"Mas!" panggil Mona kala membuka pintu lalu terlihat Arka yang terlelap di kasur. "Ternyata lagi tidur, mendingan tidurin Ghibran dulu deh," gumam Mona pelan lalu menutup pintu dan menaruh Ghibran di box bayi.Senyuman bahagia terukir kala melihat wajah menawan sang buah hati. Ia membelai sayang pipi gembul anaknya. Lalu bergegas memilih membersihkan badan terlebih dahulu ke bilik mandi. Suara gemercik air terdengar, menandakan Mona tengah membersihkan diri. Arka terbangun ia memandang pintu kamar mandi. Senyum kecil terukir kala mendengar istrinya tengah bersenandung."Kebiasaan banget kalau mandi selalu nyanyi," gumam Arka pelan, lalu meraih hanphone dan menyeringai kala membaca deretan pesan dari Mona.Arka lekas pura-pura masih terlelap kala melihat pintu bilik mandi terbuka. Mona dengan santai mengambil pakaian lalu memakainya di kamar. Ia dengan santai melakukan itu karna dia pikir sang suami masih tidur. Sedangkan Arka membuka matanya perlahan hendak mengintip aktifitas Mona,
"Gak papa tega, yang penting kamu aman gak digangguin dia lagi. Lagian Mas membiayai ini itu sebelum ia menikah dengan suaminya," lontar Arka membuat Mona terdiam. "Maaf, Mas," kata itu yang keluar dari bibir Mona membuat Arka menghela napas lalu tersenyum dan mengangguk. "Ya udah, mendingan sekarang kita makan aja," ajak Arka menarik lengan Mona lalu duduk di kursi dan memerintahkan agar sang istri yang memasak. "Mama, Gaia juga laper. Buatin juga ya, kangen masakan Mama," pekik Gaia lalu ikut duduk disamping Papanya, membuat Arka menoleh lalu mengacak-acak rambut Gaia. "Hayooo ... ikut-ikutan aja," ucap Arka lalu disambut tawa Gaia. "Biarin dong Pah, aku kan juga kangen," celetuk Gaia dibalas anggukan Arka membenarkannya. "Kalian ini," sembur Mona menggelengkan kepala melihat suami dan anaknya."Ayo Mah! Buatin kami makanan yang enak," pinta keduanya kompak membuat Mona terkekeh lalu mengangguk dan mulai sibuk memasak sesuatu. Kala masakan hendak selesai, Dara tergopoh-gopoh
"Apaan sih, Mas! Gibran masih kecil tau! Main bikin-bikin lagi aja, dikira ngelahirin gampang," sembur Mona lalu menyerang suaminya dan Arka tertawa mendapatkan serangan itu."Haha, ampun ... Sayang, iya-iya maaf," ujar Arka berusaha menahan serangan istrinya."Gak dikasih ampun, kamunya nyebelin! Biar jera!" balas Mona, seraya mengejar suaminya yang berlari.Mereka terus tertawa bahagia, keduanya memilih berbaring di ranjang karena lelah. Mona membaringkan kepalanya di dada sang suami, sedangkan Arka mengelus rambut Mona."Mas, aku sayang kamu," lontar Mona membuat Arka memandang sang istri dengan tatapan heran."Gak biasanya kamu ngomong gitu, ada apa?" tanya Arka membuat Mona memberengut lalu memilih duduk lagi."Gak ada apa-apa, Mas! Aku cuma lagi pengen ngomong gitu aja. Bukannya dijawab malah nanya gitu, ih ... kesel tau," cerocos Mona menatap kesal Arka membuat lelaki itu menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu terkekeh. "Kamu ini dikit-dikit marah, apa lagi kedatangan tamu,"
"Astagfirullah, aku kaget." Gerakan bibir Dara mengucapkan kata itu, walau tak mengeluarkan suara apapun.(Ada apa, Mon?) Dara menyodorkan sebuah kertas pada Mona. Sebagai pertanyaan karena wanita itu memanggilnya. Mona mengembuskan napas lagi, dia menarik lengan Dara agar ikut duduk di kursi."Aku hanya ingin ngasih tau ke kamu," lontar Mona membuat Dara mengeryitkan alis dan memandang bingung sang teman."Kamu boleh memasuki ruangan mana pun, kecuali kamarku dan Mas Arka. Yang kemarin aku maafkan karna aku lupa kasih tau kamu larangan itu," lanjut Mona membuat Dara terdiam lalu membalas tatapan Mona."Kamu paham, kan," kata Mona lagi karena Dara masih terus diam. (Memangnya kenapa? Aku selama ini selalu memasuki kamarmu saat ada kamu. Kamu tidak pernah melarangku, kan. Lalu setelah aku masuk saat ada Mas Arka kamu langsung memberikan larangan itu. Kamu cemburu? Aku hanya seorang wanita yang tak bisa bicara dan bahkan sudah tak suci lagi, lalu apa yang kamu khawatirkan?) Dara lang
