Share

Korban Kedua

Penulis: Sastra Inema
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-12 20:05:43

Perlahan, mobil yang dikemudikan Gunawan memasuki halaman Villa yang cukup luas.

Tiiitttt!

Dia sengaja membunyikan klakson mobil sebelum turun agar Aida datang menyambutnya dengan seyuman.

Benar saja!

Dengan langkah yang dibuat seanggun mungkin, Aida keluar dari dalam Villa hanya dengan mengenakan gaun pendek yang memperlihatkan kemolekan tubuhnya.

Lekuk tubuh sexi-nya tergambar dengan jelas membuat Gunawan seketika menelan salivanya dengan kasar.

Sementara "adik kecilnya" mulai bangun dan mengencang.

"Maasss, kok, lama banget sampainya? Aku udah nunggu dari subuh!" sambut Aida. Dengan manja, gadis cantik itu bergelayut di leher lelaki yang menjadi bos di kantornya.

Tak tahan, Gunawan langsung memagut bibir indah Aida yang langsung membalasnya dengan panas.

Mereka tak menyadari, ada dua pasang mata yang tajam penuh kemarahan, sedang mengawasi gerak-gerik mereka. Intan sedang menunggu saat yang tepat untuk bertindak atas pengkhianatan suami tercintanya.

"Awas kamu, Mas! Aku tidak akan tinggal diam untuk semua pengkhianatan ini!" geramnya seraya membuka pintu mobil. Tak urung, air mata yang sejak tadi ditahannya luruh juga.

Sakit menyesak di dadanya. Tapi Intan tak ingin menjadi lemah, dia menghapus kasar bening di pipinya.

Sang driver online yang mengantarnya hanya bisa melihat dengan prihatin.

Dengan kemarahan meluap, Intan keluar dari dalam mobil setelah sebelumnya sempat mengabadikan momen gila suaminya dengan sang Pelakor.

Prok! Prok! Prok!

"Hebat kamu, Mas!" Intan bertepuk tangan dengan senyum sinisnya, hanya agar Gunawan tahu bahwa dia telah menyaksikan semua pengkhianatan itu. Segera dia berbalik dan masuk ke dalam mobil sewaannya.

"Jalan, Pak!" Suaranya terdengar parau menahan tangis yang akan pecah.

Gunawan yang panik segera melepaskan pelukan Aida yangh masih tergugu menatap kepergian Intan.

Bukan apa-apa, Perusahaan tempat Gunawan berkantor adalah milik ayah Intan.

"Mas_!" teriak Aida,"Aku gimana?" tanyanya risau.

Seolah tak mendengar teriakan Aida, Gunawan langsung masuk ke dalam mobilnya dan melaju menyusul mobil yang membawa Intan.

Aida menghentakkan kakinya dengan kejengkelan yang memuncak.

"Badannya doang yang besar, mental tempe! Masa sama istri yang cuma bisa nunggu di rumah aja takut!" gerutunya. Dia pun berbalik dan masuk ke dalam villa.

"Lalu, aku harus bagaimana? Masa aku pulang juga sekarang," gumamnya seraya melangkah menuju kamar.

Kreekkkk!

Terdengar suara pintu yang terdorong di belakangnya, tentu saja membuat Aida kaget karena villa itu cukup jauh dari pemukiman.

Dia berbalik menuju pintu depan villa, hendak melihat siapa yang datang tanpa permisi, namun dia tidak menjumpai siapapun di depan.

Dengan waspada, Aida mengambil pisau dapur yang tergeletak di meja ruang tamu, bekas dia mengupas buah tadi.

Matanya nyalang menatap setiap sudut ruang tamu, menanti gerakan selanjutnya.

"Mas!" Dia berharap kalau Gunawan yang kembali untuk membawanya pulang ke kota.

"Mas!" Teriaknya lagi sambil berjalan dengan penuh kewaspadaan menuju pintu keluar.

Tetap tak ada jawaban.

"Aku harus segera pergi dari sini!" pikirnya.

