“Lho kalian mau kemana?” tanya Yogi kemudian, saat melihat sang istri dan dua anaknya bersiap untuk pergi. Ditambah dengan dua koper yang dibawa oleh mereka, membuat mata Yogi terbelalak dan semakin merasa terkejut.
“Hentikan mereka, Yogi!” Suara pekikkan Jubaedah kembali terdengar. Sontak kepala Yogi menoleh ke arah sang ibu yang kini tengah menunjuk ke arah istri dan kedua anaknya dengan telunjuk teracung sempurna. Alisnya bertaut menandakan ada pertanyaan yang tersirat dalam benak laki-laki itu. Sedetik kemudian Yogi menoleh ke arah anak dan istrinya yang masih berdiri bersisian. “Kalian mau kemana?” tanyanya. Roni terlihat mengeratkan gandengan tangannya pada tangan Devi. Sebab bayangan kejadian siang tadi masih berputar dalam ingatannya. Membuat bocah kecil itu merasa takut dengan ayahnya sendiri. “Aku mau bawa anak-anak, Mas,” jawab Devi singkat. Sejenak ia melirik ke arah Roni. Genggaman t“Benarkah? Asiikk ….” Gadis itu berteriak girang, bahkan ia sampai melompat-lompat saking senangnya. “Liburan … Liburan, yes!” Mendengar kata liburan, mata Rossi sudah pasti langsung berbinar sempurna. Dengan cepat, gadis itu segera memeluk erat Yogi yang kini berdiri di hadapannya. “Makasih ya, Om. Rossi sayang Om Yogi!” Yogi tak menjawab namun dirinya hanya memberikan seuntai senyum sembari membalas pelukan dari keponakannya tersebut. Sedetik kemudian, gadis cilik itu segera mengurai pelukan dan mendongak, kemudian ia kembali bersuara, “Aku pulang ke rumah dulu ya, Om. Mau ngabarin Ibu biar siap-siap. Tungguin kami ya ….” Tak butuh waktu lama, gadis berambut panjang tersebut segera lari ke luar dan menuju ke rumahnya yang juga rumah Jubaedah. “Apa maksudmu mengatakan kalo kita mau pergi liburan, Dev?” tanya Yogi yang kini kembali menatap sang istri yang masih tersenyum simpul. “Ingatkah kau, Mas. Kapan kali terakhir kamu pe
“Nggak usah banyak drama kamu Devi!” tunjuk Jubaedah sengit pada menantunya itu. “Dan kamu juga, Yogi. Jangan terlalu bodoh karna cinta!” “Kalo dia mau pergi ya biarkan pergi! Jangan malah kamu halang-halangi. Kayak gak laku aja kamu, Gi!” “Kamu itu masih muda! Masih bisa cari istri yang lebih dari dia!” Repetan Jubaedah kembali terlontar, terdengar jelas jika wanita tua itu sengaja menjatuhkan Devi lebih jauh lagi. Namun ternyata …. Menantunya itu sama sekali tak peduli. Bahkan dengan santai Devi memutar mata malas dan mengabaikan ucapan sinis ibu mertuanya. Ia masih terfokus pada Yogi. Pria itu kini hanya diam, entah apa yang dipikirkan olehnya. Hingga suaranya kembali terdengar, “Apa tak ada pilihan lain, Dev?” “Aku rela, jika harus kau diamkan selama seminggu atau sebulan sekalipun. Tapi tidak dengan bercerai,” imbuhnya kemudian. “Tapi sayangnya, aku tetap memilih bercerai, Mas
“Udah biarin aja sih, Gi! Toh bapaknya sendiri yang mau bawa pulang si Devi. Jadi kamu gak perlu repot-repot anterin dia ke rumahnya!” Belum sempat Yogi melayangkan protes, sang ibu sudah lebih dulu menyela dan berhasil membuat Benyamin semakin murka. “Kalian benar-benar keluarga aneh! Teraneh dari yang pernah saya temui!” dengus Benyamin tak suka. “Jika seorang ibu membela anaknya itu dirasa lumrah. Tapi seorang suami yang tak bisa membela istrinya di depan orang tuanya, itu dikatakan pengecut! Banci!” tekan Benyamin tegas. “Heh!” tunjuk Jubaedah pada laki-laki yang masih menjadi besannya tersebut. “Jangan asal ngomong, ya! Pake ngatain anak orang segala!” “Lalu, sebutan apa untuk pria 38 tahun yang klemar klemer dan masih bersembunyi di ketek ibunya?” Benyamin menatap sinis pada Yogi yang masih membeku. “Lebih baik kau ganti pakaianmu itu dengan daster!” “Saya cukup salut dengan anda, Ibu Jubaedah!” Kini
“Tuhan, tolong jangan buat aku lemah. Setidaknya jangan sekarang,” lirih Devi. Kemudian ia tampak memejamkan matanya sejenak, bukan dirinya tak lagi mencintai Yogi. Tapi, cinta saja tak cukup. “Setelah ini, kita hanya orang asing yang terpaksa masih terikat karena anak.” Grep! Tiba-tiba Yogi memeluk Devi erat. Pria yang selama ini terlihat tegar dan tak pernah mengeluhkan apapun padanya, mendadak terlihat menjadi sosok yang berbeda. Devi tampak sedikit meronta, mencoba melepaskan pelukan dari laki-laki yang masih sah menjadi suaminya itu. Namun, gerakannya terhenti, kala suara parau Yogi terdengar. “Sebentar saja ….” “Ijinkan aku, sebentar saja, memeluk duniaku yang tak lama lagi akan menjadi asing.” Yogi tak memperdulikan gerakan tubuh Devi yang terlihat menolak. “Tolong lepaskan, Mas.” Devi mencoba menahan suaranya, agar tak terdengar parau. Sakit! Tentu sangat m
