Ia bergerak untuk mengangkat wajahnya dan mengamati puncak pepohonan, perlahan mereka mulai bergetar, bahkan ia dapat merasakan akar-akar yang mulai menggeliat dan berjuang untuk merayap di bawah sana.
Ketika akar-akar itu mulai menembus permukaan tanah, akhirnya ia menyadari bahwa pemandangan ini tampaknya salah.
Evander bergerak, merengkuh kedua bahu Isaura, "hei, apa yang kau lakukan? Mereka semua terbangun."
Sebelumnya, seorang Isaura akan selalu mendengarkan ap
Yash, akhirnya. Dan lagi, Isaura mulai menunjukkan siapa dirinya nih, come on guys, tinggalkan jejak kalian, supaya chapter selanjutnya segera menyusul (~ ̄³ ̄)~ Terimakasih dan sehat selalu.
Isaura duduk di seberang tempat tidur dimana Neo berbaring dengan mata yang masih terpejam rapat, juga wajah pucat yang begitu mencolok. Ia merasa sangat rumit, beberapa saat yang lalu, dirinya yang terbaring karena luka, dan Neo menjaganya. Hanya beberapa saat waktu yang berlalu, dan keadaan berbalik begitu saja. Sebenarnya, ia juga khawatir, bagaimana jika Neo tidak bisa mengalahkan aura kegelapan dari dark elf yang berada di dalam tubuhnya? Bagaimana jika Neo bukan lagi Neo yang ia kenal? Bagaimana ... Puk! Tangan yang menepuk bahunya dengan lembut membawanya keluar dari lamunannya yang terlalu jauh. Ia segera menatap Evander yang berada di belakangnya, dan tersenyum lembut untuk menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. "Dia orang yang kuat." Ucap Evander. "Hm, kau benar." Sahutnya. Lucien yang berada di sudut ru
"Vilaevils! Aku meminta kepadamu untuk keluar sekarang secara baik-baik. Kita harus menyelesaikan semuanya saat ini juga!" Isaura, bersama dengan Archer dan juga Evander, meninggalkan Lucien untuk menjaga Neo yang masih belum sadar dari koma. Mereka berkumpul di atas tebing bersebelahan dengan air terjun, dimana dirinya telah mendapatkan kembali ingatannya setelah bertemu dengan Grimnir. Vilaevils ingin dia mati di tebing ini, menggunakan suara di dalam pikirannya untuk membujuknya segera melompat. Maka dari itulah, ia yakin bahwa Vilaevils tentu dapat mendengarkan panggilannya saat ini.Archer yang berada di belakang bersama dengan Evander hanya menunggu dalam keheningan, kepribadian seorang Evander tidak memungkinkan baginya untuk berbincang dengan akrab, dan lagi sepertinya pihak lain juga tidak ingin memulai pembicaraan sama sekali. Tepat ketika ia masih berdebat dengan pemikirannya sendiri, pria di sebelahnya beranjak maju dan menghampiri Isau
"Um, jadi bisakah aku bertanya sekarang?" Mereka bertiga tertegun untuk sementara waktu setelah kepergian Vilaevils yang meninggalkan banyak tanda tanya. Tidak ada pilihan untuk mereka, Vilaevils mungkin kembali ke Niflheim atau memiliki persembunyian yang tidak dapat mereka ikuti. Setelah barang sementara waktu, ketika tidak ada satupun dari mereka yang ingin memecahkan keheningan, Archer yang pada mulanya tidak mengatakan apapun sebelumnya, menjadi yang pertama berbicara. Isaura mengangkat wajahnya dengan raut penuh tanda tanya. Menunggu pihak lain untuk berbicara. Lantas Archer mengusap tengkuknya sejenak, "mengapa dia menyebutmu dengan ... Lakhesis? Tujuh abad yang lalu, apa yang telah terjadi saat itu?" "Kau tidak mahir membaca suasana?" sahut Evander tanpa raut apapun di wajahnya. Pada waktu dimana mereka baru saja bertukar selisih dengan musuh seperti itu, dan orang ini justru bertanya dengan begitu langsung tentu saja ti
