"Sayang, sikapku tadi pagi memang buruk. Aku tahu kamu cuma khawatir sama aku, tapi aku malah nggak tahu berterima kasih. Jangan marah lagi, ya?"Livy mengejar Preston setengah berlari dan dengan susah payah berhasil menggenggam tangannya.Mendengar permintaan maafnya yang tulus, Preston akhirnya berhenti. Dia berbalik, menatapnya dengan dingin, dan berkata dengan suara datar, "Aku nggak marah. Memang begini sifatku.""Livy, kamu nggak perlu peduli sama aku. Kalau kamu merasa terganggu, anggap saja aku ini nggak ada."Hah?!Livy terpaku di tempat. Apa maksudnya menganggap Preston tidak ada?!Seorang pria dengan kehadiran sekuat dirinya, mana mungkin dia bisa dianggap tidak ada?! Tidak mungkin. Jelas sekali nada bicaranya terdengar tidak senang.Livy panik dan mencoba kembali membujuknya, "Sayang, bukan itu maksudku ...."Namun, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Preston sudah menepis tangannya dan masuk ke dalam mobil. Dia pergi, meninggalkan Livy yang masih tertegun di tempa
Livy masih mencoba memastikan jumlah bonusnya, tetapi Ivana sudah mendekat dan tampak terkejut bukan main. "Satu juta? Astaga, bonus kehadiran penuhkku saja 1,6 juta! Ini sama saja kayak mengusir pengemis!"Livy juga merasa ada yang tidak beres. Dia bahkan tidak bisa memercayainya. "Mungkin bagian keuangan salah transfer. Aku akan pergi ke sana dan menanyakannya langsung."Tanpa membuang waktu, Livy segera menuju bagian keuangan. Namun, jawaban dari bagian keuangan sangat jelas. "Bonus proyek ini sudah ditransfer dengan benar. Tidak ada kesalahan."Melihat Livy masih kebingungan, salah satu staf keuangan berbaik hati memberi petunjuk. "Bu Livy, bonus proyek ini dikirimkan ke kepala departemen Anda terlebih dahulu. Lalu, kepala departemen yang membagikannya kepada tim."Kami hanya mentransfer dana sesuai jumlah yang dilaporkan oleh kepala departemen Anda. Kalau masih ada pertanyaan, silakan tanyakan langsung ke kepala departemen Anda."Kepala departemen?Saat ini, posisi Direktur Sekret
Livy menoleh dengan bingung. Dia melihat Ivana sedang memeriksa kemasan produk perawatan kulit dengan sangat hati-hati. Lalu, Ivana menunjuk dua huruf pada kemasan tersebut."Livy, suamiku pernah membelikan produk ini saat ada diskon besar-besaran. Seharusnya, huruf 'L' dan 'A' di logo ini saling menyambung. Tapi lihat ini. Di sini justru terpisah dan bagian ini tampak miring. Ini jelas barang palsu!"Livy memandang lebih dekat. Namun, dia tidak bisa melihat perbedaannya. Dia memang tidak terlalu sering memakai produk kecantikan mewah. Namun, Ivana sangat paham tentang skincare.Jika Ivana bilang ini barang palsu, berarti itu pasti benar."Apa maksudnya ini? Memberikanmu barang palsu? Ini produk yang dipakai di wajah! Bagaimana kalau kulitmu rusak?"Ivana semakin marah dan khawatir. "Livy, jangan pakai ini! Langsung buang saja!"Livy mengangguk. "Baik, aku mengerti." Namun, pikirannya tidak bisa fokus bekerja.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Panggilan itu dari Bendy."Livy, Pak Presto
