Langit malam tampak begitu indah dan tenang. Kelam, namun ditaburi jutaan bintang yang tak beraturan. Laksana bentangan kain satin hitam dengan butiran kristal Swarowsky yang bertaburan.
Demikian dengan suasana hati Pram kini. Saat berduka karena ditinggal menikah oleh Hani, ada sosok Cinta yang memperlakukan dirinya dengan sangat manis malam ini.
Bagi Pram, apa yang telah Cinta lakukan untuknya sangatlah berarti. Mulai dari memberikannya setelan jas mahal, mendandaninya layaknya seorang aktor terkenal, hingga selalu mendampinginya selama berada ditengah-tengah pesta.
Tak berlebihan jika saat itu dirinya merasa seperti seorang pangeran yang menggandeng putri raja.
Yang pasti malam ini adalah satu moment dalam hidupnya yang tak akan pernah dia lupakan untuk selamanya. Membayangkan itu semua, senyum Pram pun tak surut sedikit pun dari bibirnya sejak dia menggandeng Cinta dan Sabrina keluar dari gedung pernikahan itu, hingga saat ini dirinya berad
tiga bab masih on review. semoga cepat publish ya thank you happy reading
Sebenarnya Cinta dan Sabrina berkeras menahan Pram pulang dan ingin dia tidur di apartement saja. Apalagi malam sudah beranjak akan berganti pagi. Jarum panjang di arloji sudah menunjuk angka dua dini hari.Namun Pram serasa kangen dengan suasana kontrakan yang akhir-akhir ini sering dia tinggalkan karena harus menginap di apartement untuk mengawal Cinta dengan jadwal syutingnya yang begitu padat selama satu minggu ini.Alhasil, setelah memastikan Cinta dan Sabrina memejamkan mata di peraduan, Pram pulang dengan mengendarai motor maticnya membelah jalan raya Ibukota yang tengah rehat sejenak dari hiruk pikuknya.Setelah tiba di kontrakan setengah jam setelahnya, dan memasukkan motor di teras, Pram menyebrangi pembatas antar kontrakan menghampiri kontrakan Bu Ocha Dengan menenteng bungkusan berisi sate ayam. Sengaja dia membeli satu porsi lagi ketika makan di pinggir jalan tadi, terkhusus untuk Bu Ocha, sahabat sekaligus tetangga terbaiknya.Walaupun
“Lo udah liat berita tentang kita di infotaintment beberapa hari ini?” tanya Cinta santai pada Pram yang melangkah di sampingnya bersama troli belanjaan yang dia dorong pelan.Pram mengangguk samar, lalu tersenyum rikuh. “Gara-gara saya, Bu Cin jadi digosipin yang nggak-nggak,” ujarnya kemudian. Ada rasa tak nyaman di nada suaranya. Pram paham, gosip itu terbit lantaran Bu Cin yang berbaik hati mendampinginya ke pesta resepsi sang mantan, Hani.Berbeda dengan Pram, Cinta justru terkekeh ringan. Membuat Pram mengernyitkan kening menatap heran gadis disampingnya. “Yah, begitulah resiko jadi artis, Pram. Tapi bukan itu yang bikin gue ketawa. Lo jadi ngetop, tau. Di sangka aktor pendatang baru. Ternyata di balik muka lo yang kaku gitu, lo punya pesona juga ya,” puji Cinta di sela kekehannya.Terlihat jelas Cinta tak terbebani dengan gossip tentang dirinya yang beredar luas, baik di infotainment, maupun di berbagai media sosial. Di
“Aku yang maksa ngajak dia ke resepsi pernikahan temanku, Sayang. Kamu nggak usah cemburu gitu dong. Lagian emang tugasnya Pram yang harus menjaga aku kemana pun, kan?” jelas Cinta dengan tutur kata setenang mungkin bersama usapan lembutnya di lengan kokoh David.“Harusnya kamu ngajak aku, Cinta. Bukan dia!” sahut David merajuk.“Itu dadakan kok, Yang. Aku juga perginya dari lokasi syuting. Jadi nggak sempat kasih tau kamu,” jawab Cinta dengan berdusta. Berbohong untuk cari aman saja, pikirnya. Daripada menjawab jujur, hasilnya unit apartementnya ini pasti akan berantakan karena pertempuran dua pria itu.“Aku siap sedia kok kapanpun kamu minta temanin. Yang aku nggak terima, cowok nggak tau diri itu berani-beraninya mesra sama kamu. Foto-foto itu nggak bisa berbohong lho, Sayang. Aku ini fotografer profesional, jika kamu lupa. Aku bisa membaca pose mana yang cuma gimmick, mana yang tulus dari hati.” David melempark
