Reyna mulai mencorat- coret kanvas dengan kuas ditangannya. Rasa kantuknya hilang meskipun rasanya baru sebentar ia tidur. Di sekelilingnya banyak lukisan- lukisan seorang anak laki- laki yang sama namun di usia yang berbeda.
Ya. Itu lukisan sang putra yang telah meninggal. Setelah ia sembuh dari depresi ia sering bermimpi bertemu dengan sang putra. Setelah bangun maka ia akan mengabadikan wujud sang putra dalam lukisan. Bocah itu tumbuh besar meski mereka hanya bertemu dalam mimpi.Reyna melukis dengan serius sambil mengingat detail wajah yang baru saja ia temui dalam mimpi. Anaknya tumbuh besar dan terlihat tampan, rahang tegas itu adalah milik ayahnya. Tak terasa Reyna menghabiskan malam itu dengan melukis."Kok kamu pucat, Rey?" tanya Rayan saat mereka berdua berada di meja makan.Memasak menjadi tugas Rayan sejak kejadian itu. Dan Reyna membalas kebaikan Rayan itu dengan membantu mencuci bajunya."Gak bisa tidur sampai pagi," jawabSatu bulan bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan kepindahan Rayan dan Reyna. Dengan adanya tanggungan pekerjaan yang harus mereka selesaikan sebelum keluar dari tempat kerja membuat mereka tak sempat mengepak barang- barang mereka yang akan dibawa pulang. Akhirnya mereka sepakat untuk mengirim barang mereka melalui ekspedisi. Pengepakan barang pun mereka lakukan sepulang mereka dari bekerja sampai larut malam. Untuk oleh- oleh Reyna mengajak Faira untuk menemaninya belanja."Makasih ya, Ra, kamu mau temenin aku," kata Reyna siang itu saat dirinya izin pulang awal dari kantor karena perusahaan sudah mendapatkan penggantinya namun dirinya tidak bisa langsung berhenti karena perlu training anak baru yang menggantikannya."Iya gak apa- apa. Kebetulan aku ada waktu," balas Faira sambil tersenyum."Emang mau cari apa?" tanyanya kemudian."Gak tahu juga. Makanya aku ajakin kamu biar ada yang kasih masukan," jawab Reyna sambil melihat- lihat outlet di m
Suara bising dan lalu lalang penumpang pesawat ataupun keluarga yang mengantar menjadi pemandangan yang biasa di bandara Soekarno Hatta. Tangis haru dan juga tatapan kerinduan nampak jelas dari sorot mata mereka. Tak terkecuali dua keluarga yang tengah menunggu kedatangan Reyna dan Rayan."Kok mereka belum kelihatan sih, Pa?" Riana, mama Reyna mondar mandir dengan sesekali melongok ke arah pintu kedatangan luar negeri."Sabar Ma, sebentar lagi mereka juga pasti keluar," kata sang suami, Rashad, menenangkan.Orang tua Rayan tersenyum melihat tingkah tetangganya itu. Mereka tidak terlihat cemas berlebihan, mereka cenderung diam, menanti kedatangan sang putra. Dari kejauhan terlihat sepasang muda mudi berjalan sambil celingukan. Setelah menemukan apa yang mereka cari, mereka melambaikan tangan dengan senyum lebar menghiasi bibirnya."Mama!" teriak Reyna saat langkahnya semakin dekat."Reyna! Anak Mama yang paling cantik! Akhirnya k
Sudah beberapa hari Reyna di Jakarta tapi masih malas keluar rumah kecuali ngrecokin tetangga sebelah. Tapi hari ini Rayan sudah mulai masuk kerja jadi gak ada yang bisa direcokin lagi."Ma, mau ke toko bunga ya?" tanyanya saat melihat sang Mama sudah rapi."Iya. Kamu gak mau ikut Mama? Katanya mau bantuin Mama?" Riana berhenti di hadapan sang putri yang berbaring malas- malasan di sofa ruang keluarga sambil memainkan ponsel."Nanti siang aja, Ma. Nanti Reyna nyusul sama om Anjas," jawab Reyna."Om Anjas? Bukannya bujang lapuk itu masih si Bali?" tanya Riana terlihat heran. Memang kemarin om Anjas memilih terbang ke Bali karena kangen sama calon tunangan katanya. Entah kenapa om Anjas berubah bucin, secantik apakah calonnya itu membuat Reyna semakin penasaran. Bahkan sekedar melihat fotonya aja g dikasih sama om Anjas. Katanya balasan karena pulang ke Indonesia pakai syarat kemarin."Udah tadi pagi, sekarang lagi tidur," jawab R
