Dae Jung perlahan melangkah ke Anna. Dengan tatapan meyendu, dia mengenyahkan butiran air mata itu dari pipi istrinya. Sama seperti dulu, tak rela bila harus melihat Anna bersedih, tak ingin kecantikan istrinya tertutupi oleh gelayut kesedihan.
"Katakan padanya, berhentilah menangis," pinta Dae Jung pada Zura."Kata suami Nona, berhentilah menangis," ucap Zura melanjutkan kalimat Dae Jung.Anna menutup wajag dengan kedua telapak tangannya. Zura baru ia kenal telah meliha kelemahannya sebagai seorang istri. Rasa lemah yang selama ini ia pendam bertahun-tahun. Tak menampakkan ke siapa pun, termasuk kepada kedua anaknya."Suamiku posisinya sekarang dimana?" tanya Anna."Di samping kanan, Nona, sedang mengusap air mata Nona," jawab Zura menunjuk ke arah kosong itu. Ponsel di saku Anna berdering, dia menyingkir sejenak. Sementara Dae Jung kembali ke Zura, "Terima kasih Zura, sudah membantuku," ucapnya."Kalian luar biasa saling mencintai, aku terharu," sahut Zura sembari mengibas matanya. Anna menutup telponnya. Dia menghela nafas lega, minggu depan dia akan ke kota Daegu, memandu temannya yang menjadi travel blogger. Dengan senyum menyungging, dia kembali lagi pada Zura."Maaf, aku sedikit menyita waktu tadi," ujar Anna.Zura mengeleng kepala. Sebagai perempuan, dia pun terenyuh melihat aura Anna yang begitu bercahaya, 'pantas saja Dae Jung yang tampan itu sangat mencintai istrinya,' lirih Zura dalam hati.
"Sejak kapan suamiku ada bersamamu? Hm, maksudku kau melihatnya?" tanya Anna. Dia penasaran lima tahun belakangan ini tentang apa saja yang di buat oleh suaminya."Aku baru mengenalnya tadi siang, tapi sudah sebulan aku melihatnya mengikuti kalian, setiap kalian ke Mosque, dia ada di belakang anak-anaknya."Anna tertegun. Sebaik itu Dae Jung, hingga saat sakit pun, dia ingin menemani istri dan anaknya selalu. Anna merasa bersalah karena tidak menyadari itu."Dia memang selalu seperti itu, Kim Dae Jung tidak akan pernah berubah," lirih Anna menahan haru."Aku tidak akan berubah, meski jiwaku terpisah dari ragaku," timpal Dae Jung, meski ia tahu suaranya tak bisa di dengar oleh Anna."Kamu bisa tanyakan pada dia, kenapa dia belum bisa kembali sadar? adakah yang harus ia lakukan? maksudku, apa yang kurang dari darinya?" sederet kalimat tanya Anna menyerang Zura.Gadis bercadar itu hanya bisa terdiam. Dia melirik ke Dae Jung. Suami Anna itu memegang dada, " Katakan pada istriku, carikan aku paru-paru baru," ucapnya."Ganti paru-paru itu, karena pemilik sebelumnya tidak rela paru-paru itu di gunakan oleh suami Nona, dengan cara untuk kembali sadar, carikan pendonor baru," papar Zura pelan. Dia tak ingin rahasia ini di dengar oleh orang lain.Anna tergugu. Mungkinkah Paman Chung Sang tidak rela paru-parunya di berikan pada Dae Jung? oh, selama ini penyebab utama semua karena paru-paru Ayah Ji Yeong itu, begitu kejam Chung Sang hingga penembakan itu membuat Dae Jung koma sampai sekarang ini, bahkan paru-paru yang di harapjan itu sulit berfungsi seutuhnya hanya karena ketidakrelaan dari si pemilik, batin Anna menyergah."Aku akan carikan paru-paru yang lebih sehat untuknya, katakan pada suamiku, bertahanlah .." ucap Anna bertekad.Dae Jung tersenyum. Dia menangkupkan dada ke Zura, pertanda ucapan terima kasihnya. Tanpa perempuan indigo itu, dia tak mungkin memberitahu cela dirinya pada Anna."Sepertinya tugasku sudah selesai, aku harus kembali