"Begitu menarik." Vilaevils merebahkan dirinya di atas takhta dengan senyum samar yang terulas di bibirnya. Bahkan semua anak buahnya yang menunggu di bawah panggung takhtanya tidak bisa meragukan lagi bahwa sang tuan sedang berada dalam suasana hati yang baik. Beberapa dari mereka yang memiliki keberanian diam-diam mengambil barang sekali dua kali lirikan kepada sang tuan, sedangkan yang lain hanya menunduk atau sesekali bertukar dengan yang lain, seakan-akan memastikan apakah mereka melihat hal yang serupa. Vilaevils masih bergumam di atas sana, "Lakhesis, bahkan setelah tujuh ratus tahun, kau masih tidak juga berubah. Tidak mengejutkan bahwa saudaraku bahkan jatuh begitu dalam karena dirimu, ck, ck." Salah seorang anak buahnya dengan tubuh manusia tetapi berkepala kerbau, seekor minotaur, memberanikan diri untuk berbicara kepadanya. "Tuanku, adakah kabar gembira yang layak untuk dirayakan? Karena tampaknya Tuanku sedang berada dalam suasana hat
Ketika mereka telah berada di dekat rumah, Archer tiba-tiba mengatakan bahwa dia memiliki sesuatu untuk dikatakan kepada Isaura. Dia menatap Evander dengan sedikit kegugupan, berharap bahwa pihak lain akan mengerti dan menjauh dari mereka untuk beberapa saat. Isaura juga melemparkan petunjuk kepada Evander dan memintanya untuk menunggu.Sehingga Evander, yang tidak tahu bagaimana harus menolaknya, hanya bisa mengatakan bahwa dia akan masuk terlebih dahulu dan meminta mereka untuk tidak terlalu lama berada di luar. Keduanya mengangguk dengan raut berterimakasih. Setelah mereka berdua berada di dekat taman bunga, dan duduk di kursi yang berada di tepian taman, ia melihat ke arah Archer dengan tanda tanya di wajahnya. "Jadi, apa yang ingin kau katakan padaku, Archer?" Centaur di depannya itu telah kembali ke bentuk manusia dengan kedua kakinya, dan memiliki telingan yang memerah begitu parah, memberinya ilusi bahwa itu aka
"Neo! Apa yang kau lakukan?!" Teriakan yang mengejutkan datang dari kediaman dimana Aryua seharusnya tengah membantu Neo dalam pemulihannya. Membuat semua orang segera panik dan bergegas untuk beranjak ke sana. Begitu pula dengan Archer dan Isaura, keheningan mereka segera terlupakan dengan kegugupan untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi. Evander menjadi yang pertama menerobos masuk untuk menemukan Aryua di tekan oleh seekor serigala, itu seharusnya Neo, tetapi entah bagaimana Evander merasa tidak ada sorot kehidupan seperti Neo yang ia kenal. Ia bergegas mendekat, "bodoh, dia membantumu untuk sembuh dan apa ini cara kau membalasnya?" "Grrrrmm!" Serigala itu menatap Evander, menguarkan geraman marah, dan bersiaga untuk menerjangnya kapan saja. Bahkan Lucien yang menyusul di belakangnya merasakan keanehan tersendiri, dia menunjuk ke arah serigala pemarah itu dan bertanya pada Evander, "apakah dia adalah Neo yang kita kenal?" "Seharusnya begitu." "Tetapi mengapa aku merasa
"Aryua, bagaimana semua ini bisa terjadi?"Pertanyaan ini segera terlontar setelah Isaura dan Evander bergegas menghampiri Aryua yang tengah memulihkan dirinya bersama Lucien di sisi lain kediaman. Ada dua luka goresan di lehernya, yang mana itu terjadi karena cakaran dari Neo dalam bentuk serigala. "Aku sendiri tidak yakin mengenai apa yang sebelumnya terjadi, Isaura. Tapi aku memiliki beberapa tebakan." Jelasnya.Isaura menatapnya dengan pandangan yang mendesaknya agar segera berbicara, begitu juga dengan Evander yang memasang wajah tegas di belakangnya. "Kau ingat dengan apa yang kukatakan ketika pertama kali aku mengobati Neo?" Tanya Aryua. Isaura menangguk, "kau mengatakan tentang sihir hitam yang tampak mengelilinginya, semacam itu?" "Mereka yang menjadi penyebab Neo menjadi gila?" Lucien menambahkan dari sebelah Aryua. Aryua menghela nafas dan membenarkan ucapan mereka. "Sebelumnya aku mengatakan bahwa sihir hitam ini seperti akar yang tampak mengikatnya di sekelilingnya
