[Kamu sudah dengar? Itu hanya peringatan untuk kamu dan ibumu. Ingat, jangan macam-macam. Atau kamu akan mengalaminya.] Ajeng, mengusap dadanya yang tiba-tiba sulit untuk bernapas. Pesan kedua yang di kirim dari nomer ibu mertuanya."Ajeng!" suara ibunya menarik perhatian Ajeng yang terfokus dengan pesan yang diterima. "Bu, ibu tidak apa-apa?" tanya Ajeng, shock melihat bangkai yang di dalam dus. Bukan hanya itu saja batu berukuran sedang tergeletak di lantai dan kaca pecah berserakan tak jauh dari dus."Astaghfirullahaladzim," Ajeng tidak kalah terkejut dengan keadaan di depannya. Dus terletak di teras tidak jauh dari batu terdapat boneka di dalamnya dengan berlumuran darah pemandangan yang sangat mengerikan. Walau ia tahu bahwa darah itu adalah dari tikus. Bau penyengat membuat keduanya berlari keluar sehingga menarik perhatian para tetangga yang kebetulan keluar mendengar teriakan Bu Sekar dan Ajeng."Bu Sekar, Ajeng. Kalian kenapa berteriak?" tanya Bu Emma yang secepat kilat ber
Ajeng mengelilingi rumah yang pernah ia tinggali sebelumnya, ada sesuatu yang hangat menjalar seluruh tubuhnya seakan membawanya ke masa di mana hidupnya bahagia bersama mendiang ayahnya. Seperti apa wajah ayah? Tentu, Ajeng tidak mengenalinya."Selamat pagi non, Ajeng, silahkan di minum teh hangatnya," ucap seorang wanita paruh baya, wanita seusia ibunya berdiri dengan nampan di tangannya."Terima kasih Bu—" ucap Ajeng, tidak tahu harus memanggil apa pada wanita di depannya."Mbok Nah, non. Ini teh kesukaan non waktu kecil. Di sini, kita selalu bersembunyi dari nyonya dan tuan karena non selalu meminumnya meski sudah di larang," ucap mbok Nah, menyela ucapan Ajeng.Ajeng tersenyum tertarik mendengar kisah hidupnya di masa lalu."Jadi mbok tahu siapa aku? Bagaimana aku kecil dulu?" tanya Ajeng, antusias."Tentu saja, mbok tahu siapa non Ajeng, bahkan kita sering menghabiskan waktu di sana," tunjuk Mbok Nah, Ajeng mengikutinya. Taman kecil di samping kolam ikan dan tak jauh dari sana a
"Maaf non, Bu Sekar, mobil tadi terhalang jadi saya harus menunggu pemilik mobil yang menutupi mobil Bu Sekar, datang," ucap pria di depannya penuh sesal."Tidak apa-apa pak Ardi," sahut Bu Sekar.Berdua naik mobil yang mewah setelah dibukakan pintu oleh pak Ardi. Perlahan mobil itu pun melaju meninggalkan pengadilan agama membutuhkan waktu untuk sidang berikutnya selama itu pula Ajeng pun dilarang untuk keluar rumah terlebih kondisinya dan teror yang terus-menerus di terima dari Bu Ida."Bu maafkan aku, seandainya waktu itu aku mendengarkan kata-kata ibu, kejadian ini tidak akan terjadi pada kita dan aku–" ucapan Ajeng, terhenti Bu Sekar menggeleng."Untuk apa kamu terus-menerus meminta maaf pada ibu? Kamu tidak bersalah. Ini semua karena takdir ini ujian untuk kamu dan Allah tahu jika kamu mampu untuk melewatinya," Ajeng merebahkan kepalanya di pangkuan sang ibu, entah bagaimana rasanya saat ini untuk ia gambarkan, rasa terima kasih dan bahagianya memiliki Ibu yang begitu perhatian
