Artan melepaskan kasar cekalan tangannya pada wanita yang di jadikannya sebagai alat bantu untuk dirinya tersebut. Merasa puas karena kali ini kencan butanya gagal lagi.
Plaaakkk.
Lagi, satu tamparan melayang mendarat mulus ke pipi Artan. Pria itu menatap tak percaya pada wanita yang dengan berani menampar dirinya.
"Kurang ajar!" geram wanita itu marah.
Setelah puas menampar Artan, wanita itu segera melangkah pergi meninggalkan Artan yang terdiam bagai patung di tempatnya. Sedangkan tatapan para pengunjung lainnya semakin heboh tatkala melihat Artan yang di tampar sebanyak dua kali oleh wanita yang berbeda.
Tak sedikit banyaknya pemikiran negatif muncul di benak mereka. Sebagian berbisik-bisik membicarakan Artan jika ia pria playboy yang suka bermain wanita. Sebagian lagi mengatakan jika Artan ketahuan selingkuh oleh kekasihnya.
"Hari ini aku di tampar dua kali oleh wanita." gumam Artan terkekeh geli bercampur meringis menahan rasa perih di pipi kirinya yang ditampar sebanyak dua kali malam ini.
"Tidak bisa dibiarkan, wanita itu...." Artan tersadar jika wanita yang ia cekal lengannya tadi sudah pergi.
Dengan langkah cepat dan lebar Artan mencari keberadaan wanita itu. Ia cari ke segala arah saat ia sudah sampai di pintu keluar restoran, namun sayangnya Artan tak menemukan wanita itu.
"Sial!" umpat Artan kesal.
Kenapa Artan sangat marah atas perginya wanita itu, sedangkan saat ia di tampar Suzan saja rasanya tak semarah ini.
"Menggelikan," gumam Artan tersenyum kecut.
Artan merubah ekspresinya kembali menjadi dingin seperti biasanya, cukup malam ini saja ia seperti orang bodoh yang rela di tampar dua wanita.
*****
Revalda melempar kuat tas selempangnya ke sofa, wajahnya di tekuk cemberut bercampur emosi yang tak terkira. Reva melangkah mengambil air mineral dari lemari pendingin, ia buka dan menengguk isinya cepat dari dalam botol.
Melihat sikap sahabatnya yang pulang-pulang seperti kerasukan berhasil menarik perhatian Aldi yang sedari tadi duduk diam disitu sambil bermain games di ponselnya.
"Kenapa lo, Re?" tanya Aldi yang masih setia pada gamesnya.
Tak mendengar ada sahutan jawaban dari Reva pun membuat Aldi penasaran, ia pun menoleh ke arah Reva yang kini sudah duduk di kursi yang ada didepannya.
"Ah, shitttt!" maki Aldi karena ternyata ia lupa mem-pause gamesnya sehingga membuatnya kalah.
"Gue kalah!" kata Aldi mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
Reva sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun pada Aldi yang semakin sangat penasaran akan perubahan ekspresinya. Seingat Aldi, tadi sahabatnya ini saat ingin pergi menemui klien mereka sangat ceria dan bersemangat. Berbanding terbalik sekali dengan keadaan saat ia pulang.
"Kesel gue Al!" kata Reva semakin cemberut.
"Kesal kenapa? Rencana dengan klien kita tadi gagal?" tanya Aldi antusias.
Reva menggeleng. "Bukan itu, gue bahkan belum ketemu sama kliennya." desah Reva lelah dan ingat jika tujuan ia pergi tadi untuk janji temu dengan klien mereka.
"What? Terus gimana?"
Reva mengendikkan bahunya tanda tak tahu, Aldi menepuk jidatnya melihat Reva.
"Kalau lu belum menemui pak Johan, kenapa pria itu tidak mengubungi ku ya?" tanya Aldi bingung.