Reyna memasuki lobi kantor papanya yang sudah berbeda dari enam tahun lalu. Sekarang terlihat lebih asri dengan banyaknya tanaman hias di sudut- sudut ruangan. Seketika dirinya menyadari kalau itu kerjaan sang Mama.Beberapa karyawan terlihat berbisik- bisik saat Reyna melewati mereka dengan tersenyum ramah. Apalagi dia datang bersama Anjas yang diketahui para karyawan kalau pria itu sebentar lagi akan bertunangan.Sebenarnya masih ada beberapa karyawan lama yang kenal Reyna, namun penampilan Reyna yang berubah membuat orang- orang itu tak mengenali Reyna."Om Anjas pasti suka tebar pesona, ya?" tuduh Reyna dengan bebisik di telinga Anjas."Enak aja. Gak lah," elak Anjas yang dibalas cubitan oleh Reyna."Kalau gak, mereka gak akan menatap Reyna kayak gitu," Reyna mengedikkan dagu ke arah beberapa karyawan yang bergerombol dan terlihat mencuri pandang ke arahnya sambil berbisik- bisik.Anjas berhenti kemudian melihat ke arah yang
Reyna merasakan kesunyian saat dirinya menyelesaikan pekerjaannya. Reyna meregangkan tubuhnya yang kaku dengan berdiri dan mengulet belum menyadari bahwa seseorang tengah memperhatikannya."Sudah selesai, Rey?" tanya Anjas setelah melihat Reyna berdiri."Sudah Om," jawab Reyna singkat tanpa menoleh ke Anjas, dirinya masih menunduk mengamati hasil kerjanya sambil mengerutkan kening."Menurut Om, ini apa yang kurang?" tanyanya lagi sambil berjalan menunduk ke arah Anjas dengan gambar sketsa bangunan di tangannya.Anjas mengamati gambar sketsa yang disodorkan oleh Reyna. Selama beberapa saat mereka mengoreksi bersama hasil kerja Reyna tak terkecuali pemilik sepasang mata yang keberadaannya belum disadari oleh Reyna."Apa tidak sebaiknya ditambahkan gazebo di taman sebelah kanan? Jangan terlalu luas membuat mini taman biar keliatan lebih simple tapi elegan," komentar seseorang dengan suara bariton yang tidak asing namun sudah hampir Reyna lupakan.
Mereka makan dalam diam karena Anjas yang masih terlihat sedikit kesal dengan Reyna yang tak mendengarkan diskusi mereka dengan baik tadi. Sementara Reyna sendiri tidak ambil pusing mengenai kekesalan sang paman pada dirinya. Dirinya hanya berusaha mengontrol perasaannya agar tak lepas kendali apalagi di hadapan keluarganya.Melihat Hans yang baik- baik saja sementara dirinya jungkir balik mau tak mau membuat emosinya kembali muncul ke permukaan. Seperti apa yang ia lalui selama ini sama sekali gak berimbang dengan apa yang dilalui Hans. Ia mengalami kesakitan yang teramat sangat sementara Hans merasakan kebahagiaan bersama sang pujaan hati. Bukankah ini tidak adil? Tanpa sadar Reyna menggenggam erat sendok di tangannya.Dering ponsel Anjas memecah keheningan antara ketiga orang yang tengah menikmati makan siangnya."Ya Sayang?" sapa Anjas pada si penelepon sepertinya sang calon tunangan karena nada suaranya begitu lembut dan bibirnya menyunggingkan seulas senyum.Beberapa saat Anjas m