Disampingnya, Tyas berbisik manja pada ibunya. "Aku tidak betah di tempat ini. Kita cepetan pulang ya, Bu!" ujar Tyas, mengibaskan dress nya yang tidak sengaja bersentuhan dengan orang lain."Benar, tempat ini terlalu kumuh." Bisik Tisna mencebik. "Ck, kumuh tetapi wanita-wanita di tempat ini lumayan." Tisna adik kandung Dimas menatap wajah adik iparnya. "Cantik, pintar juga Dimas cari istri ya, walau pun orang kere," ujar Tisna, masih di dengar oleh ibu dan adiknya."Kau ini, wanita di sini memang cantik. Tapi sayang, mereka tidak pantas bersanding dengan orang seperti kita. Tempat mereka di sini, bukan di istana kita atau istana yang lainnnya." Sengit Bu Ida.Berdua mengangguk mengiyakan ucapan Ibunya mengenai wanita di sana. Tatapan tidak suka terlihat jelas di sana terlebih melihat kedua mempelai duduk di pelaminan dan antrian orang-orang untuk memberi selamat memanjang. Ida, Tisna dan Tyas asik memakan apa saja yang tersaji di meja prasmanan. Sesekali Sekar menatap mereka hera
Bu Sekar mendekat di sambut Ajeng. Ia mengadu pada Ibunya tentang keinginan Dimas dan ibunya yang pulang saat itu juga. "Bu, kata Mas Dimas, aku diajak pulang ke rumahnya setengah jam lagi. Bagaimana menurut ibu? Aku ingin menolak karena nanti sore ada teman yang akan datang. Pesta pernikahan ini juga belum selesai," lirih Ajeng menumpahkan kegalauan hatinya "Apa tidak bisa di tunda besok saja pulangnya, Nak Dimas? Tidak baik juga dilihat tamu undangan baru satu jam akad nikah sudah pergi,""Maaf Bu, ibu, saya ada alergi debu kalau kelamaan di luar. Ibu jangan khawatir Ajeng sudah menjadi tanggung jawab saya. Jadi saya minta ijin membawa Ajeng pulang setengah jam lagi. Baju-baju Ajeng biar di bawa sebagian nanti bisa diambil lagi besok-besok," sahut Dimas berkata sopan. Memastikan jika ibu mertuanya menyetujui keinginannya untuk membawa Ajeng.Apa lagi yang bisa Bu Sekar lakukan selain mengijinkan putrinya dibawa suaminya walaupun butuh hati dan telinga lebih kuat untuk menjelaskan pa
"Nak, istighfar, ada apa? Katakan pada ibu, nak," Bu Sekar memeluk tubuh Ajeng yang bergetar. Entah apa yang terjadi pada putrinya sampai menangis begitu sedu. Beruntung saat Bu Sekar ingin mengambil air yang kebetulan telah habis, hatinya ingin melihat putrinya yang lebih dari dua jam tak kunjung keluar dari kamar. Firasat seorang ibu tidak bisa di ragukan lagi. Mengetahui ada sesuatu yang terjadi hingga Bu Sekar berbalik ke kamar putrinya yang tak jauh dari kamar utama. Benar saja putrinya tengah telungkup tubuhnya bergetar karena menangis."Bu apa aku terlalu bodoh?" isaknya, bukan kali ini Ajeng menanyakan hal itu padanya. "Siapa yang bilang? Kamu tidak bodoh nak, hanya saja kamu begitu baik, hatimu begitu lembut sehingga mereka dengan mudah mempermainkan hatimu. Lagi pula mereka yang tidak mengenal kamu. Mereka akan menyesal setelah melepaskan berlian. Dimas tidak akan menemukan wanita seperti kamu meski berganti ratusan wanita di luar sana. Percaya pada ibu, nak," Ajeng memelu
"Anu, itu, pak Gerwin, saya sedang mengurus perceraian saya yang mengharuskan saya hadir karena ada sedikit masalah–" lirihnya, terbata."Oh, ya?" Gerwin mengerutkan keningnya pengakuan Dimas membuatnya tergelitik."Ya, pak, istri saya selingkuh dan sekarang kabur bersama pria lain. Saya ingin memenangkan gugatan cerai saya, walau bagaimana pun istri saya yang salah. Jadi saya ingin istri saya mengembalikan harta yang sudah saya berikan padanya termasuk ganti rugi keseluruhan biaya dan nafkah," Dimas menceritakan keburukan Ajeng di depan Gerwin dengan antusias. Ia tahu benar jika pemilik perusahaan tempatnya bekerja tidak menyukai orang yang berselingkuh."Begitu pak Gerwin kenapa saya terlambat," imbuhnya.Tanpa menjawab perkataan Dimas, Gerwin berlalu dari ruang kerjanya membiarkan Dimas berada di atas angin. Menganggap semua sesuai keinginan memiliki istri baru dan mendapatkan uang hasil menuntut istri tuanya.Merasa tak ada masalah Dimas kembali dengan tumpukan map yang ada di mej
