"A.. apa kau gila ya?" Valen mencoba menyadarkan Jessen dari kalimat gilanya.
Jessen hanya mengangkat satu alisnya. "Emang kenapa? Ada yang salah?"
Valen masih bingung akan hal yang terjadi menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Maksudnya gini... Kan kau sendiri yang bilang ngak mau bertemu denganku lagi dan sekarang kau mau kita pacaran. Gimana sih." Kata Valen bingung.
Valen melihat Jessen yang terlihat datar membuat jantung Valen berdetak kencang semakin takut. "Enggak! Aku ngak mau. Aku ngak mau pacaran sama cowok sepertimu. Bye." Valen buru-buru kabur dari hadapan Jessen yang masih menatapnya hingga pergi.
Valen tidak mengerti apa mau cowok itu. Bisa-bisanya bertindak tidak waras seperti tadi. Bukankah Jessen yang kemarin menolaknya mentah mentah?! Kenapa sekarang dia ngajak pacaran? Dasar aneh.
***
Jadwal pembelajaran di sekolah telah usai semua mata pelajaran dapat di pahami Valen. Ia tidak sabar untuk pulang ke rumah dan menceritakan segala kejadian yang terjadi di sekolah kepada neneknya.
Perjalanan pulang sangat melelahkan namun itu akan terbayar ketika melihat nenek yang tersenyum lebar menyambutnya dengan biskuit buatan nenek yang sangat lezat.
Saat akan menyeberang jalan, hujan lebat mengguyur tempat Valen berada sekarang. Di halte bis. Valen duduk dan melihat kapan bisnya akan tiba untuk membawanya pulang. Namun bis tak kunjung datang yang membuat suasana hati Valen sedikit cemas. Bagaimana ia akan pulang?
Valen memandang sekitar. Terlihat di seberang jalan seorang nenek tua yang tidak memiliki payung, di tambah tidak ada tempat berteduh bagi sang nenek. Valen tanpa berfikir panjang mendatangi nenek tersebut dengan almamater sekolahnya. "Ayo nek kita ke halte aja." Kata Valen ketika sampai di hadapan nenek tersebut sambil menutupi tubuh nenek itu dengan almetnya sedangkan Valen sendiri kebasahan.
Nenek itu tampak haru melihat Valen.
"Kenapa kamu menolong nenek?"Valen tersenyum lebar tulus. "Sebagai sesama manusia harus saling menolong kan nek."
Senyuman Valen menular pada nenek itu dan ia mengangguk. "Terimakasih."
Mereka berjalan menuju halte dan berteduh di sana.
Nenek tersebut melihat Valen dari atas sampai bawah. "Kamu kebasahan, nanti kamu sakit."
Valen tertawa kecil. "Enggak bakal nek, saya kuat." Valen membusungkan dadanya bangga. Nenek itu hanya tertawa dan mengelus rambut Valen yang basah.
"Karena kamu baik, nenek akan kabulkan apa permintaanmu." Nenek tersebut tersenyum lebar pada Valen.
Valen yang tidak enak hati karena ia sebenarnya menolong bukan karena ingin imbalan. "Tidak apa nek, saya tulus kok nolong nenek."
Nenek itu terus memaksanya untuk meminta suatu permintaan. "Nenek tau kamu baik. Tapi nenek mau untuk balas budi kamu. Kalau nenek tidak balas budi nanti nenek akan selalu merasa tidak enak hati sampai kapan pun."
Kalau sudah begini mau ngak mau Valen harus buat permintaan. Tapi apa?
"Emm, kalau begitu saya ingin mendapatkan..." Kalimatnya terputus karena tidak tau mau minta apa.
Valen mendapatkan ide yang cemerlang. "Di elus nenek lagi." Valen tersenyum dan membungkukkan badan mengarahkan kepalanya ke hadapan nenek tersebut.
Nenek itu tertawa riang sambil mengelus kepala Valen. "Kamu orang yang sangat baik. Tidak mau menyusahkan orang lain."
Valen yang mendengar kalimat nenek tersebut tersenyum malu. "Ah nenek, bisa aja."
Nenek itu menatap Valen sangat hangat. "Kau mengingatkanku pada cucuku."
Valen jadi penasaran. "Siapa namanya nek?"
