Saat itu mereka berada di bagian dalam yang sedikit terbuka. Tak ada penghalang. Tak ada pilar, tembok, atau alat yang bisa dipakai untuk berlindung. Sudah tak ada tempat yang bisa membuat Maia menghindar. Sang wali malaikat pembawa maut hanya berjarak lima meter di depannya. Mengacung senjata dengan kemungkinan terkena sebesar 99,99 persen alias hanya idiot yang tidak bisa mengenai sasaran dalam jarak sedekat itu.
“Ini salam dari Nikolai,” katanya, dingin. “Dan ia tetap mengejarmu dari dalam kuburnya.”
Maia memejam mata. Tahu bahwa maut sebentar lagi datang menjemput. Seketika, ia pasrah. Siap menghadap Sang Ilahi jika memang itu adalah waktunya.
Dan dentuman pistol pun terdengar. Nyaring. Membahana memenuhi ruang gedung yang kosong. Suara membahana yang disusul dengan suara sosok yang terjatuh.
*
Malam mulai menyelimuti Jakarta ketika mobil
Dalam kasus konflik antara Apih dengan Amih, Dinda suka ngerasa bahwa Amih lebih cenderung berada pada posisi yang lebih bersalah. Tapi dia juga perlu fair dengan ngelihat bahwa Apih juga kadang salah juga dan itu nyebelin banget. Dinda tau banget belum lama ini mereka konflik karena Apih yang pelit nggak mau korban duit buat Amih.Kejadiannya mungkin tiga bulan lalu. Waktu itu Apih dimintain sesuatu sama Amih.“Apih, bagi duit dong.”“Buat apaan?”“Masa’ tiap hari tahu, tempe, kerupuk, sayur bening doang. Udah lama nggak makan ikan yang enak nih.”“Amih mau beli ayam?”“Bukan ayam. Amih justeru pengennya ikan tongkol, ikan kembung, ikan cakalang. Lagi bosen makan ayam, kambing, sapi. Amih ingin yang lebih sehat. Nanti pulang beli ikan cakalang ya.”“Beli ikan emang buat apa sih?”“Supaya Amih kurus.”Api
“Cuaca buruk, Maia.”“I know,” cetusnya perlahan. “Di sini sering hujan dengan petir seperti ini?”“Hampir selalu. Begitu sering sampai kadang aku bisa hafal polanya,” kata Dimas sampai akhirnya ia selesai memarkir kendaraan. “Kau mau mampir dulu ke tempatku?”Maia tidak berprasangka apa-apa atas tawaran Dimas. Tapi sikap diamnya membuat Dimas perlu untuk buru-buru menjelaskan maksudnya.“Aku ingin kau bertemu Niken dahulu.”Maia tersenyum kaku. Duka masih belum sepenuhnya sirna dari wajah ovalnya.“Tentu.”Mereka turun dari kendaraan dan berlari-lari kecil di tengah hujan yang mulai turun. Begitu tiba di unit tempatnya tinggal, Dimas baru mencoba mengetuk pintu ketika tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Maia pun melihatnya.Gagang pintu hancur.Dimas memburu masuk. Dengan panik ia berte
Nikolai rupanya selamat dari kecelakaan yang ia timbulkan waktu itu. Dan kini ia menyandera sahabat kecilnya, Niken yang begitu pucat ketakutan sehingga tidak sempat lagi mengeluarkan sepatahkatapun.Tidak sulit menebak apa yang ada dalam pikiran Maia saat itu.“Untung kau berpikir bahwa aku sudah mati. Koranpun memberitakan demikian kan? Namun karena itulah aku dan para anak buahku bisa dengan leluasa mencarimu.” Nikolai tersenyum. “Saat kalian ke mall tempo hari dan hari ini saat kamu menuju gedung setengah jadi, aku sudah mengetahui keberadaanmu.”Senyum Nikolai nampak janggal. Saat kulit wajahnya tertarik bibir bawah, pemandangan yang nampak ialah bahwa dirinya seolah menyeringai. Mata sebelah kanannya nampak jelas lebih kecil dari pasangannya akibat pembengkakan di pelupuk mata. Sorot matanya membuat Dimas dan Maia sedikit bergidik. Sorot mata seseorang yang siap melaksanakan dendamnya.
