"Kayak ada orang yang lewat tadi," bisik Aldo pada dirinya sendiri.
Ting!!
Aldo merogoh HP di saku celana jeans pendeknya. Ia melihat sebuah nama tertera di bagian depan notifikasi.
Sekali klik, pesan dari Nayla itu terbuka.
'Jangan lupa nanti malam kamu datang sehabis magrib ya, Do.' Baca Aldo dalam hati.
Segera Aldo membalas pesan singkat tersebut. Lalu ia kembali berjalan menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas.
Lelaki itu langsung menghempaskan tubuhnya di kasur yang empuk. Dinginnya AC membuat Aldo mulai merasa ngantuk. Di tambah cuaca mendung yang mendukung.
Tetapi matanya masih menatap ke langit-langit kamar.
"Kenapa sosok Kusumawardhani mengikuti aku ya? Apa gara-gara aku ingin membantu Mbak Nayla?"
Aldo membenarkan posisinya. Saat ini punggungnya bersandar pada sandaran kasur.
"Sepertinya karena aku ingin membantu Mbak Nayla. Semakin tertantang dan bersemangat aku membantu Mb
"Kenapa bisa sampai makhluk gaib membawa jiwa manusia yang masih hidup, Pak?" sahut Aldo yang mulai tertarik dengan penjelasan Soleh.Sesaat Soleh terdiam. Lelaki berkumis itu memperhatikan Aldo dari atas sampai bawah. Melihat ekspresi Pak Soleh, Nayla langsung memperkenalkan Aldo padanya."Ini Aldo, teman saya yang akan membantu nanti, Pak.""Oh ... baik. Lebih baik jika Mas dan Mbaknya nanti yang ikut saya menjemput Bu Ningrum. Karena kalau Mbak Nayla yang ikut, sosok itu malah berhasil mendapatkan Mbak Nayla. Sebab yang ia inginkan sebenarnya jiwa Mbak Nayla," jelas Sukro sambil menatap ke arah Aldo dan Angel."Iya, Pak saya tidak ikut." Nayla menundukan kepalanya."Mbak Nayla bisa ikut tetapi hanya menunggu di pintu gerbang gaib. Jangan sampai masuk terlalu jauh! Pasti setelah kita mendapatkan Bu Ningrum, ada salah satu dari mereka yang akan ikut. Dan jangan sampai itu terjadi!" Suara Soleh terdengar tegas.Perkataan lelaki paruh baya it
"Setelah ini kita enggak boleh berbicara. Kita hanya bisa berkomunikasi satu dengan yang lain lewat batin. Di depan, dimensi yang berbeda sudah menunggu kita. Dimensi yang sunyi, penuh aura jahat, dan makhluk-makhluk mengerikan lainnya."Mendengar ucapan Soleh membuat tenggorokan mereka bertiga terasa tercekat. Mereka saling berpandangan dan menelan ludah."Ini, masing-masing bunga sudah saya bagi. Mbak Nayla ingat pesan yang saya bilang tadi ya. Kalau Mbak sudah melihat kita akan mendekat. Cepat bentangkan tali rawe ini sebagai pagar." Soleh kembali mengingatkan Nayla."Baik, Pak. Saya mengerti."Kini Soleh, Aldo dan Angel berjalan beriringan memasuki gerbang yang besar.Tampak di depan mereka suasana yang berbeda seakan menanti. Seketika bulu kuduk Aldo dan Angel merinding saat kakinya baru beberapa langkah memasuki dimensi lain.Tempat itu penuh kabut putih yang tebal. Semuanya terlihat berwarna merah menyala. Sepintas aroma busuk, anyir
Di waktu yang sama, di dunia nyata. Kedua wanita yang di liputi rasa gelisah bercampur khawatir tak bisa duduk dengan tenang.Wanita yang berumur sekitar tiga puluh tahunan itu berusaha menutupi cahaya lilin yang mulai bergerak-gerak."Onok opo iki, Erni?" tanya Nek Sami cemas."Enggak tahu, Mbah. Semoga mereka semua baik-baik saja!"Nek sami sekilas melihat ke jam dinding yang sudah menunjukkan hampir setengah sepuluh malam. Perasaannya semakin tidak tenang. Ia takut terjadi sesuatu pada Nayla dan juga yang lainnya.Bibirnya tak henti membaca Al-fatihah. Sepintas tercium aroma yang sangat wangi. Erni istri Pak Soleh mengendus-enduskan hidungnya."Mbah, kok baunya wangi banget ya?""Iya aku juga menciumnya."Nek Sami langsung beranjak dari duduknya. Wanita tua itu berlari menuju ke sebuah kamar. Sedangkan Erni hanya melihat sekilas ke Nek Sami sambil terus menutupi cahaya lilin yang goyang."Semoga kamu baik-