Aida segera menyelinap ke kamar untuk mengambil tas dan jaketnya yang masih ada di kamar.

Dengan tetap menggenggam erat pisau di tangan kanannya.

Tak lupa dia langsung mengunci pintu kamarnya.

Selesai membereskan barang miliknya, Aida perlahan membuka pintu kamar. Dia memutar bola matanya.

"Ah! Sepertinya aku salah dengar tadi. Nggak ada siapapun di sini," gumamnya lirih. Namun tetap berhati-hati.

Dengan langkah cepat dia hendak membuka pintu keluar. Namun tiba-tiba, sebuah tangan yang kuat menarik rambutnya hingga hampir terjatuh. Namun sebuah dada menahan tubuhnya.

Aida mencoba memberontak dan mendorong telapak tangan yang membekapnya hingga hampir kehilangan napas.

"Si ... siapa kau!" bentaknya ketika berhasil melepaskan diri dan berusaha berbalik untuk melihat pemilik tangan bersarung hitam itu.

Dia ternganga menyaksikan seseorang dengan pakaian serba hitam serta menggunakan topeng yang juga hitam berdiri di hadapannya. Aida gemetar ketakutan, dengan seluruh kekuatannya dia menusukkan pisau yang digenggamnya sejak tadi. Namun ternyata, orang itu pandai bela diri hingga dengan mudah menepiskan gerakan tangan Aida. Bahkan pisau yang digenggamnya terjatuh ke lantai, menimbulkan suara berisik.

"Toll_!" Aida mencoba berteriak, namun ternyata, orang itu dengan cepat menempatkan kakinya dengan kuat ke perut Aida hingga dia merasakan sakit yang luar biasa dan tak mampu bicara.

"Aku malaikat mautmu, pelakor jalang!" Orang itu memggeram di balik topeng hitamnya seraya menusukkan jarum suntik yang diambilnya dari saku hoodienya ke leher putih Aida yang masih sempoyongan menahan sakit pada perutnya.

"Ap ... apa yang kau lakukan?!"

Tubuh Aida terjengkang ke belakang hingga membentur daun pintu.

Sesaat kemudian tubuhnya mengejang dengan wajah mulai membiru, hingga akhirnya terkulai lemas.

Melepaskan napasnya yang tinggal satu-satu.

Manusia bertopeng itu kemudian mendorong tubuh Aida menjauhi pintu. Membuka pintu dan melenggang keluar tanpa menoleh lagi.

