Vivian yang kembali ke kediamannya sedang fokus pada pekerjaannya. Koki kediaman itu menghampiri Vivian dengan sopan ia berkata," Nyonya, biarkan saya yang menyediakan makanannya. Anda harus istirahat karena sudah mencari bahan-bahan dapur yang seharusnya tanggung jawab kami."Vivian duduk di ujung kasur, tangannya terlipat di atas pangkuannya. Matanya melirik ke arah jendela, tapi pikirannya melayang jauh, mengenang sosok pria yang baru saja ditemuinya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi, apakah itu nyata atau hanya khayalan semata? "Wajahnya begitu jelas, Hanya saja penampilannya dan gayanya yang berbeda jauh. Billy selalu tampil rapi, sementara pria tadi itu penampilannya kasual dan gaya rambut juga berbeda. Siapa dia sebenarnya atau Billy memiliki kembaran?" gumam Vivian dalam hati, penuh tanya. Ekspresi wajahnya yang bingung dan khawatir menjadi semakin jelas ketika ia mencoba mengingat kembali detail wajah pria tersebut. Ia merasa ada sesuatu yang sangat fam
Seorang wanita paruh baya keluar dan memanggil anggotanya," Jerry, tolong sekalian antar bunga ini ke restoran. Pelanggan kita sedang menunggu di sana!"Jerry menyahut dengan senyuman ramah dan mendekati wanita itu yang adalah bosnya," Bibi, aku akan pergi sekarang juga?" jawabnya"Hati-hati di jalan!" ucap wanita itu."Iya," jawab Jerry yang meletakan bunga tersebut di samping tempat duduknya. Sementara Vivian masih menatap pria itu yang pergi begitu saja dengan mobilnya.Pemilik toko bunga itu menatap Vivian yang masih berdiri di luar toko dengan tatapan kosong. Hampir sepuluh menit berlalu, dan gadis itu tidak juga melangkah masuk. Pemilik toko itu pun menghampiri Vivian dengan senyum ramah di wajahnya. "Nona, apakah butuh sesuatu?" tanya pemilik itu dengan suara lembut. Vivian menoleh, tersadar dari lamunannya. "Oh, maaf, Bibi. Saya hanya ingin bertanya, apakah Jerry adalah anak Anda?" tanya Vivian. Pemilik toko itu tampak berpikir sejenak, kemudian menjawab, "Bukan, Nona. Jer
"Tuan, Dia sangat mirip dengan Billy, Apakah kembarannya?" tanya Andrew."Billy tidak punya kembaran, dia adalah anak tunggal dalam keluarganya," jawab Bryan yang keluar dari mobilnya. Bryan melangkah menuju ke toko bunga itu.Jerry sedang fokus membantu merapikan susunan bunga yang dipajang di luar.Ketika Jerry menyadari kedatangan Bryan, matanya langsung berbinar. Dengan ramah dan senyum lebar, ia menyapa, "Tuan, apakah Anda ingin membeli bunga? Silakan masuk dan pilihlah bunga apa yang Anda mau!" Jerry melangkah masuk ke dalam toko dengan langkah gesit, menunjukkan berbagai macam bunga yang tersedia. Bryan menatap sekitar toko, memperhatikan Jerry yang tampak bersemangat. "Pilih salah satu untuk temanku," jawab Bryan sambil tersenyum tipis. "Baiklah, silakan menunggu sebentar!" ucap Jerry dengan semangat, buru-buru mengambil beberapa bunga sesuai permintaan Bryan. Ia memilih bunga merah dan kuning yang beraroma wangi. "Bunga merah dan kuning ini sangat wangi, sangat cocok untuk
Di pagi yang cerah, seorang pria asing berjaket hitam dan berkacamata gelap tampak mengikuti Jerry dari jauh. Ia mengawasi setiap gerak-gerik Jerry yang tampak sibuk mengantar bunga ke beberapa pelanggan. Setelah selesai mengantarkan bunga, Jerry mengunjungi beberapa panti asuhan di kota itu. "Jerry, terima kasih ya karena selalu mengantar makanan dan pakaian untuk anak-anak di sini. Padahal kamu juga butuh biaya, apalagi kamu baru saja bekerja di kota ini," ujar wanita pengurus panti asuhan dengan rasa terharu. "Bibi, aku juga seorang yatim piatu. Oleh sebab itu aku tahu apa yang mereka butuhkan," jawab Jerry dengan polos dan ceria. Senyum lebar terukir di wajahnya, menunjukkan kebahagiaannya dapat membantu anak-anak yatim piatu. Sementara itu, pria asing yang mengikuti Jerry sejak tadi semakin penasaran dengan apa yang dilakukan pemuda itu. Setelah mengikuti Jerry seharian, Pria itu yang adalah utusan Bryan kembali ke kediaman untuk melapor kepada atasannya. Sementara Andrew ju
