Mike menarik kerah baju beberapa pria yang berjaga di depan pintu masuk rumahnya. Wajah mereka memar dan tampak luka serta noda darah yang membekas di sebagian baju yang mereka kenakan.
“Kalian berlima dan dia sendiri! Apa sesulit itu melumpuhkan satu orang?!” bentak Mike pada lima pria yang terkapar di atas lantai.
Rudith menatap penuh penyesalan. “Dia menyerang dengan tidak terduga, Sir. Awalnya dia mendatangi kami dengan baik-baik dan tiba-tiba memukul tanpa memberi kami waktu untuk
Mike membanting pintu perpustakaan pribadinya, dia melangkah lebar mendekati Steve dan Jake menahannya segera ketika mereka saling berhadapan. Steve duduk tenang di salah satu bangku putar berwarna merah terang dengan sandaranya yang empuk, kakinya menyilang di atas lutut dan saat ini dia menatap Mike dengan pandangan begitu merendahkan seolah dialah tuan rumah di sana.“Apa maumu sebenarnya?!” bentak Mike dengan kemarahan yang tidak ditutupi.Jake tertawa sarkastik, menghasilkan suara
Gadis itu menatap makanan di hadapannya dengan tidak berselera, dia menggenggam sendok stenlis di tangan kanan yang masih menggantung di udara. Reina yang sedari tadi berada di sebelah Diana hanya bisa mengawasi tanpa menyela, dia takut mengusik ketenangan Diana. Sejak dua hari yang lalu, pasca percobaan pelecehan seksual yang Diana alami, gadis itu lebih banyak diam. “Aku kenyang,” kata Diana sembari meny
Gelapnya ruangan membuat Diana semakin merasakan betapa nyata mimpi buruknya. Dia menangis dan panik, lalu bangkit dari tempat tidur. Di kamar itu dia sendiri dan semakin membuatnya takut, tubuhnya bergetar sembari terus terisak. Hatinya berbisik agar dia keluar dari sana dan mencari seseorang, namun ke mana. Dia tidak mungkin ke kamar pria itu karena insiden siang tadi, tetapi ...Kepala Diana terus dibayangi bayang-bayang yang saling berkejaran hingga membuat kepalanya sakit seakan ingin pecah rasanya, tak dipedulikannya lagi akal sehat yang terus menahannya untuk bertahan di kamar itu, sehingga tanpa sadar kakinya melangkah setengah berlari hingga ke
“Anda boleh keluar Nona,” ucap Reina dengan nada senang yang tidak ditutupi. Mendengar hal itu, nyaris saja Diana menumpahkan minuman di tangannya. Dia menatap Reina dengan binar bahagia dan tidak percaya secara bersamaan.“Benarkah?” tanyanya, untuk memastikan pendeng-arannya.Reina terkekeh. “Ya,” jawabnya cepat.
Selama perjalanan pulang tidak ada yang membuka percakapan. Hanya terdengar isak tangis Diana yang membuang pandangan dari Mike, sedangkan Mike menatap Diana dengan pandangan sulit digambarkan. Dia menyentuh bahu Diana, bermaksud menarik gadis itu ke dalam pelukannya, tetapi bibir mungil Diana meringis menahan sakit. Mike mengernyit heran, namun akhirnya dia menyadari sesuatu.“Julian, jangan berbalik, atau mengintip dari spion, jika kau melakukannya, aku akan memecatmu saat ini juga!” kata Mike dengan suara tajam dan dalam.
Mike berangkat bersama Diana menuju sebuah Villa yang berada di perbatasan kota. Mereka tidak berdua, ada Bima, dan Rudith yang ikut bersama, sedangkan Jake sudah lebih dulu tiba di sana. Mobil yang membawa mereka sampai ke halaman Villa dua jam kemudian. Diana merasa malas untuk sekedar turun dari mobil, tetapi dia tidak punya pilihan.Ketika menginjak ubin yang melapisi halaman Villa tersebut, Diana terpaku sesaat, menatap keindahan tempat itu. Matanya mengerjab takjub saat melihat view yang menyuguhkan jajaran bukit dengan pepohonan di depannya, ada air terjun
Mike berjalan menuju mobil dan Jake yang sedari tadi hanya diam tanpa ikut bergabung dalam pembicaraan mengikuti dari belakang. Setelah berada di dalam mobilnya, Mike memukul setir dengan keras berkali-kali, meluapkan emosi yang tertahan sejak Diana menghilang, lebih tepatnya melarikan diri.“Sebar orang-orangku untuk mencarinya, dia pasti kembali ke kota dan beritahu mereka bahwa ini darurat. Aku tidak akan menunggu seharian, jadi usahakan mereka menemukannya hari ini juga!” katanya dengan suara dalam penuh perintah yang mutlak untuk dikerjakan.
Sebuah sentuhan ringan menyapu lembut pipinya yang dilewati jalur air mata, jari-jemari itu mengelus rambutnya dan membuat Diana gemetar. Dia tidak berani membuka mata, dia ketakutan, tetapi ada yang aneh dari sentuhannya. Itu sentuhan lembut yang menggelitik hati, sentuhan yang menenangkan dan takut bersamaan. Perlahan mata Diana membuka dan dia terpaku melihat sepasang mata saphir menatap tepat ke kedalaman matanya.“Mike ...,” bisik Diana tidak percaya. Dia mengerjab-ngerjabkan mata dan meyakinkan diri bahwa itu ilusi, tetapi pria di hadapannya ini tetap tidak menjawab. Wajah mengeras, rahang mengetat, bibir menipis, dengan mata menatap tajam yang me
“DisneyLand”Jake tidak ikut ke mansionku, dia memilih langsung pulang ke rumahnya. Calon istrinya sedang menunggu di sana. Sayang sekali, padahal aku ingin mengajaknya untuk bertemu Jasmin dan Blair karena sudah lama dia tidak bertemu dengan keluarga kecilku, terutama Blair yang belum pernah dia temui.