Dengan gerakan cepat dia melompat keluar pagar villa.

~~~

"Ranti! Apa kamu ada waktu untukku hari ini?" Intan yang merupakan teman Ranti meneleponnya sambil menangis.

"Ada apa, In? Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Ranti sedikit khawatir.

"Polisi, Ran ... Polisi!" ucap Intan dengan terbata.

Degggg!

Ada apa lagi dengan polisi.

"Polisi menemukan jasad Aida di Villa," jawab Intan lagi, masih dengan isakannya.

"Tenang, In! Kamu tunggu di situ, ya. Aku akan segera ke sana," Ranti segera memutuskan sambungan telepon dan bergegas keluar membawa kunci motornya.

"Narend! Narendra_!" Panggilnya.

Namun, tak ada jawaban dari kamar adiknya itu.

"Ya, Tuhan! Jangan sampai_" gumam Ranti dengan suara cemas.

"Narendra pergi sejak pagi, Ran! Ada apa?" tanya ibunya yang muncul tiba-tiba dari arah dapur.

"Oh, nggak apa-apa, Bu. Ranti keluar sebentar, ya. Titip Aira," pamit Ranti yang dijawab dengan anggukan oleh ibunya.

"Halo, In! Kamu di mana sekarang?" tanya Ranti saat tiba di rumah besar Intan, namun ternyata terlihat sepi dan pintu terkunci.

"Aku ... aku di kantor polisi, Ran. Sama Mas Gun," jawab Intan masih terdengar panik.

"Kantor polisi, ya?" gumam Ranti tak jelas, kemudian memutuskan sambungan telepon.

"Nggak mungkin aku ke kantor polisi sekarang dengan kasus yang sama, pasti mereka akan semakin yakin aku pelakunya, apalagi_," Ranti menghentikan lamunannya.

"Aku harus bisa menghubungi Narendra!" Ranti segera memencet nomor telepon adik lelaki satu-satunya itu.

Terhubung.

"Halo! Narendra! Kamu di mana sekarang?" tanya Ranti berapi-api.

"Halo, Kak! Maaf, aku lagi di rumah temen, numpang nge-charge hp," jawab Narendra pelan.

"Dimana temen kamu? Kakak mau ke sana!" Sentak Ranti kesal.

"Di sini, Kak. Nggak jauh dari perumahan kita," jawab Narendra gugup mendengar bentakan keras kakak perempuannya.

"Narend! Kakak minta tolong sama kamu, jangan buat ulah yang macem-macem, ya!" Ranti mulai melunak namun tetap memberi penekanan pada suaranya.

"Iya, Kak. Sebenernya ada apa, sih? Kok, Rendra jadi was-was, ya!" tanya Rendra dengan nada kebingungan.

"Nanti kakak jelasin, sekarang kamu di mana?" tanya Ranti tak sabar.

”Nih, kak. Aku share lok aja!" kata Narendra.

Ranti segera melihat ke layar handphonenya.

Dengan cepat Ranti menuju lokasi yang dikirim oleh Narendra.

Ternyata tidak begitu jauh dari rumah Intan.

"Kak_!" Narendra menyambut kedatangan Ranti bersama temannya.

"Halo, Kak. Kenalin, aku Ridho, temen ojeknya Rendra," Ridho memperkenalkan diri.

Ranti pun masuk ke dalam rumah Ridho yang ternyata hanya tinggal sendiri di rumah itu karena kedua orang tuanya ada di luar kota.

Ssshhhhh!

Terdengar suara mendesis dari ruang belakang, membuat Ranti terlonjak kaget.

"Suara apa itu?" teriaknya histeris.

Bab terkait

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Pengembangan Kasus Pembunuhan Pelakor

    Sshhhh!Kembali terdengar suara mendesis dari bagian belakang rumah Ridho. Tentu saja, hal itu membuat Ranti semakin penasaran."Rend, apa yang mendesis itu? Kok, seperti suara ular?" akhirnya Ranti mengungkapkan rasa penasarannya."Oh! Iya, Kak! Itu memang suara ular kobra," Ridho yang menjawab seraya menatap ke arah Narendra, yang langsung mengedipkan mata seperti memberi kode."Buat apa kamu piara ular berbahaya itu?" tanya Ranti lagi, menatap Ridho penuh rasa penasaran."Anu, Kak! Bukan melihara, tapi_," Ridho menelan salivanya sebelum melanjutkan bicara."Lantas?" Ranti tidak sabar menunggu kelanjutan ucapan teman adiknya itu."Jadi, ular itu saya tangkap di hutan untuk dijual kembali, Kak," jawab Ridho lagi."Wow! Kamu tangkap sendiri? Apa nggak takut?" tanya Ranti super heran."Ada tekhniknya sendiri, Kak. Nggak bisa sembarang," jawab Ridho lagi mencoba memberi penjelasan."Hiiiii_!" Ranti bergidik ngeri, meski dalam hati ada terbersit pemikiran yang lain.Ranti kembali ingat t