Reva semakin pusing dan menggelengkan kepalanya. Ini semua gara-gara pria yang di restoran tadi, membuat ia gagal menemui kliennya. Mungkin saja pak Johan marah dan langsung membatalkan kerjasama mereka tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
"Emang lu tadi kemana sampai gak ketemu sama pak Johan?" tanya Aldi semakin heran.
"Gue tadi memang mau ketemu sama pak Johan, beliau mengatakan ingin bertemu di restoran kan?" Aldi mengangguk.
"Gue udah sampai di restoran bahkan gue masuk ke dalam restoran tempat janji temu dengan pak Johan. Gue cari-cari keberadaan beliau ke segala arah, gue ketemu beliau yang melambai-lambaikan tangannya ke arah gue agar mendekat ke mejanya." Reva menjeda sebentar ucapannya untuk mengambil nafas sesaat lalu membuangnya.
"Di pertengahan jalan gue yang sedikit lagi sampai di meja pak Johan, tangan gue di cekal seseorang. Otomatis gue terpekik kaget dong, ketika gue mendongak ternyata yang cekal tangan gue itu seorang pria."
"Terus?" tanya Aldi antusias.
"Dan sangat menyebalkan dan tidak dengan sopannya pria itu mengaku jika gue itu kekasihnya." jelas Reva kembali meringis mengingat hal tadi di restoran.
"Apa? K-kenapa bisa Lo yang jadi korbannya?"
"Bisa aja sih, secara jika melihat kondisi keadaan saat itu cuma gue wanita yang berjalan melewati mejanya."
"Hahaha," Aldi tergelak mendengarnya.
"Kok, Lo ketawa?"
"Lucu," akui Aldi.
"Dih, seharusnya Lo marah karena cowok itu gue jadi gagal nemui pak Johan."
"Jangan bilang kalau Lo pasti langsung pulang dan melupakan tujuan awal lo." tebak Aldi tepat yang malah semakin membuat Reva meringis.
"Ya gue panik, kaget, dan juga malu rasanya. Karena ulah cowok itu kami bertiga jadi pusat perhatian semua pengunjung restoran lainnnya."
"Kami? Maksudmu selain lo, apakah ada orang lain lagi?"
Reva mengangguk. "Satu orang wanita lainnya, pria sinting itu mengatakan jika aku kekasihnya pada wanita cantik itu."
Reva rasanya mau mual menjelaskannya pada Aldi, karena setiap ia mengatakan itu otomatis ia mengingat kembali kejadian tadi.
"Sudah ku duga, kau langsung pergi dan melupakan janji temu dengan pak Johan." Reva mengangguk dengan mimik wajah sedih.
"Dih, gak usah lebay gitu wajahmu Re. Jangan di pikirkan, besok kita hubungi pak Johan, oke." Aldi mengedipkan sebelah matanya.
Reva mengangguk masih dengan raut wajah sedihnya. "Gue lempar sepatu nih muka Lo kalau masih kayak gitu juga." ancam Aldi yang sudah mengambil sebelah sepatunya ancang-ancang untuk melemparkannya ke muka Reva.
Reva nyengir seraya menjulurkan lidahnya. "Oke, kita damai."
Aldi memasang kembali sepatunya yang tadi ia buka. "Bagaimana dengan Windy, Elan, dan Opi? Apakah sukses janji temu mereka dengan klien?"
Aldi menanggapi pertanyaan Reva dengan anggukan. "Sepertinya sukses, terbukti sampai sekarang mereka belum kembali."
"Aku rasa Windy dan Opi serius membimbing klien mereka. Kalau Elan, aku meragukannya. Pasti bocah itu menggoda kliennya, aishh, sudah berapa kali aku bilang padamu Al. Lain kali berikan Elan klien yang berjenis kelamin laki-laki saja, jangan wanita."