ke Mosque," kata Zura menpamitkan diri."Kamu naik apa kesini? jarak Pyeongchamdong ke Hannamdong cukup jauh, bus pun juga sore baru terlintas, kamu harus di antar Pak Su, dia supir kami," kata Anna.Zura ingin menolak, namun di sisi lain ada Dae Jung memaksanya pula. Di tambah lagi jalan yang ada di Kota Seoul belum sepenuhnya ia kuasai. Meski tidak enak hati, Zura mengangguk menyetujui penawaran Anna.Sebelum masuk ke mobil, Zura menunjuk ke arah kanan Anna lagi, " Dia selalu ada di samping kanan Nona, tak pernah ke kiri kecuali ada yang mendesak," ucap Zura.Anna mengangguk. Melirik-lirik ke arah kananya yang tetap saja tak menampakkan mahluk apapun. Lambaian tangan Zura berikan untuk ucapan selamat tinggal. Pak Su sopir generasi Korain Group pertama melajukan mobil itu keluar dari gerbang.Sulit Anna untuk beradaptasi pada sosok yang tak terlihat, namun karena itu ruh suaminya, dia pun harus terbiasa mengajak bicara tanpa mendengar sambutan kata dari Dae Jung kembali."Aku harus ke kamar, aku ingin mandi, kamu ikut aku," ucap Anna pelan. Dae Jung tersenyum kecil, bahagia karena Anna sudah mengetahui kehadirannya.Dia mengikuti langkah Anna menuju ke kamar. Sempat terhenti ketika melihat Haneul dan Micha sedang bermain dengan kedua pengasuhnya. Anak gadinya itu melambai tangan kepadanya, Micha memang memiliki kemampuan khusus seperti yang di miliki Zura, namun dia belum bisa membedakan yang di lihat itu ruh ayahnya atau paman Dae Songnya.Pintu kamar di buka lebar oleh Anna. Dia mengajak sosok yang tak terlihat itu masuk ke dalam kamarnya, lalu mengunci pintu itu dari dalam."Kamar ini tidak aku ubah, sama seperti lima tahun yang lalu, sesuai desain kamu," kata Anna, dia mulai melepas hijabnya, ciputnya, dan seluruh pakaiannya. "Aku tahu, kamar ini tempat aku jatuh cinta padamu untuk pertama kali," sahit Dae Jung mengingat malam pertama mereka yang sempat tetunda.Anna menatap pantulan dirinya di cermin yang hanya berbalut handuk putih. Kenangan itu berkelebat lagi di benaknya, bila Dae Jung melihatnya mengenakan handuk, suaminya itu selalu menariknya hingga terlepas. Ah, sungguh usil. "Kamu tahu apa yang ku pikirkan?" tanya Anna seolah-olah bercanda dengan suaminya.Dae Jung mendekat ke Anna. "Aku tahu, handuk yang selaku di tarik paksa dari tubuh mungilmu ini," sahutnya berbisik. Dae Jung mencium pundak istrinya. Seketika Anna di buat merinding, dia bisa merasakan ada sesuatu yang menemple di bahu kananya. Udara hangat ada di sisi kanannya.'Dae Jung benar-benar ada di sampingku,' liirhnya dalam hati.
Mata melirik panik, rasanya campur aduk, bahagia juga ketakutan, sebagai manusia awam, dia pun juga memiliki ketakutan di posisi menerima benturan energi dari dimensi lain. Bulu halus di punggungnya semua menyambit sentuhan Dae Jung yang tercipta menjadi udara hangat."Ahkk!"Anna terperanjat dari tempatnya berpijak. Dia belum terbiasa dengan situasi menegangkan itu. Anna menyilangkan kedua tangan di tubuhnya.
"Aku ingin mandi, kamu jangan masuk, tunggu aku disini," kalimat Anna masih terdengar baku pada suaminya itu. Dae Jung hanya tertawa, sudah lama dia tidak melihat tingkah konyol istrinya.
"Kau tidak pernah berubah Anna, masih saja seperti pelayan resto," guyon Dae Jung.
Dia melihat seluruh isi kamarya itu. Foto-foto pernikahan mereka terpajang indah di sudut dinding. Anna tak pernah merubah apapun letak posisi di kamarnya.