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-13
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Kenangan Pahit yang Tersimpan dalam Dendam

    Sejenak Intan menatap lurus ke wajah Ranti yang hampir kehilangan jantungnya andai saja tak dilindungi oleh tulang rusuknya."Apa sebaiknya aku ceritakan lagi pada Pak polisi, ya?" ucap Intan masih menatap wajah Ranti yang kebingungan."Memangnya, apa yang kamu lihat? Apa yang mau kamu laporkan sama dia?" tanya Ranti penasaran namun terlihat gugup."Begini! Tadi sesaat setelah pergi dari villa itu dan dikejar oleh mobil Gunawan, aku melihat sekilas ada sepeda motor yang berpapasan dengan mobil kami," jelas Intan.Ranti terlihat semakin gugup namun penasaran menanti kelanjutan ucapan sahabatnya itu."Motor apa, kamu yakin dia pelakunya?" tanyanya antusias, tapi terlihat pias di wajahnya seperti menyimpan beban sesuatu."Motor Ninja, warna hijau!" jawab Intan cepat."Kamu lihat nggak wajah pengendaranya?" selidik Ranti, persis seperti gaya Inspektur Andika saat menginterogasi Intan dan Gunawan saat di kantor polisi."Ish! Kamu udah kaya Pak Andika aja, pakai sabar dong!" jawab Intan sam

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-14
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Apa Maksud Kedatangan Inspektur Andika ke Rumah Ranti?

    "Kamu gila, ya, Rend! Kakak bilang, ayo jalan!" Ranti menarik lengan adiknya yang hendak melangkah masuk ke dalam restoran padang."Tapi, Kak_!" Narendra memprotes tindakan kakaknya dan bersikukuh hendak melaksanakan niatnya semula, menghajar kakak iparnya, Yuda."Rendra! Kamu nggak kasihan sama Aira. Lihat keponakan kamu ini kedinginan. Ini udah malam!" Akhirnya Ranti membentak adiknya itu agar berhenti melakukan hal yang bodoh dan merugikan diri mereka sendiri.Narendra langsung meredup menatap Aira yang tertidur dalam pelukan ibundanya."Maaf, Kak. Aku terlalu emosi tadi," jawab Narendra menyadari kekeliruannya."Biarkan dulu mereka, Rend. Akan ada saat dimana kita bisa membalas semuanya," gumam Ranti meskipun dengan hati yang sangat sakit.Di sini, di tengah malam yang dingin, dia berjuang untuk kesembuhan putrinya. Sementara di sana, suaminya tanpa rasa berdosa, sedang berbagi kebahagiaan dengan wanita yang baru hadir dalam hidupnya."Diam-diam, Ranti menyusut air mata yang tak m

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Viona, target berikutnya??

    "Ular! Kamu gila, ya, Rend. Malam-malam begini bawa ular ke rumah?" teriak Ranti histeris. Sementara Andika mengerutkan keningnya meski tersungging senyum tipis di bibirnya."Ridho titip sebentar, Kak. Katanya besok diambil," jawab Narendra santai sambil mengangguk hormat pada Andika."Kalau begitu, saya pamit saja dulu!" Tiba-tiba, Inspektur polisi tampan itu bangkit dari duduknya dan berpamitan."Maaf, Pak! Apa kedatangan saya dan ular ini mengganggu Bapak?" tanya Narendra terlihat gusar."Oh, nggak! Ada panggilan tugas dari kantor polisi," jawabnya tegas."Terima kasih, Pak! Kalau ada yang bisa kami bantu akan segera kami laporkan ke kantor polisi secepatnya," ucap Ranti mengantarkan Andika sampai pintu.Pria bertubuh atletis itu mengangguk.Ternyata, dia mengendarai motor besar untuk sampai ke rumah Ranti."Apa tujuannya datang ke sini, Kak?" tanya Narendra saat Andika telah pergi."Sstttt!" Ranti langsung meletakkan telunjuknya di depan bibir, agar Narendra mengecilkan volume sua

