wanita itu langsung meneguknya sampai tandas.Diki menat
Pagi sekali, Rania terbangun, dia menatap sekeliling, Aldi sudah tidak ada di sofa. Dengan cepat wanita itu duduk dan memastikan, memang benar Aldi sudah tidak ada. Pintu kamar mandi pun terbuka, tidak mungkin pria itu ada di sana. "Jangan-jangan dia keluar ninggalin aku sendirian di sini. Dih, dasar pria menjengkelkan—"Pintu terbuka, membuat Rania seketika menatapnya. Ternyata Aldi baru keluar untuk membelikan pembalut. Semalam, saat pria itu ingin ke kamar mandi. Diam-diam ia menatap wajah sang istri yang sedang terlelap. Namun, pria itu gagal fokus saat melihat bercak darah yang ada di seprei. Saat dilihat lagi, ternyata di rok yang Rania kenakan juga ada. Pria itu mengangguk dan pergi ke kamar mandi. "Kamu udah bangun?"Rania menarik selimut dengan wajah yang masam. "Nih, ganti baju dan pakai ini. Lama-lama seprei habis merah oleh darahmu.""Hah?" Rania panik, dia langsung turun dari ranjang dan melihatnya, benar saja, banyak bercak darah di sana. "Kan? Sana."Tanpa pikir pa