Siren menyusuri gang sempit sejurus kemudian menghilang, ia pergi menyelinap dengan kemampuannya. Ia kini sudah berada dalam sebuah mobil van.Siren merogoh tasnya, kemudian ia menyerahkan disk pada orang yang ada di sampingnya."Ini data perusahaan itu," ucap Siren sambil menyodorkan disk itu."Bagus! Kinerjamu sungguh luar biasa, pantas Tuanku begitu mempercayaimu dan begitu mengandalkanmu," ucap orang itu.Siren tak menanggapi ucapan laki-laki yang ada disampingnya itu, ia kini sibuk membuka semua atribut yang ada pada dirinya.Siren membuka wignya, lalu kontak lensa di matanya. Kini mata coklat madu itu nampak jelas, lalu ia merobek kulit wajahnya dan terpampanglah wajah La Rossa. ia membuka gigi palsunya dan menghapus lipstik di bibirnya.La Rossa membersihkan wajahnya dengan tissue, ia kemudian menoleh ke samping. Ada Jonathan sang asisten Gilbert."Berikan sisa pembayarannya," pinta La Rossa tegas."Katakan apa yan
La Rossa memejamkan matanya, ia bergumam dalam hatinya,"Gilbert, apakah itu kamu,' Hati La Rossa tiba-tiba terasa sakit ketika mengenangnya, ia merindukannya sama rindunya terhadap ke dua orang tuanya. Ia kehilangannya sama persis seperti ia kehilangan orang tuanya. Di waktu yang bersama La Rossa harus kehilangan semua orang yang ia cintai. La Rossa masih memejamkan matanya, tapi kesadarannya tetap terjaga. Selama hidupnya ia tidak pernah merasa tenang meski dalam mimpinya sekalipun. Sejak kejadian 20 tahun yang lalu ia tidak pernah menikmati yang namanya tidur nyenyak, untuk mengobatinya ia akan berlatih sepanjang hari hingga ia merasa lelah, dan memudahkannya untuk tidur cepat. Selama itulah ia mengasah kemampuannya dalam bertarung dan menggunakan senjata, hampir semua senjata ia kuasai. Kecepatan gerakannya tidak ada yang menandingi dalam kelompoknya, ia adalah anggota terbaik dalam kelompok Vangsed. Tidak hanya itu, La Rossa juga jago dalam bidang IT, ia menjadi hacker an
La Rossa menyelinap dari mobil satu ke mobil yang lainnya, kecepatannya di luar nalar manusia. Julukan Manusia Tanpa Bayangan ia dapatkan dari kecepatannya berpindah tempat yang nyaris tak terlihat.Ia mengetuk sebuah mobil sedan butut di antara barisan mobil lainnya yang tengah menunggu lampu hijau. Pintu mobil terbuka, La Rossa langsung menyelinap masuk.“Apa kabar Ros?” sapa seseorang yang ada dibalik kemudi.“Kamu sendiri bagaimana?” La Rossa balik bertanya.“Seperti yang kamu lihat. Aku terus mencarimu, dan syukurlah akhirnya bertemu,” ungkap orang tersebut.“Sudah aku katakan berulang kali Jhon, cari pasangan hidup agar tidak kesepian. Aku tidak akan selamanya berada disisimu,” ujar La Rossa.Ternyata orang itu adalah Jhonny Andrea. Orang yang selama ini bersama La Rossa.“Aku tidak akan mencari pasangan sebelum kamu menemukan pasanganmu,” balas Jhon.La Rossa terdiam, ia tidak mengatakan apa pun lagi. Suasana sunyi.“Vangsed masih mencarimu, ia tahu kamu masih hidup,” Jhon meli
