“Anda boleh keluar Nona,” ucap Reina dengan nada senang yang tidak ditutupi. Mendengar hal itu, nyaris saja Diana menumpahkan minuman di tangannya. Dia menatap Reina dengan binar bahagia dan tidak percaya secara bersamaan.
“Benarkah?” tanyanya, untuk memastikan pendeng-arannya.
Reina terkekeh. “Ya,” jawabnya cepat.
Selama perjalanan pulang tidak ada yang membuka percakapan. Hanya terdengar isak tangis Diana yang membuang pandangan dari Mike, sedangkan Mike menatap Diana dengan pandangan sulit digambarkan. Dia menyentuh bahu Diana, bermaksud menarik gadis itu ke dalam pelukannya, tetapi bibir mungil Diana meringis menahan sakit. Mike mengernyit heran, namun akhirnya dia menyadari sesuatu.“Julian, jangan berbalik, atau mengintip dari spion, jika kau melakukannya, aku akan memecatmu saat ini juga!” kata Mike dengan suara tajam dan dalam.
Mike berangkat bersama Diana menuju sebuah Villa yang berada di perbatasan kota. Mereka tidak berdua, ada Bima, dan Rudith yang ikut bersama, sedangkan Jake sudah lebih dulu tiba di sana. Mobil yang membawa mereka sampai ke halaman Villa dua jam kemudian. Diana merasa malas untuk sekedar turun dari mobil, tetapi dia tidak punya pilihan.Ketika menginjak ubin yang melapisi halaman Villa tersebut, Diana terpaku sesaat, menatap keindahan tempat itu. Matanya mengerjab takjub saat melihat view yang menyuguhkan jajaran bukit dengan pepohonan di depannya, ada air terjun
Mike berjalan menuju mobil dan Jake yang sedari tadi hanya diam tanpa ikut bergabung dalam pembicaraan mengikuti dari belakang. Setelah berada di dalam mobilnya, Mike memukul setir dengan keras berkali-kali, meluapkan emosi yang tertahan sejak Diana menghilang, lebih tepatnya melarikan diri.“Sebar orang-orangku untuk mencarinya, dia pasti kembali ke kota dan beritahu mereka bahwa ini darurat. Aku tidak akan menunggu seharian, jadi usahakan mereka menemukannya hari ini juga!” katanya dengan suara dalam penuh perintah yang mutlak untuk dikerjakan.
Sebuah sentuhan ringan menyapu lembut pipinya yang dilewati jalur air mata, jari-jemari itu mengelus rambutnya dan membuat Diana gemetar. Dia tidak berani membuka mata, dia ketakutan, tetapi ada yang aneh dari sentuhannya. Itu sentuhan lembut yang menggelitik hati, sentuhan yang menenangkan dan takut bersamaan. Perlahan mata Diana membuka dan dia terpaku melihat sepasang mata saphir menatap tepat ke kedalaman matanya.“Mike ...,” bisik Diana tidak percaya. Dia mengerjab-ngerjabkan mata dan meyakinkan diri bahwa itu ilusi, tetapi pria di hadapannya ini tetap tidak menjawab. Wajah mengeras, rahang mengetat, bibir menipis, dengan mata menatap tajam yang me
Mike menarik dasinya dan berjalan dengan gontai memasuki rumah, kepalanya berdenyut hebat seakan memukul setiap bagian tengkoraknya. Sejak mendarat dari bandara hingga ke mari yang dia pikirkan hanyalah berbaring di dalam kamarnya dan keinginannya semakin besar ketika dia melewati pintu depan hingga melintasi ruang tengah. Tidak seperti biasa, nafsu makannya hilang, dan dia mengabaikan jadwal makannya yang tertata dengan baik, pukul delapan malam. Saat ini dia ingin berbaring, meluruskan seluruh tubuhnya di atas kasur dan tidur dengan tenang. Baru satu langkah dia menaiki tangga, sebuah tubuh menimpanya dari atas hingga dia terjatuh di lantai dan tentu saja mengejutkannya. Untung saja kepalanya tidak membentur lantai, namun rasa sakit menjalar di sepanjang punggung hingga pinggang, membuatnya meringis.
