Bab 32"Gila! Tisya itu sudah gila. Buat peraturan sesuka hati dia. Sok kaya, gerutuku kesal."Peraturan gila khusus buat istri Mas tercinta. Yang duluan berbuat gila pada Mbak Tisya. Udah yuk, Mas. Mandi sana, kita pergi bareng," ajak Luna dengan mata yang tak berhenti berkedip-kedip.Aku kembali membenamkan wajahku ke sofa. Menutup kedua telinga agar suara Luna dan Mbak Mia tidak bisa kudengar."Mas, dengerin Luna! Bangun, kita pergi bareng. Luna janji nggak julid lagi sama Mas. Ayo!" Entah angin apa yang merasuki Luna. Dia terlihat lebih lembut kepadaku.Aku melangkah menuju kamar, Luna membawakanku dan Risna baju untuk pergi ke acara pernikahan Tisya dan Bintang. Gejolak senantiasa menguasai hati. Akankah aku sanggup melihat Tisya menjadi milik Bintang."Mas!" panggil Risna pelan. Sejak kebohongannya terbongkar, Risna menjadi lebih pendiam. Namun, perubahannya tidak memberi dampak apa-apa untukku. Perlahan hatiku mulai membatu untuknya."Jangan bicara apa-apa, aku nggak mau moodku
Bab 33Aku kembali melangkah ke dalam, mengamati keadaan sekitar. Sungguh tak mampu dijelaskan dengan kata-kata persiapan Bintang menyunting Tisya. Luar biasa-tidak cukup mewakili indah dan mewah acara yang Bintang persiapkan untuk wanita yang masih bertahta di hatiku.Beberapa awak media dari berbagai stasiun TV ikut andil dalam penghelatan akbar ini. Tak bisa dipungkiri keluarga Bintang salah satu crazy rich Indonesia.Akad nikah akan segera di mulai. Terlihat Bintang berjalan dengan balutan baju pengantin berwarna putih. Aura ketampanan Bintang tak mampu dilukis dengan kata. Ketampanannya tak sebanding denganku.Aku mengambil posisi dibagian depan. Tak lama kemudian, Risna datang dan duduk di sampingku. Mbak Mia juga tidak ketinggalan.Dalam hitungan menit Tisya akan menjadi milik lelaki lain. Kebodohan terbesar, melepas wanita hebat tanpa cela. Andai waktu bisa diputar, ingin rasanya semua kembali seperti sedia kala.Huh! Aku mencari keberadaan Tisya, Ibu dan juga Luna. Mereka bel
Bab 34"Mas, tangkap!" teriak Luna girang saat bunga itu mengarah padaku.Dalam hitungan detik bunga itu berada dalam genggaman. Semua mata tertuju padaku. Risna menghampiri dengan tatapan tak suka."Ngapain, Mas tangkap," desisnya dengan mata melotot."Apaan sih, Mbak? Biasa saja kali, tangkap bunga, Pun," gerutu Luna dengan tatapan malas ke arah Risna."Siapa yang dapat bunganya, ayo ke depan," suara MC kembali mengema. Luna mengangkat tanganku ke atas. Tidak peduli delikan mata tak suka dari Risna."Suami Bu Risna dapat bunga pengantin. Bahaya itu, Mah," celetuk salah satu rekan kerja Risna."Iya, hati-hati lho Bu Risna. Kayaknya bakalan dapat madu," timpal wanita di sebelahnya."Pertanda buruk sepertinya Bu Risna. Suaminya pengen daun muda, tu," cerocos rekan kerja Risna tanpa jeda.Risna menatap mereka jengah."kebetulan saja, Bu. Tidak mungkinlah suami saya mencari yang lain." Risna mengapit lenganku manja."Hmmm! Apa lagi Bu Risna dah mulai tertutup seperti ini. Bahaya lho ke je
Bab 35Melangkah cepat keluar. Baru hendak menuruni tangga Mbak Mia dan Risna berjalan ke arahku."Risna! Aku tidak akan memaafkanmu! Kau telah menghancurkan hidupku. Aku tidak mau hidup bersama kamu lagi. Aku ingin kita cerai!" teriakku emosi.Tubuh Risna melorot ke lantai. Secepatnya Luna berlari dari kamar. Berusaha menenangkanku, merayu agar hal ini dibicarakan baik-baik tanpa kekerasan."Papa!" suara dan langkah kaki Kenzi terdengar mendekat."Papa! Abang tidak mau Mama dan Papa berpisah!" teriak Kenzi histeris.Kutarik napas dalam, berusaha mengatur hati dan sikap di depan dua jagoanku. Melangkah menuruni tangga cepat. Keduanya memeluk erat tubuh Risna yang tertunduk di lantai. Mbak Mia mencoba menenangkan mereka."Mas, jangan! Tolong, jangan sakiti keduanya. Mereka tidak tahu apa-apa tenang ini semua. Jangan sampai trauma menghampiri mereka," bisik Luna pelan.Mbak Mia menatapku penuh harap. Mengeleng kepala pelan untuk diam sementara waktu."Kata siapa Mama dan Papa mau pisah?
