Ponsel Reyna berdering saat matanya hampir terlelap. Melihat nama ID caller yang terpampang di screen ponsel membuatnya memilih untuk mengabaikan panggilan itu. Ya, Brandon yang menghubunginya. Tadi setelah makan siang pria itu mengurung diri di ruangannya masih tanpa penjelasan apapun setelah mengabaikan Reyna, membuat Reyna menyiapkan hati untuk kemungkinan yang terburuk. Margareth, ibu Brandon pun entah kenapa berubah, menyapa pun tidak. Mungkin memang lebih baik begini. Air mata Reyna menetes di sudut matanya yang mulai terpejam.
Paginya saat Reyna menyiapkan sarapan bel pintu apartemennya berbunyi. Rayan yang akan berangkat kuliah membuka pintu dan menemukan Brandon sudah berpenampilan rapi dengan koper kecil di sampingnya.
"Reyna masih ada kan?" tanya Brandon.
"Ada. Lagi buat sarapan untuk Reyhan. Masuk aja," Rayan membuka pintu lebih lebar mempersilahkan Brandon untuk masuk. "Aku pergi dulu, ada kelas pagi," lanjut Rayan yang diangguki Brandon.
"Si
"Cukup Brandon. Mommy selalu mendukung kamu, tapi tidak untuk kali ini," Mommy sepertinya benar- benar sedang dalam mood keras kepala."Mom, tidakkah setiap orang punya kesempatan untuk memperbaiki diri?" tanyaku. Aku tak banyak tahu mengenai masa lalu Reyna jadi aku tak bisa melakukan pembelaan apapun. Sial. Harusnya aku bertanya. Sekarang aku seperti pria bodoh yang tidak bisa melakukan apapun untuk kekasihnya."Kamu kenal Mommy kan, Brandon?" Mommy menatapku tajam membuatku tertunduk. Baru tadi pagi aku dan Reyna baikan perihal masalah semalam karena Daddy. Aku berkata untuk memperjuangkannya tapi sekarang aku seperti pria tak berguna."Sekarang ikut Mommy makan siang. Putuskan hubunganmu dengannya besok," putus Mommy."Mom! Ini keterlaluan!" protesku."Atau kamu pilih Mommy yang bicara dengannya?""Fine!" putusku. Aku tak mungkin membiarkan Mommy bicara dengan Reyna.Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya Mommy keluar ru
Keadaan Jessica pasca kecelakaan sudah berangsur membaik. Dengan terpaksa Hans mengajak Jessica dan Joane tinggal di rumahnya. Sikap Hans juga sudah kembali seperti dulu apalagi ada Joane di antara mereka. Apa yang diinginkan bocah itu selalu diturutinya.Tentu saja Jessica senang, musibah membawa berkah, itu yang selalu diucapkannya. Pagi ini ia masuk ke kamar Hans untuk membantu pria itu menyiapkan keperluannya. Hans menolak untuk tidur sekamar dan hal itu belum bisa diterima Jessica. Namun wanita itu tidak menyerah."Kenapa kita tidak tidur satu kamar aja sih, Hans?" pagi ini Jessica mencoba peruntungannya kembali."Ini Indonesia, Je. Bahkan sebenarnya kita tidak bisa tinggal satu rumah apalagi satu kamar," terang Hans."Tapi mereka kan gak tahu," timpal Jessica.Hans menggeleng," Tidak Je. Keluarlah, aku mau mandi dan bersiap ke kantor.""Aku bantu menyiapkan keperluanmu ya, Hans?""Tidak perlu. Aku bisa sendiri," Hans
"Hans, apa... ada... lowongan pekerjaan di kantormu?" tanya Jessica ragu- ragu saat tengah makan malam."Kenapa?""A... aku ingin bekerja.""Apa uang yang kuberi masih kurang?" tanya Hans dengan mengerutkan kening, pasalnya selama ini ia sudah memberikan 1 atm dan 1 kartu kredit untuk memenuhi keperluan Jessica dan Joane."Bukan begitu. Aku tidak mau terus bergantung padamu?" balas Jessica, sebenarnya ia ingin mengetahui kegiatan Hans di luar rumah dan mencari tahu wanita yang pernah dekat dengan Hans hingga menyebabkan pria itu berubah."Joane?""Aku berencana mencari baby sitter untuk menjaganya," jelas Jessica."Coba nanti aku tanyakan bagian SDM. Kalau ada aku kasih tahu.""Begitu?" Jessica terdengar tidak puas mendengar jawaban Hans."Iya. Harus ikut prosedur, kalau ada pun kamu harus mendaftar seperti karyawan lain," terang Hans."Kamu gak bisa bantuin aku gitu? Aku kan warga asing jadi takut aja gak s
