Jessen menatapku datar. "Masuk ke kamarku. Dia aku yang tangani."
"Kau jangan bilang aku di rumahmu ya! Nanti dia kira aku ini wanita apaan..." Tegasku.
Jessen membuang wajah malas. "Hm."
Aku langsung pergi ke kamarnya dan menutup kamar berharap mereka tidak ke sini.
Aduh....
Aku menunggu.
Srekk.
Terdengar suara pintu depan apartemen Jessen yang terbuka.
Degdeg...
Jantungku semakin berdegup kencang."Mana Valen?" Suara Ken terdengar berdengung sampai kamar.
Astaga...
"Ini apartemenku." Sambung Jessen.
Bagus Jes.
"Aku tak percaya. Aku mau ke kamarmu."
DAMN...
Oh my God, Oh my God!
Aku harus ke mana!
Aku berjalan tanpa arah di kamar Jessen.
Mampus aku... Mampus!
Ah.. Aku tau! Sembunyi dalam lemari!
Aku langsung bersembunyi dalam lemari Jessen dengan cepat. Duduk di dalamnya dan menutupi badanku dengan berbagai baju.
Sreekk
Pintu
DegDegDegBadanku membantu mendengar kalimat Jessen tadi. Aku mencoba melepaskan pelukannya. Dia semakin memelukku erat. "Udah aku bilang aku masih sakit. Rawat yang bener lah." Kata Jessen tanpa melihat ke arahku dan tetap menutup matanya."Kau udah gila ya?!" Pekikku.Dia menatapku datar. "Kenapa?"Aku menggelengkan kepalaku tak percaya. "Kau benar-benar sudah tak waras."Jessen menenggelamkan wajahnya di leherku, membuat jantung ini berdebar seperti berlari maraton 100 meter!"Memang pacaran ngak boleh bermesraan?" Kata Jessen polos.Tunggu. Apa kubilang? Polos? Tindakan seperti ini polos kau katakan Val?!Di mana otakmu!Suasana semakin memanas.Dia semakin mendekapku dan bernapas di leherku.Val! Sadar! Sadar!Jangan sampai kau lepas kendali!Dia semakin mengeratkan dekapannya.Semakin erat.Erat.Aku tak dapat lagi mengontrol diri!Ini keadaan
Sepulang kuliah aku tak pulang ke rumah Jessen. Aku di perpus kota.Aku masih memikirkan bagaimana nasibku sekarang.Tessa akan pergi, aku ngak mungkin kembali ke tempat nenek dan kakek. Kejauhan. Dan yang pasti aku ngak mau pulang ke rumah Jessen.Aku tidak mengerti pola pikir Jessen sekarang. Antara dia serius melakukannya apa engak, aku tak paham. Serius. Aku pusing.Mau ngak mau aku harus telpon nenek.Aku pun menelepon nenek.Tut Tut TutNenek tak mengangkat panggilanku.Aku mengusap wajahku gusar.Apa yang akan aku lakukan sekarang?!Ponselku bergetar.Aku harap ini nenek.Aku melihat layar ponselku. Ini Jessen.Aku tak mau mengangkatnya."Kenapa tak menungguku?" Ucap Jessen yang rupanya sedari tadi di sini.Aku tersentak kaget.Dia duduk di sebelahku menatapku datar.Aku sedikit demi sedikit menjauhkan diri dari padanya."Eh bego. Kau kenapa?" Katanya da