Pintu kamar mandi terbuka, Anna sudah selesai menyegarkan tubuh. Dia memainkan bola matanya menjelajah di setiap sisi. Masih tak menampakkan sesuatu.
"Apa kamu masih ada disini?" tanya Anna penasaran.
Dae Jung duduk di tepi ranjang. Dia menikmati pemandangan mimik wajah Anna yang terlihat ketakutan.
"Oppa, kau membuatku takut," lirihnya.
Dae Jung menghamprinya. Di semburkan nafas berat di belakang telinga istrinya, cara yang tepat memberitahu keberadaannya. Anna merasakan udara hangat itu, dia mengangguk pelan, ah mengerikan, kesimpulannya sembari menghela nafas.
"Aku ingin tidur siang, Haneul dan Micha juga akan tidur siang, aku sebentar lagi akan datang bulan, tubuhku butuh istirahat, kamu ingin menemaniku?" papar Anna panjang lebar. Dia yakin suaminya itu merindukan moment tidur bersama dengannya.
Meski tidak bisa saling menyentuh, namun Dae Jung tetap bersyukur, bisa berada di samping istrinya, mengulang masa-masa indah yang lima tahun terabaikan.
Suara Micha menyeru sembari mengetuk pintu. Anna mengerjap dengan panik, melirik ke jam dinding, waktu berlalu sudah tiga jam, saat itu Dae Jung masih tetap setia menjaga Anna ketika terlelap.Mata Anna memutar sana-sini, mencari udara hangat yang menandakan letak posisi suaminya."Apa kamu masih disini?" tanya Anna.Lagilagi Dae Jung menghembuskan nafas di leher Anna buat istrinya itu mengetahui keberadaannya."Micha memanggilku, ayo lihat anak kita," ujar Anna seraya turun dari ranjang.Pintu di buka Anna, mata Micha menyorot ruh ayahnya dari luar, dia terkesiap, mengira ruh itu adalah paman Dae Songnya."Oemma, tidur dengan samchon," lirih Micha dengan suara khasnya.Anna membungkam mulut anaknya. Dia terkejut putrinya bisa melihat sosok ruh Dae Jung. Tangan Micha ia tarik masuk ke kamar lalu mengunci pintu itu lagi."Micha bisa melihat ayah?" tanya Anna.Micha memandangi soso
Seminggu kemudian, Anna sudah bersiap-siap ke Kota Daegu. Di dampingi Jun Hyun, pemandu LPH (Lembaga Private High) sebagian telah berangkat terlebih dulu. Anna yang begitu antusias,l karena ia tahu ruh Dae Jung akan ikut bersamanya, pengulangan kenangan terulang, di Duryu Park tempat Dae Jung mengutarakan cinta dan janjinya.Dae Song dan Ji Yeong saat itu sedang di Singapura, mereka meninjau perusahaan Korain yang terancam pailit. Di rumah hanya akan ada Bu Nas dan pelayan lainnya menemani Haneul dan Micha di rumah, tentu menjaga raga Dae Jung yang masih berbaring lelap.Di bawah sudah ada Jun Hyun menunggu. Pria bermata sipit itu sangat tampan dengan jaket rajut, saat itu telah memasuki musim gugur."Apakah kau ingin mengikutiku?" tanya Anna pada ruh suaminya yang tak terlihat. Dae Jung menghembuskan udara hangat lagi di belakang telinga istrinya, menandakan keinginannya mengikuti setiap langkah Anna.