Nenek itu menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan berat. "Pompom"
Sepertinya Valen salah bertanya. Apakah ada sesuatu yang terjadi pada cucu nenek tersebut? Valen menggelengkan kepala agar jangan menanyakan hal lain kepada nenek tersebut mengenai cucunya. Nenek itu tampak menjadi sangat sedih.
"Kamu anak baik. Nenek senang lihat kamu. Nenek butuh kamu untuk membahagiakan seseorang." Ujar nenek tersebut dengan penuh harap. Dia menjentikkan jarinya dan seperti ada angin yang sangat kencang menerpa tubuh Valen namun Valen tidak terjatuh. Valen menyilangkan tangannya menutupi wajah.
Valen membuka mata. Seketika nenek itu menghilang. Dan sekarang Valen hanya duduk seorang diri dengan pakaian kering dengan almet yang terpakai rapih.
Bukannya tadi dia berdiri dan pakaiannya basah kuyup?
Valen sangat bingung.
Apa tadi Valen tertidur?
Valen memegangi kepalanya yang terasa pusing memikirkan hal itu. "Kalau itu mimpi, kok terasa nyata banget ya?"
Bush.
Suara hembusan asap bis berhenti membuat Valen tersadar dari lamunannya.
Valen melangkah masuk ke bis dengan pikiran yang sangat bercabang. Dia duduk di dekat kaca bis dan memperhatikan rintik-rintik hujan yang menepis di kaca yang di sebelahnya. "Ini apa sih?"
***
Sampai di rumah badan Valen terasa sangat lelah memikirkan hal yang tejadi padanya satu harian ini.
Ria yaitu nenek Valen, memegangi kepala cucu kesayangannya itu. "Valen sakit?"
Valen menggeleng tidak tau mau bilang apa. Sepertinya tenaganya habis terkuras memikirkan hal yang memberatkan otaknya. "Valen kecapekan nek. Valen tidur dulu ya."
Ria yang khawatir langsung mengantar Valen ke kamarnya. "Perlu nenek temani tidur?"
Valen sekali lagi menggelengkan kepalanya dan menatap ria dengan senyuman yang meyakinkan dia tidak apa. "Engga apa nek, Valen tidur sendiri aja."
Ria yang mempercayai cucu kesayangannya tersebut pun membalas senyuman Valen dan menutup pintu kamar Valen.
Valen menutup mata lelap dan rasanya sangat nyaman
***
Kring kring kring.
Terdengar suara jam beker yang terdengar berbeda, tidak seperti biasanya yang berbunyi kringgg yang hanya sekali bunyi namun berbunyi panjang. Valen terbangun dan mengusap matanya.
"Kok terang sih? Biasanya kan gelap."
Valen melihat sekitarnya dan bingung dia berada di kamar yang berbeda.Tiba-tiba seperti ada orang yang lain di kasurnya. Orang itu terbangun dan matanya membulat terkejut. "Kau ngapain di sini?!"
"Aaaaa..." Valen yang shock melihat sosok Jessen menjerit kencang.
Apa yang terjadi di sini? kenapa aku ada di sini?
semua pertanyaan itu berputar di kepala Valen. Hal gila apa yang terjadi padanya sekarang!