Beberapa minggu lagi pertunangan Anjas akan dilangsungkan tapi Reyna sama sekali belum pernah bertemu dengan calon Anjas karena faktor kesibukan."Om, kapan Reyna dikenalin sama calon Tante?" tanya Reyna saat mereka bersantai di ruang keluarga setelah makan malam."Belum ada waktu Rey. Dia masih ada kerjaan di Bali," jawab Anjas sambil memainkan ponselnya."Kalau gitu lihat fotonya dulu kan bisa...," rengek Reyna. Pasalnya profil whatsapp-nya pun tak memasang foto sendiri melainkan pemandangan pantai di Bali."Besok juga ketemu," Anjas masih cuek dan terus menggulir ponselnya sepertinya ada hal penting yang tengah ia kerjakan.Reyna cemberut dengan reaksi Anjas."Gimana perkembangan proyek kamu sama Hans?" tanya Anjas tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel."Udah 50% sih Om, tapi gak tahu gimana sama Om Hans bisa terima gak sama hasil kerja Reyna.""Klien Om yang kalian pegang ini kirim pesan, beliau ingin bertemu sama kalian langsung sekalian mau lihat perkembangannya. Besok kamu sa
'Menyedihkan banget kamu Rey, kamu berjuang di sana mereka berbahagia di sini,' batinnya mengejek.Seorang bocah laki- laki yang berada di antar sepasang kekasih itu tak disadari oleh Reyna sampai Jessica memperkenalkannya."Kenalkan ini anak kami, Joane," dengan senyum lebar Jessica memperkenalkan sang putra terlihat seperti ejekan bagi Reyna yang merasa tak mampu menjaga putranya dengan baik.Reyna melihat bocah laki- laki berumur kurang lebih 6 tahun dengan rambut coklat dan mata abu- abu. Reyna mengerutkan keningnya, sepertinya lebih mirip ibunya tapi wajah itu seperti tidak asing."Good morning aunty. My name is Joane," dengan ceria bocah itu memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangan mungilnya.Meski dalam hati Reyna menahan amarah bercampur kekecewaan namun bibirnya tetap menyunggingkan senyum tulus mendengar suara bocah dengan senyum malaikat di hadapannya."Hello Joane, you can call me aunty Rey," Reyna menyambut tangan mungil Joane dengan senyum lebar."Ok. Aunty Rey,
Hans mengecupi kening Reyna yang tengah berbaring di ranjang mereka."Terima kasih Sayang, terima kasih," ucapnya berulang- ulang.Tadi pagi Reyna merasakan mual dan muntah yang membuat Hans panik dan memanggil dokter keluarga ke rumah. Dan menurut hasil pemeriksaan dokter Reyna positif hamil 5 minggu. Semua orang di rumah Reyna bersorak senang namun orang yang paling berbahagia tentu saja sang ayah si jabang bayi. Hans tak bisa berkata- kata, matanya berkaca- kaca dan langsung menghambur memeluk tubuh sang istri membuat semua orang mencibirnya terlebih Anjas."Ck... kamu ini memang pria brengsek yang beruntung Hans," cemooh Anjas yang mendapat hadiah cubitan di perut oleh sang istri.Ya, akhirnya Anjas dan Laila memutuskan menikah setelah enam bulan pernikahan Reyna dan Hans. Bahkan saat ini Laila tengah hamil 4 bulan. Wanita itu bersyukur perilaku buruknya di masa lalu tak mempengaruhi kesehatan rahimnya. Justru Reyna yang memang harus sedikit bersabar karena baru mendapatkan kabar
Hans menatap Rayan penuh permusuhan. Kesuksesan Reyna mengelabuhinya di malam pengantin mereka ternyata ada sutradara amatir di balik layar. Ya, Rayan menyuruh Reyna bersandiwara untuk menolak Hans dan berpura- pura masih trauma. Namun sang istri yang tidak tega padanya akhirnya memilih jujur di malam keempat dan menyerahkan diri sepenuhnya pada sang suami. Bahagia tak terkira tentu saja memenuhi dadanya tapi tak bisa dipungkiri, Hans menyimpan secuil dendam pada Rayan.Dan disinilah mereka sekarang. Duduk saling berhadapan di kursi tunggu bandara. Hans mengajak Reyna untuk mengunjungi putra mereka di Australia sambil honeymoon tentu saja. Tapi Faira dan Rayan sepertinya akan merusak rencananya. Karena mereka memutuskan untuk ikut dengan alasan rindu pada teman- teman mereka di negara itu."Ngapain kamu ngelihatin Rayan seperti itu?" tanya Faira sinis setelah beberapa kali memergoki Hans yang menatap Rayan penuh permusuhan."Punya mata kok, emang salah? Kalau gak boleh dilihat masukin