Reyna terlihat murung dan tidak bersemangat akhir- akhir ini dan itu tidak luput dari perhatian Rayan. Ia sering melihat Reyna yang melamun, bahkan tadi pagi jari sahabatnya itu teriris pisau saat memasak sarapan. Dan sekarang ia kembali melihat Reyna yang berdiri di depan kompor. Terlihat normal memang tapi air yang dia masak sudah mendidih dan kompor yang tidak dimatikannya, menandakan bahwa ia tengah melamun.Rayan menarik Reyna menjauhi kompor dan mematikannya. "Eh... sudah mendidih ya, Ray?" Reyna terkaget dengan apa yang dilakukan Rayan padanya. "Kamu duduk sana. Biar aku buat coklat panas untuk kita," suruh Rayan. Reyna menuruti perintah Rayan, tapi tidak langsung menuju meja makan atau ruang tamu melainkan balkon. Malam ini begitu terang, bintang terlihat bertaburan. "Kamu ada masalah, Rey?" tanya Rayan sambil mengulurkan segelas coklat panas ke arah Reyna yang diterima dengan senang hati. "Enggak, kenapa?" sangkal
"Ok. Aku siap- siap dulu. Thanks ya."Tanpa menunggu jawaban Rayan, Reyna kembali ke kamarnya untuk mandi. Tak butuh waktu lama baginya untuk bersiap. Kemeja, celana panjang serta blazer ditambah make up tipis dan rambut dikuncir kuda menjadi penampilan andalannya saat pergi bekerja."Mamama," celotehan Reyhan menyambut Reyna sesampainya di meja makan dengan penampilan rapi."Selamat pagi kesayangan Mama," Reyna menciumi Reyhan yang terlihat sangat menggemaskan dengan celotehannya."Mamama...no kelja," Reyhan berceloteh lagi."No. Mama harus kerja biar Reyhan bisa beli mainan," balas Reyna berharap buah hatinya paham."No. Mamama no kelja. Leyhan no beli main (No. Mama tidak boleh kerja. Reyhan tidak beli mainan)," apa yang bisa dipahami oleh seorang bocah yang baru berumur 2 tahun. Berharap mereka mengerti kondisi kita? Oh tidak, jangan harap."Mmmmm...," Reyna pura- pura berpikir."Nanti kalau Reyhan gak ke rumah nenek Michele,
"Kenapa kamu terlambat?" Margareth membuka pembicaraan tanpa berbalik badan."Maaf Nyonya, tadi anak saya rewel," jawab Reyna sambil menunduk karena rasa bersalah.Tersenyum miring, ibu Brandon berbalik dan melihat ke arah Reyna yang menunduk mengartikan lain sikap Reyna. Ia berpikir Reyna merasa bersalah dan malu karena ketahuan telah memiliki anak."Jadi itu yang kamu sembunyikan? Anak?" tanya Margareth masih dengan senyum miring yang tidak luntur sedari tadi."Sembunyikan? Maksud Anda, saya menyembunyikan anak saya?" Reyna mengerutkan kening tak mengerti dengan arah pembicaraan Margareth."Ya. Kamu sengaja tidak mengatakan kepada kami bahwa kamu mempunyai seorang anak tanpa ikatan pernikahan. Kamu sengaja kan?" tuduh Margareth.Reyna mulai mengerti sekarang. Inilah sebabnya Margareth berubah padanya. Dan ketakutannya terbukti, bahwa tidak ada orang tua yang mengizinkan anaknya berhubungan dengan seorang wanita yang mempunyai anak tanpa me