Sebuah petir maha dahsyat menyambar di luar rumah susun. Suara geledek yang ditimbulkan begitu dahsyat hingga menggetarkan kaca jendela. Lengking kaget Niken terdengar memenuhi ruangan.Inilah efek yang Maia nantikan.Chip dalam benaknya yang telah merekam output, kini menghasilkan ribuan impuls ke gelombang syaraf yang kemudian memberikan instruksi pada otot kaki kiri Maia untuk bergerak.Tanpa perlu melihat lagi, kaki kiri itu menendang keras sebuah kursi yang berada sedikit di kiri belakang tubuhnya. Bak melakukan tendangan pinalti dalam dunia sepakbola, dengan sekali sentak dan sapuan keras, benda berbobot sekitar tujuh kilogram itu melayang deras ke arah depan. Saat melakukan tendangan, Maia sengaja menjatuhkan diri demi mendapat efek lontar yang lebih besar. Tekanan udara yang dihasilkan membuat kursi terdengar mendesau selama sepersekian detik saja sebelum kemudian dengan telak menghantam wajah Nikolai. Percuma s
Kendati perih masih menguasai hampir seluruh tubuh, Maia tahu ia harus melakukan serangan balik. Tidak bisa ia bersikap defensif terus-menerus. Ia harus fight! Dengan sekuat tenaga Maia mencoba bangkit ketika kembali melihat Nikolai memburu untuk melakukan jurus mematikan berikut. Bertelekan ambang dinding Maia kemudian melenting ke udara. Melakukan lompatan salto persis duapuluhan centimeter di atas kepala Nikolai sehingga pria itu hanya dapat memukul angin. Saat Nikolai berbalik, Maia sudah berada di sana dengan tendangan putarnya. Barang-barang pecah belah dalam seketika jatuh berkeping-keping menimbulkan suara luar biasa berisik ketika Nikolai terhunjam dan menabrak bufet akibat tendangan tadi. Nikolai merutuk. Bagai monster ganas, ketika ia bangkit kembali, tubuhnya nampak tetap tegar dan kuat. Tapi ia tidak lagi melihat Maia didalam ruangan yang pergi melarikan diri. Dari derap sepatu yang ia dengar, Nikolai tahu pe
Dunia dan langit tiba-tiba saja menjadi nampak terbalik ketika Maia merasa tubuhnya terbanting. Genangan air hujan menyiprat ketika punggung tubuhnya berbenturan dengan lantai di atap dinding. Bagai macan lapar, Nikolai kembali memburu. Sapuan tendangan ke perut Maia yang baru saja akan bangkit membuat tubuhnya kembali terpental.Nikolai memang benar-benar bukan tandingan yang sepadan. Benar-benar hebat. Maia hanya sepenuhnya bersikap defensif. Bertahan sambil berharap ada celah yang mungkin bisa dimanfaatkan. Masalahnya, sampai kapan ia bisa terus defensif ketika satu per satu bagian tubuhnya sudah amat sulit digerakkan karena nyeri yang ia derita?Maia untuk kesekian kalinya harus ‘terbang’ ketika Nikolai lagi-lagi melakukan bantingan yang membuatnya tersungkur di bawah tiang bendera. Pipa besi yang dijadikan sebagai tiang bendera di atap gedung itu nampaknya lama tidak terpakai. Ini nampak dari bagian pangkal yang nampak berka
Secepat kilat Nikolai merangsak maju dan menghadiahi Dimas dengan sebuah tendangan dengan lututnya. Kendati pengaruh obat membuat kekuatan Nikolai merosot, tendangan keras tadi tak urung membuat Dimas harus terpelanting dan nyaris pingsan. Saat mencoba bangkit, nyeri menyerang tumitnya.Dalam nyeri yang mulai menyengat Nikolai meraung. Gaungnya bagai menyaingi suara petir dan desau angin dan curah hujan yang tetap deras. Sebagian Exeter yang terlanjur merasuk tubuh memang tidak akan cukup kuat untuk membunuhnya. Tapi dalam sepuluh menit kedepan hal ini akan membuat kondisinya merosot drastis. Untuk itu ia tidak memiliki cara lain selain harus sesegera mungkin mengakhiri pertarungan dimana Maia harus terkapar mati dalam kurun waktu itu.Maia nampak sedikit panik saat Nikolai memburu ke arahnya. Ia telah melihat apa yang Dimas lakukan dan mengerti bahwa monster ini pasti akan menggunakan sisa waktu untuk menghabisinya lebih dulu.
Suasana sekitar rumah susun yang sepi membuat Niken nyaris putus asa kemana ia harus pergi mencari pertolongan. Sementara hujan belum juga menurunkan intensitas curahnya, Niken berlari tak tentu arah.Sorot mata sebuah motor tiba-tiba menerjang. Niken memekik. Nyaris saja ia tersambar motor yang melaju cepat dari arah depannya. Ia beruntung karena pengemudi motor cukup sigap untuk segera menggunakan rem belakang dan depan sekaligus untuk menghentikan laju kendaraan roda duanya.Dan Niken lebih merasa beruntung lagi ketika melihat siapa yang ia temui.“Pak Casdi!“Orang yang dipanggil Niken tadi segera turun. Jas hujan yang ia kenakan tersingkap sehingga membuat sebagian tubuhnya kuyup seketika. Ia tak memperdulikan. Melihat seorang anak kecil berhujan-hujan dengan cara demikian, ia tahu persis bahwa sebuah peristiwa yang kurang baik tengah terjadi. Kemungkinan itu berupa sebuah musibah.