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Dalam Pantauan Polisi, Terjeda

    Ternyata, Sang "Malaikat Maut" itu pintar bela diri sehingga dengan mudah menangkis serangan Viina yang asal saja.Bahkan, dengan gerakan cepat yang hampir tak terlihat, tiba-tiba tangannya yang memegang alat suntik telah berhasil menancapkan alat suntik ke leher Viona yang putih jenjang. Dengan cepat pula dia menekannya hingga semua isi yang ada dalam tabung suntik berpindah ke pembuluh darah korbannya.Viona hanya bisa menjerit dan mencoba menepiskan tangan irang tersebut, namun semua sudah terlambat.Dalam hitungan detik, tubuhnya yang seksi menegang dan bergetar hebat.Kejang-kejang sesaat dengan kulit wajah dan tubuhnya yang mulai membiru. Dari mulutnya keluar buih seperti orang keracunan.Di menit berikutnya, tubuhnya mulai ambruk dan tak bergerak. Sungguh mengenaskan, dengan mata yang masih membeliak seperti tak rela hidupnya harus berakhir seperti itu.Sementara Orang yang menyebut dirinya Malaikat Maut segera mencabut kembali alat suntiknya, tak lupa dia menyelipkan selembar

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-22
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Terkhianati oleh Sahabat Sendiri

    "Ada berita apa, Kak?" tanya Narendra yang tiba-tiba muncul bersama Aira. Mereka berdua masih tertawa-tawa dengan ceria. Tapi melihat wajah Ranti yang terlihat serius dan sedikit pias dengan tatapan mata yang fokus ke arah televisi, Narendra menjadi penasaran."Mama liat apa?" tanya Aira dengan polosnya seraya masuk ke dalam pelukan hangat Ranti dan menyandarkan tubuh mungilnya ke bahu mamanya."Mama lagi lihat berita, Sayang," jawab Ranti seraya cepat-cepat mengganti chanel televisi, karena dia tidak ingin putri kecilnya yang masih polos itu melihat hal yang belum pantas untuk dimengerti oleh otak kecilnya."Tuh, nggak ada berita, Ma. Malah ada Upil Ipil kesukaan Ira!" seru gadis imut itu dengan mata bersinar ceria."Iya, Sayang. Beritanya udah selesai," jawab Ranti,"Sekarang Ira sarapan dulu sambil nonton Upil Ipil, ya!" lanjutnya sambil menuangkan nasi goreng buatan ibunya ke dalam piring."Iya, Ma. Suapin_!" rajuk Aira dengan manja. Dia merasa senang sekali saat Ranti mengangguk.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-24
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Pengkhianatan yang Menghancurkan

    "Buat apa lagi kamu datang ke sini, Vira? Apa belum puas kamu mengambil segalanya dariku!" Sentak Dian dengan wajah membeku.Sebenarnya tadi dia sudah meminta Mbok Nah untuk mengusir Vira saat melihat kedatangan sahabat, tepatnya Mantan Sahabatnya sekaligus wanita selingkuhan suaminya.Kalau saja dia tidak bisa menjaga imagenya dan mampu mengumbar emosi, ingin rasanya dia melemparkan Vas bunga hias yang ada di meja ke wajah Vira yang tampak tenang seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun."Aku ke sini untuk minta maaf sama kamu, Di. Itu yang pertama _." Vira menggantung ucapannya seraya menarik napas perlahan."Apa maksud kamu? Jangan bertele-tele! Katakan apa maumu!" Bentakan Dian menggelegar di seantero ruang tamu rumahnya."Aku hanya ingin kamu bisa berbesar hati untuk menerima aku menjadi istri kedua dari Mas Alex, Di_," ucap Vira ringan, seringan senyum licik yang ia lemparkan. Kata-katanya diucapkan dengan lembut namun terdengar bagai petir yang menyambar di siang bolong, tanpa tan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-27
  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Ketika Orang yang Dipercaya Menjadi Duri Dalam Daging