Reyna POVHatiku seperti dipukul palu godam saat mendengar kabar bahwa apartemen nenek Michele kebakaran. Air mata tak bisa kubendung, aku berlari keluar ruangan, tujuanku hanya satu, apartemen nenek Michele tempat anakku berada sekarang. Isak tangis tak bisa lagi kutahan, Livi memelukku saat berada di dalam lift. Kata- kata penghiburan tak henti keluar dari mulutnya tapi telingaku seakan tuli.Aku ingat tadi pagi saat putra kesayanganku itu merengek memintaku tidak bekerja tapi aku tidak mendengarkannya. Sampai di kantor aku malah meratapi dan menangisi hal yang tidak penting. Sungguh aku ibu yang tidak berguna."Kamu harus tenang, Rey," Livi menggenggam tanganku saat kami sudah berada di dalam taksi yang akan membawa kami ke apartemen."Hiks... hiks.... Bagaimana aku bisa tenang, Livi. Aku belum tahu bagaimana keadaan anakku. Aku ibu yang tidak berguna. Harusnya tadi aku tidak berangkat kerja seperti permintannya."Ya, seharusnya itu yang aku lak
Reyna masih terpekur di samping pusara Reyhan. Dengan tatapan kosong dan wajah pucat, tangannya tak henti mengelus batu nisan sang putra seolah tengah mengelus kepalanya. Langit mendung seolah dunia ikut berduka atas kepergian sang putra."Rey, ayo kita pulang!" ajak Rayan dan meraih bahu Reyna agar wanita itu berdiri."Pulang?" Reyna membeo."Iya. Langit mendung sebentar lagi hujan. Sebaiknya kita pulang," Rayan ikut jongkok di sebelah Reyna yang tak mau berdiri."Tapi Reyhan sendirian, Ray," Reyna menoleh ke arah Rayan yang tengah mengelus kepalanya."Gak Rey. Reyhan sudah bahagia dan punya banyak teman di surga," suara Rayan serak menahan sesak di dada.Faira menangis tanpa suara melihat keadaan Reyna sekarang. Livi hanya berdiri tanpa bersuara melihat ke arah Reyna dengan mata yang sembab. Beberapa meter dari mereka seorang pria berdiri di balik pohon dengan mata yang bersimbah air mata menatap ke arah Reyna yang jelas sedang tidak baik-
Hans mengecupi kening Reyna yang tengah berbaring di ranjang mereka."Terima kasih Sayang, terima kasih," ucapnya berulang- ulang.Tadi pagi Reyna merasakan mual dan muntah yang membuat Hans panik dan memanggil dokter keluarga ke rumah. Dan menurut hasil pemeriksaan dokter Reyna positif hamil 5 minggu. Semua orang di rumah Reyna bersorak senang namun orang yang paling berbahagia tentu saja sang ayah si jabang bayi. Hans tak bisa berkata- kata, matanya berkaca- kaca dan langsung menghambur memeluk tubuh sang istri membuat semua orang mencibirnya terlebih Anjas."Ck... kamu ini memang pria brengsek yang beruntung Hans," cemooh Anjas yang mendapat hadiah cubitan di perut oleh sang istri.Ya, akhirnya Anjas dan Laila memutuskan menikah setelah enam bulan pernikahan Reyna dan Hans. Bahkan saat ini Laila tengah hamil 4 bulan. Wanita itu bersyukur perilaku buruknya di masa lalu tak mempengaruhi kesehatan rahimnya. Justru Reyna yang memang harus sedikit bersabar karena baru mendapatkan kabar
Hans menatap Rayan penuh permusuhan. Kesuksesan Reyna mengelabuhinya di malam pengantin mereka ternyata ada sutradara amatir di balik layar. Ya, Rayan menyuruh Reyna bersandiwara untuk menolak Hans dan berpura- pura masih trauma. Namun sang istri yang tidak tega padanya akhirnya memilih jujur di malam keempat dan menyerahkan diri sepenuhnya pada sang suami. Bahagia tak terkira tentu saja memenuhi dadanya tapi tak bisa dipungkiri, Hans menyimpan secuil dendam pada Rayan.Dan disinilah mereka sekarang. Duduk saling berhadapan di kursi tunggu bandara. Hans mengajak Reyna untuk mengunjungi putra mereka di Australia sambil honeymoon tentu saja. Tapi Faira dan Rayan sepertinya akan merusak rencananya. Karena mereka memutuskan untuk ikut dengan alasan rindu pada teman- teman mereka di negara itu."Ngapain kamu ngelihatin Rayan seperti itu?" tanya Faira sinis setelah beberapa kali memergoki Hans yang menatap Rayan penuh permusuhan."Punya mata kok, emang salah? Kalau gak boleh dilihat masukin