Aldi mengendikkan kedua bahunya. "Aku harus bagaimana? Para klien wanita yang meminta untuk di bimbing kami para pria sebagai mak comblang mereka. Ingatlah satu hal Re, kita ini hanya sebatas hubungan antara mak comblang dan klien saja. Kita sama-sama membangun jasa biro jodoh ini, jabatan kita sebagai mak comblang. Tentu saja kita harus mengikuti apa yang menjadi daya tarik dan keinginan dari para klien kita. Jika para wanita menginginkan aku dan Elan, maka dengan senang hati kami menerimanya." kekeh Aldi di akhir kalimatnya.
"Dasar penjilat!"
"Eh, apa yang aku jilat Re?" goda Aldi semakin membuat Reva kesal.
"Entahlah, sebaiknya aku pulang saja ke rumah. Semakin lama di dekatmu semakin membuatku kesal dan pusing."
"Hahahaha," pecah sudah tawa Aldi melihat reaksi Reva.
Reva mengambil tasnya di sofa yang tadi ia lempar kuat, melangkah menuju pintu kemudian keluar tanpa mau repot-repot berpamitan pada Aldi yang masih menertawainya.
Enjoy reading! 😋🌶️🌶️🌶️🌶️🌶️Artan tetap fokus pada pekerjaan dan layar laptopnya, sama sekali tak mempedulikan sosok penganggu yang terus menertawainya. Entah apa yang membuat pria itu merasa lucu ketika melihat wajah Artan yang dingin."Sudah selesai tertawanya?" tanya Artan yang lama-lama merasa risih juga. Pasalnya, sahabatnya itu dari tadi tak kunjung berhenti tertawa, takutnya jika di biarkan tiba-tiba menjadi gila.Johan berdeham menetralkan suaranya yang serak karena terlalu banyak tertawa hari ini. "Sudah, pak Artan." jawabnya setelah selesai berhenti tertawa."Bagus, sekarang kembalilah ke ruanganmu." titah Artan yang tak ingin di ganggu."Kenapa kau terlalu serius kali sih bos, ayolah sekali ini saja pikirkan mengenai pasanganmu—" ucapan Johan terhenti saat sebelah tangan Artan terangkat memberi isyarat padanya untuk berhenti bic
Reva meminta Aldi untuk menemaninya menemui kliennya yang bernama Johan. Sudah sepuluh menit mereka sampai dan duduk menunggu di cafe yang menjadi tempat janji temu kali ini.Johan yang baru sampai di cafe terlihat celingak-celinguk mencari keberadaan Mak comblang untuk Artan. Tersenyum saat menemukan Mak comblang tersebut, Artan melambaikan tangannya pada Aldi dan Reva seraya berjalan mendekat ke meja mereka."Maaf, lama menunggu." kata Johan merasa tak enak."Ah, tidak apa-apa pak Johan. Kami juga baru sampai." sahut Aldi tersenyum.Johan duduk di kursi yang menghadap ke arah Aldi, sedangkan kursi yang menghadap ke arah Reva kosong.Aldi menoleh ke arah Reva, kemudian terlihat ia membisikkan sesuatu di telinga Reva. Reva awalnya menggelengkan kepalanya pada Aldi, lalu ia melihat ke arah Johan yang menatap mereka dengan tersenyum. Akhirn
