Malik menatap kolam ikan yang ada di depannya. Sesekali remaja jangkung itu melemparkan makanan untuk ikan-ikan yang berenang di atas permukaan. Tak ada fokus yang jelas, Malik hanya diam tanpa ada suara yang mengiringi dirinya. Tak ada teman juga. Kalau sudah sampai ke dalam rumah begini, ia hanya bisa duduk paling-paling menghibur dirinya dengan game online atau siaran televisi lokal di rumahnya. Sebenarnya, Papa Arjuna tak pernah melarang putranya untuk pergi ke suatu tempat. Namun, Malik saja yang mulai bosan. Tak ada tinju ilegal lagi. Mau main ke rumah Xena? Tidak! Mereka bukan lagi saudara tiri yang bisa saling bersua kapan pun dan dalam waktu seperti apapun.
Malik terkadang rindu, meksipun belum lama dirinya dan Xena berpisah, tetapi remaja itu sudah merasa benar-benar kesepian. Ia ingin keadaan kembali seperti semula. Ada Xena juga ada seorang wanita tua yang menyiapkan makan malam untuk dirinya. Ia membenci makanan dari seorang pembantu. Rasanya
"Kamu minta persetujuan dari papa untuk melamar Xena nanti?" tanya pria itu senantiasa memberi kesan asing pada sang putra. Ia tak menyangka kalau Malik akan membuat pengakuan seperti ini di waktu yang tak tepat seperti sekarang ini. Perceraian dirinya dengan Sarah belum berlangsung lama. Kiranya belum ada satu minggu dirinya berpisah dengan wanita baik itu, tetapi Malik sudah membuat pengakuan mengejutkan seperti ini. Jujur saja, Arjuna menyimpan rasa terkejut yang benar-benar besar. Ia tak tahu harus berkata apa lagi untuk memberi respon. Arjuna takut kalau kalimatnya akan membuat Malik sakit hati atau semacamnya. Sang putra tak boleh merasakan hal itu.Hanya Malik yang dipunyai oleh Arjuna. Sekarang ini, ia tak punya harapan untuk terus bekerja dan mengembang rintisan perusahaan kecil yang ia bangun bersama Sarah dulu jika Malik pergi dari hadapannya. Ia ingin kembali seperti dulu lagi, memang. Bersama Sarah dan Xena. Namun, waktu menghendaki hal yang b
Keduanya berjalan dengan langkah sedang membelah padatnya trotoar jalanan yang mereka lalui. Pertemuan mereka dimulai selepas Nea mengirimkan sebuah pesan meminta Xena untuk menemaninya membeli kado ulang tahun sang keponakan. Besok adalah ulang tahun seorang gadis cantik yang manis senyumnya. Gadis itu sangat dekat dengannya. Nea tak ingin mengecewakan perasaan dan harapan seorang bocah kecil yang sudah menunggu kado terbaik darinya sejak tahun kemarin. Nea selalu berjanji akan membawakan sebuah kado yang bagus dan menarik kalau ia rajin belajar dan mendapatkan nilai yang bagus di akhir tahun pembelajaran. Gadis kecil itu benar-benar mengindahkannya. Ia belajar dengan maksimal hingga membuat Nea tak bisa berkata-kata lagi. Semua hasil yang ditunjukkan padanya super duper keren. Nea bahkan tak tahu kalau gadis lucu itu bisa mendapatkan nilai sempurna seperti itu.Nea mengajak Xena untuk memilih dan memilah barang mana yang cocok untuk diberikan pada si gadis kec
Nea meletakkan segelas cokelat dingin dengan kasar. Bukan untuk mengekspresikan betapa kesalnya hari Nea pada Xena. Ia bahkan tak memandang gadis itu sejak saat mereka masuk ke dalam kafe di sudut jalanan kota. Nea terus saja memfokuskan pandangan matanya untuk Nara yang baru saja bergabung dengannya juga Nea. Gadis itu benar-benar merepotkan! Seharunya Nea tadi tak mengajak Xena untuk melalui jalan yang sama. Dengan begitu, mereka tak perlu menolong Nara dan tak perlu terlibat dalam sebuah perkelahian. Parahnya, siku tangan Xena harus terluka sebab terantuk ujung kursi panjang yang ada di sana tadi. Sarah juga keluar dari sisi wajah Nara. Meraka bertiga benar-benar terkesan bak kumpulan gadis berandal yang baru saja menyelesaikan tugasnya.Nea tak mau melepaskan pandangannya dari Nara. Ia terus saja menitikkan manik matanya untuk menatap gadis yang ada di depannya saat ini. Nara diam membisu dengan arah pandangan jatuh ke atas permukaan meja dengan kulacino di
Gumpalan awan putih berarak mengikuti langkah kaki gadis yang baru saja turun dari halte bus di sisi persimpangan jalan. Ia berjalan dengan langkah ringan sesekali melihat ke kanan dan ke kiri. Setiap pagi, inilah yang dilakukan oleh Xena. Ia harus turun dari halte bus lalu berjalan selama sepuluh menit untuk sampai ke depan sekolahnya. Lelah? Tidak. Xena mencintai suasana ini. Ia akan merindukan semua pejuangnya kalau sudah menyentuh lantai universitas tahun depan. Dirinya tak akan lagi turun dari halte di persimpangan jalan itu dan tak akan berjalan melalui ruko-ruko yang ada di sepanjang jalanan kota. Jika sudah menyentuh bangku perkuliahan, Xena akan lebih dewasa untuk memikirkan mau berangkat pakai apa ia hari ini?Konon katanya, masa perkuliahan adalah masa tersibuk dalam kehidupan orang muda. Banyak hal yang harus dilakukan. Tak hanya belajar saja, tetapi ini itu untuk menunjang nilai akhirnya di tahun kelulusan selepas empat tahun menempuh pendidikan. Xena tak bisa be