"Ah?"Livy benar-benar tidak mengerti. Tadi mereka masih membicarakan hal lain, kenapa tiba-tiba berubah menjadi ini?Preston bahkan berkata akan berusaha tidak mudah marah. Tapi ... mana mungkin pria ini tidak cepat marah?Dia tidak berani membantah atau menolak, jadi hanya bisa mengangguk patuh dan menjawab seadanya. Namun, pikirannya semakin kacau. Tiba-tiba, dia kembali teringat tentang Sherly.Setelah yakin bahwa Sherly memang sengaja menargetkannya, hati Livy dipenuhi dengan amarah, frustrasi, dan rasa tak berdaya. Bagaimanapun juga, Sherly memang benar dalam satu hal.Sekarang dia adalah atasan, dan tidak peduli seberapa besar Livy merasa diperlakukan tidak adil, dia hanya bisa menahannya. Namun ... bukankah Livy juga punya seseorang untuk diandalkan?Perlahan, tatapannya mengarah ke Preston yang duduk di sampingnya. Setelah ragu-ragu beberapa saat, dia akhirnya bertanya dengan hati-hati, "Pak Preston, kalau ada karyawan di perusahaan Anda yang bermasalah dengan rekan kerja mere
Livy menggelengkan kepala, sedikit ragu-ragu saat menjawab, "Pak Preston sangat sibuk setiap hari, kurasa dia nggak punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini.""Jadi ... kita cuma bisa diam saja menerima ini?"Ivana tampak tidak terima, matanya penuh dengan kekesalan saat berkata, "Kamu sudah bekerja keras selama ini dan cuma dihargai sejuta? Bu Sherly benar-benar keterlaluan! Awalnya aku pikir dia cukup baik, tapi ternyata dia pencemburu sekali!"Livy terdiam sejenak. Dia merasa ini bukan sekadar masalah iri hati.Perasaan aneh yang dia rasakan semakin kuat. Seolah-olah Sherly menargetkannya bukan hanya karena iri, tetapi juga karena alasan lain yang tidak bisa dia jelaskan. Jika dia benar-benar ingin menyingkirkan Sherly, hanya mengandalkan masalah bonus proyek ini tidak cukup.Bagaimanapun juga, meskipun tindakan Sherly tidak etis, dia tetap mengikuti prosedur formal. Jadi, Livy tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menindaknya. Merasa frustrasi, Livy hanya bisa memfokuskan dir
Tatapan Preston sedikit melunak, alisnya pun tampak lebih rileks. Lalu, dengan nada tenang, dia berkata, "Livy, aku kaya, tampan, dan selain temperamenku, aku bisa memberimu semua yang kamu inginkan.""Dalam pernikahan, pasangan seharusnya saling memahami. Lagi pula, aku nggak merasa sering marah. Kebanyakan waktu, itu karena kamu yang melakukan kesalahan."Hah?Livy semakin bingung.Bukankah tadi Preston ingin menceraikannya? Menghubungkan sikapnya tadi malam dan hari ini, sebuah pemikiran yang sulit dipercaya muncul di benaknya.Livy menatap Preston dengan ragu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kamu bersikap baik padaku hari ini karena aku bilang kamu mudah marah?"Tidak mungkin! Jadi, semua yang Preston lakukan adalah ... cara halus untuk menenangkannya?"Jadi, menurutmu aku benar-benar pemarah?" Preston menjepit sepotong daging panggang ke dalam mangkuknya, matanya menatapnya dengan tajam.Ini pertanyaan yang menentukan antara hidup atau mati.Livy buru-buru menggeleng. "S
Charlene masih terus bergosip, "Ngomong-ngomong, Preston sudah nggak muda lagi, ya? Terus katanya dulu juga nggak pernah dekat sama cewek, nggak ada gosip macam-macam. Jangan-jangan dia nggak ada tenaga di ranjang? Kalau kamu ngerasa kurang, aku tahu nih ada obat yang ....""Nggak perlu, Charlene!"Livy buru-buru memotong, mencengkeram ponsel erat-erat, lalu menurunkan suaranya, "Dia di bagian itu sangat kuat.""Apa?"Suaranya terlalu kecil, Charlene di seberang sana tidak mendengarnya dengan jelas. "Maksudmu kamu masih mau? Atau jangan-jangan dia nggak bisa?""Bukan!" Livy hampir melonjak, suaranya langsung meninggi, "Preston sangat kuat, dia nggak butuh obat sama sekali!""Ohh ...." Charlene menarik nadanya dengan panjang, jelas sekali dia sedang menggoda.Livy benar-benar malu. Dia buru-buru mengganti topik. Setelah mengobrol tentang beberapa gosip ringan, akhirnya dia menutup telepon.Setelah merasa cukup berendam, Livy mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia melirik pakaian tidur