Aku belajar di dalam kelas dengan fokus.DrettPonselku bergetar. Aku melihat layar ponselku dan tertera ada chat masuk dari... Ken?Aku tak ingin membukanya.Ponselku kembali bergetar. Kali ini dia menelponku.Aku mematikannya.Ck. Sibuk amat sih ni orang, lagi belajar juga.Beberapa saat kemudian pintu kelas terbuka kencang, seluruh mata melihat ke arah sumber suara."Maaf pak mengaggu waktunya." Ken datang!"Iya. Ada apa Ken?" Tanya pak Sudarsono."Saya mencari Valentresia pak. Di panggil oleh pihak TU kampus pak." Jelasnya.Heh? Emang aku ada masalah sama perkuliahan makanya TU manggil aku?Pak Sudarsono mengangguk kemudian menghadap ke arah murid. "Valentresia."Aku berdiri. "I iya pak.""Silahkan ikuti Ken, ada yang perlu kamu urus di TU." Sambung pak Sudarsono.Aku pun mengangguk dan pergi bersama Ken.Aku terus memikirkan kenapa aku di panggil dengan TU. Aku udah b
Ken provAku tak fokus pada pembelajaran lagi sekarang. Tubuh ini terasa sangat panas menahan emosi.Baru kali ini, sepanjang sejarah kehidupan yang kujalani sekarang aku emosi tak terkontrol seperti ini!Aku terus bernafas dengan terus mendengus kesal.Bagaimana bisa Jessen mencium Valen seenak jidatnya?!Well. Sebenarnya aku juga begitu sih.. Tapi aku sangat tak terima kalau Valenku di sentuh apalagi di cium oleh orang lain selain aku. Aku tak terima!Aku mendengus kesal setiap kali mengingat kejadian itu. Membuat darah ku naik pagi pagi!Sial!"Woy Ken." Panggil Grabta yang duduk si sebelah bangkuku sekarang."Apa?" Aku melihatnya dengan tatapan api yang menyala-nyala."Oy. Santai dong."Aku membuang malas wajahku ke semi arah.
Aku sangat panik di ruang tunggu ini. Hal yang terus berputar di kepalaku adalah Apakah Jessen akan baik-baik saja?Astaga... Aku takut sekali.Aku duduk di kursi tunggu sambil menutup wajahku dengan telapak tanganku.Kakiku terus kuhentak hentakkan.Ck. Mana sih nih dokter... Lama banget keluarnya.SreetPintu ruang Jessen terbuka. Tampak seorang lelaki paruh baya menggunakan baju rapi dan jas panjang putih yang menutupi baju yang di kenakannya. Itu dokter yang memeriksa Jessen tadi beserta beberapa staf perawat pria dan wanita yang berjalan di belakang sang dokter.Aku langsung melangkahkan kakiku ke sana dengan segera."Dok. Gimana keadaannya dok?" Kataku dengan sedikit bernada tinggi bukan karena marah tapi karena kepanikan.Dia menepuk pelan pundakku. "Dia tak apa. Kau tak perlu mengkuatirkannya."Aku bisa bernapas lega. Syukurlah."Apakah saya bisa masuk dok?" Tanyaku dengan nada riang karena bersyuku
Ken melihat ke arah bibi datar. "Bi. Hari ini bibi ngak perlu masak." Kemudian Ken menatapku dengan senyuman. "Biar sayang aku aja yang masak."Kalimat itu membuat seluruh pelayanan yang bekerja di dekat kami tersipu-sipu malu.Tapi tidak denganku. Apaan coba dia?!"Siape sayangmu? Sok kecakepan amat sih."Para pelayan menahan tawa mereka yang kemudian di tatap sinis Ken, membuat mereka terdiam.Ken memelukku dari belakang membuatku menoleh sambil menatapnya menahan emosi. "Sayang.. Kalau kamu ngak masakinAku. Aku..." Dia menggigit bibir bawahnya kemudian sedikit mengatup dan memajukan bibirnya sambil menatap bibirku seperti akan menerkamnya."Heh!" Aku menyikut perutnya."Ahh.."Dia tetap tidak menyerah. Dia masih memelukku.Dia mencium pipiku. "Much." Kemudian memekik kegirangan. "Nah. Kenak kan..."Anjrit... Ini di depan umum!Para pelayan mengintip intip kami berdua selagi melaksanakan tugas. Mere