Hans keluar dari kamar mandi hotel dengan rambut basah. Istrinya tengah tertidur nyenyak dengan posisi meringkuk di sisi kanan ranjang. Dengkuran halusnya membuat Hans tak bisa kembali tidur. Sekali lagi dirinya kembali diuji. Entah ujian atau karma lain atas dosa- dosanya di masa lalu. Namun dirinya tak peduli. Seperti yang pernah ia katakan sebelumnya bahwa ia rela menjalani karmanya yang tentu saja sepaket dengan anugerah terindahnya. Beberapa jam lalu saat Hans sudah siap meng-unboxing istrinya dengan penuh semangat, tiba- tiba istrinya yang terlihat gugup meminta izin ke kamar mandi. Dengan raut pasrah, terpaksa dirinya mengangguk lemah. Memandang lesu ke arah juniornya yang menggeliat. Menggaruk kepalanya frustasi karena acara buka puasanya tertunda. Sampai hampir 30 menit tetapi sang istri tak juga keluar dari kamar mandi membuatnya khawatir terjadi apa- apa dengan Reyna.Tok tok tok"Sayang? Kamu baik- baik aja kan di dalam?" tanya Hans khawatir."I.. iya! Reyna baik- baik aj
Tak ada yang tidak mungkin bagi Hans. Meskipun membuat EO kualahan karena mengubah konsep pertunangan menjadi pernikahan namun dengan menyodorkan check kosong tak bisa membuat pihak EO mundur. Uang memang punya kuasa tertinggi.Tak hanya EO, Riana pun tak kalah heboh karena harus menambah list tamu undangan dan mengecek segala persiapan lainnya. Maklum Reyna anak satu- satunya jadi perhelatan harus sebaik mungkin. Si pengantin wanita ngambek karena semua terkesan mendadak bahkan Faira yang menerima undangan pertunangan dan kemudian menerima undangan pernikahannya mencecar dan mengira bahwa dirinya kembali dihamili oleh Hans sebelum menikah. Yang terlihat santai hanya Rashad sementara Anjas uring- uringan karena merasa dilangkahi.Dan disinilah mereka sekarang, berdiri di pelaminan yang megah dan mewah menyalami tamu undangan setelah tadi pagi melangsungkan akad nikah di tempat yang sama. Senyum tak pernah luntur dari bibir Hans yang kebahagiaannya tak terkatakan. Di sampingnya Reyna se
Jessica tersenyum lebar saat menerima pesan dari Hans tadi malam. Pria itu memintanya datang siang ini ke kantornya bersama Joane. Mungkin Hans merasa bersalah pada Joane akan sikapnya pada Joane kemarin lalu dan sekarang ingin meminta maaf, pikir Jessica.Seperti biasa Jessica merias diri secantik mungkin dan mendadani Joane agar terlihat lebih menggemaskan dari biasanya. Dengan dagu terangkat dan langkah mantap, Jessica memasuki lobi kantor sambil menenteng bag berisi makan siang di tangan kanannya dan tangan kirinya menggandeng tangan Joane. Dirinya tadi sempat mampir ke restoran ternama untuk membeli makan siang untuk Hans.Tak ada yang melarangnya masuk termasuk resepsionis karena Hans memang sudah berpesan bahwa dirinya memang ada janji dengan Jessica. Keluar dari lift di lantai ruangan Hans, Jessica tak mendapati sekertaris Hans di mejanya karena ini memang jam makan siang.Tok tok tokTak mau kembali menimbulkan penilaian buruk dirinya di depan Hans, Jessica memilih mengetok pi
Hans tersenyum lebar saat menerima pesan dari Reyna. Tanpa membalas pesan Reyna, Hans bergegas pergi. Sampai di taman kota, netranya mencari sang pujaan hati."Daddy!" terdengar suara bocah yang tidak asing di telinganya.Selang beberapa detik seorang bocah memeluk kakinya erat. Hans mengetatkan gerahamnya melihat Jessica yang tersenyum ke arahnya."Hai Hans, maaf aku minta tolong Reyna tadi karena Joane rindu padamu."Hans tahu tak sesederhana itu makna dari 'minta tolong' yang diungkapkan Jessica. Sesuatu yang tidak beres pasti terjadi."Dimana Reyna sekarang?" tanya Hans menahan amarah."Dia tidak mengatakan akan pergi kemana," jawab Jessica.Hans melepas pelukan Joane di kakinya."Kumohon Hans, bermainlah dengan Joane sebentar. Dia rindu padamu," Jessica mendekati Joane yang menatap Hans takut- takut."Baru kali ini aku menemukan wanita menjijikkan sepertimu, Jes. Kamu tega memanfaatkan anakmu untuk kepentinganmu. Entah bagaimana aku bisa jatuh cinta padamu dulu," Hans menatap Jes