Rasa rindu mengusik hati ketika Pram menginjakkan kaki di rumah kontrakannya. Biasanya malam-malam seperti ini ada Bu Ocha yang duduk di teras menyambutnya pulang. Tapi sudah tiga malam ini Pram tak lagi mendengar lengkingan suara Bu Ocha ketika menyanyikan lagu kesukaannya, My way by Frank Sinatra.Pintu rumah itu tertutup rapat, dengan minim penerangan. Hanya lampu teras yang menyala temaram. Jelas, tak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.Rasa gundah pun ikut serta menyelinap di hati Pram lantaran tak mendengar kabar apapun mengenai kepergian Bu Ocha. Padahal Bu Ocha menyimpan nomor telepon Pram, tapi wanita setengah baya itu tak juga menghubunginya.Pram menyugar rambutnya lalu menghela nafas panjang demi mengusir resah hati yang sedari tadi menaungi. Resah karena meninggalkan Cinta bersama David di apartement, walaupun ada Sabrina. Dan risau karena hingga detik ini tak mengetahui keberadaan Bu Ocha, teman pelipur lara yang sudah dia anggap sebagai ibu.
Siang ini, di tengah kesibukannya yang sangat padat, Pak Abraham sengaja menyempatkan diri untuk bertemu sahabat lama, Pak Derry Nugraha. Keduanya pernah berjuang bersama untuk mendapatkan gelar sarjana dari sebuah perguruan tinggi di Australia, di jurusan yang sama, Global Architecture.Setelah membatalkan sejumlah jadwal meeting hari ini, Pak Abraham meluncur menuju gedung apartement milik sahabatnya itu yang kebetulan hanya berjarak belasan kilometer saja dari hotel miliknya.Begitu bertemu di coffe shop lobby, keduanya tak menyia-nyiakan waktu untuk saling bertukar kabar. Kehidupan keluarga menjadi salah satu topik pembicaraan yang membuat mereka terlihat semringah. Terlebih lagi tentang perusahaan yang tengah mereka kelola. Sama-sama di bidang property dan dengan jenis usaha yang tak jauh berbeda. Pak Abraham di bidang perhotelan. Pak Derry dengan bisnis apartement mewah.“Jadi ada berapa unit yang sudah kau bangun di lokasi ini, Der?” Setelah m
Drrrt .... Drrrt .... Drrrt....Ponsel di saku depan celana kulot Sabrina bergetar hebat, membuat tubuh pria ber-casing wanita itu ikut bergelinjang merasakan geli-geli sedap. Pram yang berdiri tak jauh di sebelah kirinya menoleh dan menatapnya heran.Beberapa kali ponsel itu bergetar dan mengeluarkan deringan, namun Sabrina membiarkan seakan menikmati getaran yang merambah isi celananya.“Mami!” tegur Pram memelankan suaranya namun cukup tegas terdengar, karena dia tak ingin mengganggu konsentrasi para kru film yang sedang mengambil gambar adegan Cinta bersama lawan mainnya di depan sana.Mendapat teguran keras dari Pram, Sabrina spontan menyudahi kegilaannya menikmati getaran ponselnya, lalu lekas meraihnya dari saku celana, kemudian menjawab panggilan yang sedari tadi menunggunya.“Hallo, Sabrina is speaking,” sapanya dengan suara mendayu gemulai ciri khasnya.“Ooo, Cinta lagi on cam, Om. Ada yang bisa di ban