Langkah Dimas gontai sampai di rumah begitu berantakan. Terlihat tidak ada tanda-tanda orang di rumah, ya, tentu saja tidak ada. Mereka sedang sibuk dengan dunianya di luar sana. Menjatuhkan tubuhnya lelah berfikir untuk mencari pekerjaan mengingat usianya yang kini tidak lagi muda. Dimas menyandarkan kepalanya memijit pelipisnya berusaha untuk mencari solusi sebelum istrinya tahu jika ia sudah di pecat. Belum lagi tuntutan ibu dan dua saudara perempuannya yang menginginkan barang-barang mahal dan semua mereka dapatkan dengan gajinya sebagai manajer.Bayangan wajah Ajeng terlintas di benaknya membayangkan jika Ajeng masih menjadi istrinya, tentu akan mudah untuk di jalaninya. "Ajeng, kamu?" ucapnya seketika terpaku. Sosok yang tiba-tiba hadir membuatnya merasakan nyeri. Tenggorokannya tercekat mengingat wanita yang sampai saat ini masih ia cintai namun, semua harus kandas setelah ibunya menolak keras Ajeng yang terlahir dari keluarga miskin. Seandainya Ajeng terlahir menjadi orang
"Itu tidak sebanding dengan kamu yang menerima cintaku, Aisha. Aku berjanji akan membuatmu bahagia selamanya. Tidak ada lagi mahar Sepuluh Ribu atau pun nafkah sepuluh ribu padamu. Ingatkan aku jika lalai dalam memberimu nafkah," ucap Khandra lembut."Kamu adalah segalanya untukku. Dan padamu aku berlabuh, menyerahkan segalanya, cintai aku jika aku layak untuk kamu cintai. Sebaliknya jika aku tak layak maka –" Khandra terdiam. Tatapan Aisha tak biasa."Kamu bicara apa, sih, Dra? Ngelantur aja. Aku suka cincin ini, akan aku pakai.""Alhamdulillah, ayok. Kita pulang, jadi mau ke rumah Wina? Apa bunda tadi, ya?""Mas anterin aku ke pabrik aja ya. Tadi ada telpon katanya ada masalah di sana.""Oke. Jangan lupa sebentar lagi kita akan tunangan. Aku tidak mau kamu lelah.""Ya. Kamu jangan khawatir."Wina yang menikmati hari-harinya sebagai istri dari Arga putra bungsu dari keluarga Rayyan. Tidak ada hari terlewat untuk saling berbagi cerita. Seperti siang ini setelah menyelesaikan pekerjaa
Jawaban Aisha membuat semua yang ada di ruang keluarga pun bersorak bahagia sebab penantian panjang Khandra berakhir dengan manis. Aisha wanita yang ia cintai sejak lama menerima cintanya tanpa syarat. Tidak ingin menunggu lagi Khandra pun meminta pada kedua orang tua Aisha untuk mempercepat pernikahan mereka tentu saja hal itu disambut bahagia oleh kedua orang tua Aisha dan keluarga besarnya. Mengingat mereka sangat mengenal siapa Khandra yang sebenarnya namun sayang dibalik kabar bahagia itu ada rasa rindu dan sedih Khandra tidak bisa memberitahukan kabar bahagia itu pada sang Ibu sebab wanita yang sangat mendukung hubungannya dengan Aisha telah pergi untuk selamanya tepat Aisha pergi ke luar negeri. Mereka sudah sepakat jika seminggu lagi mereka akan bertunangan keluarga ingin mereka segera menikah namun Aisha menginginkan mereka tunangan untuk sementara waktu sampai tiga bulan. Bukan tidak mungkin Aisha hanya menyiapkan semua bukan hanya hatinya tapi juga kesiapan lahirnya.