Anna di bawah ke klinik terdekat, Jun Hyun masih menunggu hasil pemeriksaan dokter, dia sudah menginformasikan itu pada Bu Nas. Pak Lee dan beberapa pengawal akan menjemputnya dengan menunggunakan jet pribadi. Dokter di klinik itu keluar dengan wajah senyum berbinar, dia membawa beberapa hasil catatan kesehatan Anna untuk di berikan pada Jun Hyun. " 그는 어때?""geuneun eottae?"("Bagaimana kondisinya?") "몸이 약하고 많이 쉬어야 하고, 임신 중이라 당연하다.""mom-i yaghago manh-i swieoya hago, imsin jung-ila dang-yeonhada"("Tubuhnya sangat melemah, dia harus banyak istirahat, itu wajar bila sedang hamil") "임신? 어떻게 그럴 수 있어? 불가능해, 확실히 틀렸어.""imsin? eotteohge geuleol su iss-eo? bulganeunghae, hwagsilhi teullyeoss-eo."("Hamil? bagaimana bisa? itu tidak mungkin") Jun Hyun terkejut, siapapun yang mengenal Anna akan bereaksi sama dengannya. Dae Jung menghampiri dokter itu juga. "그녀는 실제로 임신했습니다. 당신은 그녀의 남편이 아닌가요?""geu
Malam itu Anna terbangun dari pingsannya, saat itu juga Dae Jung tak ada kembali menyusup ke raganya untuk sementara, memulihkan tenaga sejenak.Dae Song yang tiba di rumah segera menemui Anna, di tangga dia berpapsan dengan Bu Nas."Bagaimana, Bu Nas?" tanya Dae Song berbisik."Nona Anna sudah sadar, dia ada di kamarnya," jawab Bu Nas."Apakah rahasia ini masih tersembunyi?" tanya Dae Song."Tuan, apakah anak yang di kandung Nona Anna itu anak--" kalimat Bu Nas di cegat oleh Dae Song."Iya, itu anakku, nanti aku jelaskan Bu Nas,"Dae Song berlari kecil menuju kamar Anna, Bu Nas terkesiap, mendengar jawaban Dae Song dia termangu, Bu Nas sudah kehilangan akal sehat memikirkan musibah baru korain. Ini sangat tidak masuk akal cinta segi tiga antara kedua anak Rifasya."Bagaimana bis aitu terjadi di antara mereka? oh Tuhan, Tuan Kim," gumam Bu Nas memikirkan nasib Dae
Bu Nas turun ke bawah, dia menuju ke dapur untuk membuatkan teh hangat buat Anna. Dari belakang ada Dae Song yang tak henti mengikuti setiap langkahnya. Dia berharap agar Bu Nas bisa memberikan pengertian pada Anna untuk menerima janin yang tak berdosa itu secara ikhlas. "Bu Nas, tolong.. bantu aku," pinta Dae Song memelas. Bu Nas yang masih terkejut dengan musibah ini belum bisa mengatakan apapun selain diam. Berkata juga sama dengan mengkhiantai Dae Jung yang saat ini terbaring lemah, Dae Jung dan Dae Song titipan amanah dari majikan sekaligus sahabatnya Rifasya Salim. Tak mungkin ia membeda-bedakan di antara anak kembar itu. "Bu Nas, aku sekarang butuh bantuan," keluh Dae Song dengan mimik tak berdaya. "Tuan Song, apa yang harus kita lakukan saat ini? ada? tidak ada, kita hanya bisa pasrah saja, menunggu anak itu lahir, menjadikan dia seperti Haneul dan Micha. Mereka sama-sama anak Anna juga cucu dari Korai
Pagi tiba, Anna terbangun karena matahari yang menyelinap dari kaca jendela mengusik tidurnya. Mengucek mata yang bengkak, sedikit perih, namun tak ada yang lebih perih dari hatinya yang begitu sakit dengan suratan takdir. Berdiri memandangi diri di depan cermin, menyorot perutnya yang masih rata. Kelak, perut itu akan semakin membesar, anak dari pria yang bukan suaminya akan tumbuh bersamanya. Sanggupkah dia mengikhlaskan ketetapan Tuhan, belum, tidak. Anna memukuli wajahnya sendiri, dia merasa imannya begitu lemah hingga dia tak bisa menjaga kehormatannya sebagai seorang istri. "Aku benci dengan diriku sendiri!" Anna memukul wajahnya sendiri. Menghardik tiada henti. Tangis Anna pecah menggema di rumah Korain. Seluruh pelayan yang saat itu tengah membersihkan kebingungan dengan sikap Anna yang tiba-tiba aneh di pagi hari. Di luar ada Bu Nas panik mendengar suara Anna yang mulai meronta lagi. "No