Aku memasuki rumah sakit di mana Jessen di rawat dengan membawa... Tunggu, aku ngak membawa apapun... Well, tujuanku ke sini kan biar ngak ketahuan dokter. Kalau aku masuk dengan bawa bunga atau apalah itu dan menaruhnya di dalam ruangan si Jessen, hemm... Kau tau lah akibatnya.Aku berjalan dengan tenang menuju ruangan Jessen. Dan akhirnya aku sampai di depan pintu kamarnya.Aku sedikit mengintip melihat ke dalam ruang.Mataku terbelalak kaget melihat Jessen yang sudah sadarkan diri dan sekarang berada bersama mantan tunangannya.Rasanya sangat kesal.Kenapa cewek itu bisa masuk sedangkan aku tidak?!Dan gilanya, dokter yang menyuruhku untuk tidak datang juga ada di situ!Maksudnya apa coba?!Aku masuk ke dalam dengan sedikit membanting pintu. Ya... Walaupun aku sangat terbakar emosi aku sadar aku ada di mana.. ini di rumah sakit, kalau aku banting pintu keras, kalau tetangga sebelah kamar Jessen ada yang sakit pasti bakalan m
Ken kembali menegakkan badannya. Dan menyalam nenek."Ish. Ngak usah sok baik lah." Cetusku.Dia menatapku. "Sayang. Kalau sama nenek martua harus sopan dong."Ihh...Aku mengalihkan pandanganku darinya dan menatap nenek.Hah? Nenek malah jadi senyum-senyum."Enggak ya nek. Dia bukan siapa siapa." Aku melirik tajam Ken. "Apaan sih. Jijik." Protesku.Dia melihat nenek. "Nek. Kapan saya bisa menikah dengan Valen?" Tanyanya tanpa dosa."Gila kau ya!" Bentakku.Nenek tersenyum sambil menyikutku. "Kapan Valen siap. Nenek bakal izinin." Nenek mengedipkan salah satu mata menyetujui Ken.Haa?Aku hanya mengagap Sambil menggelengkan kepala.Ken tersenyum kecil melerikku."Udah lah nek. Valen mau masuk. Capek." Kataku acuh."Iya iya." Nenek mempersilahkan aku masuk.Baru dua langkah kakiku berjalan."Pacarnya Valen nginap aja ya malam ini. Karena ini udah larut malam."Kakiku
20 Tahun Kemudian"Mama. Cepetan. Fian ngak bisa terlambat ma."Valen cepat cepat memasang sepatu vansusnya dan segera berjalan ke arah anak lelaki nya yang cerewet. "Sabar dong sayang. Ini masih juga jam 7." Valen mengacak rambut anaknya.Sedangkan Jessen terkekeh kecil melihat anak dan istrinya. Bukan tanpa sebab, kenapa anak anak lebih taat waktu di bandingkan ibunya? Ckck, ada saja.Kemudian Fian masuk ke dalam mobil susuk di kursi belakang begitu pun Valen masuk ke dalam mobil tapi duduk di kursi d pan bersebelahan dengan Jessen yang mengemudikan mobilnya.Fian mengomel ngomel tanpa suara karena kesal dengan keterlambatan mamanya yang tak taat aturan. Di lain sisi Valen terkekeh melihat anaknya yang kopas banget dengan papanya.Brum...Mobil pun melajudengan kecepatan sedang.Fian: A