Mike yang sejak tadi tidak bisa tidur akhirnya memilih duduk dengan menyandar di kepala tempat tidur. Tubuhnya terjaga ketika indra penciumannya menghirup aroma lembut yang menempel di bantal, seprai dan selimut yang membung-kusnya. Itu aroma tubuh Diana, dia merasa frustrasi karena bau gadis itu menghantuinya sepanjang malam. Kepala Mike bergerak ke samping, melihat jam weker yang menunjukkan jam dua pagi, tiga setengah jam lagi dia harus segera bangun untuk bersiap ke kantor, tetapi sepertinya waktu seolah enggan bekerja sama, begitu pula dengan mata dan pikirannya yang berkelana tidak tentu arah.Kaki Mike menapak lantai, dia b
Pernikahan. Bukankah seharusnya aku merasa bahagia di hari pernikahanku sendiri, tetapi tidak begitu pada kenyataannya. Kini aku menatap wajahku yang terpantul di depan cermin. Wajah muram nan sendu, hanya riasanku saja yang dapat menutupi bagaimana hatiku di dalam sana. Semua orang tampak berbahagia akan kami berdua. Mengucapkan selamat dan memberikan pengharapan akan kelanggengan bahtera rumah tangga yang akan kami arungi, tetapi aku tahu, dia tidak benar-benar menginginkan pernikahan sungguhan.Di kali kedua aku menginjakkan kaki di rumah ini, aku mengetahui satu kenyataan bahwa dia hanya menjadikanku sebagai alat balas dendamnya, tetapi pada apa? Ap
Jake menatap Mike seolah dia benar-benar marah dan kesal. Tidak ada satu pun dari kedua perasaannya itu yang dia tutupi. Matanya menatap lekat pada Mike yang sejak tadi juga menatapnya. Kini mereka duduk saling berhadapan di atas sofa dalam ruang kerja Mike di MikeHill Corp.“Kau meninggalkannya di malam pertamamu?” tanya Jake tidak percaya.Mike hanya mengangguk dan menyesap espressonya.
“DisneyLand”Jake tidak ikut ke mansionku, dia memilih langsung pulang ke rumahnya. Calon istrinya sedang menunggu di sana. Sayang sekali, padahal aku ingin mengajaknya untuk bertemu Jasmin dan Blair karena sudah lama dia tidak bertemu dengan keluarga kecilku, terutama Blair yang belum pernah dia temui.
“Paris, four Years Latter”Suara gaduh yang kurindukan, tawa dan keributan kecil dari putera-puteriku selalu menyambut pagi setiap kali kuterjaga. Tanganku meraba sisi di sebelahku berbaring yang kini telah kosong, terasa dingin seakan sudah lama ditinggalkan.Penciumanku disapa oleh nikmatnya aroma mentega dan manisnya madu bersama roti bakar, kurasa dia sudah memulai aktivitasnya di dapur. Aku bergegas bangun dan bersiap memulai kesibukan hari ini.
