Pagi-pagi di hari minggu, Rizal bangun lebih awal, dan bersiap-siap untuk menuju ke kampung Romy. Rizal yang begitu yakin, Lily berada di sana, sehingga ia merasa tidak perlu menelpon terlebih dahulu. Rizal khawatir bila ia menelpon, Lily akan melarikan diri duluan sebelum ia tiba di sana.
Nessa sendiri asik menimang-nimang kalung dan gelangnya yang putus. Ia senyum-senyum sendiri, karena di pikirannya sudah dipenuhi oleh pilihan macam-macam model dan bentuk kalung di toko emas yang akan ia datangi.
Nessa membuka kotak tempatnya, dan memeriksa suratnya. Sesaat kemudian wajahnya berubah sayu, karena teringat pada perhiasannya yang hilang.
"Kenapa Nes?" tegur Rizal melihat raut wajah Nessa berubah. Rizal mengira Nessa ingin marah lagi, karena ia tidak bisa menemaninya ke toko emas.
"Gak Papa!" jawab Nessa sambil berbalik menatap suaminya.
"Mas! Nanti kalau Lily enggak mau balik, anak-anak Mas juga enggak mau balik, berarti Mas enggak ada tanggu
Rizal menyusuri jalan menuju rumah Romy dengan terburu-buru. Ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan Lily dan kedua putranya, dan segera membawa mereka pulang. Ia tak boleh terlihat marah pada mereka, apalagi di depan Romy."Biarlah, marahnya simpan untuk di rumah saja nanti," pikir Rizal yakin sembari melajukan kendaraan roda empatnya dengan kecepatan tinggi.Hampir dua jam ia melalui jalan yang tidak sepenuhnya mulus, akhirnya Rizal tiba juga di sebuah rumah sederhana berbentuk rumah panggung khas Kalimantan namun tampak bersih. Dindingnya yang terbuat dari kayu di cat dengan warna orange. Paduan warna orange dengan atapnya yang berwarna cokelat membuat bangunan tersebut indah dipandang mata.Rizal mengambil jarak yang agak jauh dan menepi sejenak. Matanya mengawasi sekeliling rumah Romy dari kejauhan. Suasana nampak sepi-sepi saja, padahal ini adalah hari Minggu. Pintunya malah tertutup rapat. Hanya jendela depan dan samping yang terbuka.Tidak a
"Kamu ... manusia paling enggak berguna di muka bumi ini. Kamu lihat saja Rizal, kalau aku menemukan adikku, akan ku paksa dia menceraikanmu!" ucap Romy berapi-api sambil menendang perut Rizal kuat-kuat lalu melepasnya. Tubuh Rizal yang tersandar di dinding merosot. Tangannya memegang perut yang nampak kesakitan."Seharusnya sejak Lily bercerita bahwa kamu menikah lagi, aku memaksa Lily menceraikanmu," ucap Romy geram sambil berbalik menjatuhkan tubuhnya di kursi. Rizal tak berkata apa-apa. Hanya ringisan yang keluar dari mulutnya."Dan kamu dengar baik-baik Rizal. Selama ini Lily tidak pernah sekalipun, menceritakan keburukanmu, kecuali saat kamu menghianatinya beberapa bulan yang lalu. Pertama kali dia mengeluh akan sikapmu. Tapi satu ceritanya sudah cukup membuat aku menyimpulkan, bahwa selama ini kamu dan ibumu, hanya menjadi benalu di kehidupan adikku."Romy menjeda ucapannya sejenak, sambil mengatur napas. Dadanya naik turun tidak beraturan, menahan emosi.