"Apakah sekarang kau tidak ingin mengusirku pergi seperti sebelumnya?" Lengan Evander merengkuh pinggang ramping gadis di hadapannya, tidak lupa senyum cerah terbit di bibirnya. Jika saja ada orang lain di sana, maka mereka tidak akan percaya bahwa pemuda ini adalah Evander, yang terkenal dengan sikap acuh dan dingin miliknya. Sikap Isaura yang tampaknya menjauhkan dia dari Elf perempuan itu membuat Evander puas dalam sekejap. Itu sudah cukup memberikan petunjuk bahwa Isaura tidak benar-benar ingin ia pergi. Gadis di depannya tidak mau menatap langsung ke matanya, "aku hanya ingin kau pergi dengan baik-baik, tidak perlu menggoda seorang elf pula." "Oh?" Evander mengangkat alisnya dengan senyum tertahan. "Bagaimana kau tahu bahwa aku tidak akan mampir ke kaum Elf dalam perjalananku? Mungkin saja aku akan berhenti sebentar, lalu menemukan seseorang yang sesuai dengan hatiku, lalu aku menjadikannya pendamping hidupku." Isaura hanya menghela nafas lesu, "lalu apa aku berhak melarangm
Hingga ratusan tahun kemudian, Moiroe masih akan menjadi Dewi yang paling dipuja. Meskipun mereka tidak menghendakinya, namun baik dewa ataupun manusia menghargai mereka begitu banyak. Kisah Sang dewi penengah yang menghilang selama tujuh ratus tahun untuk menghentikan musuhnya pun menjadi kisah yang diceritakan turun temurun dalam berbagai ras. Bangsa Centaur menjadi yang paling menghormati keberadaan sang dewi, sebab salah satu pemimpin mereka yang paling berani, dikenal sebagai Xantha Archer, menjadi yang pertama memegang teguh keyakinannya terhadap sang dewi, kemudian keyakinan ini akan berlangsung hingga generasi setelah dirinya. Niflheim masih terasa sangat dingin dan mencekam, tetapi setelah peristiwa penaklukan, sungai beracun yang ada di dalamnya tidak pernah lagi bergejolak, meninggalkan Ygdrassil dalam kedamaian. Perlahan, bangsa Dark Elf juga tidak lagi memangsa atau menghancurkan ras lain, meskipun keberadaan mereka masih mengalami penolakan oleh beberapa pihak. Kini
Ada suara kepakan burung di atas rumah, beberapa dari mereka nampaknya memutuskan untuk hinggap di jendela ataupun pagar rumah. Dari kejauhan terdengar gelak tawa anak-anak yang bermain dan berlarian di sepanjang jalan. Suara ketukan dari kuda yang berlarian dengan santai di Padang rumput juga ikut meramaikan suasana. Kupu-kupu berbagai warna sibuk terbang dan hinggap di antara puluhan bunga yang mekar dengan begitu indah. Salah satu kupu-kupu dengan sayap berwarna biru murni, dan garis-garis keperakan di sepanjang tepian sayapnya terbang sejenak menuju di puncak bunga berwarna putih bersih sebab tergoda oleh baunya yang begitu harum. Nampaknya itu tidak peduli bahwa bunga yang ia tempati tampaknya tengah berada pada tangan seseorang. "Isaura, setelah melewatkan tujuh ratus tahun perpisahan, aku masih tidak menyesal memiliki hatiku untukmu. Sudah begitu lama dan aku belum memiliki kesempatan untuk memberikannya, jadi, Isaura ... Sang dewi yang begitu ku cintai, maukah kau menerima h
