"Ayah, sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan Preston untuk sementara waktu."Livy berinisiatif merangkul lengan Preston, lalu menunjukkan senyuman malu-malu. "Tentang cucu, aku ingin menundanya sebentar. Lagian, aku masih muda. Kalau punya anak sekarang, pekerjaanku juga akan sulit diatur.""Baik, baik. Aku tahu anak muda pasti punya pemikiran sendiri." Tristan menghela napas pelan, lalu kembali ke topik awal. "Tapi Livy, kamu sudah berlatih di departemen bisnis selama beberapa bulan. Sudah waktunya kamu kembali. Jangan terlalu lama di sana, bisa merusak kesehatanmu.""Baik, Ayah."Setelah berbincang sebentar lagi dengan Tristan, Livy mulai merasa tidak tahan. Mungkin efek obat penghilang rasa sakitnya sudah hilang, jadi tubuhnya kembali terasa nyeri. Bahkan, napasnya juga mulai semakin berat."Ada apa dengan Livy?" Tristan adalah orang pertama yang menyadari ada yang tidak beres dengan Livy.Livy menggeleng, mengepalkan tangannya erat-erat, berusaha keras menenangkan d
Saat ini, di dalam kamar tidur, Livy sedang menahan rasa sakit yang menyiksa. Air dingin di dalam bak mandi sudah membasahi tubuhnya, tetapi panas di dalam tetap membakar, membuatnya semakin tidak nyaman.Rasanya seperti ada ribuan serangga yang menggigit dari dalam dadanya, menyebar perlahan, hingga dia hanya bisa mencengkeram telapak tangannya sendiri, bahkan sampai berdarah.Saat kepalanya mulai terasa pusing, tiba-tiba pintu kamar mandi didorong dengan keras dari luar. Suara rendah dan penuh amarah pun terdengar. "Livy, kamu sudah nggak sayang nyawa?"Detik berikutnya, tubuhnya langsung diangkat dari bak mandi oleh Preston. Rasa dingin yang menyelimuti seketika menghilang, digantikan dengan kehangatan tubuh pria itu yang begitu membara.Livy dilempar kasar ke atas tempat tidur yang empuk, lalu tubuh Preston langsung menindihnya dengan kuat."Pak ... Preston ...." Begitu Livy membuka mulut, dia sendiri terkejut dengan suara lembut dan menggoda yang dikeluarkan.Mungkin karena ini su
"Pak Preston ...."Mata Livy sedikit memerah. Dia mengambil inisiatif untuk mencium bibir tipis pria yang begitu dekat dengannya.Dengan tangan gemetar, dia menanggalkan setiap helai pakaian Preston, lalu tak kuasa menggigit bahu lebar pria itu dengan lembut. Air matanya mengenai tubuh Preston."Kalau kamu nggak peduli dan nggak menyukaiku, kenapa memperlakukanku dengan begitu baik? Kalau ini terus berlanjut, aku mungkin nggak akan bisa mengendalikan diriku ...."Bagaimana mungkin dia tak tergoda oleh pria sehebat ini? Namun, bagi Livy, Preston adalah jurang yang dalam.Dia tidak boleh jatuh ke dalamnya. Namun, pada saat yang sama, dia juga tidak bisa mengendalikan perasaannya terhadap pria itu."Nggak bisa mengendalikan apa?" Preston mencengkeram pinggangnya dengan erat.Angin dari luar meniup tirai jendela besar. Di ranjang yang luas itu, dua tubuh terjalin erat dalam keintiman ....Saat Livy terbangun lagi, tubuhnya terasa begitu lemah hingga menggerakkan satu jari saja terasa seper
Ekspresi Preston jelas melunak setelah mendengar perkataan Livy. "Bagus kalau kamu mengerti."Preston menarik Livy untuk duduk kembali di sofa, lalu menoleh ke arah Tristan dan berkata, "Ayah, Livy sudah bilang aku nggak membutuhkannya. Jadi, sup ini bisa kamu singkirkan, 'kan?"Hanya semangkuk sup ayam, 'kan? Kenapa reaksi Preston begitu berlebihan?Ketika Livy mengikuti Preston memandang mangkuk di samping papan catur, dia sontak memahami mengapa pria itu begitu menolak.Itu sama sekali bukan sup ayam! Warnanya hitam, dengan beberapa potongan kulit ayam hitam yang mengambang di atasnya, persis seperti makanan eksperimen yang gagal!Jika diminum, bukannya menambah energi, justru mungkin bisa membunuhnya!"Ya sudah kalau nggak mau minum, bukan aku yang akan merasakan akibatnya nanti." Tristan mendengus, lalu melirik Preston dengan kesal sebelum berdecak. "Pergi sana! Setiap kali main catur kamu selalu begitu kejam, bahkan nggak memberi kesempatan pada ayahmu sendiri. Aku ingin main cat