Pram menatap iba pada Cinta yang bersandar di body samping mobil yang terparkir asal di lantai basement. Cinta tertunduk sambil menangis karena emosi yang sudah tak mampu dia bendung lagi. Bahu gadis itu tampak turun naik karena menahan isak yang begitu menyesakkan dada.Wanita bernama Catherine yang dipergoki Cinta sedang berduaan dengan kekasihnya adalah wanita yang sama yang Pram lihat sedang bermesraan dengan David di sebuah kafe pada satu malam beberapa minggu lalu.Karena itu, sewaktu Pram melihat jelas sosok Catherine dan David berada dalam keadaan setengah telanjang dan sekujur tubuh dipenuhi tanda kepemilikan, Pram sudah tak heran. Mereka benar-benar sudah berhubungan sejauh itu di belakang Cinta. Padahal Cinta begitu mengharapkan David untuk membawa status hubungan mereka ke tahap yang lebih serius dari sekedar berpacaran.Tapi Pram memutuskan untuk tetap mengunci mulutnya. Dia tidak akan mengatakan pada Cinta bahwa pernah melihat David bermesraan deng
Cinta menolak keluar ketika Sabrina sudah memarkirkan CRV putih itu di basement gedung apartement FX Sudirman, tempat tinggal mereka. Dengan merajuk penuh semangat Cinta meminta Sabrina membawanya ke club Maestro, night club langganannya. Apa lagi jika bukan untuk melampiaskan ketegangan otaknya dengan menikmati aktivitas malam di sana.Malam ini dia tak ingin pulang dan meratapi kesedihan atas pengkhianatan yang David lakukan terhadapnya di atas tempat tidur bersama wanita lain. Dia ingin bersenang-senang. Ditemani sebotol Vodka ataupun Tequilla, ‘sahabat’ yang menurutnya sangat mengerti dirinya kala terpuruk seperti ini.Tentu saja hal yang satu itu mendapat pertentangan keras dari Pram. Adu argumen pun terjadi di kursi penumpang. Cinta dengan rengekan yang menggebu disertai cubitan dan pukulan ke dada Pram dan Pram berusaha mencegahnya dengan mencengkram lengan Cinta kuat-kuat.Sementara Sabrina berdiri di luar mobil, sambil berdoa agar Cinta meme
Pramudya.Dari tempatnya berdiri, di balkon Presidential Suit Room lantai dua puluh hotel Swastika, ia memandangi barisan gedung yang diterangi oleh lampu-lampu aneka warna. Seakan bangunan-bangunan menjulang itu tengah berlomba-lomba memamerkan keindahan di antara langit kelam.Jalan raya ibukota di bawah sana masih tampak sibuk menggeliat walau hari telah beranjak gelap.Diiringi semilir angin malam yang sejuk dan tak menusuk, ia menyandarkan pinggang di pagar balkon bersama secangkir kopi hitam di tangan. Diseruputnya beberapa teguk, lalu ia letakkan kembali ke atas meja kaca.Satu jam lalu, setelah seluruh rangkaian acara akad nikah dan resepsi digelar, sebenarnya ia ingin segera membawa Cinta pulang ke rumah. Namun, Pak Abraham, ayah mertuanya sudah mempersiapkan satu kamar termewah di hotel ini untuknya dan Cinta beristirahat beberapa hari. Tentu saja ia tak mampu menolak. Ia berpikir beginilah cara ia menghargai permintaan ayah mertua
Seseorang tidak bisa memaksakan dengan siapa ia akan jatuh cinta. Tapi hati lebih tahu siapa yang pantas untuk diperjuangkan dan siapa yang pantas didapatkan.Jadi, jangan pernah berhenti mencintai hanya karena pernah terluka. Karena tak ada pelangi tanpa hujan, tak ada cinta sejati tanpa tangisan.Pramudya dan Cinta sudah membuktikan itu semua. Setelah melewati segala rintangan, kepedihan dan kekecewaan, kini saatnya mereka berhak merayakan penyatuan cinta yang sejatinya awal melangkah menuju kehidupan baru.Cermin memang tidak pernah berdusta. Ia menampilkan apa yang ada di hadapannya. Disana terlihat seorang gadis cantik tinggi semampai dalam balutan kebaya putih berkerah rendah. Kalung rantai platina berliontin bentuk matahari melingkar di leher jenjangnya. Rambutnya disanggul dan ditaburi butiran kristal yang berkilau ketika ditimpa cahaya. Wajahnya yang sehalus porcelein dihias dengan warna-warna muda, terkesan alami namun tetap menggetarkan hati saa