Sejak kapan tepatnya ia mulai merasa iri terhadap saudaranya? Jika itu sejak kecil, ia sendiri tidak yakin. Sebab, sepanjang ingatannya, mereka berdua bergaul dengan sangat baik, karena hidup mereka bergantung kepada satu sama lain. "Saudaraku, suatu hari nanti kita akan tinggal di rumah yang hangat, dengan banyak bunga berbagai warna dan juga pepohonan, sehingga kita hanya akan merasakan angin yang segar bergulir, bukan dingin yang begitu mengigit seperti saat ini." Ia mengatakannya dengan penuh keyakinan saat itu, seakan-akan segala yang ia ucapkan sudah pasti. Saudaranya tidak banyak berbicara, tetapi masih mengiyakan. "Um, mari melakukannya." Sahut saudaranya saat itu. Meskipun tidak banyak berbicara, tetapi ia bisa melihat keyakinan yang sama ada di mata saudaranya. Mereka sama-sama ingin mewujudkannya. Mereka selalu tidur bersama, sebab Niflheim bukanlah tempat yang ramah, dan segala sesuatu dapat terjadi yang mungkin bisa memisahkan mereka berdua. Niflheim sangat keras. O
"Jadi, inikah yang kau katakan dengan tidak akan ragu-ragu lagi?" Isaura menatap pemandangan dihadapannya, mereka di kelilingi dengan salju yang terhampar di sepanjang mata memandang, udara dingin yang mengigit segera menyelimuti mereka. Tempat ini adalah Niflheim dimana Vidar dan juga Vilaevils pernah tinggal di sini. Tentu saja, Isaura segera berbalik ke arah Forseti, dengan raut penuh tanda tanya. Evander melangkah maju, dengan kewaspadaan di wajahnya, ia berdiri di depan Isaura, "mengapa kau membawa kami kesini?" Forseti menyadari kecurigaan pihak lain, bahkan ia juga melihat bahwa Nouna dan Morta yang mengikuti mereka juga menguarkan udara berbahaya di sekitar mereka. Ia segera angkat bicara, "tunggu dulu, biarkan aku menjelaskannya." Morta membalas ucapannya, "jangan bertele-tele, Forseti." Forseti segera melangkah sejauh sepuluh langkah di hadapan ketiganya, setelah memastikan bahwa jarak di antara mereka baik-baik saja, Forseti mulai berbicara, "alasan mengapa aku membaw
"Lakhesis, beraninya kau baru kembali saat ini!" Teriakan ini bergema bersamaan dengan satu sosok yang melesat dan menabrak Isaura, pelukan erat segera dirasakan olehnya saat itu. Membalas pelukan sosok di hadapannya, Isaura tertawa kecil sebelum kemudian berbicara, "Nouna, bagaimana kabarmu bisa memarahiku seperti ini?" Satu sosok lain yang baru saja muncul menyela keduanya, "meninggalkan kami selama tujuh ratus tahun tanpa ucapan selamat tinggal sama sekali, menurutmu apakah kami akan menyambutmu dengan perayaan?" Isaura melirik ke arah sosok yang baru saja berbicara, Isaura merentangkan satu tangannya dan memberikan isyarat mata kepada pihak lain untuk datang padanya. Sosok itu berjalan dengan teguh, tetapi pada akhirnya ia masih bergabung dalam pelukan itu. Dan mereka bertiga segera jatuh dalam keheningan guna melepaskan rindu yang telah menunggu selama tujuh ratus tahun. Sosok terakhir, Morta, dewi yang menentukan kematian mengusap puncak kepala Isaura setelah melepaskan pe
"Jadi kau bermaksud mengatakan, bahwa aku harus membangunkan saudariku sebelum aku memutuskan untuk menyelesaikan masalahku dengan Vilaevils?" Isaura bertanya, sembari meletakkan cangkir teh pada masing-masing dari mereka. "Kukira keduanya hanya mengasingkan diri dan bukannya tidur abadi." "Tadinya aku juga berpikir demikian," Sang Odin mengambil cangkir teh bagiannya ketika berbicara. "Setidaknya sampai mereka juga ikut menutup sumur Urd bersamanya." Keheningan jatuh untuk beberapa saat. Sampai Isaura bergumam kepada dirinya sendiri, "aku tidak menduga hal itu sama sekali." Sang Odin menanggapi dengan anggukan, "jadi itulah mengapa, sepertinya hanya kau yang bisa membuat mereka memiliki keinginan untuk bangun lagi. Sumur Urd juga sudah mencapai waktunya untuk dibuka kembali." "Um, kurasa juga begitu." Sahut Isaura. "Setelah ini, sepertinya aku harus kembali ke Asgard dan menemukan mereka." Sang Odin segera setuju, "kembalilah bersama denganku nanti." "Haruskah kau segera kembal