    Suara desah manja dari bibir Vira yang membuat darah Dian seketika mendidih. Ingin rasanya dia segera mendorong pintu dan menjambak rambut sahabat dan juga suaminya, yang dalam bayangan Dian pasti sedang melakukan tindakan mesum di dalam kamar pribadinya.Tapi akal sehat masih menguasainya, dia merogoh ponsel yang selalu berada dalam kantong bajunya dan mengarahkan kamera Video ke dalam kamar.Setelah memperbesar fokus, terlihat jelas apa yang sedang dilakukan oleh kedua orang yang selama ini menjadi kesayangan dalam hidupnya.Keduanya dalam keadaan polos tanpa busana. Sekali lagi, polos.Mata Dian seketika memanas, namun sekuat tenaga dia berusaha menahan bening yang sudah mendesak ingin keluar.Nampak di layar handphone yang dipegangnya, Alex sedang duduk di tepi ranjang. Duduk dengan membuka kakinya lebar-lebar dan wajah menengadah, menikmati sentuhan yang sedang dilakukan Vira di sekitar miliknya.Sementara dengan intens, Vira melakukan sentuhan di sana dengan menggunakan jari len

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28

Bab terbaru

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Kisah Sedih Ridho

    Ridho mengernyitkan keningnya samar, baru kemudian menjawab dengan tenang."Mau berapa lagi yang Lu eksekusi, Bro?" tanyanya pelan. Tangannya masih sibuk mengelus kepala Si Jago miliknya. Sesaat kemudian dia berjalan ke arah kandang dan melepaskan ayamnya dalam kandang tersebut.Kukkuruyuuukkk!Terdengar suara lantang ayam tersebut, seolah kembali menantang lawannya.Ridho berjalan ke arah Narendra yang mulai terlihat sinis dengan mata merahnya. Sepertinya, minuman berkonsentrasi alkohol tinggi mulai menguasai dirinya."Hahaha! Kalau perlu gue akan buat semua jenis orang kayak gitu mampus di tangan gue!" ucapnya dengan lantang.Ridho yang menyadari situasi itu segera menutup mulut Narendra dengan tangan kanan dan menyeret tubuh sahabatnya untuk segera masuk ke dalam rumah."Gila, Lu! Jangan teriak-teriak di luar. Lu mau semua orang tahu dan dengerin omongan lu yang mulai ngaco! Udah, mending Lu istirahat dulu, deh. Tar kalau udah sadar gue ajakin liat target!" ucap Ridho, mendorong t

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Penangkapan Pak Surya

    Andika melepaskan tembakan ke udara untuk menghentikan gerakan seseorang yang terlihat sedang berusaha melarikan diri.Polisi segera mengejar ke arah suara itu."Berhenti atau kami tembak!" Kembali Andika berteriak dengan lantang. Namun orang yang berpakaian serba hitam yang baru saja melompat melalui jendela dati kamar bagian belakan rumah Ranti, sama sekali tidak mengindahkan seruan tersebut."Satu ...,""Dua ...,""Ti ... ga!"Dorrr! Dorr!"Aahhhh ...!" terdengar suara teriakan orang tersebut berbarengan dengan jeritan Bu Diah yang menyaksikan langsung peristiwa itu.Seketika, orang berpakaian serba hitam dan memakai penutup wajah yang berwarna hitam pula itu jatuh terduduk sambil memegangi kaki kanannya yang terkena peluru dan mengeluarkan banyak darah.Andika dan anak buahnya segera menghampiri orang tersebut."Siapa kamu!" bentak Andika dan memberi isyarat pada Letnan Ardi untuk membuka penutup kepala orang tersebut.Seketika, mereka semua terkejut melihat wajah yang ada di bali

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Pengejaran