La Rossa pergi meninggalkan kediaman Aisyah, ia tidak ingin melibatkan orang-orang yang di cintainya.Sementara itu, Jonathan sedang menelepon atasannya yaitu Gilbert. “Apa yang terjadi?” cecar Gilbert begitu sambungan telepon itu tersambung.“La Rossa menghilang,” tegas Jonathan.“Apa maksudmu dengan menghilang!” teriak Gilbert tidak sabar untik mendengar kelanjutan berita yang Jonathan sampaikan.“La Rossa menghilang saat aku akan mengantarkannya ke tempat yang sudah kami sediakan untuknya. Ia minta turun di lampu merah, saat aku akan mengikutinya ia sudah menghilang,” jelas Jonathan.“Bodoh! Lalu bagaimana dengan tawaran itu?” tanya Gilbert“La Rossa menolak, ia minta 10%,” jawab Jonathan.“Berikan saja!” perintah Gilbert.“Aku tidak bisa memutuskan tanpa adanya persetujuan darimu,” jawab Jonathan.“Lalu?”“ Kami belum mendapatkan kesepakatan,”“Jika ia meminta semuanya pun akan aku berikan. Jangankan harta bahkan aku rela menyerahkan nyawaku untukknya,” ucap Gilbert, ada kesedihan
Deg! jantung Jonathan berpacu dengan cepat ada rasa kecewa yang menjalar di hatinya, ia merasa bahwa penantian yang Gilbert lakukan sia-sia. Semua pengorbanannya dan harapannya. "Halo, kamu masih di sana kan?" tanya La Rossa ketika ia tak kunjung mendapat jawaban jua. "Iya Ros, tentu bisa. Siapa orang yang begitu beruntung mendapatkan kasih sayangmu itu?" tanya Jonathan. Ia merasa penasaran siapa orang yang La Rossa sayangi itu sampai-sampai ia membutuhkan pengawalan. "Bukan urusanmu!" ketus La Rossa. Ia paling benci jika ada orang yang selalu mau tahu urusan orang lain, padahal tidak ada kapasitasnya di sana. "Sudah berulang kali aku katakan, jangan pernah ingin tahu akan urusan orang lain! Atau kamu akan terjebak di dalamnya dan mencari mati sendiri!" pesan La Rossa dingin dan angkuh. "Siapkan dua orang pengawal terbaik yang kamu miliki! Aku minta mereka untuk mengawal sahabatku Aisyah, kamu pasti sudah tahu 'kan keberadaan mereka?" ucap La Rossa. Jonathan tercengang kaget saat
La Rossa menatap kembali Komrad dengan tatapan penuh kebencian. Ia tahu persis karakter Komrad yang licik dan penuh tipu muslihat. Sudut mata La Rossa menangkap pergerakan mencurigakan dari Komrad. Ia membalas serangan anak buah Komrad dengan gerakan yang cepat dan gencar. Beberapa anak buah Komrad tersungkur di lantai.Melihat ada celah La Rossa berlari mengejar Komrad yang telah menyelinap keluar dari ruangannya, La Rossa menyusul Komrad dan langsung menghadangnya di depan."Kamu!" sorot mata Komrad merah menatap tajam La Rossa."Kamu mau kabur Komrad?! Sungguh bukan jiwa seorang petarung sejati! Ternyata selama ini nama Komrad hanya bualan semata, Komrad tidak lebih dari seorang pecundang yang berlindung di balik nama besar Vangsed, huh sungguh memalukan!" La Rossa mencibir tindakan yang Komrad lakukan. Tak segan bahkan ia menghinanya juga."Jangan bicara sembarangan! Aku bukan pecundang seperti apa yang kamu katakan," Komrad meradang marah, matanya yang merah semakin merah. Tatapa
La Rossa ambruk di lantai dengan bersimpuh, kakinya sudah tak mampu menopang lagi badannya. Ia menundukan kepalanya. Sejurus kemudian ia mendongakkan kepalanya, ia berbicara dengan dirinya sendiri, "aku tak boleh menyerah, masih tersisa nafas dalam ragaku." La Rossa menopang tubuhnya dengan ke dua tangannya, ia bangkit dan terus mencoba berdiri meski harus berulang kali terjatuh. "Wah ... wah, La Rossa dengan julukan Manusia Tanpa Bayangan harus mengakhiri hidupnya hari ini dengan sangat tragis," cibir Komrad setelah ia menyeruak lingkarang anak buahnya dan masuk ke dalam lingkaran. "Kamu tentu senang bukan, melihatku seperti ini? Tapi tenang saja aku akan pergi menghadap iblis kematian tak akan sendirian, tapi akan membawamu serta," ucap La Rossa dingin dengan tatapan siap membunuh. Komrad yang mendapat tatapan seperti itu bergidik ngeri, ia yang mengenal La Rossa belum lama ini baru mengetahui bagaimana La Rossa. Sebelumnya pimpinan Vangsed adalah Arata Yazuko, ia dibunuh secar
"Apakah itu kamu?" tanya La Rossa ketika ia melihat bahwa yang membantunya adalah pria bertopeng perak. La Rossa merasa bahwa yang datang adalah Gilbert, hatinya merasa tersentuh. Tapi kemudian banyak pria bertopeng perak yang lainnya. Mereka datang menyerbu markas Vangsed. Mereka semua memakai topeng yang sama dengan tinggi badan yang sama bahkan bentuk tubuhnya pun sama. La Rossa yang awalnya merasa bahagia karena Gilbert membantunya seketika hatinya menjadi kecewa. Bahkan yang tadinya merasa terharu pun menjadi lenyap seketika. "Ternyata bukan kamu. Lalu mereka itu siapa? Kenapa membantuku?" batin La Rossa. Mereka menerjang membabat habis seluruh anak buah Komrad, bahkan tak menyisakan satu pun, ruangan sudah tak berbentuk, hancur berantakan. Anak buah Komrad mengerang kesakitan dengan masing-masing memiliki luka yang berbeda. "Mereka tidak membunuhnya?" gumam La Rossa, bertanya pada dirinya sendiri merasa heran. Padahal mereka mampu membunuh semuanya hanya dalam satu serangan
Gilbert semalaman menggempur La Rossa sampai ia kesulitan bangun. "Sstthh! Tubuhku seperti mau remuk," desis La Rossa. "Kenapa dia begitu kuat? Apa yang membuatnya seperti itu?" gumam La Rossa. La Rossa beringsut berusaha untuk turun dari ranjang tempatnya semalam di gempur habis-habisan oleh Gilbert. "Duh, kenapa kakiku berasa lunglai begini ya?" ujar La Rossa mengeluh dalam hati. La Rossa berjalan dengan tertatih menuju ke kamar mandi, sejak membuka matanya La Rossa tak menemukan Gilbert di mana pun. "Ke mana perginya Gilbert?" "Apa mungkin ia sedang berjalan di tepi pantai?" "Ish!" desis La Rossa kesal saat membayangkan suaminya malah tengah asyik menikmati suasana pagi dengan berjalan-jalan di tepi pantai sambil memandang matahari terbit. La Rossa keluar dari kamarnya, perutnya terasa lapar. Ia pun pergi menuju dapur dan ternyata Gilbert tengah asyik memasak. "Kamu di sini?" tanya La Rossa heran. "Berarti tuduhanku tadi salah," gumam La Rossa dalam hati. Gilbert menol
"Stop di sana!" perintah Gilbert."Perbesar!" Lanjut Gilbert.Gilbert tersenyum penuh kemenangan."Jo, bawa wanita sialan itu! Kita berangkat sekarang!" perintah Gilbert pada Jonathan.Jonathan tak mengerti dengan perintah yang Gilbert berikan."Wanita mana? Pergi ke mana?" tanya Jonathan.Gilbert yang sudah bersiap meninggalkan ruangan itu langsung menghentikan langkahnya "Jo, sejak kapan kamu berubah menjadi bodoh?" tanya Gilbert dengan nada kesal."Wanita yang telah berani menggodaku dan kita akan pergi menemui La Rossaku!" tegas Gilbert.Lalu, ia kembali berjalan menuju ke pintu dan ke luar dari ruangan itu. Yang kemudian di susul oleh Jonathan.Malam itu juga, Gilbert langsung pergi menyusul La Rossa dengan menggunaksn pesawat pribadi.Gilbert duduk dengan tenang, kali ini tak ada kecemasan dalam raut wajahnya.'Aku menemukanmu, Ros. Kamu tak akan bisa pergi jauh dariku,' batin Gilbert senang.Sementara itu, di belakangnya ada seorang wanita yang tengah memperhatikannya dengan s