Anna duduk di taman atas, tempat itu favoritnya bersama Dae Jung. Melihat langit biru yang baginya itu gelap. Pemandangan taman Korain, perkebunan milik Kakek Hang itu masih terawat dengan baik. Meskipun Presdir utama itu sudah tak sekuat dulu lagi mengurus semuanya. Keindahan pemandangan itu tak mampu menghibur hatinya. Ah, sulit, tapi harus di jalani."Jika ini sebagian jalan yang harus aku lalui, maka kuatkan aku Ya Allah, aku pasrah apa yang sudah menjadi takdirmu," lirihnya berkaca-kaca.Sungguh tak berperikemanusiaan bila dia harus menghardik janin yang tak berdosa itu. Kemarahannya pada Dae Song tak serta merta ia ingin lampiaskan ke bayi mungil di perutnya. Entahlah, tugasnya hanya satu, harus menerima lapang dada."Nona, Presdir Hang sudah tiba," suara Bu Nas menyeru dari belakang.Anna mengenyahkan lelehan air matanya. Dia mengendalikan diri agar tidak terlihat murung di hadapan kakek yang ingin me
Anna tiba di cafe yang elit itu. Dae Song yang lebih dulu tiba sudah menunggunya, bahkan dia menyewa tempat itu agar lebih privat berbicara pada Anna.Dari jauh dia melihat Anna melangkah padanya, tentu dia merasa deg-degan, pikirannya berkecamuk, entah apa yang nanti di luapkan adik iparnya itu."Silahkan duduk," ucap Dae Song pada Anna.Anna duduk, beberapa menit mereka dalam kebisuan, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Berat, lebih dulu berkata di situasi yang sudah tidak mengenakkan itu.Pelayan datang membawa sajian yang di pesan oleh Dae Song. Pria berwajah dingin itu tahu, saat itu sudah menjelang siang, perempuan hamil tidak boleh terlambat makan."Aku lapar,lebih baik makan dulu, dari pada melihatmu mode diam," kata Dae Song mulai melahap makanannya.Anna sama sekali belum bergerak, dia mematung namun hati menyusun kata yang tepat untuk di ucapkan pada Dae
Dae Song dan anak buahnya menuju tempat tinggal Rini, dengan bantuan manajer di perusahaanya, Dae Song dapat mengetahui tempat tinggal Rini yang sebenarnya. Selama ini Rini hanya mencantumkan alamat kontrakannya menjadi riwayat pribadi untuk kantornya. Setiba di gang yang sulit di akses oleh kendaraan roda empat, salah seorang anak buah Dae Song keluar dari mobil untuk mencari cara, tetapi tak ada jalan lain selain jalan yang di depan mereka."Tidak ada jalan lain, Tuan. Hanya ini akses satu-satunya," ucapnya."Kalau begitu kita jalan kaki saja, kata kamu kamu rumahnya sudah tidak jauh lagi 'kan?""Iya Tuan, hanya jarak seratus meter lagi.""Kalau begitu kita turun, kita jalan kaki saja," usul Dae Song yang keluar dari mobilnya.Anak buahnya mengelilingi Dae Song agar tuan mereka tetap terjaga. Masyarakat disekitar gang itu mulai grasak-grusuk, mereka terheran dengan kedatangan pria yang amat menonjol sebagai bos besar. Dae Song dan anak buahnya tetap berjalan, tidak menanggapi sapaa
Di Indonesia, Dae Song masih setia menunggu hasil pemeriksaan dari dokter, Zura mulai membaik secra kesehatan, namun secara psikis butuh waktu yang panjang untuk menerima kenyataan bahwa dia telah kehilangan kesuciannya secara sadis. Zura bahkan seringkali terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya, Dae Song yang selalu diliputi rasa bersalah, selalu saja Dae Song menyudutkan diirnya dengan peristiwa yang menimpa Zura. Dae Ssong tetap disamping Zura, memberi dukungan moril,selain itu Zura juga tidak memiliki keluarga lagi di Indonesia.Dae Song menganggap dirinya sebagai kakak bagi Zura saat ini . "Kamu akan baik-baik saja, Zura.. Ada aku disini," ucap Dae Song menenangkan Zura."Aku sudah tidak berharga lagi, aku suda hina.." Zura tetap mencaci-maki dirinya sendiri."Tidak begitu, Zura.Kamu tetap berharga, kok. Zura yang dulu dan yang sekarang tetaplah sama, tidak ada yang berubah, kesucian seperti itu hanya kiasan sema