Pemandangan yang sedikit aneh, Malik mengehentikan langkah kakinya bersama seorang gadis yang berjalan di sisinya sekarang ini. Di samping bangunan sekolah, mereka melihat Nara dengan sekumpulan orang-orang yang tak asing. Mereka memakai seragam yang sama dengan Malik juga Xena. Tentunya identik dengan apa yang dikenakan oleh Nara juga. Bukan ingin berteman, Malik langsung paham situasinya begitu seorang gadis menampar pipi Nara dengan sedikit keras. Beberapa orang yang ada di sana mulai tertawa ringan melihat gadis itu tak bisa melakukan apapun. Malik berjalan mendekat perlahan-lahan. Diikuti dengan Xena yang sedang memastikan sesuatu. Wajah gadis-gadis yang sedang merisak Nara itu tak asing untuk Xena pagi ini. Ia bertemu dengan si pengganggu seperti mereka, kemarin malam. Tepat selepas menghantar Nea membelikan kado untuk sang keponakan."Wah! Mereka melanjutkannya lagi?" tanya Xena pada dirinya sendiri. Lirih memang, tetapi cukup untuk membuat Malik menoleh dan menatap ke
Gadis itu menatap jauh ke bawah. Langkah kaki tiga orang remaja yang baru saja memasuki area sekolah menjadi pusat perhatian untuk dirinya saat ini. Hela tersenyum picik. Dirinya tak menyangka kalau pagi ini ia akan melihat Malik berjalan bersama Xena dan Nara. Bak seorang bodyguard untuk dua remaja cantik itu, Malik berada di belakang Xena dengan terus mengawasi gadis itu dengan tatapan tajam. Ia melihat Xena yang berusaha untuk meraih pergelangan tangan Nara untuk memastikan sesuatu. Malik hanya bisa tersenyum melihat tingkah gadis yang ada di depannya itu. Perasannya sedikit aneh. Ia tak rela dengan apa yang dilihat olehnya pagi ini. Keadaan yang mengejutkan! Hela terus saja menghela napasnya untuk mengekspresikan betapa terkejutnya ia saat ini.Hela ingin melempar apapun yang ada di dalam sekiranya saat ini. Entah itu batu, atau bahkan satu vas bunga besar di sudut ruangan sana. Ia ingin melemparkan benda-benda itu jatuh tepat di atas kepala Nara. Memb
"Ngapain lo harus repot-repot bantuin gue segala?" Nara menghentikan aktivitas makan gadis yang ada di depannya saat ini. Jam makan siang datang beberapa menit yang lalu. Xena dan Nea menghabiskan beberapa menit lamanya untuk mengantri di depan meja kasir, sebelum akhirnya mendapat pesanan mereka. Ia tak pernah keberatan dengan Nea yang tiba-tiba saja datang lalu duduk di depannya begini. Ia juga memesan satu mangkuk bakso pedas dengan ekstra bakso di dalamnya. Hanya Nea yang sedikit keberatan dengan keadaan Nara sekarang. Demi apapun, tatapannya benar-benar mengira kalau ia ingin Nara pergi dari hadapannya. Gadis itu benar-benar tak tahu sopan santun dan tak terimakasih. Bukankah seharusnya ia berlaku lebih baik pada Xena sebab sudah berbaik hati untuk membantunya? Ya, seharunya begitu. Namun, sayang, berharap pada Nara sama saja sedang mengharapkan hujan salju di tengah panasnya gurun Sahara. Tak akan ada hasil yang memuaskan untuk itu."Makan aja, gak usah ba
Keduanya berjalan dengan langkah ringan. Arah tujuannya sama, tetapi titik tempatnya berbeda. Xena hanya terus diam sembari menatap jauh ke depan. Tak ada suara di antara keduanya saat ini. Fokus pada jalan dan tujuan masing-masing. Hanya bersisa Xena dan Nara, Nea pergi lebih cepat dari dugaan. Katanya, gadis itu lupa mengerjakan satu pekerjaan rumah. Tiba-tiba ingatannya dibawa kembali pada tiga hari lalu, kala itu seorang guru memberikan sebuah pekerjaan rumah untuk diselesaikan tiga hari mendatang. Inilah waktunya, tiga hari yang dimaksudkan oleh si guru. Harusnya, di jam terakhir nanti, semua pekerjaan yang diberi akan dikumpulkan dan dinilai, tetapi Nea mungkin tak bisa melakukan itu dengan waktu yang tepat. Akan sedikit terlambat. Itu sebabnya ia pergi begitu saja tanpa menyelesaikan makan siangnya. Ia meninggalkan Xena juga Nara di kantin sekolah.Beberapa menit berjalan, baru saja bel panjang berbunyi. Tandanya, waktu istirahat sudah selesai. Wakt