"Mbak, pelan-pelan aja kenapa?" protes salah satu ibu-ibu yang sedang menggendong seorang anak kecil."Tau, nih. Padahal baru datang juga. Main serobot aja!" omel perempuan yang tadi Nessa singkirkan dengan ujung sikutnya karena merasa kesal."Nes, jangan main serobot. Enggak enak," bisik Bu Erna dari belakang, namun Nessa tak perduli. Ia tetap bertingkah sombong."Maaf ya. Aku lagi buru-buru," jawab Nessa santai sambil meletakkan tasnya di atas kaca tempat perhiasan dipajang.. Tingkahnya yang sok iyes, sukses menarik perhatian pembeli lainnya."Mau beli emas ya, Mbak? Apa mau jual?" tanya salah satu penjaga toko sembari mendekat."Mau beli doong, Pak. Masa jual sih. Tapi mau tukar tambah.""Mau tukar tambah toh? Kirain beli langsung," tukas salah satu ibu yang jengkel melihat tingkah Nessa."Iya dong. Abis gimana ya? Bosan sama modelnya. Aku tuh enggak suka pake perhiasan modelnya gitu-gitu aja! Maunya, tiap tahun baru, modelny
"Lah, malah pingsan dua-duanya. Bagaimana ini?" tanya salah seorang dari mereka yang berkerumunan."Haddduuuh! Kenapa malah bikin masalah di sini sih! Tolong angkat ke kursi ya," pinta Pemilik Toko pada pembeli.Meski uring-uringan, beberapa orang gotong royong mengangkat tubuh Bu Erna dan Nessa ke kursi panjang. Salah satu dari mereka meraih emas imitasi dan memasukkan kembali ke dalam tas Nessa."Kursinya cuma satu, yang pingsan dua." Gumam seseorang."Taruh aja di bawah satunya, bikin repot aja!" titah Pemilik Toko jengkel, sembari melangkah masuk untuk mengambil sesuatu. Ia keluar sambil membawa minyak kayu putih dan dua gelas air mineral, lalu menyerahkan pada mereka yang ada di situ. Beberapa orang membantu menggosok-gosok kedua kaki mereka berdua.Perlahan indra penciuman Nessa mulai mencium aroma minyak kayu putih yang sengaja di gosok dekat hidung Nessa, supaya cepat sadar. Seseorang menyodor
"Kenapa sendirian? Suamimu mana, Nes?" tanya Bu Yuni begitu mereka berdua sudah memasuki ruang tamu. Semula ia mengira, Rizal sedang duduk di ruangan tersebut."Jangan sebut dia suamiku lagi, Ma. Dia itu penipu. Dia sudah buat aku malu, di depan banyak orang. Mereka itu keluarga penipu, Ma!" ucap Nessa berang. Kepala Nessa langsung sakit, mendengar ibunya menanyakan tentang suami. Mulutnya mencak-mencak tak karuan. Bu Yuni yang heran mendengar ucapan Nessa langsung membawanya duduk."Ada apa, Nessa? Apa ada hal buruk yang menimpa rumah tanggamu dan Rizal?" tanya Bu Yuni khawatir.Nessa tak menjawab namun tangannya langsung merogoh tas dan mnegeluarkan perhiasan imitasi tersebut. Nessa melemparnya ke lantai. Bu Yuni yang bingung melihat tingkah Nessa, langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berjongkok untuk memungut perhiasan yang berserakan di lantai."Enggak usah diambil, Ma. Buang ke tong sampah. Mereka sudah menipu kita. Mereka memberiku
Sementara di Toko Emas tadi, Bu Erna baru mulai tersadar, sekitar lima belas menit setelah kepergian Nessa. Ia berusaha duduk untuk menyambut air minum yang diberikan oleh orang yang masih menaruh iba. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan cepat. Ia mencari keberadaan Nessa."Ibu, nyari anak ibu yang perempuan tadi, ya?" tanya seseorang yang masih bertahan di situ.Bu Erna mengangguk lesu."Dia sih, pas sadar tadi langsung pergi. Katanya ibu biar nanti dijemput sama anaknya," ucap pemilik toko emas menirukan ucapan Nessa tadi.Bu Erna hanya mampu terdiam. Ia tak memiliki kekuatan lagi untuk berpikir. Hatinya semakin diliputi rasa benci terhadap Lily.Ya!Tentu saja ia benci, karena menyadari mereka semua ditipu mentah-mentah oleh Lily. Bu Erna mengepalkan tangannya, tiba-tiba saja ia menjadi sangat ingin bertemu dengan menantu pertamanya tersebut untuk memberinya pelajaran.Ia juga sudah menyiapkan kata
Pak Basuki dan Bu Yuni saling tatap melihat tingkah putri mereka seperti remaja labil. Baru saja ia menangis karena marah pada Rizal, tiba-tiba kemarahannya berpaling pada Lily. Pak Basuki mengeleng tegas."Jangan Nes. Mending kamu pulang aja dulu. Kamu jangan mudah percaya sama omongan mertuamu. Bisa saja dia berbohong 'kan?"Bu Yuni mengangguk setuju mendengar ucapan Pak Basuki. "Papamu benar, Nes! Kamu jangan mau dibodohi dua kali. Mending kita pulang. Kali ini Mama tidak mengijinkanmu bersama Rizal, sampai mereka datang dan benar-benar membawa perhiasan yang aslinya. Ayo!"Bu Yuni menarik paksa Nessa meninggalkan Bu Erna. Pak Basuki membantu istrinya.Nessa sempat meronta ingin tinggal namun Pak Basuki mengecam. "Nes! Jangan mau dibodohi dua kali. Kalau Rizal memang mencintaimu, pasti dia akan datang membawa perhiasan asli. Kalau enggak, berarti dia memang ingin berpisah denganmu! Cerai saja!"Nessa pun berhenti meronta.