Suara Aisha kembali terdengar setelah menyelesaikan lantunan ayat suci. Kini wanita bergamis jingga berdiri menghampiri keluarganya yang terdiam di sana menatap tak percaya jika di hadapan mereka adalah Aisha. Keterkejutan dan kesedihan di wajah mereka berubah menjadi air mata bahagia mendapati sosok yang kini tengah berjalan ke arah mereka.Satu tahun mereka menahan rindu, meski mereka mampu untuk datang menemui Aisha namun mereka mengurungkannya mengingat sang putri menolak untuk di temui. Tidak bermaksud untuk membuat kedua orang tuanya tersinggung akan penolakannya tetapi Aisha memiliki alasan sendiri mengapa ia tidak ingin ditemui sebab jika sudah bertemu dengan keluarganya tentu membuat Aisha ingin segera kembali ke rumah. "Sayang kenapa kamu tidak memberi kabar jika pulang?""Kalau aku memberitahu Bunda namanya bukan kejutan. Apa kabar bunda, ayah dan kamu Arga, ah, lupa adik Iparku yang cantik. Bagaimana dengan kalian semua aku merindukan kalian semua.""Kabar kami baik, kak.
Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu bagaimana kedepannya. Seperti yang dialami oleh Aisha setelah pernikahan adiknya dengan sang sahabat dia pun memutuskan untuk pergi ke luar negeri untuk menyembuhkan luka hatinya akibat pengkhianatan dilakukan oleh suaminya. Walau hal itu terjadi sudah cukup lama namun luka itu sangat membekas di hatinya sehingga ia memilih untuk menenangkan diri. Lamaran dari sahabat kecilnya pun dia abaikan bukan berarti tidak ada perasaan apapun ia hanya ingin menyelami perasaannya apakah ia benar-benar sudah melupakan Ferdi mantan suaminya, apakah hanya rasa iba yang kelak akan menjadi permasalahan baru jika dia menerima cinta Khandra. Satu tahun berlalu setelah dia pergi ke negeri orang bukan untuk menghindari akan tetapi ia ingin mengobati lukanya sendiri. Senyumnya mengembang melihat seseorang yang sudah menunggunya. "Apa aku terlambat datang?" "Tidak. Justru sebaliknya sepertinya kamu terlalu cepat sehingga kamu harus menunggu aku datan
Kesibukan terlihat di salah satu hotel ternama di ibukota bukan hanya pengantinnya saja tetapi pihak keluarga dari pembelai pria pun sangat sibuk bukan karena tidak percaya dengan orang lain, tetapi mereka ingin memberikan kesan tersendiri untuk salah satu keluarga mereka yang tidak lain adalah Arga yang akan menikah dengan Wina. Pernikahan berlangsung dengan hikmah pagi tadi dan malam nanti dimulainya pesta yang tentu dengan meriah dan mewah. Mengingat Wina hidup sebatang kara sebab sang Bibi yang dulu mengurusnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu sehingga semua disiapkan oleh keluarga Ajeng. Aisha orang yang menyatukan hubungan mereka justru kini ia disibukkan dengan segala kerempongan yang dilakukan adik iparnya yang begitu cemas mengingat mereka akan menghabiskan malam untuk pertama kalinya dengan seorang pria. Berulang kali Aisha menjelaskan bahwa hal itu lumrah terjadi karena ia pun pernah merasakan hal yang sama yang kini dirasakan oleh Wina sebab saat itu Aisha begit