Usai dari kebun binatang, mereka tidak langsung pulang ke rumah, sejenak Dae Jung mengajak Anna dan kedua anaknya mampir di restoran milik sahabatnya. Micha dan Haneul begitu bersemangat memasuki restoran milik sahabat Ayahnya."Hati-hati sayang, nanti kamu tersandung," ujar Anna.Dae Jung melirik ke Anna yang sedang membawa beban berat bayi dalam perutnya."Seharusnya kalimat itu ditujukan padamu, berhati-hatilah, kamu sedang membawa tanggungjawab," timpal Dae Jung. Ia cemburu, tapi bagaimanapun bayi di dalam kandungan Anna adalah keponakannya, yang ia sayangi seperti Micha dan Haneul.Anna tergugah, dia menyunggingkan senyuman lebar karena ucapan Dae Jung persis ucapan Dae Song sewaktu mengandung si kembar, yang pada kala itu Dae Jung terbaring koma."Kau telah melewati masa ngidammu?" Tanya Dae Jung."Ia, sepertinya," sahut Anna.Dae Jung mengangguk-anggukkan kepalanya, dia berlalu menghampiri sahabatnya yang pemilik restoran Jepang itu. Anna duduk bersama si kembar, Micha yang bah
Mereka sudah tiba di kebun binatang, Dae Jung sudah menyiapkan kamera untuk mengambil setiap momen Anna dan si kembarnya. Dae Jung berjalan disamping Anna yang sedang mengontrol anak-anaknya. Dae Jung dan Anna mengunci mulutnya masing-masing, liburan kali ini amat berbeda dari keluarga kawan-kawan Haneul dan Micha yang lain. Kedua orangtuanya malah kaku, bak seseorang yang baru saja saling kenal."Ayah, Ibu, lihat sana," teriak Micha menunjuk ke arah monyet yang bergelantungan.Anna berlari kecil ke arah kedua anaknya, takut jika anak-anaknya lepas kontrol dari guru yang mengawasi saat itu. Sementara Dae Jung berjalan tenang dibelakang sana, pikirannya tetap saja berkecamuk, dia berharap jika situasi itu segera berubah, bukan hanya sekedar sandiwara didepan kedua anaknya, melainkan mereka adalah keluarga utuh yang lengkap."Dia kenapa memilih berjalan di belakang?" Gumam Anna yang bingung melihat tingkah Dae Jung.Karena tak mampu mengawasi si kembar sendirian, Anna bergegas menghampi
"Saya akan jelaskan secara detail di kantor polisi, kita tidak bisa bicara disini, Pak Dae Song diharapkan sore ini ke kantor, setelah urusannya telah selesai," ucap salah seorang petinggi di kepolisian di kota itu."Baiklah, Pak. Saya sedang menyelesaikan masalah dengan kolegaku juga siang ini, mohon bantuannya agar masalah ini cepat selesai," sahut Dae Song.Dae Song dan polisi keluar dari ruangan dokter, dia berpisah jalan dengan pihak berwajib itu ketika menyusuri lorong rumah sakit, sesaat Dae Song ke depan ruangan ICU tempat Zura melakukan perawatan lanjutan sebelum dipindahkan ke ruangan pemulihan. Pria itu menatap pintu ruangan ICU dengan hembusan nafas lega, sedikit demi sedikit dia mengontrol masalah mental Zura yang hancur karena pemerkosaan."Tuan, mobil sudah siap, mari kita berangkat sekarang," ucap salah satu pengawalnya.Dae Song mengangguk, dia berjalan keluar dari rumah sakit itu di dampingi kelima bodyguardnya, para awak media tetap saja menunggu pernyataan Dae Song