"Eh? Enggak bisa gitu Zal. Ini bukan masalah asli enggaknya. Ini kenangan ibu dari Almarhum Ayahmu juga sebagiannya!" Bu Erna langsung menjauh dari putranya. Rizal sontak bangkit mengejar ibunya."Buuu ... sekali ini aja Bu! Aku janji, akan menemukan Lily secepatnya dan memintanya memberikan yang asli. Aku cuma pinjam sebentar Bu. Biar Nessa cepat balik ke sini! Masa ibu enggak kasian liat aku. Punya istri dua masa kabur semua?" rayu Rizal disertai rengekan dan wajah memelas. Ia terus mengikuti langkah ibunya menuju kamar."Buuu!" rengek Rizal lagi sambil memegang tangan ibunya. Bu Erna tetap diam melangkah ke peraduan."Mending kamu urus mobilmu sana Zal! Kalau cuma istri yang hilang, bisa cari lagi. Kalau mobil peninggalan ayahmu yang hilang, belum tentu kamu bisa beli lagi," gumam Bu Erna kesal sambil menghempas tubuhnya di pembaringan. Gurat kesal tampak jelas di wajahnya.Mobil? Rizal terkesiap. Tadi ia janji akan kembali secepatnya
"Waduh!" Rizal garuk-garuk kepala."Ta-pi, saya bukan suaminya, Mbak," tolak Rizal."Oh, Maaf! Suaminya kemana?""Suaminya di tempat kerja. Hapenya ketinggalan, tapi, nanti ada ibu saya datang dampingin," jelas Rizal. Perawat akhirnya mengerti. Rizal kembali menelpon ibunya yang tak kunjung tiba. Tapi tak di angkat-angkat. Beberapa saat kemudian, wajah Rizal berubah cerah saat Bu Erna sudah tiba di pintu ruang bersalin.Rizal segera membawa Ayezha menjauh, dan Bu Erna langsung masuk dan mendekat pada Lily, yang mulai mengejan. Ia langsung memegang tangan Lily dan menyapu bulir keringat yang menempel di dahinya."Oooeeek ... oeeeek ...."Karena ini pengalaman ke empat kalinya Lily melahirkan, tak perlu waktu lama mengejan, terdengar suara tangis bayi. Lily langsung terkulai lemas. Bayi yang sangat mungil karena lahir di bulan ke tujuh itu diangkat oleh perawat untuk dibersihkan. Bu Erna sendiri, membantu membersihkan anggota
Rizal mengangkat wajahnya pelan-pelan mengikuti arah ekor mata Lily, melirik-lirik pada pasien yang mengisi di satu bagian ruangan mereka."Iya. Kayaknya iya!" jawab Rizal setengah berbisik juga.Mereka semua penasaran apa yang terjadi dengan Nessa. Kenapa yang menjaganya bukan ayah atau ibunya. Kenapa dia didampingi oleh dua orang asing yang sebaya dengan mereka? Nessa sendiri begitu menatap mereka dengan tatapan kosong. Seolah mereka tidak pernah saling mengenal.Rizal jadi penasaran. Arjuna pun mendukungnya untuk mendekat. Nampaknya ia juga sangat penasaran. Begitu wanita yang ikut menjaga Nessa tadi keluar, Rizal mewakili mereka semua mendekat."Permisi Pak. Dia Nessa kan?""Iya," jawab lelaki tadi singkat sambil menoleh."Dia sakit apa? Perempuan yang tadi disini siapanya? Ibu sama Bapaknya kemana?" Rizal memberondong lelaki tersebut dengan pertanyaan beruntun."Oh, tadi itu istri saya. Orang tuanya Nessa meninggal sa