"Kau!" kaget Reva spontan menunjuk ke arah Artan yang juga kaget saat melihatnya.Wajah Reva mengeras menahan amarah yang ingin meledak-ledak saat melihat wajah pria yang tempo hari memanfaatkannya. Reva menoleh ke arah Johan yang ekspresinya tak bisa di tebak."Apa maksudnya semua ini pak Johan?" tanya Reva marah. "Coba jelaskan padaku, kenapa pria ini ada disini?!"Suara Reva yang nyaring nyaris mengalihkan perhatian seluruh pengunjung cafe lainnya. Reva tak peduli jika kali ini ia menjadi pusat perhatian kembali seperti tempo hari."Nona Reva, tenang dulu." kata Johan berusaha menenangkan suasana."Tidak!" tolak Reva seraya mengambil tasnya yang ada di meja."Aku membatalkan semuanya, pak Johan bisa mencari Mak comblang lainnya untuk mencari pasangan pria ini!" kata Reva menolak kerjasama Johan sembari kembali menunjuk ke arah Artan."Permisi," pamit Reva dan
"A—apa yang mau kau lakukan?!" tanya Reva was-was seraya melangkah mundur ke belakang saat melihat Artan yang melangkah maju mendekatinya sembari membuka kancing kemeja putihnya satu persatu.Artan tersenyum sinis memperhatikan gerak-gerik si Mak comblang ini yang ketakutan."Berhenti!" cegah Reva semakin kalut saat kemeja putih itu telah terlepas dari tubuh Artan.Kini, pria itu bertelanjang dada di hadapan Reva yang sekarang dapat melihat jelas bagian atas tubuh Artan yangnaked."Kenapa?" tanya Artan enteng. "Kau takut nona, Mak comblang?" Reva mendengkus sebal mendengar panggilan Artan padanya."Apa yang kau inginkan sebenarnya?" tanya Reva langsung dan tak ingin berbasa-basi lagi. Kelamaan bersama Artan membuatnya ingin muntah dengan segala tingkah polanya."Memperkosamu.""Eh!" Reva berjengit kaget. "Kau gila!""Ya, aku gila, d
Reva tampak sibuk mencarikan kandidat wanita sebagai calon pasangan Artan, ia membagikan informasi mengenai seorang pria tampan yang ingin mencari pasangan lewat website dan situs seluruh jejaringan media sosial miliknya dan media sosial milik akun resmi jasa Mak comblang mereka.Tak lupa juga Reva memasukkan foto Artan agar semakin meningkatkan minat para wanita yang ingin menjadi kandidat. Terbukti hal itu memang benar, baru sepuluh menit Reva membagikan informasi itu. Sekarang banyaknya yang wanita yang berminat sebagai calon pasangan Artan Narendra.Reva mendengkus kesal melihatnya. Wanita-wanita ini begitu heboh dan ricuh berbondong-bondong untuk menjadi calon pasangan pria songong plus sakit jiwa itu.Tidak bisakah mereka tak hanya melihat dari wajah saja? Hmm, apa yang terjadi jika mereka sudah melihat langsung sosok yang sedang mereka kagumi saat ini? Seketika Reva tertawa jahat, hahaha.Reva melir
"Dimana wanitanya?" bisik Artan di telinga Reva.Saat ini mereka berdua tengah di cafe yang menjadi tempat janjian bertemu atau tempat kencan Artan dengan salah satu wanita yang menjadi kandidat pertama."Mungkin sebentar lagi dia sampai," sahut Reva yang masih fokus pada layar ponselnya.Artan mendengkus sebal, berapa lama lagi mereka harus menunggu si wanita ini? Sudah cukup lama mereka menunggu, inilah hal yang paling di benci Artan. Satu kata ini yang sangat membosankan, Artan benar-benar sangat benci yang namanya menunggu.Biasanya di kantor ia yang di tunggu-tunggu para bawahannya, dan sekarang untuk hal seperti ini harus ia sendiri yang menunggu.Awas saja kalau wanitanya jelek ataupun tak sesuai kriteria idamanku. Akan ku telan hidup-hidup nih Mak comblang.batin Artan mengomel."Sebentar ya," pamit Reva bangkit berdiri namun tangannya di cekal Artan.