Sebagai seorang sekretaris, bagaimana caranya menggoda atasan yang merupakan seorang presdir? Langsung tidur dengannya. Itulah yang dilakukan oleh Livy Pratama.Saat ini, keningnya dibasahi keringat, rambut hitam panjangnya terurai di bahu, dan telapak tangannya menempel di dinding .... Tubuhnya bergetar dan kedua kakinya terasa sangat lemas hingga tak bisa berdiri tegak.Dia hampir terjatuh, tetapi Preston Sandiaga buru-buru menangkapnya dan melemparkannya ke atas ranjang. Livy merasakan ranjang itu tenggelam dan tak lama kemudian, dia harus menghadapi babak baru yang penuh gairah.Livy tidak menyangka semuanya akan berjalan begitu lancar malam ini.Mereka sedang dalam perjalanan bisnis saat ini dan keduanya menginap di hotel yang sama. Livy merasa agak mabuk setelah jamuan makan malam tadi, sehingga dia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Preston.Preston membuka pintu kamar dan melihatnya. Livy bahkan belum sempat memulai pertunjukan yang telah dipersiapkannya. Namun, dia telah di
Charlene masih terus bergosip, "Ngomong-ngomong, Preston sudah nggak muda lagi, ya? Terus katanya dulu juga nggak pernah dekat sama cewek, nggak ada gosip macam-macam. Jangan-jangan dia nggak ada tenaga di ranjang? Kalau kamu ngerasa kurang, aku tahu nih ada obat yang ....""Nggak perlu, Charlene!"Livy buru-buru memotong, mencengkeram ponsel erat-erat, lalu menurunkan suaranya, "Dia di bagian itu sangat kuat.""Apa?"Suaranya terlalu kecil, Charlene di seberang sana tidak mendengarnya dengan jelas. "Maksudmu kamu masih mau? Atau jangan-jangan dia nggak bisa?""Bukan!" Livy hampir melonjak, suaranya langsung meninggi, "Preston sangat kuat, dia nggak butuh obat sama sekali!""Ohh ...." Charlene menarik nadanya dengan panjang, jelas sekali dia sedang menggoda.Livy benar-benar malu. Dia buru-buru mengganti topik. Setelah mengobrol tentang beberapa gosip ringan, akhirnya dia menutup telepon.Setelah merasa cukup berendam, Livy mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia melirik pakaian tidur
Tatapan Preston sedikit melunak, alisnya pun tampak lebih rileks. Lalu, dengan nada tenang, dia berkata, "Livy, aku kaya, tampan, dan selain temperamenku, aku bisa memberimu semua yang kamu inginkan.""Dalam pernikahan, pasangan seharusnya saling memahami. Lagi pula, aku nggak merasa sering marah. Kebanyakan waktu, itu karena kamu yang melakukan kesalahan."Hah?Livy semakin bingung.Bukankah tadi Preston ingin menceraikannya? Menghubungkan sikapnya tadi malam dan hari ini, sebuah pemikiran yang sulit dipercaya muncul di benaknya.Livy menatap Preston dengan ragu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kamu bersikap baik padaku hari ini karena aku bilang kamu mudah marah?"Tidak mungkin! Jadi, semua yang Preston lakukan adalah ... cara halus untuk menenangkannya?"Jadi, menurutmu aku benar-benar pemarah?" Preston menjepit sepotong daging panggang ke dalam mangkuknya, matanya menatapnya dengan tajam.Ini pertanyaan yang menentukan antara hidup atau mati.Livy buru-buru menggeleng. "S