Arjuna mandi secepat kilat. Rengekan Ayezha memanggil-manggil dari luar memaksanya buru-buru untuk menyelesaikan mandinya.Baru keluar dari kamar mandi, Ayezha sudah menunggunya di pintu. Alhasil, masih menggunakan handuk ia mengangkat dan membawa Ayezha duduk di pangkuannya."Papa pakai baju dulu ya, sama mama dulu ya?" bujuk Arjuna. Ayezha menggeleng, ia malah berpegangan erat di leher Arjuna.Arjuna memandang istri dan anaknya bergantian dengan gemas. Lily tertawa senang melihat wajah Arjuna yang lucu, menghadapi tingkahnya dan Ayezha. Tiba-tiba ponsel Arjuna berdering. Panggilan dari Bu Erna."Assalamu'alaikum Bu ....""Wa'alaikumsallam, Juna. Ibu mau ngabarin, istrinya Rizal sudah melahirkan," ucap Bu Erna langsung."Alhamdulillah, ini di mana sekarang, Bu?""Masih di rumah sakit," jawab Bu Erna."Oh, Ya Bu! Sebentar kami ke sana ya, Bu ... mau dibawakan apa?" suara Arjuna terdengar bersemangat."E
"Ngomong apa sih, Mas? Iya. Sejak ketemu Rizal tadi, hatiku berubah. Berubah makin saayaaang sama suamiku yang luar biasa dan baik hati ini. Peduli sama adeknya yang dulu cuma bisa nyusahin dia aja," jawab Lily manja membuat Arjuna tersenyum bahagia."Bagaimanapun, dia adekku. Dalam tubuh kami ada aliran darah yang sama kan? Walaupun beda ibu? Seburuk-buruknya Rizal, sifat baiknya yang kuacungi jempol itu sayang sama ibu. Coba kamu ingat, pernah enggak Rizal berbicara kasar sama ibu? Enggak pernah kan? Meskipun dulu dia berlebihan sampai ngabaikan istrinya karena patuh sama ibu. Tapi kalau dulu dia enggak begitu, bisa jadi yang duduk di sampingku hari ini bukan kamu. Iyakan?"Arjuna bertanya sambil melirik pada Lily yang mengangguk sambil memandangnya penuh cinta. Kekagumannya atas kebijakan Arjuna bertambah besar."Ternyata memang semua ada sisi baik dan hikmahnya ya," gumam Lily begitu Arjuna mulai menjalankan kendaraan mereka."
Sesaat kemudian Rizal seperti tersadar akan sesuatu, lalu melangkahkan kaki masuk ke dapur untuk mengangkat menu makanan keluar.Lily merasa bersalah melihat tatapan Rizal. Arjuna memperhatikan perubahan raut wajah Lily, seperti gelisah. Ia menarik Lily menjauh sebentar."Kamu merasa bersalah, ya?" tanya Arjuna. Lily hanya diam. Ia sendiri tak tahu kenapa ia harus merasa bersalah."Minta maaflah pada Rizal. Atas kebohonganmu selama jadi istrinya dulu. Bagaimanapun, yang namanya bohong apalagi saat itu dia berstatus suamimu, tetaplah dosa," ucap Arjuna lembut. Lily hanya diam. Ia ragu dan takut. Lily masih saja berpikir, Rizal masih sama seperti yang dulu."Ly! Euumm, boleh aku ngomong sebentar?" tiba-tiba Rizal muncul dari belakang.Arjuna langsung masuk meninggalkan Lily dan Rizal yang duduk di kursi pel Keduanya duduk berhadapan. Jantung Lily berdegup kencang. Ia berpikir pasti Rizal akan menanyakan soal kebohongannya.