Melihat ruangan jeruji itu terbuka membuat Kusumawardhani menjadi marah."Mereka ternyata benar ada di sini. Dan bunga ini, hanya untuk mengalihkan perhatianku!!" Kusumawardhani menggenggam erat bunga berdarah itu. Saking eratnya sampai bunga itu hancur.Sementara, Angel, Aldo dan Bu Ningrum semakin terjebak oleh makhluk-makhluk yang mengepung mereka.'Pak Soleh, tolong bantu kita, kita enggak bisa keluar dari makhluk-makhluk ini.'Lelaki berkumis itu tengah berpikir. Lalu ia berlari menuju ke cahaya putih yang ada di depannya. Tak lama kemudian, Soleh sudah sampai di pintu gerbang. Nayla terlihat gelisah menunggu teman-temannya dan Bundanya.Saat melihat kemunculan Pak Soleh, Nayla kaget.'Dimana yang lain, Pak?' tanya Nayla.'Ini saya mau bantu mereka, Mbak. Kalau saya lewat sana tadi, berarti melewati Kusumawardhani lagi. Makanya saya memutar. Mbak Nayla bersiap ya. Tetap awasi kami saat sudah muncul. Karena pasti
'Lemparkan garam itu tepat di wajah Kusumawardhani!'Tanpa berpikir panjang, saat Kusumawardhani menunjukkan wajahnya di depan Nayla, gadis itu langsung melemparkan semua garam tepat di wajah Kusumawardhani. Seketika Kusumawardhani menjerit dengan menutupi wajahnya."Aaaaaaaaaaaarrgh!!! Panasss!!""Ayo kita pergi dari sini!" ujar Soleh tak melalui batin.Setelah semua sudah melewati gerbang. Soleh tampak menundukan kepalanya. Bibirnya terus bergerak-gerak seperti sedang membaca sesuatu. Perlahan pintu gerbang itu bergerak tertutup.Masih terlihat sosok Kusumawardhani yang menggeliat kepanasan sambil memegang wajahnya, sampai gerbang pun tertutup rapat. Dalam sekejap gerbang gaib itu menghilang."Alhamdulillah!" ucap mereka hampir serempak.Nayla yang sudah sangat rindu dengan Ningrum langsung memeluknya erat. Tangis bahagia mewarnai saat itu. Tampak Aldo dan Angel juga ikut berkaca-kaca. Seketika Angel teringat dengan kedua oran
Kini, Nayla, Aldo, Angel dan pasangan suami istri itu tengah duduk di ruang tamu. Sedangkan Nek Sami masih berada di dalam kamar menjaga Bu Ningrum."Mbak, apa Mbak sudah tahu dendam yang dimiliki Kusumawardhani?""Belum, Pak."Terdengar tarikan napas Soleh kasar."Ilmu saya belum terlalu tinggi, Mbak. Jujur saja. Dari kemaren saya sudah mencoba menerawangnya. Tapi selalu tertutup. Sulit!!""Apa Kusumawardhani juga ngilmu, Pak?"Soleh mengangguk perlahan."Tapi ilmu tinggi yang saya maksud ini bukan ilmu Kusumawardhani, Mbak!""Lalu ilmu siapa, Pak?" sahut mereka bertiga bersamaan."Sintren itu memiliki ilmu hitam yang tidak bisa dianggap remeh. Ilmunya sudah tua dan lama. Jadi sangat sulit saya menerawangnya. Karena saya tidak sebanding dengan dia."Nayla sangat terkejut mendengar ucapan Soleh. Wajahnya langsung tegang. Sesekali ia melirik ke Angel dan Aldo yang duduk berdampingan."Rencana sel