"Aku akan tetap bersikap adil. Seperti yang Reyna katakan tadi bahwa dia juga bersalah. Hukuman untukmu Rey, kamu tidak boleh lagi bertemu dengan Hans....""Pa...," Reyna memotong perkataan papanya dengan mata berkaca- kaca."Bukannya kamu sendiri yang minta dihukum tadi?" Rashad memicing ke arah Reyna.Bahu Reyna merosot dengan kepala tertunduk."Dan kamu...," Rashad menatap tajam ke arah Hans, "Kamu lepaskan Reyna jika....""Tidak!" Hans menggeleng tegas memotong ucapan Rashad membuat papa Reyna itu menggeram marah."Kenapa kalian berdua hobi memotong perkataanku?!" tanya Rashad marah.Hans dan Reyna saling lirik sambil menunduk takut- takut."Lepaskan Reyna jika kamu tak segera melamarnya!" ucap Rashad tegas.Ruangan itu seketika hening. Hans orang yang paling pertama sadar dari situasi horor itu spontan berdiri dan melonjang girang membuat perhatian semua orang beralih padanya."Yesss, kita direstui Sayang!" teriak Hans membuat wajah Reyna merona karena panggilan Hans padanya.Hans
"Apa?!" teriak Rashad dan Anjas bersamaan."Tapi kata Reyna...," kata- kata Rashad menggantung karena mengingat sesuatu.Kemarin dirinya hampir saja kembali menghajar Hans jika tak dicegah oleh Anjas.Flashback on"Masuk!" seru Rashad saat pintu ruangannya diketuk."Maaf Pak, ada Pak Hans yang ingin bertemu," kata sekertarisnya.Rashad hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Hans masuk dengan langkah percaya diri meski disambut tatapan mengintimidasi dari Rashad. Anjas yang kebetulan berada di ruangan yang sama hanya menghela napas lelah. Hans seperti masuk ke sarang harimau tanpa senjata."Ada perlu apa?" tanya Rashad tanpa basa- basi. "Saya ingin melamar Reyna, Pak," Hans pun menjawab terus terang dengan bahasa yang lebih sopan.Anjas terperanjat dengan keberanian Hans sementara Rashad memicingkan matanya disertai senyum sinis."Omong kosong apa yang sedang kamu bicarakan?" Rashad bangkit dari kursi kebesarannya."Ini bukan omong kosong Pak. Saya serius ingin melamar Reyna," Hans
Sudah beberapa hari Reyna begitu semangat menjalani hari- harinya. Meski harus terpaksa menjalani hubungan backstreet dengan Hans tapi tak mengurangi kebahagiaan yang ia rasakan."Sayang, kok gak pulang ke rumah? Mama kangen lho," tanya mamanya saat berkunjung ke kantor."Maaf ya Ma, kerjaan lagi banyak banget ini," jawab Reyna yang tak sepenuhnya bohong.Dirinya memang jarang pulang karena sering menghabiskan waktunya di apartemen bersama Hans. Bukan sekedar berduaan karena sedang kasmaran mereka juga saling support dalam beberapa proyek yang berbeda. Karena masalah pribadi mereka, perusahaan papanya jarang mengambil proyek yang ada keterlibatan Hans di dalamnya. Namun ide- ide brilliant Reyna ditambah kejelian dan dieksekusi dengan baik oleh Hans akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa."Jas, bisa gak kalau Reyna jangan dikasih kerjaan banyak- banyak?" pinta Riana pada sang adik."Ya gak bisa gitu dong, Ma. Gaak enak sama yang lain. Anggap aja ini rejeki Reyna," jawab Reyna membuat