Bab 36Ibu menatap Luna, sedetik kemudian beralih pada Mbak Mia. Seakan-akan meminta dukungan dari kedua anak perempuannya."Untuk sementara Ridwan kembali ke rumah Ibu ....""Aku bagaimana, Bu?""Huush! Ibu belum selesai bicara. Nggak sopan," desis Mbak Mia."Kamu di sini bersama anak-anak. Belajar memperbaiki diri. Jika pikiran kalian sudah tenang. Baru kita ambil keputusan terbaik. Tak perlu buru-buru," ujar Ibu disambut anggukan terpaksa dari Risna."Tuh ingat jangan main pelet lagi! Jangan sampai wajah Mbak rusak gara-gara kesalahan Mbak sendiri," ketus Luna."Benar, bertaubat lah, Ris. Minta ampun sama Allah. Perbuatan kamu selama ini musyrik," timpal Mbak Mia.Menimbang pernyataan Ibu ada benarnya. Kali ini lebih baik, mendengar nasehat Ibu. Buru-buru lepas dari Risna pun tak ada gunanya. Tisya sudah sah dalam dekapan Bintang. Melihat Risna dalam keadaan seperti ini juga sangat menyedihkan."Kalau begitu, kita pulang sekarang, Bu! Gerah di sini," ujarku tidak sabar keluar dari
Bab 37"Anak-anak bilang, Risna terkapar bersimbah darah di kamar, Wan. Ayo cepat!" Ibu terlihat sangat panik.Aku tak kalah panik membayangkan si kembar menghadapi kejadian mengerikan di depan mata mereka. Ibu memintaku tenang, fokus mengemudi.Sepanjang perjalanan menebak-nebak apa yang terjadi dengan Risna. Anak-anak tidak menjelaskan secara gamblang apa yang terjadi dengan Risna. Beberapa kali Ibu menghubungi mereka, tak ada jawaban sama sekali.Setengah jam perjalanan gawaiku berdering. Kenzo mengatakan Risna sudah di bawa ke klinik terdekat. Risna bukan bunuh diri seperti dalam bayanganku. Info baru yang kutemui semakin membuat kepala mereka-reka kejadian yang menimpa Risna.Sesampai di klinik yang di maksud, aku mencari keberadaan mereka. Keduanya memelukku erat, menangis tersedu-sedu."Pak!" panggil Bibi pelan."Iya, Bi. Ibu kenapa?" tanyaku pelan. Ibu mengambil alih kedua jagoanku untuk duduk bersamanya di depan kursi tunggu."Menurut prediksi dokter Ibu pendarahan, Pak." jaw
Bab 38"Bu, bagaimana ini?" tanyaku panik. Darah yang mengalir bagaikan kran air yang di buka. Jika dibiarkan Risna akan meregang nyawa.Ibu memintaku membaringkan Risna atas ranjang. Kemudian, berlari keluar memanggil suster jaga. Tak butuh waktu lama, dokter dan beberapa perawat memasuki ruang rawat Risna.Mereka berdiri kaku dengan keanehan yang terjadi. Menurut dokter, Risna sudah diberikan obat untuk menghentikan pendarahan."Pak, lebih baik Bu Risna kami rujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Ini mustahil, obat dan suntikan sudah kami berikan. Ini diluar nalar." Dokter muda itu goyah dengan pernyataannya sejam yang lalu.Aku meminta rujukan ke rumah sakit tempat Luna bekerja. Meski, Risna berusaha menepis anggapan, jika dia tidak butuh pengobatan medis.Aku mengaruk kepala yang tak gatal. Berada di posisi yang serba salah seperti ini. Hatiku gamang, mempercayai dunia medis atau ucapan mistis Risna yang bisa juga dipercaya."Mas, percaya padaku. Yang aku butuh lelaki tua yang wak