Vivian langsung dilarikan ke ruangan darurat oleh dokter dan suster. Sementara Jerry sendiri kebinggungan dan tidak tahu siapa yang harus dia hubungi."Siapa keluarganya? Bagaimana caranya agar aku bisa menghubungi keluarganya?" gumam Jerry sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.Beberapa saat kemudian suster keluar dari ruangan itu dan menyerahkan ponsel milik pasien kepada Jerry."Tuan, apakah Anda bisa tolong hubungi pihak keluarga pasien sekarang juga?"tanya suster itu dengan terburu-buru.Jerry ikut gemetar dan menerima ponsel itu," I-iya, aku akan mencobanya!" jawabnya." Suster, bagaimana dengan keadaan pasien?" tanyanya."Sangat kritis, Dokter sedang berusaha menyelamatkannya," jawab Suster yang kemudian kembali ke ruangan itu.Sementara Jerry membuka ponsel Vivian dan mencari nama kontak yang harus dia hubungi," Siapa yang harus aku hubungi?" gumamnya. Dia melihat layar ponsel dan menemukan tombol angka 1 dengan kontak yang tertulis sebagai "My Husband". Dengan ragu, dia
Beberapa hari kemudian.Micheal melangkah masuk ke area rumah sakit dengan langkah pasti, mencari kamar tempat Bryan berada. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya ia menemukan Bryan yang berdiri di luar kamar pasien dengan wajah pucat dan mata sembab. Micheal bisa melihat bahwa sahabatnya itu benar-benar terpuruk. "Sudah tiga hari kamu tidak pulang, Apa kamu baik-baik saja?" tanya Micheal, mencoba mencairkan suasana yang kelam. "Mana mungkin aku baik saja," desah Bryan, kepalanya menunduk. "Sejak Vivian sadar dan mendapati kakinya sudah cacat, dia sama sekali tidak ingin makan dan jarang bicara. Bahkan Celine, ibunya, juga tidak bisa menasehatinya." Micheal menepuk-nepuk bahu Bryan, mencoba memberi semangat. "Celine adalah ibunya, Aku yakin Vivian akan bisa menerima nasihat dari Celine, dan pasti akan ada perubahan seiring waktu. Kita harus bersabar dan terus mendukungnya." Namun Bryan tampak masih larut dalam keputusasaan, matanya menatap kosong ke arah kamar Vivian. "Aku mera
"Tuan Lion, apakah kita akan membunuhnya?" tanya pria itu. Jerry yang memiliki julukan Tuan Lion. Ia tertawa terbahak-bahak, mengejek penderitaan Bryan dan Vivian yang terjebak dalam skema liciknya. "Mereka mulai merasakan penderitaan, membunuh mereka terlalu mudah. Aku ingin melihat mereka menderita dan kemudian hancur," jawab Jerry dengan nada sinis. Wajah anggotanya tersebut tampak penuh kekaguman pada pemimpinnya yang kejam dan cerdik. "Baik, Tuan Lion. Apa rencana kita selanjutnya?" tanyanya penasaran. Jerry tersenyum misterius, matanya bersinar penuh niat jahat. "Awasi saja, kita menunggu saja bagaimana caranya untuk menghancurkan hubungan mereka," jawab Jerry sambil mengusap dagunya yang licin."Bryan Anderson, Kau tetap tidak akan menyangka, bahwa supir itu adalah korbanku. Ha ha ha...," ucap Lion tertawa terbahak-bahak.Tidak ada yang tahu siapa pria berjulukan Lion itu, Wajahnya yang sangat mirip dengan Billy serta tidak memiliki hubungan darah. menyamar sebagai pekerja b
Vivian bertahan, akhirnya keluar dari kamar dengan wajah dingin dan tegas, Klek!" terdengar suara pintu yang terbuka.Dua pelayan yang tadinya menghina dirinya langsung terdiam saat menatap Vivian.Dengan menunduk sambil menyapa," Nyonya." Vivian menatap mereka dengan tatapan tajam dan juga dengan perasaan yang sakit bagaikan ditusuk jarum."Kenapa memberi hormat padaku, ketika kalian menghinaku di belakang? Tidak perlu lagi berpura-pura di hadapan manusia yang tidak berguna sepertiku. Tunjukan saja sikap kalian yang sebenarnya! Aku adalah wanita cacat dan tidak berguna. Bukankah itu yang kalian bicarakan tadi?" Vivian mengepal tangannya erat serasa ingin menampar mereka berdua. Akan tetapi ia berusaha menahan diri. Dua pelayan itu menunduk dan cemas dengan teguran majikannya itu." Maaf, Nyonya. Kami tidak bermaksud menghina Anda." Dua pelayan itu langsung berlutut dengan gemetar."Kalian adalah wanita, tentu berharap hidup dalam keadaan normal dan bahagia. Sedangkan aku sudah tida