"Isaura, datang dan lihatlah, mereka berkata ingin bertemu denganmu!" Teriakan ini bergema saat Isaura tengah menyajikan beberapa hidangan yang telah ia selesaikan, ia segera menengok ke arah pintu dengan wajah ingin tahu. Siapa yang ingin bertemu dengannya hingga Lucien harus berteriak sedemikian rupa kepadanya? Tetapi, Isaura masih menanggapi, "baiklah, aku akan segera keluar." Beberapa waktu kemudian ketika Isaura akhirnya menunjukan dirinya, tidak ada siapapun di depan Lucien, yang membuat Isaura kebingungan, "Lucien? Bukankah baru saja kau berteriak tentang seseorang yang ingin bertemu denganku?" Lucien mengangguk, lalu ia berkata sambil menunjuk pada suatu arah, "yah, memang. Tetapi aku tidak mengatakan seseorang, aku mengatakan itu mereka." Isaura mengikuti ke arah mana jari telunjuk Lucien terarah, dan menemukan dua ekor burung gagak yang bertengger di salah satu dahan pohon yang berada di halaman rumah. Setelah mencoba mengingat siapa burung gagak itu, Isaura segera me
"Wahai, Maha bapa, apakah kau akan terus menjadi penonton dalam kisah Sang dewi utama ini?" Ratu Frigga, kekasih Sang Odin itu tersenyum kecil, tampaknya dia hanya sekedar memberikan pertanyaan yang serupa seperti sebuah basa-basi, namun sebagai pendampingnya, tentu saja Sang Odin merasakan petunjuk dalam perkataan ratunya itu. Sang Odin meraih jemari kekasihnya ketika ia bertanya-tanya dengan heran, "tidak biasa sekali bagimu, Frigga yang tersayang, untuk tiba-tiba mengangkat peristiwa semacam ini terhadapku?" Sang Ratu hanya tersenyum sembari menanggapi genggaman tangan kekasihnya. Namun hal itu membuat Sang Odin semakin bertanya-tanya, ia mengamati wajah Sang ratu dan menebak, "apakah aku telah melewatkan sesuatu yang penting, sayangku?" "Yah, jika ramalanku adalah sesuatu yang penting, maka memang benar kau telah melewatkannya, Maha bapa." Sang Odin segera menepuk dahinya dan tertawa kecil. "Oh, ternyata aku telah melewatkan ramalanmu, ratu yang tersayang. Sekarang, maukah k
"Apakah ada dari kalian yang menemukan jejak Neo?" Lucien menanyakan hal itu ketika Cato dan beberapa anggota pack Sethmolf datang mengunjungi rumah Isaura guna memastikan keadaannya. Mereka kini berkumpul di ruang tamu, dan Lucien akhirnya bergabung bersama mereka, menggantikan tuan rumah yang tidak dapat bergabung sementara waktu. Cato masih menunggu Evander dan Isaura yang berada di lantai atas, tetapi dia masih menanggapi pertanyaan pihak lain, "sejauh ini kami tidak merasakan jejaknya sama sekali, bahkan tidak di dekat pack. Tetapi sang alpha tetap meminta semua anggota untuk waspada, dan segera melaporkan selama melihat atau merasakan jejak Neo barang sedikitpun." "Itu bagus," sahut Lucien sembari mengangguk.Cato meliriknya, "apakah sihir yang merasuki Neo sangat berbahaya?" "Yah, dapat dikatakan begitu, sebab yang merasuki tubuh Neo itu, adalah musuh Isaura, mereka memiliki dendam yang cukup rumit."Cato memiliki kerutan di keningnya, "dendam macam apa itu? Mengapa aku tid