"Mas, kamu sudah siap miskin, hah? Jangan tinggalkan aku! Kebahagiaanmu hanya padaku," racau Risna berusaha menyentuhku."Tidak! Kamu salah, kebahagiaanku tidak ada padamu. Mulai hari ini hubungan kita berakhir. Silahkan kamu ambil seluruh hartaku, tapi tidak lagi dengan harga diriku yang telah kau renggut sembilan tahun lamanya," ucapku penuh penekanan. Kutepis tangannya yang hendak menyentuhku. Sorot matanya merah menyala seakan api yang hendak menyambar tubuhku. Perasaan untuknya tak jauh berbeda dengan pertama kali bertemu dengannya. Aku tidak suka dengan Risna, kerja samanya dengan iblis mengubah hatiku."Sudahlah, Mbak. Mas Ridwan sudah mengutarakan keputusannya. Mbak pun aneh, diberikan kesempatan untuk taubat. Malah sempat-sempatnya melakukan hal buruk untuk Mbak Tisya," ujar Luna dengan nada menghakimi. Risna menoleh ke arah Luna dengan tatapan ganas."Bu! Tolong Risna!" Risna beralih pada Ibu yang berurai air mata. Luka yang kupersembahkan mengores hati wanita mulia dalam h
"Mas, kamu sudah siap miskin, hah? Jangan tinggalkan aku! Kebahagiaanmu hanya padaku," racau Risna berusaha menyentuhku."Tidak! Kamu salah, kebahagiaanku tidak ada padamu. Mulai hari ini hubungan kita berakhir. Silahkan kamu ambil seluruh hartaku, tapi tidak lagi dengan harga diriku yang telah kau renggut sembilan tahun lamanya," ucapku penuh penekanan. Kutepis tangannya yang hendak menyentuhku. Sorot matanya merah menyala seakan api yang hendak menyambar tubuhku. Perasaan untuknya tak jauh berbeda dengan pertama kali bertemu dengannya. Aku tidak suka dengan Risna, kerja samanya dengan iblis mengubah hatiku."Sudahlah, Mbak. Mas Ridwan sudah mengutarakan keputusannya. Mbak pun aneh, diberikan kesempatan untuk taubat. Malah sempat-sempatnya melakukan hal buruk untuk Mbak Tisya," ujar Luna dengan nada menghakimi. Risna menoleh ke arah Luna dengan tatapan ganas."Bu! Tolong Risna!" Risna beralih pada Ibu yang berurai air mata. Luka yang kupersembahkan mengores hati wanita mulia dalam h
"Mas, kamu sudah siap miskin, hah? Jangan tinggalkan aku! Kebahagiaanmu hanya padaku," racau Risna berusaha menyentuhku."Tidak! Kamu salah, kebahagiaanku tidak ada padamu. Mulai hari ini hubungan kita berakhir. Silahkan kamu ambil seluruh hartaku, tapi tidak lagi dengan harga diriku yang telah kau renggut sembilan tahun lamanya," ucapku penuh penekanan. Kutepis tangannya yang hendak menyentuhku. Sorot matanya merah menyala seakan api yang hendak menyambar tubuhku. Perasaan untuknya tak jauh berbeda dengan pertama kali bertemu dengannya. Aku tidak suka dengan Risna, kerja samanya dengan iblis mengubah hatiku."Sudahlah, Mbak. Mas Ridwan sudah mengutarakan keputusannya. Mbak pun aneh, diberikan kesempatan untuk taubat. Malah sempat-sempatnya melakukan hal buruk untuk Mbak Tisya," ujar Luna dengan nada menghakimi. Risna menoleh ke arah Luna dengan tatapan ganas."Bu! Tolong Risna!" Risna beralih pada Ibu yang berurai air mata. Luka yang kupersembahkan mengores hati wanita mulia dalam h
Bab 38"Bu, bagaimana ini?" tanyaku panik. Darah yang mengalir bagaikan kran air yang di buka. Jika dibiarkan Risna akan meregang nyawa.Ibu memintaku membaringkan Risna atas ranjang. Kemudian, berlari keluar memanggil suster jaga. Tak butuh waktu lama, dokter dan beberapa perawat memasuki ruang rawat Risna.Mereka berdiri kaku dengan keanehan yang terjadi. Menurut dokter, Risna sudah diberikan obat untuk menghentikan pendarahan."Pak, lebih baik Bu Risna kami rujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Ini mustahil, obat dan suntikan sudah kami berikan. Ini diluar nalar." Dokter muda itu goyah dengan pernyataannya sejam yang lalu.Aku meminta rujukan ke rumah sakit tempat Luna bekerja. Meski, Risna berusaha menepis anggapan, jika dia tidak butuh pengobatan medis.Aku mengaruk kepala yang tak gatal. Berada di posisi yang serba salah seperti ini. Hatiku gamang, mempercayai dunia medis atau ucapan mistis Risna yang bisa juga dipercaya."Mas, percaya padaku. Yang aku butuh lelaki tua yang wak