Valen yang sangat syok berada di tempat tidur yang ada Jessennya memukuli Jessen dengan bantal. "Kau gila!!! Memang gila!!! Aku kau apain?!! Kenapa aku ada di sini?!! Kau.."Jessen menyumpal mulut Valen dengan bantal dan mendorong tubuh Valen hingga terlentang. "Kau jangan berisik... Nanti kau ketauan sama orang yang di rumah ini" Bisik Jessen.Bener dugaan Valen, pasti dia yang mencuri membawa Valen ke kamarnya.Valen masih merontah-rontah melepaskan dirinya dari tangan Jessen. "Mm..lepasin..mm m..aakuu..mm""Kalau kau masih ngak bisa diam. Nanti aku cium."Kalimat itu membungkamkan Valen dari rontahannya.Jessen mengacak rambutnya bingung. "Sejak kapan kau di sini?"Valen melepaskan bantal yang menimpuk wajahnya tadi. "Dasar cowok mesum. Kau mencuriku dan tidur denganku! Kau... Kau... !!! Argh kau merenggut kesucianku!!!"Lagi lagi bantal kembali menyumpal mulut Valen. "Aku bahkan baru tau kau ada di sini!" Jessen dengan wajah kebing
"Huh..." Aku menghembusakan nafas berat sambil menyandarkan wajah dalam lipatan tanganku di meja."Kau kenapa Val?" Tessa bingung melihat perilakuku yang seperti orang yang tak semangat hidup.Aku mengacak rambutku prustasi. "Aku mau ke UKS dulu."Aku meninggalkan Tessa yang masih bingung dengan perilakuku."Kenapa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Nenek itu sebenarnya siapa sih? Dan kenapa aku harus mengikuti perkataan nya?" Aku terus mengumpat sepanjang perjalananku ke UKS.Langkah kakiku di jegat. "Mana ponsel dan kunciku?"Aku memandangi Jessen dengan penuh amanah. "Sabar! Aku ambil dulu di kelas! Tunggu di sini!" Langkah kakiku menghentak setiap kali melangkah.Kuambil kunci dan ponsel Jessen dan kembali ke hadapannya. "Nih!"Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung pergi berjalan ke UKS.***"Huhh..." Lagi-lagi aku menghembuskan napas tak kalah berat dari hembusan yang sebelumnya.Aku tak membawa b
Aku mengendus kesal. "Aku manjat! Biar bisa jumpa kakak!"Jessen masih menatapku dengan dingin. "Trus kau mau apa?"Aku menggaruk kepalaku geram. "Kakak... Tadi kan aku yang nanya itu, kenapa jadi kakak tanya balik." Aku menekan kalimat terakhirku."Kemarin datang-datang mau jebloskan aku ke penjara, sekarang nanya aku mau apa, besok ngajak aku nikah?" Jessen memiringkan senyumnya menyindirku.Aku mengelus dadaku. Sabar, sabar, nanti kalau ini semua sudah berakhir kau bisa membacoknya."Ya udah aku mau pulang aja." Sambungku singkat sambil membalikkan badan dan berjalan keluar kamar.Aku memperlambat langkahku. Kenapa dia tidak menghalangiku keluar ya?Aku menoleh sedikit ke arahnya. Dia kembali duduk di bangku belajarnya dan membaca bukunya.Aku masih memperlambat langkahku."Jalanmu lama ya. Berharap aku menghalangi mu keluar?"Mataku membulat. Kok dia tau sih?"Amit-amit!" Sambungku kembali membalikkan b
Aku termangu duduk di kelas walaupun guru tengah menjelaskan materi. Kepalaku sudah mulai paham tentang kerja buku mistis ini.Aku memandangi buku ini. Kapan ya aku bisa bicara sama nenek itu lagi?"Valen!"Aku tersentak dari lamunanku dan menatap ke arah depan. "I iya Bu.""Bengang bengong, bengang bengong... Coba kamu jelaskan apa yang saya terangkan tadi!"Sial... Lagi mapel fisika pula...Aku hanya memegangi tengkukku dan tersenyum pasrah."Berdiri di luar!"Hem... Ya sudahlah.Aku melangkahkan kakiku keluar dan duduk di kursi tunggu di seberang kelas.Bu Septi yang memarahiku tadi melihatku dengan amarah. "Siapa yang suruh duduk?!... Berdiri!"Aku langsung berdiri dengan tegap."Angkat kaki satu dan buat kedua tanganmu menjewer kuping!"Aku langsung mengikuti perintah nya."Lakukan sampai jam saya selesai!" Ibu itu masuk ke kelas dan menutup pintu."Iya bawel...