“Paris, four Years Latter”Suara gaduh yang kurindukan, tawa dan keributan kecil dari putera-puteriku selalu menyambut pagi setiap kali kuterjaga. Tanganku meraba sisi di sebelahku berbaring yang kini telah kosong, terasa dingin seakan sudah lama ditinggalkan.Penciumanku disapa oleh nikmatnya aroma mentega dan manisnya madu bersama roti bakar, kurasa dia sudah memulai aktivitasnya di dapur. Aku bergegas bangun dan bersiap memulai kesibukan hari ini.
Salju di bulan Desember tampak menghiasi Avenue des Champs-Elysées, jalanan yang menghubungkan Concorde dan Arc de Triomphe, dijuluki sebagai belle avenue du monde—jalan terindah di dunia—kini ramai dikunjungi wisatawan, karena hari libur panjang untuk menyambut tahun baru.Seorang wanita dengan coat merah dan syal maroon tengah meniti langkah hati-hati di antara deretan lampu berpendar kuning keemasan dan jejeran pohon natal berhias lonceng, juga pita di setiap pertokoan sudut kota.Wanita itu tersenyum sumringah sembari mengelus perutnya yang tertutupi dengan baik melalui coat merahnya. Dia memasu
Diana memilih menghabiskan waktu siang itu dengan tiduran di atas kasur, dia sangat malu menunjukkan mukanya di depan anggota keluarga Hill yang lain. Mike bahkan kehabisan akal untuk membujuknya keluar.“Diana, apa kau di dalam?” Suara Savira membuat Diana terjaga.“Iya, ada apa?” tanyanya sembari berjalan membukakan pintu. Terlihat Savira sudah siap dengan kaus longgar selutut dan celana jeans pendek.“Ayo, aku ingin mengajakmu naik sepeda ke Place de la Concorde,” ajaknya.Diana mengerutkan
Cahaya matahari mengintip masuk ke kamar luas yang Diana tempati, membuat wanita itu menggeliat gelisah karena silau. Perlahan mata indah Diana terbuka, ia melihat jendela kamarnya yang sedikit terbuka dengan cahaya terang di tengah.Kepala Diana bergeser melirik ke sebelah, sisi kasur yang lain, tidak ada siapa-siapa di sana. Membuat Diana mengernyit heran. Dengan gerakan refleks Diana bangkit dari duduk dan mencari keberadaan suaminya di kamar luas tersebut, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Mike di sana.Diana bergegas turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi, sekedar mencuci muka dan menggosok gigi sebelum turun ke bawah untuk bergabung bersama keluarga Hill lainnya. Di meja makan tampak Asley dan boneka b
Cuaca kota Paris pagi itu sangat cerah. Diana bersemangat dan menarik tangan Mike untuk bergegas jalan-jalan keluar.“Ke mana kita akan pergi pagi ini?” tanya Mike yang sama antusiasnya.Diana mengeluarkan senjata andalan, sebuah peta kota Paris dari tas tangan. Mike mengernyit menatap peta yang Diana pegang.“Diana, kenapa kau membawa benda itu?” tanya Mike tak suka.“Tentu saja untuk keliling Paris agar tidak tersesat,” sungutnya pada Mike.
Diana merentangkan tangan, menarik napas menghirup udara musim semi kota Paris. Sekarang sudah jam satu siang, mereka baru saja tiba dan sedang berdiri di luar pintu kedatang-an Bandara Charles de Gaulle. Empat belas jam di dalam pesawat membuatnya bosan. Berkali-kali dia mengganggu Mike yang tidur dalam pesawat hanya untuk mendengarkannya bercerita tentang rencana bulan madu yang telah ia persiapkan.“Apa kau lelah?” tanya Mike yang berjalan di belakang. Diana mengangguk dan menoleh pada Mike.“Kau tidak lelah?” Diana melihat Mike yang masih seg
Tatapan Diana jatuh pada Mike yang masuk begitu saja dari pintu depan. Wanita itu menegang di tempat hendak memarahinya, namun Mike tak peduli dan terus menerjang Diana, menarik wanita itu dalam pelukannya. Dia mencium puncak kepala Diana dan membuat wanita itu menjeritkan penolakan.“Kumohon, jangan menolakku kali ini. Biarkan aku memelukmu sebentar, beri aku waktu lima menit setelahnya aku akan pergi seperti yang kau inginkan,” bisik Mike tepat di telinga Diana. Wanita itu terisak dan menghentikan rontanya, dia membiarkan Mike mengelus lembut puncak kepala serta punggungnya.“Biarkan aku mewujudkan impianmu dan impian ayahmu, jadikan aku pria beruntung yang memilikimu.”
Hari pertama setelah kejadian tersebut. Mike mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dia akan menuntaskannya hingga ke akar. Tangannya meremas ponsel hendak menghancur-kan benda tipis itu. Jake yang sedari tadi diam akhirnya menghirup udara dan mulai bersuara.“Mereka pasti akan menemukannya, Mike.”Orang yang diajak bicara hanya menatap datar dengan senyum sinis. Dia terus meremas ponselnya yang andaikan bisa berbicara pasti benda mati itu berteriak meminta lepas dari cengkraman Mike yang tampak tidak sabar sembari menahan amarah.“Aku akan me