Tampak motor moge hijau mulai memasuki jalanan raya yang sudah tak terlalu ramai itu. Mungkin karena sudah jam setengah sebelas malam.Jalanan yang banyak lubang membuat Aldo tetap melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Ia tak ingin jika sampai moge kesayangannya itu rusak.Saat motor melewati sebuah lapangan yang ditumbuhi banyak ilalang. Samar Aldo seperti mendengar suara seseorang yang memanggil namanya."Aldooooo ...."Spontan Aldo menarik rem motor. Hingga menimbulkan suara bunyi ban yang bergesek dengan jalan.Ciiiiittt!!!"Kayak ada yang manggil aku?" gumam Aldo menoleh ke belakang sambil membuka kaca helmnya.Sorot matanya tajam memperhatikan sekitar yang terlihat sangat sepi. Setelah yakin tak ada apa-apa. Lelaki itu kembali memasukkan gigi kopling motornya."Mungkin salah dengar kali aku!" batinnya dalam hati.Aldo kembali menarik gas motornya. Ketika baru berjalan beberapa meter. Suara panggilan itu
_Rumah Nayla_Di dalam kamar yang tak terlalu luas itu, Nayla dan Angel sedang tertidur. Terdengar suara dengkuran lembut Angel yang sudah terlelap.Entah kenapa, Nayla tidak bisa tidur dengan nyenyak. Padahal seluruh badannya terasa lelah. Nayla membolak-balikan badannya ke kanan dan ke kiri. Mencoba untuk tertidur tapi tetap tak bisa.Tiba-tiba perasaannya kepikiran dengan Aldo. Ia bangun dan duduk di atas kasurnya. Mengacak rambutnya yang panjang."Mata oh mata ... kenapa enggak bisa tidur juga sih dari tadi! Tapi kok aku jadi kepikiran Aldo ya? Perasaanku enggak enak tentangnya," gumam Nayla pada dirinya sendiri.Nayla membenarkan letak bantalnya. Lalu ia menghempaskan tubuhnya ke kasur."Ayo Nayla, kamu harus tidur! Aldo baik-baik saja!" ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.Nayla kembali memejamkan mata. Beberapa menit kemudian. Dalam tidurnya, Nayla mendengar suara Mbah Waci."Nak Nayla. Bangunlah! Teman
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Setelah membayar taxi online, Nayla dan Rasti langsung berlari masuk ke dalam gedung yang cukup mewah di mana mereka mengikuti training. Sepatu pantofel hitam dengan heels 3 cm yang mereka pakai sangat tak nyaman digunakan berlari. Tapi karna takut terlambat, mau tak mau Nayla dan Rasti berlari walau harus pandai-pandai menjaga keseimbangan badannya. "Nay, benerin dulu rambut kamu. Berantakan tuh!""Oh ya!" Nayla langsung membenarkan helai rambut yang keluar dan menggulung rambutnya dengan rapi. Tak lupa mereka berdua saling mengingatkan dan mengamati penampilan satu sama lain. Sampai di depan resepsionis. Nayla dan Angel menunjukkan kartu anggota training. Setelah mendapatkan jadwal dan di mana ruangan mereka hari itu, dengan berjalan cepat keduanya segera menuju ruangan yang berada di lantai 5.Lift pagi itu terlihat tak terlalu banyak orang. Tanpa berpikir macam-macam keduanya langsung masuk. Apalagi saat Nayla mel
"Terimakasih, Bu. Rejeki pagi-pagi," ujar satpam budi kegirangan. "Mau di kubur di mana, Bu?""Terserah, Pak. Asal jangan di sini.""Oh baik, Bu."Setelah Tante Dewi mengunci semua pintu rumah. Satpam Budi yang masih berada di rumah itu sedang mencari sebuah kantong keresek. Dimasukkan bangkai itu ke dalam kantong. Ketika akan keluar dari rumah, Budi kembali menoleh ke belakang. "Lagi ada saudaranya ya,Bu di rumah?" tanya tiba-tiba satpam Budi. "Hah? Enggak ada saudara, Pak," jawab Tante Dewi sambil menoleh ke belakang. Tak hanya Tante Dewi. Nayla dan Rahma pun juga ikut menoleh melihat ke arah yang di lihat satpam tersebut. "Itu ada perempuan, Bu sedang melihat ke sini.""Haaah?" Tante Dewi, Rahma dan Nayla hanya bisa mengangnga kaget. Kecuali Rasti. Gadis itu seperti melihat seseorang di dalam rumah. Menyadari matahari yang semakin tinggi, Tante Dewi menyuruh anak dan keponakannya itu untuk segera berangkat agar tidak terlambat. Begitu juga si satpam yang sudah berhasil mend