Reva mengumpati layar ponselnya yang menyala, saat ini Johan tengah menghubunginya karena Artan yang meminta. Perasaan Reva mengatakan tak enak hingga ia ragu-ragu untuk mengangkat panggilan telepon dari Johan."Hallo?" sapa Reva akhirnya mengangkat juga panggilan Johan setelah ia berpikir panjang."..........""Apa? K—kenapa bisa pak Jo?" kaget Reva setelah mendengar ucapan Johan di seberang telepon.".............""B—baik, saya akan segera kesana." kata Reva seraya mematikan sambungan telepon."Shittt!" umpat Reva segera bangkit berdiri merapikan pakaian dan penampilannya.Aldi yang sejak tadi duduk di sofa sembari bermain gamesnya pun menoleh ke arah Reva yang tampak panik dan bersiap pergi kembali."Kenapa lo Re? Mau pergi lagi?" tanya Aldi yang langsung di angguki Reva."Iya, gue ada janji temu sama pria
"A—apa pak? Bapak bercanda ya nyuruh saya duduk disitu?" kata Reva berusaha tenang menanggapi Artan yang gila."Siapa yang bilang aku bercanda? Aku serius, dan kemarilah." lagi, Artan menepuk kedua pahanya.Dia gila atau apa? Menyuruhku untuk duduk diatas pangkuannya, benar-benar stress! Pria sakit jiwa!dengkus Reva dalam hatinya."Haha, bapak bisa aja. Itu namanya tindakan tidak sopan pak Artan." kekeh Reva berusaha tetap bersikap manis di depan Artan."Oh, kamu mau aku yang kesitu ya? Baik." Artan bangkit berdiri dari duduknya."Eh, bu—bukan gitu pak." Reva gelagapan melihat reaksi Artan yang kini berjalan mendekatinya. Reva menegakkan badannya dan lebih memilih berdiri. Ia melangkah mundur ke belakang."Lalu, bagaimana maksudmu sekarang ini? Aku menyuruhmu untuk duduk disitu tapi kau tidak mau, dan sekarang aku yang ingin duduk disini kau juga
Keluarga Reva tak menyangka jika hari ini bakal bertemu dengan calon besannya, kedua orang tua Artan memaksa anaknya itu untuk membawa mereka bertemu dengan orang tua Reva.Artan tersenyum geli melihat sang mama yang awalnya ogah-ogahan dengan hubungan ia dan Reva. Tapi, kini mamanya itulah yang malah terlihat sangat antusias menyambut hubungan mereka. Bahkan kini mama Artan sudah ngebet dan tak sabar menunggu hari pernikahan mereka tiba."Halooo calon besan," sapaan hangat mama Artan pada orang tua Reva, sedangkan papa Artan sendiri hanya menyunggingkan senyumannya menyapa kedua orang tua Reva.Mama Artan mendekat dan memberikan kecupan di kedua pipi ibu Reva sembari memeluknya. Sungguh perlakuan manis yang dapat menghangat hati calon besannya."Putraku sudah menceritakan semuanya, mengenai perjalanan kisah cintanya dengan Reva. Jadi, kapan kita menentukan hari pernikahan mereka?" kata mama Reva tersenyum mengedipkan mata sebagai kode.
Artan dengan santai merangkul pundak Reva yang kini semakin gemetaran dan mencengkeram erat kemeja putih milik Artan yang melekat di tubuhnya. Kedua orang tua Artan mendelik menyaksikan anak dan wanita yang di akui sebagai kekasih putranya."Artan, apa yang kamu katakan? K—kekasih?" tanya mama Artan tergugu dengan ucapan anaknya tadi."Mama, papa, ayo masuklah terlebih dahulu. Aku akan menjelaskan semuanya pada kalian berdua." ucap Artan lembut."Tidak!" penolakan tegas mamanya. "Kami berdua tidak sudi masuk jika wanita jalang penghangat ranjang kamu masih disini.""Dia bukan jalang mama!" sentak Artan dengan suara yang mulai meninggi. "Dia kekasihku, namanya Revalda.""You lie! Kami tidak percaya dengan ucapanmu." mama Artan semakin murka, kembali menatap sengit ke arah Reva dari bawah sampai ke atas."Lihatlah dia, apakah pantas untuk disebut sebagai wanita baik-baik. Penampilannya sungguh memprihatinkan, dan sangat di sayangka