Livy menggelengkan kepala, sedikit ragu-ragu saat menjawab, "Pak Preston sangat sibuk setiap hari, kurasa dia nggak punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini.""Jadi ... kita cuma bisa diam saja menerima ini?"Ivana tampak tidak terima, matanya penuh dengan kekesalan saat berkata, "Kamu sudah bekerja keras selama ini dan cuma dihargai sejuta? Bu Sherly benar-benar keterlaluan! Awalnya aku pikir dia cukup baik, tapi ternyata dia pencemburu sekali!"Livy terdiam sejenak. Dia merasa ini bukan sekadar masalah iri hati.Perasaan aneh yang dia rasakan semakin kuat. Seolah-olah Sherly menargetkannya bukan hanya karena iri, tetapi juga karena alasan lain yang tidak bisa dia jelaskan. Jika dia benar-benar ingin menyingkirkan Sherly, hanya mengandalkan masalah bonus proyek ini tidak cukup.Bagaimanapun juga, meskipun tindakan Sherly tidak etis, dia tetap mengikuti prosedur formal. Jadi, Livy tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menindaknya. Merasa frustrasi, Livy hanya bisa memfokuskan dir
"Ah?"Livy benar-benar tidak mengerti. Tadi mereka masih membicarakan hal lain, kenapa tiba-tiba berubah menjadi ini?Preston bahkan berkata akan berusaha tidak mudah marah. Tapi ... mana mungkin pria ini tidak cepat marah?Dia tidak berani membantah atau menolak, jadi hanya bisa mengangguk patuh dan menjawab seadanya. Namun, pikirannya semakin kacau. Tiba-tiba, dia kembali teringat tentang Sherly.Setelah yakin bahwa Sherly memang sengaja menargetkannya, hati Livy dipenuhi dengan amarah, frustrasi, dan rasa tak berdaya. Bagaimanapun juga, Sherly memang benar dalam satu hal.Sekarang dia adalah atasan, dan tidak peduli seberapa besar Livy merasa diperlakukan tidak adil, dia hanya bisa menahannya. Namun ... bukankah Livy juga punya seseorang untuk diandalkan?Perlahan, tatapannya mengarah ke Preston yang duduk di sampingnya. Setelah ragu-ragu beberapa saat, dia akhirnya bertanya dengan hati-hati, "Pak Preston, kalau ada karyawan di perusahaan Anda yang bermasalah dengan rekan kerja mere
Livy menoleh dengan bingung. Dia melihat Ivana sedang memeriksa kemasan produk perawatan kulit dengan sangat hati-hati. Lalu, Ivana menunjuk dua huruf pada kemasan tersebut."Livy, suamiku pernah membelikan produk ini saat ada diskon besar-besaran. Seharusnya, huruf 'L' dan 'A' di logo ini saling menyambung. Tapi lihat ini. Di sini justru terpisah dan bagian ini tampak miring. Ini jelas barang palsu!"Livy memandang lebih dekat. Namun, dia tidak bisa melihat perbedaannya. Dia memang tidak terlalu sering memakai produk kecantikan mewah. Namun, Ivana sangat paham tentang skincare.Jika Ivana bilang ini barang palsu, berarti itu pasti benar."Apa maksudnya ini? Memberikanmu barang palsu? Ini produk yang dipakai di wajah! Bagaimana kalau kulitmu rusak?"Ivana semakin marah dan khawatir. "Livy, jangan pakai ini! Langsung buang saja!"Livy mengangguk. "Baik, aku mengerti." Namun, pikirannya tidak bisa fokus bekerja.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Panggilan itu dari Bendy."Livy, Pak Presto
Livy masih mencoba memastikan jumlah bonusnya, tetapi Ivana sudah mendekat dan tampak terkejut bukan main. "Satu juta? Astaga, bonus kehadiran penuhkku saja 1,6 juta! Ini sama saja kayak mengusir pengemis!"Livy juga merasa ada yang tidak beres. Dia bahkan tidak bisa memercayainya. "Mungkin bagian keuangan salah transfer. Aku akan pergi ke sana dan menanyakannya langsung."Tanpa membuang waktu, Livy segera menuju bagian keuangan. Namun, jawaban dari bagian keuangan sangat jelas. "Bonus proyek ini sudah ditransfer dengan benar. Tidak ada kesalahan."Melihat Livy masih kebingungan, salah satu staf keuangan berbaik hati memberi petunjuk. "Bu Livy, bonus proyek ini dikirimkan ke kepala departemen Anda terlebih dahulu. Lalu, kepala departemen yang membagikannya kepada tim."Kami hanya mentransfer dana sesuai jumlah yang dilaporkan oleh kepala departemen Anda. Kalau masih ada pertanyaan, silakan tanyakan langsung ke kepala departemen Anda."Kepala departemen?Saat ini, posisi Direktur Sekret