Dan karena rasa ngantuk, tak terasa mereka semua tertidur dengan berdempetan di kasur. Tetapi Nayla dan Rasti tertidur di karpet lantai. Sinar matahari pagi menembus sela-sela jendela. Tante Dewi terbangun sambil mengucek kedua matanya. Ia terkejut saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Buru-buru wanita itu membangunkan Nayla, Rasti dan Rahma. "Ayo bangun! Bangun Rahma, Nayla, Rasti. Sudah pagi. Kalian terlambat nanti!"Tampak Nayla yang terlebih dahulu mulai menggerakkan badannya."Jam berapa ini, Te?" tanya Nayla sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. "Hah? Kesiangan ini, Te!""Makanya! Cepet kamu bantu Tante bangunin mereka!"Tiga puluh menit kemudian. Di ruang tamu, semuanya sudah tampak rapi dengan pakaian yang mereka kenakan. Karena mereka semua bangun kesiangan pagi itu semuanya berangkat tanpa sarapan."Kalian udah siap semua? Rahma kamu nanti pulang jam berapa?" tanya Tante Dewi."Jam lima Ma, bisa juga lebih. Soalnya ada kerja kelompok nanti d
"Tumbal para laki-laki, Mbak?" celetuk Rahma. "Iya benar." Wajah Nayla tertunduk dan berubah sedih. Dia teringat akan Wisnu sang pujaan hati yang sudah meninggal. Nayla masih sangat menyesal dan masih belum bisa maafkan dirinya sendiri atas kematian sang kekasih. Seandainya Nayla tak menemukan dan mengambil tusuk konde itu, mungkin saat ini dia masih bisa bersama Wisnu dan tak dihantui seperti ini. "Ras, kayaknya aku tau siapa pocong itu." Tiba-tiba Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Rasti di samping. Kedua bola mata mereka saling beradu pandang."Siapa?"Semua yang ada di ruangan saat itu menatap ke arah Nayla dengan tajam. "Dano!""Siapa Dano itu, Mbak?"Rasti memicingkan mata kanannya. Mencoba mengingat-ingat siapa nama yang disebut Nayla."Oh! Dia korban yang belum lama ini?" cetus Rasti. Dengan cepat kepala Nayla mengangguk beberapa kali."Maksudnya gimana, Nay?" tanya Tante Dewi yang tak mengerti apa yang dibicarakan keponakannya itu. "Jadi saat Nayla dan Angel akan k
"Oh ya kamu kok belum tidur?" tanya Dion. "Iya Rasti tadi lihat penampakan pocong.""Pocong! Kok bisa?""Gak tau. Tapi sepertinya pocong itu adalah tumbal dari tusuk konde ini, Yon.""Gila! Tusuk konde itu harus benar-benar di musnahkan. Sebelum makin banyak korban.""Iya. Eh, lanjut besok ya, Yon. Kasihan Rasti, aku harus temenin dia dulu.""Oke."Telepon pun terputus. Dion kembali berbaring di kasur, sampai akhirnya kedua matanya pun dapat terpejam dan Dion terlelap dalam tidurnya. Sementari itu di rumah Tante Dewi.Semuanya jadi terbangun karena teriakan Rasti. Mereka duduk di ruang tamu. Selesai telepon, Nayla kembali ke ruang tamu sambil membawa segelas air untuk temannya itu. "Minum dulu, Ras." "Makasih, Nay.""Memangnya tadi apa yang membuat kamu teriak, Nduk?" tanya Tante Dewi lembut. Rasti terdiam beberapa saat, sampai Nayla menyenggol lengannya. Membuat Rasti gelagapan. "Kok diam? ditanya Tante, Ras!""Oh maaf, Tante." Rasti memalingkan pandangannya pada kamar Nayla.