Hans keluar dari kamar mandi hotel dengan rambut basah. Istrinya tengah tertidur nyenyak dengan posisi meringkuk di sisi kanan ranjang. Dengkuran halusnya membuat Hans tak bisa kembali tidur. Sekali lagi dirinya kembali diuji. Entah ujian atau karma lain atas dosa- dosanya di masa lalu. Namun dirinya tak peduli. Seperti yang pernah ia katakan sebelumnya bahwa ia rela menjalani karmanya yang tentu saja sepaket dengan anugerah terindahnya. Beberapa jam lalu saat Hans sudah siap meng-unboxing istrinya dengan penuh semangat, tiba- tiba istrinya yang terlihat gugup meminta izin ke kamar mandi. Dengan raut pasrah, terpaksa dirinya mengangguk lemah. Memandang lesu ke arah juniornya yang menggeliat. Menggaruk kepalanya frustasi karena acara buka puasanya tertunda. Sampai hampir 30 menit tetapi sang istri tak juga keluar dari kamar mandi membuatnya khawatir terjadi apa- apa dengan Reyna.Tok tok tok"Sayang? Kamu baik- baik aja kan di dalam?" tanya Hans khawatir."I.. iya! Reyna baik- baik aj
Tak ada yang tidak mungkin bagi Hans. Meskipun membuat EO kualahan karena mengubah konsep pertunangan menjadi pernikahan namun dengan menyodorkan check kosong tak bisa membuat pihak EO mundur. Uang memang punya kuasa tertinggi.Tak hanya EO, Riana pun tak kalah heboh karena harus menambah list tamu undangan dan mengecek segala persiapan lainnya. Maklum Reyna anak satu- satunya jadi perhelatan harus sebaik mungkin. Si pengantin wanita ngambek karena semua terkesan mendadak bahkan Faira yang menerima undangan pertunangan dan kemudian menerima undangan pernikahannya mencecar dan mengira bahwa dirinya kembali dihamili oleh Hans sebelum menikah. Yang terlihat santai hanya Rashad sementara Anjas uring- uringan karena merasa dilangkahi.Dan disinilah mereka sekarang, berdiri di pelaminan yang megah dan mewah menyalami tamu undangan setelah tadi pagi melangsungkan akad nikah di tempat yang sama. Senyum tak pernah luntur dari bibir Hans yang kebahagiaannya tak terkatakan. Di sampingnya Reyna se
Jessica tersenyum lebar saat menerima pesan dari Hans tadi malam. Pria itu memintanya datang siang ini ke kantornya bersama Joane. Mungkin Hans merasa bersalah pada Joane akan sikapnya pada Joane kemarin lalu dan sekarang ingin meminta maaf, pikir Jessica.Seperti biasa Jessica merias diri secantik mungkin dan mendadani Joane agar terlihat lebih menggemaskan dari biasanya. Dengan dagu terangkat dan langkah mantap, Jessica memasuki lobi kantor sambil menenteng bag berisi makan siang di tangan kanannya dan tangan kirinya menggandeng tangan Joane. Dirinya tadi sempat mampir ke restoran ternama untuk membeli makan siang untuk Hans.Tak ada yang melarangnya masuk termasuk resepsionis karena Hans memang sudah berpesan bahwa dirinya memang ada janji dengan Jessica. Keluar dari lift di lantai ruangan Hans, Jessica tak mendapati sekertaris Hans di mejanya karena ini memang jam makan siang.Tok tok tokTak mau kembali menimbulkan penilaian buruk dirinya di depan Hans, Jessica memilih mengetok pi