Bab 37"Anak-anak bilang, Risna terkapar bersimbah darah di kamar, Wan. Ayo cepat!" Ibu terlihat sangat panik.Aku tak kalah panik membayangkan si kembar menghadapi kejadian mengerikan di depan mata mereka. Ibu memintaku tenang, fokus mengemudi.Sepanjang perjalanan menebak-nebak apa yang terjadi dengan Risna. Anak-anak tidak menjelaskan secara gamblang apa yang terjadi dengan Risna. Beberapa kali Ibu menghubungi mereka, tak ada jawaban sama sekali.Setengah jam perjalanan gawaiku berdering. Kenzo mengatakan Risna sudah di bawa ke klinik terdekat. Risna bukan bunuh diri seperti dalam bayanganku. Info baru yang kutemui semakin membuat kepala mereka-reka kejadian yang menimpa Risna.Sesampai di klinik yang di maksud, aku mencari keberadaan mereka. Keduanya memelukku erat, menangis tersedu-sedu."Pak!" panggil Bibi pelan."Iya, Bi. Ibu kenapa?" tanyaku pelan. Ibu mengambil alih kedua jagoanku untuk duduk bersamanya di depan kursi tunggu."Menurut prediksi dokter Ibu pendarahan, Pak." jaw
Bab 36Ibu menatap Luna, sedetik kemudian beralih pada Mbak Mia. Seakan-akan meminta dukungan dari kedua anak perempuannya."Untuk sementara Ridwan kembali ke rumah Ibu ....""Aku bagaimana, Bu?""Huush! Ibu belum selesai bicara. Nggak sopan," desis Mbak Mia."Kamu di sini bersama anak-anak. Belajar memperbaiki diri. Jika pikiran kalian sudah tenang. Baru kita ambil keputusan terbaik. Tak perlu buru-buru," ujar Ibu disambut anggukan terpaksa dari Risna."Tuh ingat jangan main pelet lagi! Jangan sampai wajah Mbak rusak gara-gara kesalahan Mbak sendiri," ketus Luna."Benar, bertaubat lah, Ris. Minta ampun sama Allah. Perbuatan kamu selama ini musyrik," timpal Mbak Mia.Menimbang pernyataan Ibu ada benarnya. Kali ini lebih baik, mendengar nasehat Ibu. Buru-buru lepas dari Risna pun tak ada gunanya. Tisya sudah sah dalam dekapan Bintang. Melihat Risna dalam keadaan seperti ini juga sangat menyedihkan."Kalau begitu, kita pulang sekarang, Bu! Gerah di sini," ujarku tidak sabar keluar dari
Bab 35Melangkah cepat keluar. Baru hendak menuruni tangga Mbak Mia dan Risna berjalan ke arahku."Risna! Aku tidak akan memaafkanmu! Kau telah menghancurkan hidupku. Aku tidak mau hidup bersama kamu lagi. Aku ingin kita cerai!" teriakku emosi.Tubuh Risna melorot ke lantai. Secepatnya Luna berlari dari kamar. Berusaha menenangkanku, merayu agar hal ini dibicarakan baik-baik tanpa kekerasan."Papa!" suara dan langkah kaki Kenzi terdengar mendekat."Papa! Abang tidak mau Mama dan Papa berpisah!" teriak Kenzi histeris.Kutarik napas dalam, berusaha mengatur hati dan sikap di depan dua jagoanku. Melangkah menuruni tangga cepat. Keduanya memeluk erat tubuh Risna yang tertunduk di lantai. Mbak Mia mencoba menenangkan mereka."Mas, jangan! Tolong, jangan sakiti keduanya. Mereka tidak tahu apa-apa tenang ini semua. Jangan sampai trauma menghampiri mereka," bisik Luna pelan.Mbak Mia menatapku penuh harap. Mengeleng kepala pelan untuk diam sementara waktu."Kata siapa Mama dan Papa mau pisah?