Saat itu, neneknya sudah sangat kesulitan membiayai pendidikannya. Tidak ada uang lebih untuk mengikuti kelas minat dan bakat.Namun, Livy tidak pernah iri pada orang lain. Yang ada di pikirannya hanyalah belajar dengan giat, masuk universitas yang bagus, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan membalas budi neneknya dengan kehidupan yang lebih baik. Namun ...."Nggak perlu, akhir-akhir ini aku sibuk dengan pekerjaan." Livy menolak dengan halus."Baiklah." Sylvia juga tidak terlalu memedulikan penolakannya. Kemudian, dia mengambil bidak putih, tetapi Tristan tiba-tiba melambaikan tangannya."Aku sudah tua, baru ngobrol sebentar saja rasanya sudah lelah. Sylvia, aku terima hadiahmu. Sampaikan kepada kakekmu kalau aku pasti datang ke pesta ulang tahunnya minggu depan."Wajah Sylvia sontak menegang. Tristan menyuruhnya pergi? Dasar tua bangka! Meskipun Tristan tidak terang-terangan menunjukkan kekesalannya, Sylvia tetap bisa merasakan pria tua ini tidak menyukainya!Padahal, dia menyambut wa
Saat Preston kembali ke rumah, Livy sudah tak terlihat.Yang tersisa hanyalah Tristan yang duduk dengan wajah penuh kekesalan. Dia mendengus pelan. "Masih tahu jalan pulang? Aku pikir jiwamu sudah sepenuhnya terpikat oleh gadis itu!"Preston mengerutkan kening, menatap Tristan dengan tidak setuju, lalu menjelaskan, "Ayah, hubunganku dengan Sylvia nggak seperti yang kamu pikirkan.""Aku ini belum buta! Sylvia itu jelas menyukaimu. Aku sudah berkali-kali mengingatkan, kalau kamu nggak tertarik, jangan memberi harapan! Kamu malah bersikap baik padanya. Dulu mungkin nggak masalah, tapi sekarang kamu sudah punya istri! Kenapa kamu masih nggak tahu batasan?"Wajah Tristan penuh kekecewaan. Anaknya ini memang sempurna dalam banyak hal, mewarisi gen baik darinya, tampan dan sangat berbakat. Namun, justru karena itu, dia selalu menarik perhatian wanita di mana-mana.Yang lebih parah, Preston tidak menyadari apa pun dan memberi celah untuk kesalahpahaman."Ayah, Sylvia pernah menyelamatkan hidup
"Mengadu apa?" Livy tertegun. Dia hanya merasa bahwa Preston pasti salah paham lagi."Aku nggak tahu apa yang kamu salah pahami kali ini, tapi aku sama sekali nggak mengatakan apa pun pada Ayah. Kalau kamu nggak percaya, ada rekaman di ruang tamu. Kamu bisa memeriksanya!"Meskipun Livy sudah terbiasa dengan kenyataan bahwa Preston sering salah paham padanya, saat mengatakan ini, dia tetap ingin menangis.Matanya memerah, tetapi dia tetap menatap Preston dengan keras kepala. Bibir merahnya sedikit bergetar, lalu air mata mulai jatuh.Melihat itu, Preston merasa gusar. Dengan kesal, dia menghapus air mata di sudut mata Livy dan menggerutu, "Kenapa kamu cengeng sekali? Kamu ini terbuat dari air atau apa?""Bukan begitu." Livy menggeleng dengan cepat, tetapi wajahnya masih ditahan oleh tangan Preston. Jari-jari kasar pria itu menyapu sudut matanya."Kamu yang selalu salah paham padaku." Suaranya terisak karena menangis. Dia terdengar seperti kelinci kecil yang sedang ditindas, membuat siap
Setelah diam-diam melirik Preston, Livy meneguk habis dua gelas air dingin dan mengganti filmnya dengan tegas.Preston langsung menatap Livy dan berkata, "Kenapa? Filmnya masih belum berakhir."Livy berkata dengan canggung, "Aku tiba-tiba nggak ingin menontonnya lagi. Sayang, bagaimana kalau kita jalan-jalan di luar?"Saat ini, cuaca di luar sangat dingin. Livy tidak percaya sisa obat yang terakhir ini akan membuatnya terangsang lagi setelah terkena angin dingin.Namun, begitu mendengar perkataan itu, Preston langsung menatap Livy dengan ambigu. "Sepertinya semalam kamu masih belum lelah, jadi sekarang masih punya tenaga untuk jalan-jalan."Livy berpikir bagaimana mungkin dan secara refleks menggigil. Meskipun Preston tidak lelah setelah berhubungan selama dua hari berturut-turut, kakinya sudah gemetar. Namun, justru karena begitu, dia baru merasa tubuhnya tidak kuat dan ingin jalan-jalan di luar. "Aku hanya merasa terlalu pengap di rumah. Sayang, bagaimana kalau aku pergi jalan-jalan
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge