Nyonya Amel menarik napas dalam-dalam, dia berusaha untuk terus membujuknya, "Apakah kamu pernah memikirkan masa depanmu? Nggak usah bicarakan hal yang lain, biaya rumah sakit saja sudah sangat memberatkanmu! Ayahmu ....""Nggak peduli apa pun yang terjadi, aku nggak akan mati kelaparan," sela Vioni. "Anda nggak perlu mengkhawatirkan hal ini. Mulai sekarang, Anda bisa menganggap nggak pernah menemukanku.""Putri Anda sudah meninggal saat dia tersesat di usia lima tahun."Pada akhirnya Nyonya Amel tetap pergi.Setelah Vioni duduk di sofa selama beberapa saat, dia mengambil raketnya, lalu berdiri dan berjalan keluar.Di gimnasium di sekitar SMP 1, Vioni sedang mengayunkan raketnya dengan semangat.Pendingin ruangan di dalam gimnasium dinyalakan. Tapi karena olahraga yang intens, keringat Vioni mengalir dengan deras yang membasahi rambut di keningnya, bahkan pandangannya menjadi sedikit kabur pada saat ini.Saat Vioni sedang menunggu pihak lain untuk melempar bola, dia mendengar suara yan
Meskipun pernikahan mereka hanya berlangsung selama dua tahun, Felix sudah mengenal Vioni untuk waktu yang lama.Dalam ingatan dan kesan Felix, suasana hati Vioni selalu sangat tenang.Felix hanya pernah melihat Vioni menangis saat keguguran.Operasi sudah berakhir setelah Felix tiba di rumah sakit.Orang-orang dari kedua keluarga sudah bubar pada malam hari.Perawat tertidur di samping Vioni, tapi Vioni hanya duduk di atas tempat tidur dengan tenang.Vioni tidak menangis dengan keras atau terisak, dia hanya menoleh untuk melihat ke luar jendela dan membiarkan air matanya mengalir.Apa yang dirinya lakukan pada saat itu?Dia bahkan sudah melupakannya.Termasuk kehidupan baru yang hanya bertahan kurang dari tiga bulan, Felix sama sekali tidak memiliki ingatan dan kesan apa pun padanya.Hanya saja saat ini, adegan saat Vioni menangis tiba-tiba muncul kembali di benaknya dengan sangat jelas.Itu adalah saat di mana Felix melihat pergejolakan yang besar pada emosi Vioni, kecuali ... bebera
"Apakah kamu sudah tidur?""Aku beli beberapa barang untukmu dan meletakkannya di depan pintu, jangan lupa ambil."Selain itu terdapat pesan dari Reana, yang mengatakan bahwa dia bertengkar dengan editor hari ini. Tapi tetap tidak bisa membantu Vioni mendapatkan hak untuk melanjutkan pembaharuan dan meminta maaf padanya.Vioni membalas pesan Reana sambil membuka pintu.Kemudian dia melihat kue yang digantung di kenop pintu.Bagian atas kue itu ditaburi dengan coklat, yang merupakan kesukaan Vioni.Andreas menelepon Vioni saat dia sedang menatap kue itu dengan linglung."Kamu sudah bangun?""Hm.""Sudah ambil kuenya belum?""Sudah.""Masukkan kuenya ke dalam kulkas. Sebentar lagi aku akan ke sana, kita akan ....""Andreas," sela Vioni. "Aku sangat berterima kasih padamu hari ini, tapi aku sudah baik-baik saja sekarang.""Kamu nggak perlu melakukan hal ini untukku di masa depan."Setelah Vioni selesai bicara, Andreas malah tertawa, "Kenapa? Kamu mau memutuskan hubungan denganku lagi? Seb
Hubungan Vioni dengan Nyonya Amel tidak terlalu dekat, tapi Vioni bahkan sama sekali tidak dekat dengan ayahnya.Sebagai kepala keluarga dan presdir dari perusahaan, Johan akan membawa kebiasaan bekerjanya ke dalam hidupnya. Arogan dan tidak terima jika diragukan.Jika Vioni merasakan pilih kasih Nyonya Amel pada Sally, maka Johan adalah orang yang acuh tak acuh.Johan jarang berada di rumah, dia bahkan tidak pernah memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dalam ingatan Vioni. Tapi Johan tidak membiarkan siapa pun menantang kewibawaannya sebagai seorang kepala keluarga.Setelah kembali selama beberapa tahun, ini adalah pertama kalinya Vioni makan berdua dengannya.Johan sudah berada di dalam ruang pribadi setelah Vioni tiba di sana. Johan sedang melihat jam di tangannya dengan tidak sabar."Maaf, aku telat."Ujar Vioni.Johan tidak marah, dia hanya melirik Vioni lalu menunjuk tempat di samping, "Duduklah."Vioni tidak bergerak, tatapannya tertuju pada tempat duduk yang lain di s
"Halo, Pak Johan."Orang tua dari kedua belah pihak saling berjabat tangan, lalu tatapan mereka tertuju pada Vioni.Johan melirik Vioni.Vioni meremas tangannya, lalu memaksa dirinya untuk tersenyum."Dia adalah putriku, Vioni Tiura.""Nona Vioni sangat cantik," ujar Donny. Dia juga melirik putranya.Pria di seberang Vioni juga mengulurkan tangan pada saat ini, "Halo, namaku Benny Wardi."Benny mengenakan setelan jas yang bersih dan kacamata rabun jauh berbingkai hitam di pangkal hidungnya. Wajahnya tidak terlihat tampan, tapi juga tidak terlalu buruk.Benny tersenyum dengan ramah. Sedangkan Vioni mengulurkan tangannya sambil tersenyum dengan terpaksa, "Halo.""Duduklah!"Ujar Johan.Mereka duduk di tempat duduk mereka masing-masing, sedangkan Johan membicarakan masalah bisnis dengan Donny.Jika Vioni tidak mengetahui tujuan mereka, dia bahkan akan mengira ini hanya acara makan bersama biasa.Benny duduk di seberang Vioni. Kecuali saat menyapa Vioni, Benny sama sekali tidak memperhatik
Akhirnya selesai makan dengan tenang.Vioni tidak pulang bersama Johan, melainkan meminta sopir untuk mengantarnya kembali ke kompleks.Sopir itu melirik ke arah Johan dulu. Setelah memastikan Johan tidak keberatan, sopir menyalakan lampu sein untuk mengubah rute.Vioni tidak mau bicara dengan Johan dan hanya menoleh ke luar jendela mobil.Namun, setelah itu, ponselnya bergetar.Vioni tidak melihatnya.Namun, Johan mengingatkannya, "Pasti Tuan Muda Benny yang menghubungimu."Kata-katanya tampak seperti pengingat, tapi jelas mengandung sebuah peringatan.Vioni akhirnya menghidupkan ponselnya, ternyata memang pesan dari Benny."Senang bertemu denganmu untuk pertama kalinya.""Aku punya dua tiket konser, apa kamu tertarik? Besok kita bisa menonton bersama.""Tentu saja kalau kamu punya waktu saja."Ajakan Benny tidak tiba-tiba, tapi tujuannya sangat jelas.Vioni berkata, "Oke."Setelah mengirimkan pesan tersebut, Vioni langsung menunjukkan ponselnya pada Johan. "Kamu puas?"Johan tidak be
Hanya mereka yang tersisa di meja makan."Kapan kamu akan pindah?"Nyonya Calista maka sup dan bertanya dengan tenang.Felix mengerutkan kening."Sebelumnya memintamu pindah karena nggak nyaman tinggal di sini bersama Vioni. Sekarang kalian sudah bercerai, jadi pindah saja."Nyonya Calista melanjutkan."Nggak perlu." Felix menjawab, "Aku lebih nyaman tinggal di sana.""Nyaman apanya? Bisa membawa pacar baru?"Kata-kata Nyonya Calista terdengar sangat tenang, tapi di telinga Felix terdengar agak sarkastik.Felix juga meletakkan sendok lalu memandang orang di depannya tanpa ekspresi.Nyonya Calista sepertinya tidak merasakan apa-apa dan hanya berkata, "Aku serius. Karena menurutmu pernikahan yang diatur ayahmu untukmu nggak baik, sekarang kamu harus mencari pasangan sendiri ... aku nggak akan melarangmu.""Hanya ada satu hal. Aku nggak akan pernah mengizinkan anak Sally masuk.""Kenapa?"Felix bertanya.Pertanyaan ini membuat raut wajah Nyonya Calista menjadi suram. "Apa kamu benar-benar
Vioni mengenakan gaun hitam panjang.Rambutnya tergerai dari bahunya, ujungnya sedikit melengkung. Ada senyuman di bibirnya, terlihat sangat lembut.Entah apa yang dikatakan Benny pada Vioni. Senyuman Vioni semakin dalam lalu segera menatapnya.Mata yang berkedip-kedip itu seperti genangan air danau yang berkilauan.Felix sepertinya belum pernah melihat senyumnya seperti ini sebelumnya.Lagi pula, dalam ingatannya, Vioni selalu menyebalkan.Namun, begitu pemikiran ini muncul, Felix teringat hal lain.Ciuman Vioni yang tiba-tiba jatuh di bibirnya saat berkelahi dengannya untuk album foto di mobil terakhir kali.Itulah pertama kalinya Vioni menciumnya.Sepertinya ini akan menjadi yang terakhir kalinya.Saat Felix memikirkannya, Benny di depan sudah mengambil beberapa langkah ke depan.Benny berbalik untuk mengatakan sesuatu pada Vioni yang tersenyum dan menggelengkan kepalanya.Benny tidak berkata apa-apa lagi, hanya membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.Vioni hanya berdiri di sana tan
Felix melirik ke arah layar ponselnya dulu, lalu bertanya, "Dari mana saja kamu?"Vioni mengerucutkan bibirnya, "Siapa suruh mengganti kunciku?""Jawab pertanyaanku."Wajah Felix terlihat marah.Awalnya Vioni ingin bertengkar dengannya. Akan tetapi, setelah menatapnya beberapa saat, akhirnya dia berkata, "Rumah sakit."Raut wajah Felix agak berubah dan menatap tubuhnya.Vioni tidak memperhatikan tatapannya dan hanya berkata, "Sore tadi mereka bilang ibuku sudah bangun, tapi tertidur lagi saat aku tiba di sana. Makanya aku terus menunggu di sana untuk melihat apakah dia akan bangun lagi atau nggak."Suara Vioni sangat lembut, jelas terlihat tertekan.Akhirnya raut wajah dingin Felix memudar, tetapi langsung teringat sesuatu, "Terus kenapa kamu nggak menjawab telepon?""Nggak bersuara, aku nggak sadar."Setelah mengatakan itu, Vioni juga bertanya, "Sekarang aku sudah boleh masuk nggak?"Felix pun menyingkir untuk memberi jalan baginya.Vioni membungkuk dan mengganti sepatunya, lalu melet
Dengan posisi tingginya, Felix telah melihat begitu banyak godaanYang jelas wanita di depannya adalah tipe yang paling buruk.Oleh karena itu, dia sama sekali tidak memedulikan wanita itu dan langsung menelepon Vioni.Panggilan tersambung, tetapi tidak ada yang menjawab.Wajah Felix menjadi semakin muram.Wanita itu berdiri di belakangnya dan tentu saja agak malu dengan pengabaiannya.Akan tetapi, setelah memikirkan mobil Felix dan pakaian yang dikenakannya yang jelas berharga, akhirnya dia mengumpulkan keberanian untuk melangkah maju dan bertanya, "Apa hubunganmu dengan Vioni? Kalian teman?""Tapi seharusnya dia nggak punya waktu untuk menjawab teleponmu sekarang, 'kan? Kalau nggak pulang selarut ini, dia pasti sedang berkencan dengan seorang pria, 'kan?""Kuberi tahu kamu, dia itu sama sekali nggak seperti penampilannya yang terlihat patuh dan diam-diam sangat liar. Pagi ini aku melihatnya ...."Sebelum wanita itu selesai berbicara, Felix tiba-tiba menoleh.Tatapan dingin dan tegas
Langit sudah gelap.Lampu di luar telah dinyalakan dan lampu neon warna-warni serta lautan lampu merah pada jam sibuk malam hari menyatu membentuk pemandangan paling indah di kota yang ramai dan dingin ini.Gedung Grup Harmonis terletak di pusat kota. Jendela besar dari lantai ke langit-langit lebih mirip bingkai foto, membingkai segala sesuatu di dalamnya agar orang bisa menikmatinya.Felix berdiri di sana dan melihat dengan wajah datar.Dia memegang korek api dan menekan tombolnya satu per satu. Api biru menyala sebelum menghilang secara tiba-tiba.Lagi dan lagi.Felix tidak ingat banyak tentang ayahnya.Saat ini dia hanya ingat wajahnya yang tidak tersenyum dan tuntutannya berlebihan pada dirinya sebelum akhirnya dia terbaring di ranjang rumah sakit tidak mampu mengurus dirinya sendiri.Saat meninggal, Felix baru berusia 12 tahun.Meskipun tidak banyak perasaan antara ayah dan anak, setidaknya Felix ingat dia adalah ayah yang normal.Mungkin ayah dan ibunya masih bisa dianggap salin
Air mata Vioni tidak terbendung lagi."Bajingan," katanya dengan suara gemetar melalui gigi terkatup.Orang yang awalnya hendak menggigit leher Vioni berhenti setelah mendengar ucapannya.Lalu dia mendongak.Lipstik Vioni luntur, eyelinernya juga luntur karena air mata, rambutnya acak-acakan dan terlihat sangat menyedihkan.Akan tetapi, saat melihat air mata di bulu matanya, jantung Felix tiba-tiba berdebar.Kemudian, dia memperlambat gerakannya sambil memeluk bagian belakang kepala Vioni dan langsung menciumnya.Ciuman ini jauh lebih lembut dan Vioni tidak merasa jijik seperti sebelumnya.Sebenarnya Felix juga sedih kalau dia kesakitan.Sekarang sikapnya melembut, Felix juga menjadi tenang.Akan tetapi, saat Felix hendak berbicara dengannya, Vioni tiba-tiba membuka mulut dan menggigit bibirnya dengan kuat...."Pak Felix."Sudah sehari, tetapi Yakov masih melirik ke arah bibir Felix saat berbicara dengannya.Tentu saja, sebenarnya bekas telapak tangan di pipi Felix sangat menarik perh
"Apa yang sedang kamu lakukan?"Vioni tertegun sejenak, lalu mulai meronta, "Lepaskan aku! Felix, lepaskan aku!"Dia terus menendang-nendang kakinya dan salah satu sepatu hak tingginya terlepas.Koridor hotel berkarpet dan tidak menimbulkan suara saat membentur lantai.Dia menurunkannya setelah sampai di lift.Akan tetapi, Vioni dipojokkan olehnya. Saat hendak pergi, pria itu mencubit dagunya dan menciumnya.Dia tidak memberinya kesempatan untuk ragu atau meronta. Begitu menciumnya, ujung lidahnya langsung menyentuh gigi Vioni.Ciuman tanpa henti itu membuat Vioni langsung merasa tercekik.Akan tetapi, tangannya ditekan oleh pria itu dan dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mendorongnya menjauh.Lutut Felix langsung diangkat dan menyelinap ke dalam gaunnya.Dia jelas lebih mengenal tubuhnya dibandingkan orang lain. Gerakannya yang agak kasar membuat Vioni merasa tidak berdaya.Dia hanya bisa melihat pedang itu mendarat, mengulitinya dan menghancurkan tulang-tulangnya.Yang membua
Baru pada saat itulah Vioni menyadari sesuatu dan kaki yang semula akan menendang perlahan ditarik kembali.Topeng masih menempel di wajahnya, tetapi sorot matanya sangat dingin seolah ingin mencabik-cabik Vioni."U ... untuk apa kamu membawaku kemari?"Akhirnya Vioni bertanya setelah menatapnya beberapa saat."Kenapa, merasa aku menghancurkan rencanamu?"Raut wajah Felix menjadi semakin jelek dan tangannya mencengkeram dagu Vioni.Lupakan saja penolakan terhadap ajakan menari dan tendangannya. Saat ini kekuatan tersebut seolah akan menghancurkan tulang Vioni.Alis Vioni berkerut dan saat hendak menepis tangan pria itu, Felix meraih tangannya sambil mengangkat lutut dan langsung menekannya di antara kedua kaki."Nona Vioni sangat terkenal."Dia menatapnya, "Kok aku nggak tahu kamu punya potensi menjadi seorang pelacur?"Dulu Vioni pendiam dan membosankan, hanya pada saat tertentu dia menunjukkan sifat centil yang berbeda.Awalnya Felix mengira hanya dia yang bisa melihat sisi dirinya y
Negosiasi antara Vioni dan Tuan Muda Martin berjalan sangat lancar.Setelah lagu berakhir, mereka tidak meninggalkan panggung dan malah memulai tarian kedua."Aku masih belum tahu siapa namamu?"Tuan Muda Martin bertanya padanya.Vioni mengangkat alisnya, "Ini adalah pesta dansa topeng, jadi nggak perlu bertukar nama, 'kan?""Tapi bukankah kamu sudah tahu identitasku? Sepertinya ini nggak adil bagiku.""Ada cukup banyak orang di sini yang mengetahui identitas Tuan Muda Martin. Kamu sangat terkenal, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa."Suara Vioni terdengar agak tidak berdaya.Akan tetapi, Tuan Muda Martin sama sekali tidak marah dan hanya berkata, "Apa itu berarti aku nggak akan punya kesempatan untuk mengajakmu makan setelah malam ini?""Hm, ada." Vioni mengangguk dengan serius, "Setelah waktunya tiba, bawalah ayahmu bersamamu dan aku akan ikut Pak Jared untuk makan bersama. Bukankah akan menyenangkan bisa makan bersama?""Jadi setelah sekian lama, kamu ini bawahan Jared? Sekretaris,
"Tuan, tahu nggak arti dari siapa cepat dia yang dapat?"Tuan Muda Martin menoleh dan bertanya sambil tersenyum.Felix berkata tanpa mengubah ekspresinya, "Aku tahu, tapi menurutku pilihannya ada di tangan wanita ini."Ucapan Felix membuatnya sulit untuk menjawab.Felix tidak melihat ke arah Tuan Muda Martin lagi, hanya menatap Vioni.Saat ini sepasang mata yang selalu setenang air itu seolah sedang berusaha keras untuk menahan sesuatu, seperti arus yang bergemericik.Tangan Vioni yang tergantung di sisinya tidak tanpa sadar mengepal.Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba tersenyum dan meletakkan tangannya di telapak tangan Tuan Muda Martin, menyetujui ajakannya.Sorot mata Felix tiba-tiba menjadi muram.Tangan yang terbentang itu tiba-tiba terkepal.Dia ingin melihat ke arah Vioni lagi, tetapi Vioni sudah berbalik.Felix menatap punggung mereka dan mengatupkan gigi.Saat ini Jared melangkah maju, "Pak Felix."Felix menatapnya dengan wajah datar."Nggak kusangka malam ini kamu akan data
"Kamu lihat orang yang berdiri di arah jam enam?"Jared bertanya.Karena langkah tariannya, saat ini kedua tubuh itu sangat berdekatan. Vioni sudah lama tidak bermain seperti ini. Saat ini napasnya tidak begitu stabil dan keringat mengalir di ujung hidung di bawah topeng.Setelah Jared bertanya, dia langsung menoleh."Ya, terus?""Itu putra Pak Rufus dari Grup Helios. Dia telah memperhatikanmu selama beberapa waktu. Nanti aku akan memperkenalkan kalian, bisa berdansa dengannya sebentar?"Vioni hanya terkekeh, "Kenapa?""Belakangan ini aku bersiap untuk bekerja sama dengan ayahnya."Jared tidak menyembunyikan apa pun dari Vioni dan berkata, "Kali ini selama kamu bisa membantuku, aku bisa membiarkanmu langsung berinvestasi dalam produksi hak cipta. Kalau serial TV terkenal, kamu juga akan mendapatkan dividennya."Vioni masih tersenyum dan sepertinya tidak peduli dengan apa yang Jared katakan.Jared tidak terkejut dengan reaksinya dan melanjutkan, "Tentu saja, mungkin uang nggak begitu me