Aku membalikkan badan dan mengusap tengkukku. "Em. Tapi aku harus balik ke sekolah kak. Nanti aku di pikir bolos."Dia menatapku. "Namamu siapa?""Valen kak."Dia menggelengkan kepalanya. "Bukan, nama lengkapmu.""Valentresia kak.""Kelas?""XI MIPA 1 kak."Kakak itu merogoh ponselnya yang ada di saku celananya dan tampak sedang mengetik sesuatu. Kemudian dia menatapku lagi. "Aku udah izinin kamu. Sekarang kamu di sini aja. Temenin aku."Dalam hati sebenarnya aku senang ngak masuk kelas lagi, karena aku sangat bad mood sekarang.Tapi, memangnya kakak ini siapa? Kok bisa ngizinin aku segala.Aku menarik kursi yang berada di dekat kakak itu dan duduk bersebelahan dengan tempat tidur nya. "Kok bisa?"Kakak itu terkekeh kecil. "Bisa dong."Dia menggenggam tanganku menaruh di dadanya dan menutup matanya. "Udah di sini aja."Mataku terbelalak seperti mau copot dari kelopak mataku, pembuluh darahku m
Pagi ini aku sibuk mencari di mana diaryku berada. Bisanya ada di kantong depan tasku dan tertutup rapi. Tapi waktu aku cek, kantong itu udah terbuka. Kapan ini terbuka ya?Aku sangat tidak menyadari itu. Karena dua hari belakangan ini aku ngak nulis apa pun di sana, jadi aku ngak ada ngecek itu.Aku coba mengingat kapan terakhir kali aku membuka kantong depan tasku.Oh aku ingat. Waktu aku terkejut akan kehadiran buku mistis di tasku, waktu itu buku mistis, diary dan buku Tessa ada di sana.Gawat kalau di baca sama orang lain... Bisa-bisa mereka tau kalau aku suka sama Jessen!Aku bergegas ke sekolah."Duh... Apa masih ada di kelas ya? Malah udah lama lagi kejadiannya." Aku panik.Aku berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu masih ada di kelas.Sesampainya aku di sekolah, aku mengecek apakah masih ada di bawah kolong meja.Waktu aku cek, semua kolong meja sudah bersih. Tidak ada buku apapun."Eh kalia
Prov Rio"Rio." Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut papa saat bertelepon denganku."Iya pa?""Besok papa jemput, dan kita balik ke Indonesia." Sambungnya."Hah? Tapi pa...""Tidak ada tapi-tapi, kamu di sana tidak ada yang perhatikan. Jadi di sini papa bisa pantau kamu.""Ta tapi pa..."Tut Tut TutArh.. kenapa harus pindah sih?!Drett...Aku langsung mengangkat ponselku yang bergetar.Aku harus komen ke papa, memangnya salahku apa sampai-sampai harus di pantau segala?!"Halo pa.""Haha why you call me pa, beb?"Aku kembali melihat layar ponselku, Anne.Ck kenapa sih selalu di waktu yang tak tepat!"We broke up! Don't call me again!"Pekikku sambil mem
"Dia pacarku."Kalimat Jessen berhasil membuat mulutku ternganga dan menyergitkan dahi. Gimana tidak, pacar? Apa coba maksudnya?Kak Rio menatapku bingung. Dia tampak memikirkan sesuatu, selang beberapa saat dia tersenyum dan merangkul Jessen sambil membisikkan sesuatu.Jessen malah menatap kak Rio datar dengan senyuman. Kemudian menoleh ke arahku.Aku tak mau punya masalah lagi dengan Jessen sekarang. Karena kalau aku bilang ke kak Rio kalau aku bukan pacar Jessen, Jessen akan menjauh dan misiku tak akan pernah selesai, ditambah aku akan selalu tertimpa segala kesialan. Lebih baik aku mengiyakan saja. "Em. Iya, aku pacaran nya."Jessen mengalihkan pandangannya dariku dan menatap Rio. "See."Yang lebih gilanya, Jessen melanjutkan jalan tanpa merasa bersalah.Rio masih menatapku. Aku coba memberi Penjelasan. "Ma maaf kak, aku.""Ngapain berdiri di situ. Cepat." Jessen memotong kalimatku.Sontak aku langsung memaling