Satu minggu kemudian, kesepakatan kerjasama antar dua perusahaan itu akhirnya terlaksana. Dikukuhkan dengan penandatanganan sejumlah dokumen perjanjian oleh Aura Cinta Anastasia sebagai Direktur Utama PT Swasti Karya Utama dan Rosalinda Cattleya Aji Pratama sebagai Direktur Pelaksana PT Andromeda Persada Land.Disaksikan sejumlah jajaran manager dari kedua perusahaan, pengacara masing-masing pihak dan notaris independen.Cinta seakan enggan berkedip ketika menatap sosok Pram yang tampak begitu mempesona di hari istimewa ini. Pria dengan keelokan fisiknya itu semakin menawan dengan setelan jas hitam yang begitu pas membalut tubuh tegapnya. Rambut klimisnya tertata rapi membingkai wajahnya yang segar dengan rahang licin kebiruan. Senyuman tipisnya yang selalu mengembang sepanjang acara tak ayal lagi membuat para kaum hawa melelehkan air liur kala memandangnya.Benar-benar seorang pria dengan pesona yang tak terbantahkan!Demikian juga Pram yang begitu menik
Untung saja Pram sigap menangkap tubuh Cinta yang tiba-tiba lunglai seperti daun kering yang lepas dari tangkai. Sehingga tubuh gadisnya itu tak sampai jatuh menghantam lantai.Lima menit tadi, ruangan lantai tiga mendadak gempar bagai diguncang gempa bumi. Lantaran pekikan panik Juwita saat melihat ibu direktrisnya yang cantik itu tiba-tiba tak sadarkan diri.Para karyawan langsung berhamburan keluar dari kubikel mereka menuju ruang kerja Direktur Utama untuk mengetahui apa yang terjadi.Tapi ketika melihat Pram membopong tubuh Cinta ke atas sofa dan mendekap begitu posesifnya, para karyawati yang melongo ke dalam ruangan justru berharap diri mereka yang pingsan saat itu, demi bisa bertukar tempat dengan Cinta, berada dalam dekapan hangat pria menawan itu.Burhan dan Baldi, serta Juwita akhirnya berhasil menggiring mereka kembali ke kubikel masing-masing, dan menghempaskan harapan semu mereka.Cinta mengerjap-ngerjapkan kelopak mata lemah, menyesu
Pramudya.“Apa kabar?” Terdengar begitu lugu, berbulan-bulan tak jumpa tapi hanya pertanyaan itu yang mampu terucap dari bibirnya.Perlahan Cinta mengurai dekapan dari tubuh tegapnya, kemudian mendongak untuk menjangkau pandangan tepat ke bola matanya yang juga menghangat. Lalu seulas senyum menghiasi wajah gadisnya yang basah.“Kangen.” Singkat, namun menggambarkan sejuta rasa indah.“Sama.” Begitu juga Pram yang seketika kehilangan kata-kata mesra yang sudah ia persiapkan sejak dari rumah. Karena ia terlalu sibuk menjinakkan hati yang kini melonjak-lonjak hendak melambung tinggi.Tanpa ia duga, Cinta menangkup wajahnya, menariknya untuk mendekat, lalu mengecup bibirnya begitu dalam dan lama. Walau terperanjat, ia berharap mampu membekukan waktu untuk menikmati kecupan hangat itu.Belum juga harapannya terkabul, Cinta melerai kecupan panjang di bibirnya. Lalu begitu tergesa-gesa gadis