Dae Song tercengang dengan penuturan Zura, dia tidak menyadari betapa pedulinya Zura terhadapnya walaupun hubungan mereka hanya sebatas sekretaris dan bos semata."Seharusnya kau tidak perlu peduli seperti itu, jika aku tahu, aku akan melarang mu,," ucap Dae Song.Zura tersenyum sinis, dia menghardik dirinya sendiri dalam hati, memang tidak seharusnya ia menuangkan perhatian lebihnya kepada Dae Song, pria yang sudah beristri. "Aku memang bodoh, karena kebodohanku, aku dihukum seperti ini, aku bodoh karena mengikuti perasaanku," gumamnya.Dae Song menelisik kalimat Zura, dia tidak mengerti makna dari ucapan sekretarisnya itu."Maksud kamu apa, Zura?""Tinggalkan aku sendiri, Pak. Aku bisa mengurus diriku sendiri, pergilah mengurus urusanmu, dan keluargamu," kata Zura tanpa menoleh ke Dae Song.Dae Song tetap ingin bertahan di ruangan rawat Zura, dia tidak ingin meninggalkan Zura yang sudah menjadi tanggungjawabnya, dia yang mengajak Zura untuk dinas ke Indonesia, Dae Song juga tahu Zu
Siang itu Dae Song dikejutkan oleh ketukan keras dari pintu kamarnya, dia yang kelelahan tak menyadari dia telah kesiangan, salat subuh pun terlewat olehnya. Dae Song membangunkan diri seraya mengerjapkan matanya."Hmm, tunggu," ujarnya pada seseorang yang mengetuk pintu.Setelah mencuci wajahnya, Dae Song beranjak membuka pintu, ternyata seseorang yang membangunkannya adalah Pak Ben, sopir pribadinya. "Maaf Tuan, ada berita dari rumah sakit, Zura katanya sudah siuman," ucap Pak Ben.Mata Dae Song yang tadinya menahan kantuk seketika nahterbelalak."Yang benar, Pak Ben?!""Saya juga kurang tahu, Tuan. ini hanya informasi dari bodyguard Tuan katanya dari pihak rumah sakit memberitahukan mereka, Tuan Dae Song diminta untuk ke rumah sakit," jelas pria berkulit sawo matang itu."Baik, tunggu saya dibawah Pak Ben, saya akan bergegas ke rumah sakit, mau mandi dulu," kata Dae Song.Tapan membuang waktu, Dae Song segera mandi, dia hanya memakai kaos oblong hitam dan jaket agar terlihat lebih
"Lupakan, aku tidak bisa diwawancarai saat ini," sergahnya.Pihak kepolisian yang turun tangan melayani wartawan, manager Dae Song ikut mendampingi, mereka menjelaskan rentetan peristiwa itu namun tidak secara gamblang mengungkapkan bahwa korban telah diperkosa. Dae Song tetap meminta kepada pihak kepolisian agar kehormatan Zura tetap terjaga."Kalian tetap disini, aku akan kembali ke rumah, jika penyelidikan pihak kepolisian suatu selesai, kalian boleh pulang," ucap Dae Song kepada managernya.Dae Song menuju ke mobilnya, disetiap langkahnya selalu saja berhasil dipotret oleh wartawan. Dae Song bahkan ngedumel didalam hati karena sikap wartawan yang kurang sopan."Sepertinya lebih enak hidup di Seoul jika seperti ini," gerutunya ketika berhasil masuk ke mobil.Sopirnya melajukan mobil, menerobos kerumunan wartawan yang seakan mencegat kepergian Dae Song. Pak Ben, sengaja membunyikan klakson berkali-kali. Dengan bantuan polisi, mobil yang tumpangi Dae Song dan kedua mobil pengawalnya
Dae Song menatap Rini penuh curiga, bukan menuduh karyawannya itu berbuat jahat kepada Zura, tetapi gelagat Rini menujukkan ketidaknyamanan ketika rekna lainnya menanyakan tentang Zura."Apakah kau pernah keluar bersama Zura diluar jam kerja?" Tanya Dae Song lagi."Ti-tidak pernah, Pak." Rini. tetap lada jawaban yang sama.Salah seorang rekan lainnya tak Terima, " Ini anak pelupa, aku pernah lihat dia bersama Zura di toko souvenir sana, sekali doang sih, Pak."Rini menundukkan kepala, dia tidak berani menyanggah pengakuan temannya. Dae Song tak berniat menanyakan tentang Zura."Baiklah, kalian lanjutkan makan kalian, aku ingin kembali mengecek keadaan Zura," ucap Dae Song.Dae Song mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar makanan dan minuman para karyawannya."Jika ada yang ingin menambah makanan, silahkan," ujarnya.Dae Song memilih bubar dari perundingan bersama karyawannya, dia kembali menyusuri lorong rumah sakit. Namun dia terhenti ketika mendapatkan jalan persimpangan. Dae Song