Devi mengacungkan dua buah anak kunci berwarna perak. Anak kunci tersebut baru saja ia lepas dari gantungan, yang menjadikan satu benda tersebut dari kunci yang kini berada dalam genggamannya. “Berikan semuanya!” titah Jubaedah kemudian. Wanita 59 tahun tersebut tahu, jika yang Devi berikan adalah kunci gerbang dan rumah Yogi. Sedangkan yang berada dalam genggaman tangan Devi adalah kunci motor sport milik Yogi. “Wani piro?” tanya Devi santai. Ia tak ingin terlalu menanggapi ulah mertua dan kakak iparnya dengan otot. Wanita itu sadar, jika dua orang tersebut harus dilawan dengan cara cantik. Jika Jubaedah dan Yessi tengah kebakaran jenggot karena Devi berhasil menguasai kunci motor Yogi. Berbeda dengan putra bungsu Jubaedah. Suami dari Devi itu malah justru diam membeku, hingga membuat Jubaedah semakin kesal dan geram. Plak! Jubaedah melayangkan pukulan keras pada bahu Yogi. Membuat si empunya tangan itu
“Lepaskan anakku, Jubaedah!” Benyamin berdiri di sisi kanan Devi dan mencoba membuka cengkraman tangan besannya pada rambut Devi. Devi sendiri tak bisa berbuat banyak. Sebab ia sudah duduk di atas motor. Hal itu membuat gerakannya terbatas. Ia hanya bisa meringis kesakitan akibat jambakan yang dilakukan oleh sang mertua, hingga suara lirihnya kembali terdengar, “Lepasin, Bu!” Jika Yogi dan Benyamin tengah berusaha memisahkan Jubaedah dan Devi. Berbanding terbalik dengan Yessi yang justru duduk manis di teras. Sementara supir taxi online tak berani ikut campur, pria itu hanya duduk di mobil dan berusaha menenangkan Roni yang kini sudah berteriak histeris sejak tadi. “Bu, Yogi mohon lepasin Devi. Kasian dia.” Yogi kembali mencoba membujuk sang ibu agar mau melepaskan cengkraman tangannya pada rambut sang istri. “Bu, kita bicarakan ini baik-baik ‘kan bisa. Gak perlu sampai-” “Diam kau!” bentak Jubaedah pada Yogi.
“Maafkan Ibu, Nak ….” Mata Devi berkaca, saat melihat dengan seksama wajah yang selalu menjadi kekuatannya. “Ibu pastikan, yang melakukan ini padamu akan mendapatkan balasan setimpal!” ucapnya kemudian. Dunianya seolah runtuh, bahkan sendi pada tubuhnya terasa lemas. Kala wajah putra sulungnya itu sudah menghadap ke arahnya. Dengah gemetar, tangan Devi terulur dan menyentuh bagian sudut bibir Rayyan yang mengeluarkan cairan merah. Bahkan sisi wajah bagian kiri Rayyan pun memerah akibat dari tamparan yang diberikan oleh Jubaedah. “Pak! Tolong bawa Rayyan masuk ke mobil dan pergilah dari sini. Devi akan membereskan ini semua sampai ke akarnya!” Tanpa menoleh sama sekali, wanita yang masih berstatus istri sah Yogi itu meminta tolong pada sang ayah. Benyamin pun langsung paham, meski Devi sama sekali tak menatap ke arahnya. Terbukti dengan anggukan kepala yang diberikan oleh pria tua tersebut.
“Katakan, Kek! Apa yang bisa aku lakukan untuk Ibu?!” Putra sulung dari Devi itu menoleh ke arah Kakek Benyamin dengan tatapan menyelidik. Ia tahu, jika ada hal lain yang belum dan ingin disampaikan oleh pria tua, ayah kandung sang ibu. “Bagaimana caranya, Kek?” Tak ada jawaban berarti yang diterima oleh Rayyan selain senyum misterius pada wajah keriput kakeknya. Kemudian pria tua itu merangkul sang cucu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian, mobil taxi online tersebut perlahan pergi meninggalkan pelataran rumah Yogi. Sementara di teras rumah Yogi, masih ada Devi, Yogi dan keluarganya. Wanita 36 tahun tersebut sama sekali tak gentar, meski kini dirinya hanya tinggal seorang diri. “Bawa kemari kunci motor itu, Yogi!” titah Jubaedah pada anak laki-lakinya. Tangan kanan wanita itu terulur ke depan dan menengadah. Meminta kunci motor yang kini berada di tangan Yogi. Berbeda dengan ibu mertua d