Salju di bulan Desember tampak menghiasi Avenue des Champs-Elysées, jalanan yang menghubungkan Concorde dan Arc de Triomphe, dijuluki sebagai belle avenue du monde—jalan terindah di dunia—kini ramai dikunjungi wisatawan, karena hari libur panjang untuk menyambut tahun baru.Seorang wanita dengan coat merah dan syal maroon tengah meniti langkah hati-hati di antara deretan lampu berpendar kuning keemasan dan jejeran pohon natal berhias lonceng, juga pita di setiap pertokoan sudut kota.Wanita itu tersenyum sumringah sembari mengelus perutnya yang tertutupi dengan baik melalui coat merahnya. Dia memasu
Diana memilih menghabiskan waktu siang itu dengan tiduran di atas kasur, dia sangat malu menunjukkan mukanya di depan anggota keluarga Hill yang lain. Mike bahkan kehabisan akal untuk membujuknya keluar.“Diana, apa kau di dalam?” Suara Savira membuat Diana terjaga.“Iya, ada apa?” tanyanya sembari berjalan membukakan pintu. Terlihat Savira sudah siap dengan kaus longgar selutut dan celana jeans pendek.“Ayo, aku ingin mengajakmu naik sepeda ke Place de la Concorde,” ajaknya.Diana mengerutkan
Cahaya matahari mengintip masuk ke kamar luas yang Diana tempati, membuat wanita itu menggeliat gelisah karena silau. Perlahan mata indah Diana terbuka, ia melihat jendela kamarnya yang sedikit terbuka dengan cahaya terang di tengah.Kepala Diana bergeser melirik ke sebelah, sisi kasur yang lain, tidak ada siapa-siapa di sana. Membuat Diana mengernyit heran. Dengan gerakan refleks Diana bangkit dari duduk dan mencari keberadaan suaminya di kamar luas tersebut, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Mike di sana.Diana bergegas turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi, sekedar mencuci muka dan menggosok gigi sebelum turun ke bawah untuk bergabung bersama keluarga Hill lainnya. Di meja makan tampak Asley dan boneka b
Cuaca kota Paris pagi itu sangat cerah. Diana bersemangat dan menarik tangan Mike untuk bergegas jalan-jalan keluar.“Ke mana kita akan pergi pagi ini?” tanya Mike yang sama antusiasnya.Diana mengeluarkan senjata andalan, sebuah peta kota Paris dari tas tangan. Mike mengernyit menatap peta yang Diana pegang.“Diana, kenapa kau membawa benda itu?” tanya Mike tak suka.“Tentu saja untuk keliling Paris agar tidak tersesat,” sungutnya pada Mike.
Diana merentangkan tangan, menarik napas menghirup udara musim semi kota Paris. Sekarang sudah jam satu siang, mereka baru saja tiba dan sedang berdiri di luar pintu kedatang-an Bandara Charles de Gaulle. Empat belas jam di dalam pesawat membuatnya bosan. Berkali-kali dia mengganggu Mike yang tidur dalam pesawat hanya untuk mendengarkannya bercerita tentang rencana bulan madu yang telah ia persiapkan.“Apa kau lelah?” tanya Mike yang berjalan di belakang. Diana mengangguk dan menoleh pada Mike.“Kau tidak lelah?” Diana melihat Mike yang masih seg
Tatapan Diana jatuh pada Mike yang masuk begitu saja dari pintu depan. Wanita itu menegang di tempat hendak memarahinya, namun Mike tak peduli dan terus menerjang Diana, menarik wanita itu dalam pelukannya. Dia mencium puncak kepala Diana dan membuat wanita itu menjeritkan penolakan.“Kumohon, jangan menolakku kali ini. Biarkan aku memelukmu sebentar, beri aku waktu lima menit setelahnya aku akan pergi seperti yang kau inginkan,” bisik Mike tepat di telinga Diana. Wanita itu terisak dan menghentikan rontanya, dia membiarkan Mike mengelus lembut puncak kepala serta punggungnya.“Biarkan aku mewujudkan impianmu dan impian ayahmu, jadikan aku pria beruntung yang memilikimu.”
Hari pertama setelah kejadian tersebut. Mike mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dia akan menuntaskannya hingga ke akar. Tangannya meremas ponsel hendak menghancur-kan benda tipis itu. Jake yang sedari tadi diam akhirnya menghirup udara dan mulai bersuara.“Mereka pasti akan menemukannya, Mike.”Orang yang diajak bicara hanya menatap datar dengan senyum sinis. Dia terus meremas ponselnya yang andaikan bisa berbicara pasti benda mati itu berteriak meminta lepas dari cengkraman Mike yang tampak tidak sabar sembari menahan amarah.“Aku akan me