Hans tersenyum lebar saat menerima pesan dari Reyna. Tanpa membalas pesan Reyna, Hans bergegas pergi. Sampai di taman kota, netranya mencari sang pujaan hati."Daddy!" terdengar suara bocah yang tidak asing di telinganya.Selang beberapa detik seorang bocah memeluk kakinya erat. Hans mengetatkan gerahamnya melihat Jessica yang tersenyum ke arahnya."Hai Hans, maaf aku minta tolong Reyna tadi karena Joane rindu padamu."Hans tahu tak sesederhana itu makna dari 'minta tolong' yang diungkapkan Jessica. Sesuatu yang tidak beres pasti terjadi."Dimana Reyna sekarang?" tanya Hans menahan amarah."Dia tidak mengatakan akan pergi kemana," jawab Jessica.Hans melepas pelukan Joane di kakinya."Kumohon Hans, bermainlah dengan Joane sebentar. Dia rindu padamu," Jessica mendekati Joane yang menatap Hans takut- takut."Baru kali ini aku menemukan wanita menjijikkan sepertimu, Jes. Kamu tega memanfaatkan anakmu untuk kepentinganmu. Entah bagaimana aku bisa jatuh cinta padamu dulu," Hans menatap Jes
"Aku akan tetap bersikap adil. Seperti yang Reyna katakan tadi bahwa dia juga bersalah. Hukuman untukmu Rey, kamu tidak boleh lagi bertemu dengan Hans....""Pa...," Reyna memotong perkataan papanya dengan mata berkaca- kaca."Bukannya kamu sendiri yang minta dihukum tadi?" Rashad memicing ke arah Reyna.Bahu Reyna merosot dengan kepala tertunduk."Dan kamu...," Rashad menatap tajam ke arah Hans, "Kamu lepaskan Reyna jika....""Tidak!" Hans menggeleng tegas memotong ucapan Rashad membuat papa Reyna itu menggeram marah."Kenapa kalian berdua hobi memotong perkataanku?!" tanya Rashad marah.Hans dan Reyna saling lirik sambil menunduk takut- takut."Lepaskan Reyna jika kamu tak segera melamarnya!" ucap Rashad tegas.Ruangan itu seketika hening. Hans orang yang paling pertama sadar dari situasi horor itu spontan berdiri dan melonjang girang membuat perhatian semua orang beralih padanya."Yesss, kita direstui Sayang!" teriak Hans membuat wajah Reyna merona karena panggilan Hans padanya.Hans
"Apa?!" teriak Rashad dan Anjas bersamaan."Tapi kata Reyna...," kata- kata Rashad menggantung karena mengingat sesuatu.Kemarin dirinya hampir saja kembali menghajar Hans jika tak dicegah oleh Anjas.Flashback on"Masuk!" seru Rashad saat pintu ruangannya diketuk."Maaf Pak, ada Pak Hans yang ingin bertemu," kata sekertarisnya.Rashad hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Hans masuk dengan langkah percaya diri meski disambut tatapan mengintimidasi dari Rashad. Anjas yang kebetulan berada di ruangan yang sama hanya menghela napas lelah. Hans seperti masuk ke sarang harimau tanpa senjata."Ada perlu apa?" tanya Rashad tanpa basa- basi. "Saya ingin melamar Reyna, Pak," Hans pun menjawab terus terang dengan bahasa yang lebih sopan.Anjas terperanjat dengan keberanian Hans sementara Rashad memicingkan matanya disertai senyum sinis."Omong kosong apa yang sedang kamu bicarakan?" Rashad bangkit dari kursi kebesarannya."Ini bukan omong kosong Pak. Saya serius ingin melamar Reyna," Hans
Sudah beberapa hari Reyna begitu semangat menjalani hari- harinya. Meski harus terpaksa menjalani hubungan backstreet dengan Hans tapi tak mengurangi kebahagiaan yang ia rasakan."Sayang, kok gak pulang ke rumah? Mama kangen lho," tanya mamanya saat berkunjung ke kantor."Maaf ya Ma, kerjaan lagi banyak banget ini," jawab Reyna yang tak sepenuhnya bohong.Dirinya memang jarang pulang karena sering menghabiskan waktunya di apartemen bersama Hans. Bukan sekedar berduaan karena sedang kasmaran mereka juga saling support dalam beberapa proyek yang berbeda. Karena masalah pribadi mereka, perusahaan papanya jarang mengambil proyek yang ada keterlibatan Hans di dalamnya. Namun ide- ide brilliant Reyna ditambah kejelian dan dieksekusi dengan baik oleh Hans akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa."Jas, bisa gak kalau Reyna jangan dikasih kerjaan banyak- banyak?" pinta Riana pada sang adik."Ya gak bisa gitu dong, Ma. Gaak enak sama yang lain. Anggap aja ini rejeki Reyna," jawab Reyna membuat