    "Itu ... itu cleaning servis yang ada di depan ... jangan-jangan dia pelakunya!" Suster Murni berseru dengan lantang, telunjuknya menunjuk tepat ke wajah orang yang sedang dizoom oleh Letnan Ardi pada layar monitor.Seketika Inspektur Andika dan Letnan Ardi fokus menatap pada Suster Murni."Maksud Suster ... Anda pernah melihat orang ini juga sebelumnya?" tanya Andika dengan penuh selidik."Iya ... iya, saya yakin bertabrakan dengan cleaning servis ini sesaat sebelum peristiwa itu terjadi," jawab Murni dengan sangat yakin."Tunggu dulu! Di sini kita lihat dia baru berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Ini berarti tiga puluh lima menit sebelum tewasnya Ibu Vira. Kita lihat, dia tidak mengenakan seragam cleaning servis rumah sakit ini. Coba cari gambar orang ini di tempat lain sekitar rumah sakit!" perintah Andika sedikit bersemangat karena mulai menemukan titik terang."Kita zoom dulu wajahnya!" seru Andika lagi, hampir saja terlupa."Gambarnya sedikit blur, Pak. Apalagi dia menggunaka

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Vira Tewas Terbunuh

    Murni segera berlari kembali menuju kamar Vira.Apa yang dilihatnya sungguh membuat jantungnya seperti ingin melompat dari tempatnya.Tampak di atas kasur, tubuh Vira yang sedang menggelepar seperti ikan kehabisan air.Posisi kepalanya berada di sisi pembaringan, sementara tubuhnya telentang di atas kasur.Wajahnya membiru dengan mata mendelik. Dari sudut bibirnya keluar busa yang langsung jatuh ke lantai. Tangannya memegangi leher seperti mencekik diri sendiri, padahal mungkin sedang mencari udara untuk bernapas."Ya, Tuhan! Panggil Inspektur Andika ... cepat!" teriak Murni, entah pada siapa. Tersadar, dia langsung memencet bel pemanggil Dokter dengan panik."Kecolongan, Dok! Kita kecolongan. Padahal baru saya tinggal beberapa menit. Saya pikir masih ada polisi yang berjaga di sekitar kamar Ibu Vira!" teriak Murni panik saat Dokter Widya yang menangani Vira saat ini datang. Tanpa banyak bicara Dr. Widya langsung memeriksa kondisi Vira yang masih sekarat, tubuhnya dangat lemah dan n

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Bukti yang Hampir Terungkap

    "Selamat pagi Bu Vira, saya Inspektur Andika dari kepolisian. Bagaimana kondisi Ibu saat ini?" tanya Andika setelah memberi hormat dan berdiri di samping pembaringan Vira.Perlahan, Vira memutar kepalanya yang sedang menatap dinding kamar VIP di rumah sakit kepolisian. Entah apa yang sedang dipikirkannya saat itu.Sesaat, ia nampak bingung dan mengerutkan keningnya."Saya ada di mana, Pak Polisi? Apa yang terjadi sama saya?" tanyanya dengan linglung, membuat Andika sedikit terhempas, raut wajahnya seketika berubah kelam.'Jangan-jangan dia amnesia?' bisiknya dalam hati."Apa Ibu tidak ingat kejadian apa yang membuat Ibu masuk rumah sakit ini?" tanya Andika masih dengan penuh harapan.Di mana suami saya, Pak, apa dia baik-baik saja?" Kembali pertanyaan Vira membuat Andika mulai kehilangan semangat. Tapi sebagai seorang polisi yang berpengalaman, dia tidak boleh menunjukkan kegelisahannya pada anak buahnya yang ada di ruangan itu."Baiklah, sebaiknya Bu Vira istirahat dulu supaya tenan

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Petunjuk Baru

    "Orang itu siapa, Yah?" Ranti mengernyitkan kening, menunggu ayahnya melanjutkan penuturannya.Namun, tampaknya sulit untuk Pak Surya mengatakan apa yang dia ketahui."Dia ... Ayah juga tidak tahu!"Akhirnya, hanya ucapan itu yang terucap dari bibir tuanya. Lelaki paruh baya itu segera melangkah pergi menuju ruang dalam. Sekilas dia melirik ke arah kamar putranya, Narendra.Langkahnya terlihat gontai, seperti sedang ada yang dipikirkan, tatapan matanya begitu rumit.Krietttt!Tiba-tiba, pintu kamar Narendra terbuka dan muncul sosok tampan itu di depan pintu kamar."Bu, mau sampai kapan laki-laki itu di sini?" tanyanya dengan sinis.Matanya berkilat seperti pedang yang siap menebas punggung Pak Surya yang sempat menghentikan langkahnya sejenak saat mendengar suara putranya."Rend, jangan seperti itu, Nak! Biar bagaimanapun dia tetap ayahmu ... sebenci apapun harus tetap menghormatinya," ucap Bu Diah dengan lembut. Jemarinya menepuk sofa di sampingnya, memberi isyarat agar Narendra dud