Gilbert frustasi, ia benar-benar tak tahu lagi harus mencari La Rossa ke mana?Sudah sejak siang hingga malam hari Gilbert mencari La Rossa. Ia sudah mendatangi banyak tempat. Namun, tak ada satu pun tempat yang ia kunjungi menandakan adanya La Rossa di sana."Aaarrrrggghhh!" Gilbert berteriak kencang.Wajahnya sudah lecek dengan penampilan yang kusut. Otaknya tiba-tiba terasa buntu. Ia tidak lagi bisa berpikir dengan jernih.Gilbert menyugar rambutnya kasar. Ia memaki dirinya sendiri."Sial!" makinya.Gilbert melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Sudah larut malam," ucapnya pada diri sendiri.Gilbert memutuskan untuk pulang. Sesampainya di dalam kamarnya. Gilbert menatap ranjang besar tempatnya semalam menghabiskan waktu bersama La Rossa.Ia mengusap ranjang itu dengan telapak tangannya."Ros," panggilnya lirih.Akibat kelelahan lama kelamaan mata Gilbert menutup. Ia terlelap tidur.Pagi pun menjelang, pintu depan rumah Gilbert di gefor sangat keras.Took! Toook!P
La Rossa menenteng rantang yang berisi masakan hasil buatannya sendiri dengan arahan koki di rumahnya.La Rossa memeluk rantang di tangannya sembari tersenyum bahagia."Gilbert pasti suka," ucap La Rossa bergumam lirih. Ia terus mengulas senyum di bibirnya.La Rossa pergi ke kantornya Gilbert dengan diantar supir.Mobil memasuki area parkir dan kemudian La Rossa turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung perusahaan milik Gilbert dan gegas pergi menuju lift.La Rossa berjalan dengan langkah lebar dan hati yang riang gembira, ia begitu tak sabar ingin menunjukan hasil masakannya pada Gilbert."Pasti dia sangat senang," gumam La Rossa.Para karyawan yang berpapasan dengan La Rossa menyapanya ramah. Dulu sekali, ia pernah menjadi pengganti Gilbert di kantor itu, sehingga banyak karyawan yang mengenalnya.La Rossa hanya mengangguk lirih menanggapi sapaan mereka.La Rossa berjalan di koridor, ia menenteng rantangnya.Begitu sampai di depan kantor Gilbert, La Rossa langsung masuk ke dalam ta
La Rossa dan Gilbert terlelap tidur setelah mereka bermandi peluh. Rasa lelah setelah bergumul membuat mereka tertidur.Malam pun berlalu dengan syahdunya.Keesokan harinya mereka langsung cek out dari hotel. Gilbert membawa La Rossa ke sebuah rumah yang sangat megah dan mewah.Mereka turun dari mobil yang membawa mereka ke sana.Setelah menapaki teras rumah La Rossa dan Gilbert langsung di sambut oleh para pelayan yang berbaris rapi dengan seragam khas maid."Selamat datang, Tuan, Nyonya," sapa mereka serempak.La Rossa berusaha bersikap ramah dengan mengulum senyum.Sementara Gilbert hanya mengangguk pelan.Gilbert membawa La Rossa ke atas melewati tangga satu demi satu.Gilbert membuka kamar itu dan mempersilahkan La Rossa untuk masuk terlebih dahulu."Kamarnya sangat luas," ucap La Rossa."Kenapa kita harus tinggal di rumah sebesar ini? Padahal kita hanya tinggal berdua saja," ujar La Rossa."Apa kamu tak menyukainya?" tanya Gilbert."Suka. Hanya saja aku lebih nyaman tinggal di r
Gilbert dan La Rossa meresmikan hubungan mereka di depan penghulu dengan wali hakim karena La Rossa tak memiliki saudara.Pernikahan mereka di gelar di KUA dan di saksikan oleh Jonny, Profesor Huang, Anisa, Lucas, Jonathan dan Susan.Mereka menjadi saksi keabadian cinta mereka.La Rossa menggelayut manja di lengan Gilbert yang kokoh."Terima kasih. Aku bahagia sekali," ucap La Rossa mengungkapkan rasa bahagianya."Tidak, sayang. Aku lah yang seharusnya berterima kasih padamu karena telah menerimaku apa adanya meski wajahku ini awalnya buruk rupa bagai monster, tapi kamu tetap menerimaku," ungkap Gilbert.La Rossa mencium punggung tangan Gilbert setelah ijab qobul diikrarkan dan Gilbert mencium kening La Rossa.Jonny menghampiri mereka berdua."Selamat ya, Ros," ucap Jonny, "Kini dia aku serahkan padamu. Jaga dia dengan baik," Lanjut Jonny sambil menepuk pundak Gilbert.Gilbert menepuk dadanya bangga, "Serahkan saja padaku. Aku akan menjaganya melebihi diriku sendiri," ucapnya."Hm," J