20 Tahun Kemudian"Mama. Cepetan. Fian ngak bisa terlambat ma."Valen cepat cepat memasang sepatu vansusnya dan segera berjalan ke arah anak lelaki nya yang cerewet. "Sabar dong sayang. Ini masih juga jam 7." Valen mengacak rambut anaknya.Sedangkan Jessen terkekeh kecil melihat anak dan istrinya. Bukan tanpa sebab, kenapa anak anak lebih taat waktu di bandingkan ibunya? Ckck, ada saja.Kemudian Fian masuk ke dalam mobil susuk di kursi belakang begitu pun Valen masuk ke dalam mobil tapi duduk di kursi d pan bersebelahan dengan Jessen yang mengemudikan mobilnya.Fian mengomel ngomel tanpa suara karena kesal dengan keterlambatan mamanya yang tak taat aturan. Di lain sisi Valen terkekeh melihat anaknya yang kopas banget dengan papanya.Brum...Mobil pun melajudengan kecepatan sedang.Fian: A
1 Tahun kemudianDrretRio terbangun dari tidurnya saat mendengar suara ponselnya yang bergetar."Em..." Rio merenggangkan badan. Dan langsung mengangkat ponselnya. "Ha apa. Aku udah punya pacar, ngak usah kecentilan." Rio langsung mematikan ponselnya malas dan kembali tidur.Selama Rio berkuliah memang banyak sekali gadis yang mendekatinya. Dia sangat muak, ntah dari mana mereka dapat nomor Rio. "Dasar Psikopat." Ucap Rio.DrettKen mengusap wajah nya jengah.Dia mengangkat ponselnya dengan kesal. "Apa sih! Kau budeg ya!""Rio." Kata orang yang ada di seberang sana.Mata Rio melotot mengenali suara ini. "Sayang?" Rio langsung melihat nama kontak yang menelpon nya.'Sayang ✨❤️'Buru buru Rio langsung duduk dan kembali menempelkan ponselny
"Jessenn.... Aku cape banget..." Kata Valen manja sambil memeluki Jessen yang tengah sibuk mengerjakan tugas kuliahnya.Jessen tersenyum kecil dan menoleh ke belakang melihat Valen yang mengenakan pyama tidur nya. "Tidur luan gih... Besok kan masih MOS."Valen mendengus kesal mengingat doa besok harus kuliah juga. "Hm.."Valen menegakkan badannya dan melepas rangkulannya kemudian berbalik berjalan ke ranjang. Namun langkah Valen terhenti mengingat sesuatu. "Oh ya." Valen kembalikan badan. "Temen kamu yang namanya Ken itu.."Mendengar nama Ken Jessen langsung kesal. Jessen tak suka kalau istrinya menyebutkan nama lelaki lain selain daripada nya. "Ken apa." Tanya Jessen datar."Kok marah.." Valen bingung.Jessen bangkit dari bangkunya dan langsung memeluk Valen. "Ngapain sih bahas dia. Dengar nya sayang. Aku ngak suka kamu nyebutin nama lelaki lain."Valen terkekeh. "Apa sih sayang. Aku cuma mau nanya, kamu itu ada ngasih tau kalau kamu
Beberapa hari kemudian.Jessen berjalan keluar dari parkiran mobil kampus bersama Valen menuju halaman kampus. Hari ini adalah hari pertama Valen berada di kampus. Menginjakkan kakinya sebagai Mahasiswa Baru atau dapat di sebut Maba.Ini adalah hari MOS pertama Valen!Jessen tak hentinya menatap sang istri yang sama sekali takkan bosan bagi matanya untuk di tatap. Di tambah lagi karena kejadian beberapa hari lalu yang benar-benar memuaskannya di kamar membuat Jessen ingin lebih sering melakukan nya lagi.Setelah berada di lapangan. Terdapat banyak mahasiswa yang mengenakan baju serba putih dan celana serta rok hitam. Menandakan mereka juga merupakan Maba di sini.Valen menghentikan langkahnya dan menatap Jessen dengan senyuman. "Sampai sini aja antarnya. Kamu ke kelas aja gih.." Suruh Valen.Jessen tersenyum. "Oh... Jadi ceritanya ngusir aku nih..." Jessen pura pura ngambek.Valen mencubit pipi Jessen sesaat kemudian melepaskannya. "S
Author POV(1 setengah tahun kemudian)"JESSEN!!!...." Valen menjerit kegirangan.Jessen menjauhkan ponselnya dari telinganya yang berdengung sakit mendengar teriakan Valen kemudian kembali mendekat kan ponselnya lagi. "Kenapa sayang?""AKU LULUS DI JURUSAN KEDOKTERAN!!!!!" Pekik Valen sekali lagi. Sedang orang yang di telpon di seberang sana malah terkekeh mendengar istrinya yang seperti bocil dapat lolipop."Selamat sayangggg....""AAAA.... AKU SENENG BANGET TAU NGAK..."Jessen tersenyum sumringah."Pokoknya, kalau kamu nanti kamu pulang, aku bakalan ngasih apapun... Hehe... Lagi baik soalnya..." Valen cengengesan.Jessen yang mendengar itu menaikkan satu alisnya. "Semuanya?""Iya.. semuanya."