"Mas, kenapa sih aku enggak boleh ke ruko lagi? Mbak Fi juga kayaknya takut banget aku ke sana? Kenapa?" Lily mencoba kembali memancing pembicaraan setelah penolakan Mbak Fi sebulan yang lalu."Enggak apa-apa. kan aku sudah bilang, alasannya. Aku pengen kamu cepat hamil. Enggak perlu capek-capek lagi," Arjuna bersikukuh dengan alasan lamanya."Yaelah! kalo ke sana kan nengok doang, gak ngapa-ngapain! Gak capek. Gak ngaruh, Mas!" protes Lily."Pokoknya enggak boleh!""Kalau aku sudah hamil, baru boleh berarti ya?" tanya Lily. Arjuna diam, nampak masih enggan mengiyakan. Lily jadi makin penasaran melihat tingkah laku suaminya."Maaaas! Kalau sudah hamil, jangan kurung aku lagi, ya!" Lily mulai merengek."Heeeeeemmm. Hamil aja dulu!" Arjuna akhirnya mulai tak tega mendengar rengekan Lily."Bener, Mas?" Lily berbalik menatap suaminya. Arjuna hanya menaikkan alis sebagai jawaban."Mas. Liat deh!" Lily mengambil ses
Tiga minggu berlalu begitu cepat.Lily bersiap tidur mengenakan piyama lengan panjang. Ia menyusun bantal seperti biasanya. Arjuna masih menggosok gigi di kamar mandi.Setelah semuanya beres, Lily memilih-milih kaset yang sudah hampir semuanya ditonton."Yaaaah!"Suara Lily terdengar kecewa."Kenapa?" tanya Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi."Ngadat semua kasetnya! Padahal tinggal ini aja yang belum diputar. Besok kita cari kaset-kaset baru yang banyak, ya!" ucap Lily.Arjuna diam saja, tak menjawab. Lily menuju pembaringan, sambil membuka ponsel ia berbaring. Jari-jarinya langsung berselancar di youtube. Tiba-tiba Arjuna berbaring dan langsung merampas ponsel Lily."Mau ngapain?" ucapnya sambil meletakkan kembali ponsel Lily di dekatnya."Mau cari tontonan. Kan kasetnya rusak, besok kita cari lagi kaset baru, ya?" sahut Lily sambil bertanya."Enggak perlu! Mulai sekarang sebelum
Arjuna menurut saja pada ajakan Lily. Begitupun saat Lily memaksanya duduk sambil menatap wajahnya."Jadi, dulu itu aku melakukan sterill enggak dipotong. Cuma diikat, dan masih bisa dibuka lagi," terang Lily membuat Arjuna sangat terkejut."Emang bisa?" Arjuna menampakkan ketidakpercayaan."Kenapa enggak? Jaman udah semakin canggih. Tubektomi yang kulakukan hanya sebatas menutupi saluran indung telur kanan dan kiri supaya tidak terjadi pembuahan, jadi masih bisa dibuka. Prosedur membuka ikatan itu namanya anastomosis tuba, yaitu menggabungkan bagian saluran indung telur yang masih sehat," terang Lily sambil mengingat ucapan Dokter yang membantunya beberapa tahum silam.Arjuna menatap Lily penuh rasa syukur. Tetapi sesaat kemudian senyumnya meredup. "Tapi, apa enggak ada resiko kalau dibuka lagi ? Kalau membahayakan kamu, sebaiknya enggak usah. Kita sudah punya Husen dan Abi. Aku enggak masalah punya anak tiri aja. Bukankan selama aku ja
Setelah Rizal keluar, Arjuna langsung menutup pintu dan menguncinya. Ia tak ingin Rizal kembali mengusik mereka berdua. Arjuna merasa tak tega, melihat Lily selalu menangis bila berurusan dengan Rizal.Di luar kamar mereka, Rizal serasa tak mampu melangkah. Tulangnya seperti tak mampu menopang tubuh. Rizal bergeser dari pintu kamar Arjuna dan Lily, untuk bersandar di dinding. Ia meremas dadanya yang terasa sakit luar dalam. Berkali-kali ia menyapu matanya yang kabur, karena aliran air mata yang tak mampu dibendung.Rizal baru tahu rasa dan arti sebuah kehilangan, setelah hartanya yang paling berharga kini dalam genggaman orang yang tepat. Dia tak lagi memiliki alasan untuk memintanya kembali.Menyesalkah dia? Sangat! Tapi, kini Rizal sadar. Sesal tinggallah sesal. Mungkin memang sudah tiba waktu dan garis jodohnya dengan Lily terputus, dan tak bisa disambung lagi. Jodoh mereka sudah habis, tak akan bisa ia paksakan untuk bersatu lagi.Bu Erna mengha