Hari berlalu begitu cepat minggu berganti bulan dan kini setahun sudah setelah kejadian di mana keluarga mantan suaminya datang ke rumah bersama ibu dan istrinya. Aisha sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan tanpa ada rasa dendam dalam hati.Kabar hukuman tiga puluh tahun sampai di telinganya, namun Aisha yang diam-diam meminta pihak berwajib untuk mengurangi hukuman jika terbukti Wulan telah sadar dan bertaubat. Semua ia lakukan mengingat wanita yang berusaha untuk menyingkirkan dirinya seusia Ibunya, mana mungkin Aisha tega melakukan hal itu. Menghabiskan waktu lama di dalam penjara hal yang sangat ia takutkan."Kamu yakin nak?""Ya, bund, kasihan. Bund tahu kan Tante Wulan itu sudah cukup umur. Melihat Tante Wulan, aku ingat Bunda,"Ajeng tersenyum begitu beruntung memiliki anak seperti Aisha dan Arga yang selalu memikirkan perasaan orang lain meski hatinya terluka. "Apa Bunda tidak setuju, dengan keputusan yang aku ambil ini?""Tentu tidak sayang. Justru sebaliknya Bunda sang
Seperti yang diucapkan semalam pagi ini mereka pergi ke rumah Aisha. Bersama dengan Bu Wiranti dan tentu Ahmad anak mereka. Taksi yang di pesan Ferdi telah sampai mereka gegas naik. Dalam perjalanan tak ada yang membuka suara mereka memilih diam tanpa ingin mengatakan sesuatu, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.Bukan hanya Esti tapi juga Bu Winarti yang juga merasa bersalah pada keluarga Rayyan. Sejak Ferdi berpisah dengan Aisha hidupnya benar-benar berada di titik terendah, bahkan dulu saat Ferdi masih kerja serabutan hidupnya tidak sesulit sekarang.Menyadari hidupnya hancur karena ulahnya yang berambisi untuk memiliki cucu dan harta ternyata menantunya yang di anggap miskin dan tidak berguna itu adalah seorang wanita kaya raya. Sungguh ironis harta yang dia inginkan ternyata ada di depannya, setelah semua terungkap kehadiran cucu menjadi masalah yang terjadi dalam rumah tangga Ferdi dan lagi semua karena keegoisannya kini semua yang ia inginkan menjadi boomerang untuknya."
Esti tercengang mendengar penuturan dari pria di depan yang tak lain tak bukan adalah Ayah tirinya yang pernah menjadi suami dari ibunya. Benarkah yang dikatakan olehnya? Siapa ibu dan siapa dirinya yang sebenarnya? Jika yang dikatakannya benar lalu apa yang ia dapatkan cerita dari ibunya adalah salah semua. Esti terdiam mencerna setiap kata yang tak coba ia dapatkan jawabannya. "Tidak perlu memikirkan apa yang aku katakan ini. Pergilah jaga keluargamu baik-baik apa yang pernah kamu dapatkan dengan cara merebut sesuatu dari orang lain. Maka kamu akan merasakannya juga entah kapan kamu mengalaminya lebih baik bertobat dan tidak perlu mengusik orang yang sudah kamu sakiti dulu agar hidupmu jauh lebih tenang lagi."Tanpa menjawab Esti pergi dari rumah mewah Aisha. Ya, semua begitu suram tak ada yang bisa menjelaskan padanya termasuk tujuan ibunya waktu itu."Kamu dari mana saja Esti? Ibu kewalahan ngurusin Ahmad."Bu Winarti kesal tiga jam yang lalu menantunya pergi tanpa memberikan ka
"Esti, jaga mulut kamu. Lancang kamu sebut anakku, sundal. Ternyata kamu tidak bercermin dari kesalahan ibumu. Kamu hadir dalam rumah tangga putriku dan kamu menyalahkan anakku begitu? Sangat menyedihkan. Kamu perempuan yang baik cantik dan masih muda seharusnya kamu menata hidupmu lebih baik lagi tidak perlu mendengarkan apa yang dikatakan ibumu yang tentu mengarahkan kamu ke dalam curang kehancuran, kamu tidak tahu kisah yang sebenarnya terjadi di masa dulu dan kamu hanya mendengarkan apa yang dikatakan Ibumu tanpa bertanya pada kami permasalahan yang sebenarnya. Lihatlah di sini ada orang-orang yang berhubungan langsung dengan masa lalu ibu kamu bisa dengarkan mereka,""Aku tidak peduli dengan mereka yang aku butuhkan sekarang adalah anakmu dan kamu yang harus bertanggung jawab atas kehancuran rumah tanggaku dan ibuku. Terutama putrimu yang sok cantik itu dia harus membebaskan ibuku. Ibuku tidak bersalah semua ini rekayasa putrimu tidak mungkin Ibuku menyakiti orang,"Dari dalam su