"Mas, kok ada disini?" lontar Aurel kala membuka mata ia melihat suaminya tengah menatap dia sambil berbaring miring ke arahnya."Kamu kok kaget Mas ada di sini, kan Mas udah janji bakal anterin kamu cek kandungan," balas Kean seraya menyodorkan air putih kala sang istri bangkit untuk duduk."Iya sih, aku seneng banget Mas bisa antar aku cek kandungan. Tapi ...," ujar Aurel pelan ia memandang suaminya dengan pandangan heran."Udah gak usah mikirin macem-macem, yang penting Mas bisa antar kamu. Udah ayo siap-siap," tutur Kean lalu dibalas anggukan Aurel, wanita itu memasuki bilik mandi untuk membersihkan diri.Kean pergi ke dapur, ia membuatkan susu ibu hamil dan kopi untuknya. Pria itu ingin minuman favorit terlebih dahulu sebelum berpergian. Aurel keluar dari kamar dan mendekati sang suami kala melihat Kean tengah bersantai sambil menonton televisi dan meneguk kopi."Mas! Katanya mau pergi cek kandungan," lontar Aurel membuat Kean sedikit tersentak lalu menoleh mandang istrinya. "Iy
"Aduh ... pantatku," pekik Kean kala bokongnya mendarat ke lantai.Aurel terkejut, wanita itu berjongkok memandang khawatir suaminya. "Mas, kamu gak papa, kan," lontar Aurel ia terus melihat Kean tanpa niat membantu agar lelaki itu bangkit."Haduh ... Gak papa gimana, ini pantatku sakit, Sayang. Bisa tepos nih," keluh Kean membuat Aurel tersenyum geli. "Udah jangan lebay cuma segitu aja, dari pada aku yang jatoh nanti anak kita kenapa-kenapa," tutur Aurel tanpa rasa bersalah, membuat Mona mempautkan bibirnya tetapi mengangguk mengiyakan."Jangan diliatin doang dong, kamu bantu juga Mas berdiri," gerundel Kean membuat Aurel terkekeh lalu wanita itu mencoba membantu suaminya agar berdiri."Duh kayanya kudu dipijitin plus-plus di kamar nih biar sembuh," ujar Kean membuat Aurel melotot lalu wanita itu memukul bokong suaminya."Awhhh, sakit, Sayang! Kok dipukul sih," keluh Kean mengusap bokongnya yang masih sakit malah ditambahin nyeri lagi oleh istrinya."Masnya aja rese! Kita jangan ter
"Jangan lupa antar aku ya," pinta Gaia, gadis itu memandang Mama dan Papanya secara bergantian."Tenang aja, Bos kecil. Nanti kaya kata Mamamu pulangnya dijemput Atha," ucap Arka yang diacungi jempol oleh Gaia. "Siap, Pah, sekalian nanti habis Papa ngantor kita jalan-jalan yuk!" ajak Gaia lagi yang membuat Arka terdiam sebentar karna memikirkan jadwalnya hari ini. "Yah ... kayanya hari libur aja ya, Sayang. Soalnya Papa lagi sibuk banget di kantor," balas Arka membuat Gaia mengerucutkan bibirnya lalu mengangguk tanda mengiyakan. "Ya udah kalau gitu kita langsung makan aja, nanti telat lho," tutur Mona yang dibalas suami dan anaknya, mereka langsung melahap hidangan diatas meja. "Aku udah deh, Mah, oh iya Mbak Dara kalau buat makan aku siapin salad aja ya," lontar Gaia membuat Arka dan Mona menghentikan makannya lalu memandang sang anak dengan dahi mengeryit."Eh kok dikit banget, Sayang. Dan ngapain request buat makan cuma salad aja, yang bener aja deh, Gaia. Kamu nanti kurus lho