Tangannya sibuk mengeluarkan satu per satu barang yang ada di dalam laci tersebut. Sampai raut wajah Dion berubah melihat sebuah foto usang yang masih hitam putih. "Ini yang aku cari. Ini foto aku saat aku umur 5 tahun. Dan ini Mas Agung, lalu perempuan ini." Kalimatnya terhenti. Dion duduk di pinggir ranjang. Foto usang itu masih di lihatnya dengan serius. Dahinya mengerut mencoba mengingat-ingat kejadian yang telah lama terjadi. "Perempuan ini yang namanya Mawar, gadis yang dicintai Mas Agung, tapi enggak mendapat restu Mama Papa."Lalu Dion membalik foto usang itu. Tepat di pojok kanan bawah terdapat sebuah tulisan yang tintanya hampir pudar. Dion pun mencoba mengeja tulisan yang samar tersebut."Wo ... no ... giri?""Apa desa Nayla di Wonogiri ya? Kalau bener, bisa jadi sinden merah yang mengikuti Nayla adalah Mawar yang dulu pernah dicintai Mas Agung."Dengan cepat Dion langsung membereskan semua pakaian dan barang-barang miliknya. Semuanya dia kembalikan ke dalam lemari. Men
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Rahma, Rasti, Nayla dan Tante Dewi masih berkumpul di ruang tv. Terdengar suara tawa mereka yang memecah keheningan malam. Acara komedi tersebut membuat Nayla dan Rasti merasa terhibur. Setelah acara pun selesai. Tante Dewi menyuruh mereka bertiga untuk langsung masuk ke dalam kamar dan tidur. Agar besok kembali segar saat beraktivitas. Rasti mengikuti langkah Nayla menuju kamar. Saat itu pandangan mata Rasti tak sengaja melihat ke arah jendela yang tirainya belum tertutup. "Nay, itu tirainya belum di tutup!""Oh ya, lupa kali Tante Dewi. Aku tutup dulu deh!" Nayla berjalan ke arah jendela sambil menyisir rambutnya dengan jari tangan. Sementara itu Rasti masih berdiri di depan pintu kamar Nayla. Matanya masih menatap ke arah Nayla yang kini sudah berada di depan jendela. Nayla menarik pengait tirai. Tiba-tiba Rasti terkejut bahkan hampir teriak. Namun buru-buru Rasti menutup mulutnya dan menyembunyikan rasa kagetnya. Rasti tak mau kalau jeri
Perempuan itu pun terjatuh ke tanah. Kedua kakinya seperti tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Tatapan matanya masih melihat punggung laki-laki yang baru saja meninggalkan dirinya. "Kenapa kamu tega, Mas." Dion hanya terdiam. Ia merasa kasihan pada perempuan yang tak dikenalnya itu. Walaupun ia tak tahu persis apa yang terjadi, namun ia juga membenarkan apa yang dikatakan perempuan itu pada Kakaknya. Hingga Dion mendengar suara yang tak asing baginya. Ia merasa tubuhnya seperti sedang digoyang-goyang. Sampai dirinya mulai terbangun. "Nak, kamu kenapa? Kenapa bisa di sini?" Dion tersentak kaget. Hingga membuat wanita setengah baya yang memakai baju tidur itu juga ikut kaget."Mama!""Kamu kenapa, hah?""Ehh ... "Dion menoleh ke kanan dan ke kiri. Membuat Mamanya makin keheranan dengan kelakuan anak laki-lakiny itu."Cari siapa?""Anuu ... Ini di rumah, Ma?""Loh iya! Ini di rumah. Emang kamu kira di mana? Di hutan?!"Dion hanya terdiam sambil celingukan. "Dion! Kamu kenapa sih?
Melihat gelagat Dion yang aneh, Mas Agung kembali bertanya. Hingga membuat Mama Dion juga ikut penasaran."Kenapa? Ada apa di depan?""Enggak, Mas.""Tapi wajah kamu kok kayak habis lihat setan?" Dion terhenyak dengan kalimat kakaknya itu. 'Iya, dia sinden tusuk konde itu. Sinden yang mengikuti Nayla. Tapi kenapa dia sekarang juga mengikuti aku? Padahal aku belum berbuat apa-apa,' batin Dion sendiri. "Dion!" panggil sang Mama yang sedang berjalan mendekati putra bungsunya. Wanita itu sedikit melongok keluar. Pintu yang mau ditutup Dion dibuka oleh Mamanya. "Enggak ada orang Dion. Siapa yang kamu lihat?""Memang gak ada, Ma. Ya sudah ayo masuk, Ma, udah malem." Dion langsung memeluk Mamanya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.Setelah mengantar sang Mama ke dalam kamar. Dion berniat untuk ke kamarnya yang berada di lantai dua.Baru menaiki beberapa anak tangga, Dion melihat sekelebat bayangan dari arah dapur yang lampunya sudah dimatikan. Sejenak Dion menghentikan langkahnya. Di