Cinta.Ia mematut diri sejenak di depan cermin meja rias setelah tubuh semampainya terbalut blazer magenta dan celana panjang dengan warna sama, rambut coklatnya ia biarkan terurai bergelombang, serta riasan wajahnya natural, namun terkesan elegant.Lalu menyungging senyum puas ketika dirasa penampilannya saat ini sudah cukup paripurna. Pasalnya ia menganggap hari ini adalah hari penentuan bagi hidup mati perusahaan. Karena siang nanti ia akan bertemu dengan calon investor yang tertarik menanamkan dana besar pada proyek yang sedang ia perjuangkan. Setidaknya ia ingin memberikan kesan pertama yang positif lewat penampilan.“I’m gonna get dressed for success,” gumamnya sambil tersenyum dan mengerlingkan mata pada pantulan dirinya di cermin.Bergegas ia raih tas tangannya dengan brand terkenal dunia, lalu lekas melangkah keluar kamarnya.“Morning, Pa, Ma.” Ia menyapa setelah berada di kamar kedua orangtuanya.Pak A
Aura Cinta AnastasiaAtmosfere Meeting Room Hotel Swastika saat ini membeku. Dingin, kaku, dan membuat semua peserta internal meeting perusahaan itu mendadak diam membisu. Terlebih saat dua orang anggota tim konsultan bisnis memaparkan sejumlah temuan dan analisa di hadapan mereka.Yang intinya bahwa pembangunan proyek apartement yang akan dibangun oleh Pak Abraham dan rekannya Pak Derry Nugraha terpaksa dihentikan untuk sementara waktu. Dan perusahaan harus mengembalikan keseluruhan dana konsumen yang sudah masuk, juga semua kewajiban perbankan yang sudah jatuh tempo. Sementara sumber keuangan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut berada di titik rawan.Untuk mengatasi kendala tersebut, tak ada cara lain yaitu mencari investor atau menjual semua aset perusahaan bahkan aset pribadi pemilik untuk mendapatkan sumber pendanaan. Sedangkan para calon investor yang dianggap berpotensi saat ini sepertinya mundur teratur setelah berita mengenai masalah pr
“Selamat pagi, Sayang ... “Pram terlihat memutar bola matanya, sedikit jengah mendengar sapaan ibunya itu saat ia melangkah masuk ke ruang kerja dimana sang ibu sedang berkutat dengan beberapa dokumen di belakang meja kaca.“Jangan panggil ‘sayang’, Bu. Nggak suka!”Dari balik kacamatanya, Bu Ocha melirik Pram yang langsung menempatkan diri di kursi seberangnya. Lalu ia mengulum senyum.“Kan emang sayang,” godanya, karena suka melihat wajah puteranya yang tertekuk sebal itu.“Ibu ... please. Udah setua ini dipanggil ‘sayang’ sama Ibu, bikin malu aja,” gerutu Pram sambil memainkan pena di atas meja.Bu Ocha terkekeh ringan sambil melirik Mak Ayu yang duduk di sofa di tengah ruang kerja itu. Demikian juga Mak Ayu yang ikut tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu, lalu menyeruput secangkir teh hangat di tangannya.“Kalo nggak mau dipanggil ‘sayang&r
Pramudya.Ia tertegun menatap sesosok wajah yang tergambar di dalam bingkai foto berukuran besar di salah satu dinding kamar. Kelopaknya sedikit memicing mengamati wajah teduh namun terkesan bijaksana itu. Ia tak menampik bahwa tampilan sosok itu memiliki banyak persamaan dengan dirinya. Sepasang mata yang dalam di kawal dengan kedua alis yang legam. Bibir yang tipis dengan sudut tajam saat tersenyum. Dan garis rahang yang sangat menawan menggambarkan ketegasan. Ia memandangi foto itu seperti sedang bercermin.“Itu Pratama, cinta pertama Ibu, ayah kamu.” Dibelakangnya, Bu Ocha melingkarkan tangan di bahunya, kemudian meletakkan kepala di sana sambil ikut memandangi wajah di dalam bingkai foto warna kuning keemasan di hadapannya.“Ganteng,” Ia memuji tanpa mengalihkan tatapan pada foto itu.“Iya, persis kayak kamu. Wajah kamu seperti copy paste ayah kamu, Pram. Ibu cuma kebagian mewarisi bentuk hidung ke kamu,&rd