1 Tahun kemudianDrretRio terbangun dari tidurnya saat mendengar suara ponselnya yang bergetar."Em..." Rio merenggangkan badan. Dan langsung mengangkat ponselnya. "Ha apa. Aku udah punya pacar, ngak usah kecentilan." Rio langsung mematikan ponselnya malas dan kembali tidur.Selama Rio berkuliah memang banyak sekali gadis yang mendekatinya. Dia sangat muak, ntah dari mana mereka dapat nomor Rio. "Dasar Psikopat." Ucap Rio.DrettKen mengusap wajah nya jengah.Dia mengangkat ponselnya dengan kesal. "Apa sih! Kau budeg ya!""Rio." Kata orang yang ada di seberang sana.Mata Rio melotot mengenali suara ini. "Sayang?" Rio langsung melihat nama kontak yang menelpon nya.'Sayang ✨❤️'Buru buru Rio langsung duduk dan kembali menempelkan ponselny
"Jessenn.... Aku cape banget..." Kata Valen manja sambil memeluki Jessen yang tengah sibuk mengerjakan tugas kuliahnya.Jessen tersenyum kecil dan menoleh ke belakang melihat Valen yang mengenakan pyama tidur nya. "Tidur luan gih... Besok kan masih MOS."Valen mendengus kesal mengingat doa besok harus kuliah juga. "Hm.."Valen menegakkan badannya dan melepas rangkulannya kemudian berbalik berjalan ke ranjang. Namun langkah Valen terhenti mengingat sesuatu. "Oh ya." Valen kembalikan badan. "Temen kamu yang namanya Ken itu.."Mendengar nama Ken Jessen langsung kesal. Jessen tak suka kalau istrinya menyebutkan nama lelaki lain selain daripada nya. "Ken apa." Tanya Jessen datar."Kok marah.." Valen bingung.Jessen bangkit dari bangkunya dan langsung memeluk Valen. "Ngapain sih bahas dia. Dengar nya sayang. Aku ngak suka kamu nyebutin nama lelaki lain."Valen terkekeh. "Apa sih sayang. Aku cuma mau nanya, kamu itu ada ngasih tau kalau kamu
Beberapa hari kemudian.Jessen berjalan keluar dari parkiran mobil kampus bersama Valen menuju halaman kampus. Hari ini adalah hari pertama Valen berada di kampus. Menginjakkan kakinya sebagai Mahasiswa Baru atau dapat di sebut Maba.Ini adalah hari MOS pertama Valen!Jessen tak hentinya menatap sang istri yang sama sekali takkan bosan bagi matanya untuk di tatap. Di tambah lagi karena kejadian beberapa hari lalu yang benar-benar memuaskannya di kamar membuat Jessen ingin lebih sering melakukan nya lagi.Setelah berada di lapangan. Terdapat banyak mahasiswa yang mengenakan baju serba putih dan celana serta rok hitam. Menandakan mereka juga merupakan Maba di sini.Valen menghentikan langkahnya dan menatap Jessen dengan senyuman. "Sampai sini aja antarnya. Kamu ke kelas aja gih.." Suruh Valen.Jessen tersenyum. "Oh... Jadi ceritanya ngusir aku nih..." Jessen pura pura ngambek.Valen mencubit pipi Jessen sesaat kemudian melepaskannya. "S
Author POV(1 setengah tahun kemudian)"JESSEN!!!...." Valen menjerit kegirangan.Jessen menjauhkan ponselnya dari telinganya yang berdengung sakit mendengar teriakan Valen kemudian kembali mendekat kan ponselnya lagi. "Kenapa sayang?""AKU LULUS DI JURUSAN KEDOKTERAN!!!!!" Pekik Valen sekali lagi. Sedang orang yang di telpon di seberang sana malah terkekeh mendengar istrinya yang seperti bocil dapat lolipop."Selamat sayangggg....""AAAA.... AKU SENENG BANGET TAU NGAK..."Jessen tersenyum sumringah."Pokoknya, kalau kamu nanti kamu pulang, aku bakalan ngasih apapun... Hehe... Lagi baik soalnya..." Valen cengengesan.Jessen yang mendengar itu menaikkan satu alisnya. "Semuanya?""Iya.. semuanya."