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Karena, Orang Itu Adalah ....

    ..Orang itu melangkah pergi sambil tersenyum miring."Assalamualaikum ...!" Terdengar suara salam di pintu depan rumah Ranti. Ternyata Narendra yang baru pulang, entah dari mana."Wa'alaikummussalam," jawab Bu Diah dan Ranti hampir bersamaan. Mereka menoleh sekilas ke arah pintu."Rend, di kamar belakang ada ayahmu," ucap Bu Diah singkat, memberitahu keberadaan Pak Surya."Biar saja, bukan urusan aku, Bu," jawab Rendra acuh, seakan tak peduli sama sekali."Jangan biarkan dia berlama-lama di sini, Kak! Lagipula apa maksudnya Andika itu menyuruh orang tua itu tinggal di sini!" sambung Narendra dengan sengit."Huss!" Ranti langsung mendelik ke arah adiknya. Narendra berlalu begitu saja, masuk ke dalam kamarnya sendiri.Sementara wajah Bu Diah sekilas terlihat pias, dia menghela napas dengan berat."Maafkan Ibu, Rend. Andai dulu aku bisa membuat Mas Surya bertahan denganku, mungkin kamu nggak akan menanggung kebencian sebesar ini pada ayah kandungmu," bisiknya dalam hati.Akhirnya, wanita

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Ayah yang Bersalah

    Pak Surya menarik napas berat, kepalanya masih terdongak menatap wajah di balik topeng hitam yang menutupi jambret itu."Sekali lagi aku bilang, keluargamu menjadi taruhan atas setiap tindakanmu, pikirkan itu!" desis orang itu sambil mencampakkan kepala Pak Surya begitu saja hingga orangtua itu terhubung dan hampir jatuh. Mereka sama sekali tidak menyentuh Ranti yang masih tergugu di dekat sepeda motornya, pandangannya tak lepas dari ayahnya. "Ternyata dalam tas butut ini tak ada yang menarik. Nih, aku kembalikan!" teriak orang yang memegang tas Ranti dan merogoh isi tas itu. Dia langsung melemparkan tas kecil itu begitu saja ke atas rerumputan. Dalam sekejap, deru motor mereka yang memekakkan telinga sudah memecah kesunyian, meninggalkan raungan keras. Ranti menutup telinganya sambil melangkah dan memungut harta miliknya di atas rumput."Kalianlah yang terlalu bodoh. Kalau mau jambret orang lihat-lihat dulu dong! Sudah tahu miskin main jambret aja, cari yang pakai mobil mewah sana!"

  • Malaikat Maut Sang Pelakor    Jambret itu ...

    "Bu, jadi gimana menurut Ibu?" tanya Ranti pada Ibunya melalui sambungan telepon."Ya, sudah! Kalau Pak Andika memang bilang seperti itu. Bawa ayahmu tinggal untuk sementara. Di sebelah dapur, kan masih kosong," jawab Bu Diah setelah berpikir beberapa saat.Ranti menarik napas lega, lalu mengalihkan pandangannya pada Polisi tampan yang ada di depannya.Andika yang sedang menatap wajahnya tanpa berkedip, terkejut dan merasa agak kikuk karena kepergok sedang memperhatikan gadis manis itu.Ranti juga langsung mengalihkan pandangan ke arah lain dengan jantung berdebar."Nhapain, sih, dia perhatiin aku sampai segitunya," pikir gadis itu."Kalau begitu, apa saya boleh bawa ayah saya sekarang, Pak?" tanya Ranti untuk menghilangkan kegugupannya."Oh, ya. Silakan," jawab Andika dan langsung menghubungi anak buahnya melalui aiphone,"Letnan Andi, tolong bawa Pak Surya ke sini! Keluarganya sudah menjemput!" perintahnya tanpa basa-basi."Siap, Pak!" Terdengar jawaban dari seberang telepon.Tak ber

DMCA.com Protection Status