"Sayang, sikapku tadi pagi memang buruk. Aku tahu kamu cuma khawatir sama aku, tapi aku malah nggak tahu berterima kasih. Jangan marah lagi, ya?"Livy mengejar Preston setengah berlari dan dengan susah payah berhasil menggenggam tangannya.Mendengar permintaan maafnya yang tulus, Preston akhirnya berhenti. Dia berbalik, menatapnya dengan dingin, dan berkata dengan suara datar, "Aku nggak marah. Memang begini sifatku.""Livy, kamu nggak perlu peduli sama aku. Kalau kamu merasa terganggu, anggap saja aku ini nggak ada."Hah?!Livy terpaku di tempat. Apa maksudnya menganggap Preston tidak ada?!Seorang pria dengan kehadiran sekuat dirinya, mana mungkin dia bisa dianggap tidak ada?! Tidak mungkin. Jelas sekali nada bicaranya terdengar tidak senang.Livy panik dan mencoba kembali membujuknya, "Sayang, bukan itu maksudku ...."Namun, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Preston sudah menepis tangannya dan masuk ke dalam mobil. Dia pergi, meninggalkan Livy yang masih tertegun di tempa
Kemarahan Preston begitu jelas, tecermin dalam ekspresi dingin di wajahnya.Livy tertegun sejenak, lalu segera menjelaskan, "Ini semua bagian dari pekerjaanku. Aku menerima gaji, jadi sesekali lembur itu wajar."Livy bukan tipe orang yang manja. Dia tahu betapa sulitnya mencari uang saat ini. Banyak orang di luar sana yang hanya dibayar beberapa juta sebulan, tetapi tetap harus lembur setiap hari.Sementara dia, selain mendapat gaji, juga mendapat komisi proyek. Jadi, sesekali bekerja lembur bukanlah masalah besar baginya."Kamu cukup tahan banting rupanya." Preston tertawa dingin, tetapi ekspresinya justru semakin suram.Livy bingung. Dia menarik ujung kemeja Preston dengan pelan, lalu bertanya dengan nada manja, "Sayang, kamu marah lagi?"Seharusnya Livy tidak bertanya. Begitu pertanyaan itu dilontarkan, Preston sontak teringat ucapan Livy semalam. Dia sering marah, mudah sekali tersulut emosi. Sekarang, Livy kembali mengatakan bahwa dia sedang marah ...."Nggak." Tanpa berpikir panj
Setelah mengatakan itu, Xavier mengangkat ponselnya untuk memperlihatkan percakapannya dengan Preston."Aku cuma memberitahunya kalau Bu Livy ada di sini, lalu Preston langsung datang. Terlepas dari apakah dia mencintai Bu Livy atau nggak, selama bertahun-tahun aku mengenalnya, ini pertama kalinya aku melihatnya begitu peduli pada seseorang.""Jangan katakan lagi ...." Sylvia menggigit bibirnya. Kedua kakinya yang baru pulih hampir tidak sanggup berdiri tegak karena pukulan kenyataan ini.Namun, Xavier belum selesai berbicara. Dia ingin Sylvia segera menyadari kenyataan ini. "Perasaan bisa berkembang seiring waktu. Setidaknya kalau Preston mau peduli pada Bu Livy, itu berarti ada kemungkinan mereka akan menjadi pasangan suami istri yang sesungguhnya.""Kak, hentikan!" pekik Sylvia yang agak berada di luar kendali. Dia terhuyung, berpegangan pada dinding agar tidak jatuh."Sylvia, aku cuma ingin kamu menemukan pria yang lebih cocok untukmu." Xavier menasihatinya dengan lembut."Aku tahu