Author POVRio duduk di meja makan sambil membaca buku sejarah. Mulai hari ini dia tak membiarkan waktu yang dia punya untuk bermalas malasan. Dia harus bisa meraih prestasi di sekolah.Pertama yang harus dia lakukan adalah mendapatkan nilai ujian yang tinggi, kemudian Ranking kelas dan bahkan Juara umum sekolah.Well. Agak berlebihan sih. Tapi itu harus dia lakukan demi Tessa.'Tessa. Kau harus jadi milikku! Titik!'Mama dan papa Rio cengo melihat anak nya yang bertingkah aneh.Mereka saling tatap dan kembali melihat ke arah Rio."Nak. Kalau makan, makan aja dulu. Belajar nya kan bisa nanti." Mama Rio menegur.Rio tak menggubris dan tetap makan sambil kembali membaca buku."Iya Rio. Lagipula. Tumben kamu belajar." Papa Rio bingung melihat anaknya.
Author POVRio duduk di kelasnya bersama Jessen di sebelah nya. Rio bingung harus mulai dari mana agar bisa jadi anak emas seperti Jessen."Apa." Ucap Jessen tiba tiba tanpa melihatnya membuat Rio terkejut ternyata si Jessen peka di lihati.Rio menggeleng cepat dan memalingkan wajahnya kembali menatap papan tulis dan memperhatikan guru mengajar.Rio kembali curi pandang melihat ke arah Jessen.'Apa coba yang buat dia pintar, hm.''Kayaknya di mulai dari fokus belajar deh.''Oke kalau gitu.'Rio terus bermonolog dalam hati.Rio memperhatikan kembali papan tulis dan kemudian fokus untuk belajar.***Jam istirahat berlangsung.Rio terus memperhatikan gerak gerik Jessen. Sungguh dia ingin menjadi idaman Tessa, jad
Author POVRio berjalan menyusuri koridor sekolah. Berharap menemukan seseorang, siapa lagi kalau bukan Tessa. Dia sangat merindukan wanita itu, padahal semalam baru saja berjumpa."Ck. Mana sih." Decak Rio kesal tak kunjung menemukan Tessa.Mata Rio sibuk mencari keberadaan Tessa. Dan akhirnya matanya puas karena menangkap sosok yang di nanti.Tessa duduk di dalam kelas. Valen tak datang dan Tessa tak tau kenapa.Tessa memukul meja pelan. Rasanya menyebalkan. Di saat dia ingin cerita betapa menyebalkannya orang tuanya kemarin, di saat itu Valen malahan ngak hadir, di telfon ngak di balas dan bahkan sudah di spam chat juga ngak di tanggepi."Pokoknya hari ini aku harus ke rumah Valen." Ucapnya dengan nada pelan tapi dengan penekanan.Kelas Tessa tiba tiba riuh karena kedatangan ses
Aku terbangun dari tidurku. "Whoam." Aku menguap.Ku rengangkan tanganku, kemudian aku tersadar dari tadi tangan Jessen masih ada di perutku bersentuhan langsung dengan kulit ku... Aku masih telanjang hanya berbalut selimut bersama Jessen!Ingatanku kembali terulang saat pergumulan panas kami kemarin. Jessen agresif sekali, membuat aku benar-benar kewalahan. Aduh... Malu banget aku sekarang. Bahkan aku sekarang ngak mau lihat Jessen.Tiba tiba tangan Jessen menarikku dan membuat aku berada di atasnya yang juga masih telanjang. Dia memelukku, membenamkan wajahnya di bahu depanku. Mencium lembut kemudian menatap ku, "Mandi bareng aku."Deg!Wajah ku memanas. Aku langsung menutup wajahnya dengan kedua tanganku.Dia terkekeh. "Aku udah lihat seluruh badanmu. Kenapa harus malu lagi, hem?"Kalimat Jessen semakin membuat ku tambah malu. Jessen membalikkan posisi kami, membuat dia berada di atas ku. Membuat tangan ku terlepas dari wajahnya.