Author POVRio duduk di meja makan sambil membaca buku sejarah. Mulai hari ini dia tak membiarkan waktu yang dia punya untuk bermalas malasan. Dia harus bisa meraih prestasi di sekolah.Pertama yang harus dia lakukan adalah mendapatkan nilai ujian yang tinggi, kemudian Ranking kelas dan bahkan Juara umum sekolah.Well. Agak berlebihan sih. Tapi itu harus dia lakukan demi Tessa.'Tessa. Kau harus jadi milikku! Titik!'Mama dan papa Rio cengo melihat anak nya yang bertingkah aneh.Mereka saling tatap dan kembali melihat ke arah Rio."Nak. Kalau makan, makan aja dulu. Belajar nya kan bisa nanti." Mama Rio menegur.Rio tak menggubris dan tetap makan sambil kembali membaca buku."Iya Rio. Lagipula. Tumben kamu belajar." Papa Rio bingung melihat anaknya.
Author POVRio duduk di kelasnya bersama Jessen di sebelah nya. Rio bingung harus mulai dari mana agar bisa jadi anak emas seperti Jessen."Apa." Ucap Jessen tiba tiba tanpa melihatnya membuat Rio terkejut ternyata si Jessen peka di lihati.Rio menggeleng cepat dan memalingkan wajahnya kembali menatap papan tulis dan memperhatikan guru mengajar.Rio kembali curi pandang melihat ke arah Jessen.'Apa coba yang buat dia pintar, hm.''Kayaknya di mulai dari fokus belajar deh.''Oke kalau gitu.'Rio terus bermonolog dalam hati.Rio memperhatikan kembali papan tulis dan kemudian fokus untuk belajar.***Jam istirahat berlangsung.Rio terus memperhatikan gerak gerik Jessen. Sungguh dia ingin menjadi idaman Tessa, jad
Author POVRio berjalan menyusuri koridor sekolah. Berharap menemukan seseorang, siapa lagi kalau bukan Tessa. Dia sangat merindukan wanita itu, padahal semalam baru saja berjumpa."Ck. Mana sih." Decak Rio kesal tak kunjung menemukan Tessa.Mata Rio sibuk mencari keberadaan Tessa. Dan akhirnya matanya puas karena menangkap sosok yang di nanti.Tessa duduk di dalam kelas. Valen tak datang dan Tessa tak tau kenapa.Tessa memukul meja pelan. Rasanya menyebalkan. Di saat dia ingin cerita betapa menyebalkannya orang tuanya kemarin, di saat itu Valen malahan ngak hadir, di telfon ngak di balas dan bahkan sudah di spam chat juga ngak di tanggepi."Pokoknya hari ini aku harus ke rumah Valen." Ucapnya dengan nada pelan tapi dengan penekanan.Kelas Tessa tiba tiba riuh karena kedatangan ses
Aku terbangun dari tidurku. "Whoam." Aku menguap.Ku rengangkan tanganku, kemudian aku tersadar dari tadi tangan Jessen masih ada di perutku bersentuhan langsung dengan kulit ku... Aku masih telanjang hanya berbalut selimut bersama Jessen!Ingatanku kembali terulang saat pergumulan panas kami kemarin. Jessen agresif sekali, membuat aku benar-benar kewalahan. Aduh... Malu banget aku sekarang. Bahkan aku sekarang ngak mau lihat Jessen.Tiba tiba tangan Jessen menarikku dan membuat aku berada di atasnya yang juga masih telanjang. Dia memelukku, membenamkan wajahnya di bahu depanku. Mencium lembut kemudian menatap ku, "Mandi bareng aku."Deg!Wajah ku memanas. Aku langsung menutup wajahnya dengan kedua tanganku.Dia terkekeh. "Aku udah lihat seluruh badanmu. Kenapa harus malu lagi, hem?"Kalimat Jessen semakin membuat ku tambah malu. Jessen membalikkan posisi kami, membuat dia berada di atas ku. Membuat tangan ku terlepas dari wajahnya.