Setelah sampai di kota, Artan menyuruh Johan untuk mengantarkan dan mengurusi segala keperluan keluarga Reva selama tinggal disini. Johan mengangguk patuh dan mengantarkan keluarga Reva ke villa milik Artan.Sementara untuk Reva, Artan meminta izin pada kedua orang tua Reva agar mengizinkan putrinya untuk tinggal bersamanya dan berjanji tidak akan berbuat macam-macam sampai tiba hari pernikahan mereka. Orang tua Reva tersenyum mengangguk dan mengizinkan, mereka percaya pada Artan sepenuhnya."Selamat datang di apartemenku!" jerit Artan ketika sampai di apartemennya, membuka pintu dan mempersilakan Reva masuk dengan hormat.Reva tersenyum geli melihat tingkah kekasihnya, cukup tercengang melihat apartemen Artan yang indah. Reva berjalan sambil matanya tetap terus memperhatikan setiap sudut apartemen Artan."Kau suka?" tanya Artan sambil mendekap memeluk tubuh Reva dari belakang.Reva merasakan nyaman dan hangat dengan lekukan Artan
Reva dan Artan sudah memutuskan untuk kembali ke kota siang ini juga, sudah cukup berlama-lama Artan bersantai-santai seperti seorang pengangguran yang tak ada kerjaan. Banyak segala tanggung jawab Artan yang tertunda selama ia di kampung Reva, kini ia mau tak mau dengan berat hati harus kembali ke kota untuk mengurusi bisnisnya yang hampir nyaris ia tinggalkan. Dan selama itu pula Artan menyerahkan segala urusan kantornya pada Miko, sepupunya.Kemarin Miko mengubunginya dan ngomel-ngomel karena Artan yang lupa diri, berjanji mengatakan pada Miko jika ia menyerahkan segala semua urusan tanggung jawab perusahaannya pada Miko selama seminggu. Tapi, ini jauh dari kata menepati janji yang Artan ucapkan.Miko juga punya perusahaan sendiri yang harus pria itu pikirkan dan kelola. Artan berdoa semoga saja masalah ini tak sampai ke telinga kedua orang tuanya.Tadi, Reva awalnya sempat menolak untuk kembali ke kota dan menyuruh Artan pulang ke kota bersama Johan se
"Heh, kalian berdua di tanya juga kok malah saling pandang senyum-senyum. Menyebalkan!" gerutu Aldy merasa kesal, pasalnya baik Artan maupun Reva tak ada yang menjawab dengan pasti pertanyaannya.Reva terkikik, "kenapa memangnya Al? Kau terlihat sangat penasaran sekali.""Oh, ya jelas aku sangat penasaran sekali. Aku penasaran, gimana sih gaya orang pacaran yang awal pertemuannya di awali dengan pertengkaran dan kebencian?" goda Aldy yang langsung membuat wajah Reva dan Artan merah padam.Ya, siapa yang tidak tahu mengenai hubungan Reva dan Artan sebelumnya. Dan, siapa juga yang tidak tahu bagaimana interaksi yang terjalin di antara keduanya yang sering kerap kali beradu mulut.Aldy saja masih ingat dengan jelas di ingatannya, merasa geli dan lucu jika sekarang kedua orang tersebut menjadi sepasang kekasih.Apakah mereka bisa rukun? Atau malah semakin adu mulut terus?Artan melangkah mendekati Reva, merangkul pundak wanita