Bab 34"Mas, tangkap!" teriak Luna girang saat bunga itu mengarah padaku.Dalam hitungan detik bunga itu berada dalam genggaman. Semua mata tertuju padaku. Risna menghampiri dengan tatapan tak suka."Ngapain, Mas tangkap," desisnya dengan mata melotot."Apaan sih, Mbak? Biasa saja kali, tangkap bunga, Pun," gerutu Luna dengan tatapan malas ke arah Risna."Siapa yang dapat bunganya, ayo ke depan," suara MC kembali mengema. Luna mengangkat tanganku ke atas. Tidak peduli delikan mata tak suka dari Risna."Suami Bu Risna dapat bunga pengantin. Bahaya itu, Mah," celetuk salah satu rekan kerja Risna."Iya, hati-hati lho Bu Risna. Kayaknya bakalan dapat madu," timpal wanita di sebelahnya."Pertanda buruk sepertinya Bu Risna. Suaminya pengen daun muda, tu," cerocos rekan kerja Risna tanpa jeda.Risna menatap mereka jengah."kebetulan saja, Bu. Tidak mungkinlah suami saya mencari yang lain." Risna mengapit lenganku manja."Hmmm! Apa lagi Bu Risna dah mulai tertutup seperti ini. Bahaya lho ke je
Bab 33Aku kembali melangkah ke dalam, mengamati keadaan sekitar. Sungguh tak mampu dijelaskan dengan kata-kata persiapan Bintang menyunting Tisya. Luar biasa-tidak cukup mewakili indah dan mewah acara yang Bintang persiapkan untuk wanita yang masih bertahta di hatiku.Beberapa awak media dari berbagai stasiun TV ikut andil dalam penghelatan akbar ini. Tak bisa dipungkiri keluarga Bintang salah satu crazy rich Indonesia.Akad nikah akan segera di mulai. Terlihat Bintang berjalan dengan balutan baju pengantin berwarna putih. Aura ketampanan Bintang tak mampu dilukis dengan kata. Ketampanannya tak sebanding denganku.Aku mengambil posisi dibagian depan. Tak lama kemudian, Risna datang dan duduk di sampingku. Mbak Mia juga tidak ketinggalan.Dalam hitungan menit Tisya akan menjadi milik lelaki lain. Kebodohan terbesar, melepas wanita hebat tanpa cela. Andai waktu bisa diputar, ingin rasanya semua kembali seperti sedia kala.Huh! Aku mencari keberadaan Tisya, Ibu dan juga Luna. Mereka bel
Bab 32"Gila! Tisya itu sudah gila. Buat peraturan sesuka hati dia. Sok kaya, gerutuku kesal."Peraturan gila khusus buat istri Mas tercinta. Yang duluan berbuat gila pada Mbak Tisya. Udah yuk, Mas. Mandi sana, kita pergi bareng," ajak Luna dengan mata yang tak berhenti berkedip-kedip.Aku kembali membenamkan wajahku ke sofa. Menutup kedua telinga agar suara Luna dan Mbak Mia tidak bisa kudengar."Mas, dengerin Luna! Bangun, kita pergi bareng. Luna janji nggak julid lagi sama Mas. Ayo!" Entah angin apa yang merasuki Luna. Dia terlihat lebih lembut kepadaku.Aku melangkah menuju kamar, Luna membawakanku dan Risna baju untuk pergi ke acara pernikahan Tisya dan Bintang. Gejolak senantiasa menguasai hati. Akankah aku sanggup melihat Tisya menjadi milik Bintang."Mas!" panggil Risna pelan. Sejak kebohongannya terbongkar, Risna menjadi lebih pendiam. Namun, perubahannya tidak memberi dampak apa-apa untukku. Perlahan hatiku mulai membatu untuknya."Jangan bicara apa-apa, aku nggak mau moodku