"Sudah jangan menangis, semoga kita bertemu lagi," ucap Profesir Huang ambigu."Apa maksud ucapanmu itu?" tanya La Rossa."Tidak ada," jawab Profesor Huang."Apa kamu lapar?" tanya Profesor Huang."Iya, aku lapar. Apa kamu punya makanan?" jawab La Rossa sekaligus bertanya."Sebentar, aku lihat dulu di dapur," jawab Profesor Huang.La Rossa mengangguk, "baik."Profesor Huang keluar ia pergi menuju dapur, di sana ia melihat Anisa dan dibantu oleh Lucas sedang memasak. Aroma wangi masakan tercium oleh hidung Profesor Huang, ia terus memgendus aroma itu, "hmmm ... wanginya. Bikin perutku semakin lapar saja.""Apa semuanya sudah siap di sajikan dan di santap?" tanya Profesor Huang sambil melangkah mendekati mereka berdua."Sudah, sisa ini saja yang belum matang. Tunggu sebentar lagi ya?" ucap Anisa sambil tersenyum.Lucas justru mendengkus, "huh, enak saja datang-datang langsung minta makan."Anisa memperingati Lucas, "hust! Jangan begitu, biar bagaimanapun dapur ini miliknya begitu pun de
Lucas menatap Gilbert kesal, ia selalu kalah cepat dengan Gilbert sahabatnya sekaligus rekan bisnisnya itu."Kenapa wajahmu di tekuk begitu? Jangan kesal begitu, dari pada kesal melihatku akan segera menikah, sebaiknya kamu mencari pacar dan segera lamar dia lalu nikahi. Umurmu sudah tak muda lagi, jangan sampai seperti mereka yang kadaluwarsa," ucap Gilbert sambil melirik ke arah Jhonny dan Profesor Huang.Profesor Huang acuh, sedangkan Jhonny merasa tersindir oleh ucapan Gilbert, ia pun melemparkan botol kaca yang ada di dekatnya.Dengan gesit Gilbert menangkap botol itu sambil tersenyum mengejek pada Jhonny karena ia telah berhasil menangkap botol itu.Jhonny mendengkus kesal, "jangan menghinaku. Kalau masih tetap kamu lakukan aku akan menarik kembali restuku padamu," ancam Jhonny."Memangnya bisa?" tanya Gilbert."Tentu saja bisa!" ucap Jhonny dengan nada kesal sekaligus geram."Kalian mau sampai kapan berdebat terus! Kalau masih panjang sebaiknya kalian lakukan di luar, aku mau i
Jhonny begitu terharu melihat La Rossa di lamar oleh laki-laki yang dicintainya.Jhonny menyeka air matanya yang hampir jatuh, ia memalingkan wajahnya demi untuk menyembunyikan keharuannya.Apa kata dunia ketika melihat seorang Jhonny menangis? Ia buru-buru menghapus genangan air yang menggantung di pelupuk matanya.Profesor Huang dan Lucas keluar dari ruang Laboratorium kecil milik Profesor Huang itu.Profesor Huang melihat saat Jhonny menyeka air matanya, ia pun bertanya, "ada apa ini?""Apa aku melewatkan sesuatu yang menarik? Sampai-sampai seorang Jhonny harus meneteskan air matanya," Profesor Huang bertanya dengan sedikit mengejek sahabatnya itu."Siapa yang menangis?" tanya La Rossa."Jhonny, lihat hidungnya sampai memerah," ledek Profesor Huang."Diamlah Huang! Jaga bicaramu," sentak Jhonny dengan nada sedikit marah."Kata-kata mana yang harus aku jaga?" Profesor Huang kembali mengejek Jhonny."Dasar tua bangka, tudak bisakah kamu menjaga mulutmu, ha?!" Jhonny semakin geram den