Setelah kepergian Niken yang akhirnya mau di antarkan oleh Aldy dan Deva. Kedua pria itu kembali pada sore hari hampir menjelang malam dengan keadaan yang sangat lelah.Reva mengambilkan air untuk adik dan temannya tersebut, keduanya bersandar lelah di kursi ruang tamu."Capek?" tanya Reva yang di angguki lemah keduanya."Siapa suruh untuk berbuat usil mengerjai orang lain." kata Reva mengomeli kedua pria itu yang tampak sekarat karena kelelahan.Aldy menatap tajam Reva, "tapi kalau tidak kerena keusilan aku, Johan dan Deva. Maka selamanya kalian berdua tak akan pernah mau saling mengungkapkan perasaan kalian masing-masing. Iya, kan?" sindir Aldy.Reva berdeham dan membuang pandangannya ke arah lain. Merasa malu atas sindiran Aldy namun ia juga merasa berterima kasih pada ketiga pria itu yang berhasil membuat ia dan Artan saling menyatakan cinta."Ah ya, dimana pria itu?" tanya Aldy celingukan mencari seseorang."Siapa?" Reva ik
"Surprise!" jerit penuh kehebohan Johan, mengalihkan perhatian dari delikan mata Reva dan Artan.Aldy melirik ke arah Johan lalu ia ikut-ikutan menjerit heboh seperti Johan. "Yuhuuu, surprise! Selamat ya Artan dan Reva yang akhirnya sama-sama saling menyatakan cinta.""Yoyoyo, akhirnya rencana kita bertiga sukses untuk membuat kedua manusia bego ini mengakui perasaannya dengan jujur dan saking terbuka." ucap Johan menepuk dadanya bangga."Eh, kok bertiga sih?" elak Aldy tak terima."Tentu bertiga lah, Deva kan ikut dalam rencana kita juga.""Ya, aku tahu, tapi bocah itu baru tadinya kita komplotin buat kerjasama."Pada akhirnya Johan dan Aldy saling berdebat panjang hanya karena mempermasalahkan Deva. Istri dan anak Johan pun ikut dalam diskusi mereka. Reva dan Artan saling tatap, bingung dengan maksud kedua pria yang tengah berdebat itu.Satu-satunya orang yang lebih sangat bingung adalah Niken, perempuan itu sunggu
Reva terus menyesap bibir tebal dan merah alami milik Artan yang terasa dingin, pria itu termasuk pria yang merokok walaupun jarang tapi anehnya Artan memiliki bibir yang berwarna merah alami.Sengaja Reva menggoda bibir Artan yang sedang di cumbunya saat ini, dan Reva harus merasa kecewa menerima reaksi Artan yang hanya berdiam diri bagaikan patung.Reva yang sudah tak tahan harus menahan kakinya yang menjinjit pun terpaksa melepaskan ciumannya. Menatap dengan sorot kecewa karena pada kenyataannya Artan tak membalas ciumannya, yang itu artinya berarti Artan mencintai Niken.Niken sendiri tampak tersenyum senang dengan hati yang bersorak gembira. Menatap sinis Reva yang begitu pede sekaligus lancang mencium kekasih orang lain.Rasakan itu! batin Niken mengumpati Reva.Reva merasakan malu dengan hati yang hancur karena rasa kecewa, rasanya Reva ingin menghilang dari hadapan mereka berdua saat ini juga. Tapi rasanya itu tidak mungkin dan sangat
Aldy tersenyum mengekori Reva berjalan di belakangnya, tadi Reva meminta Aldy untuk bicara berdua sebentar. Reva berhenti melangkah ketika mereka sudah di halaman belakang rumahnya."Ada apa Re?" tanya Aldy tersenyum.Plaaakkk.Satu tamparan cukup kuat mendarat mulus di pipi kiri Aldy, Reva menatap Aldy nyalang penuh kemarahan."Selama ini, kau menganggap hubungan persahabatan kita seperti apa?" tanya Reva lirih.Aldy merasakan kebas pada pipinya yang di tampar Reva tadi, menatap tak percaya pada sahabatnya yang baru saja menamparnya."Reva ada apa denganmu? Kenapa kau menamparku?" Aldy tak menjawab pertanyaan Reva dan cenderung balik bertanya alasan kenapa Reva menamparnya."Jawab pertanyaanku Al, kau menganggap hubungan persahabatan kita selama ini tuh apa?" ulang Reva menuntut jawaban Aldy."Aku tidak mengerti, apa sebenarnya maksudmu? Tiba-tiba saja kau mengajakku untuk mengobrol berdua denganmu, lalu dengan tiba-tiba