"Apa, Mah?" sahut Gaia pelan, membuat Mona semakin merasa bersalah biasanya bawaan Gaia sangat ceria. "Maafin Mama soal tadi, ya. Mama, gak maksud bentak kamu, Mama hanya khawatir sama kamu," lontar Mona lembut, ia memandang anaknya dengan tatapan berkaca-kaca."Mama, udah jangan nangis. Gaia gak papa, kok. Gaia udah maafin, Mama," seru Gaia ia menarik tangannya dari genggaman Mona lalu mengusap wajah sang Mama yang menitihkan air mata. "Mama bener-bener ngerasa bersalah, Sayang, Mama udah bentak kamu," ungkap Mona yang dibalas ulasan senyum oleh Gaia. "Gak papa, Mah, Gaia paham kok, Mama gitu buat kebaikan Gaia juga. Udah jangan nangis, Gaia sayang banget sama Mama," ujar Gaia lalu memeluk tubuh Mamanya."Udah ah, jangan mellow gini. Mendingan kita berangkat aja," tutur Mona yang balas anggukan Gaia."Mas, ayo kita berangkat! Sini Ghibrannya," pinta Mona yang dibalas anggukan sang suami, lalu lelaki itu memberikan Ghibran lalu memasuki mobil dan melajukan kendaraan roda empat ter
Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran."Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan Ghibr
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k
Annisa yang membaca itu langsung berjongkok, ia memegang lengan Dara."Aku mohon, Dara. Jangan buat aku dipecat oleh Tuan Arka, kalau aku gak kerja bagaimana nanti ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara menepis pegangan tangan wanita itu. Terlihat Dara menghela napas lalu mengetik sesuatu. [Berdiri! Kamu membuat aku seperti orang jahat.]Annisa menggeleng kala Dara menyodorkan handphone agar ia membacanya. Dara mengepalkan tangan lalu mengetik sesuatu lagi. [Iya-iya aku gak bakal lapor, ayo cepat bangun! Bikin malu aja.] Setelah membaca ketikan itu, Annisa langsung mengulas senyum. Ia bangkit dan menghapus jejak air mata. "Jangan pulang dulu, Dara. Kita jalan-jalan, udah lama bukan gak jalan-jalan gini," celetuk Annisa. Dara yang mendengar itu memandang Annisa. "Emang gak bosen di rumah terus," lanjut Annisa. Dara mengangguk mengiyakan, ia langsung mengecek saldonya dan mengulas senyum. Bergegas melangkah diikuti Annisa. Wanita itu langsung memesan taksi, Annisa yang melihat i
"Kamu mau coba-coba bohongin aku, ya!" omel Mona pelan.Tangan wanita itu bergerak mencubit pinggang sang suami. Membuat Arka mengaduh, sedangkan Gaia menutup mulut agar tidak menertawakan Papanya. "Aku gak bohongin kamu, kok. Kamu, kan yang ngomong sendiri," sahut Arka. Arka membela dirinya, sedangkan Atha yang melihat adegan itu hanya tersenyum kecil. Ia mengajak Gaia untuk berkeliling dan meninggalkan sepasang suami istri ini. Mona hanya melirik kesal Arka, ia langsung melangkah pergi kala Dewi memanggil. "Iya, Dew. Sebentar," sahut Mona. Kala melangkah pergi, Mona menjulurkan lidah meledek sang suami. Sedangkan Arka hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu."Istriku, istriku. Kenapa semakin kesini semakin menggemaskan sih," gumam Arka.Lelaki itu akhirnya melangkah untuk melihat-lihat keadaan."Semoga Dara sadar deh, dan tau diri. Dia masih aja ngejar-ngejar suami temannya sendiri, padahal Mona begitu baik sama dia," batin Arka berseru.Sedangkan Atha dan Gaia, mereka te
"Ayo Dara," ajak Annisa. Dara yang mendengarnya melengos, ia langsung melangkah meninggalkan Annisa. "Kita mau ke mana kira-kira, Dara?" tanya Annisa. Dara melirik kesal Annisa. Ia menghentikan langkahnya lalu mengetik sesuatu. [Kamu berisik, banget! Kita cari tukang bubur kacang hijau.]Annisa memutarkan bola mata, dan mengangguk. Mereka berjalan menuju tempat yang biasa Dara membeli.Sesampai di sana, keduanya langsung memesan kala sampai."Dara, kamu bawa uang gak? Aku kelupaan bawa dompet nih, soalnya," ucap Annisa. Dara membulatkan matanya kala mendengar ucapan Annisa. Ia langsung mengambil ponsel untuk meminta uang pada Arka. Kala melihat benda pipih itu, bertepatan suara notifikasi pesan masuk.[Aku sudah meminta Mas Arka mengirim uang ke akun dana, kamu. Cek deh,] Wanita tersebut langsung memanyunkan bibirnya, ia lekas mengecek aplikasi yang disebutkan Mona. Terlihat dia menghela napas, dan menaruh ponselnya ke saku."Huh ... padahal tadi kesempatan aku mengirim pesan sa