Angga tersenyum mendengar permintaan perempuan itu, ia mengangguk perlahan. “Kamu boleh kok kerja di sini.” Angga merasa kasihan, jika dirinya tidak menerima perempuan itu bekerja di sini.Ia tampak tersenyum dengan senang, mendengar jawaban yang di katakan Angga. “Saya berterima kasih sekali, kamu mau menerima saya di sini,” ujarnya dengan sopan dan santun.“Oh ya, nama kamu siapa?”“Lala.” Angga mengangguk dengan mantap, akhirnya ia juga mempunyai pekerja baru. Mungkin akan menjadi teman Angga, teman di masanya yang sekarang.“Kamu tinggal di mana, Lala?” tanya Angga, namun Lala segera Menundukkan kepalanya membuat Angga bingung.“Aku nggak punya rumah, Mas,” jawabnya dengan nada rendah, membuat Angga menjadi kaget.Angga terdiam, ia kasihan jika Lala tidak mempunyai rumah. Dimana lantas ia berteduh jika hujan? Angga juga sudah tahu rasanya, tidak mempunyai rumah dengan kondisi uang pas-pasan“Baiklah. Nanti kamu ikut aku , ya? Nanti aku akan Carikan kamar di kos. Mungkin masih ada
Angga menghitung uang hasil penjualan hari ini, setelah susah payah ia melayani pelanggan. Kini ia berkira penghasilan yang ia dapatkan. Guna bisa melihat keuntungan harian.Angga menghitung uang dengan teliti, agar tak ada kesalahan ataupun selip. Sekaligus Angga akan membandingkan penjualan hari ini dengan yang kemarin apakah ada peningkatan atau tidak. “Setelah menghitung pendapatan, aku akan tutup lebih awal. Badan sudah terasa sangat lelah dan aku juga memerlukan istirahat yang cukup,” ujar Angga dengan raut wajah senangnya. Menghitung uang selembar-demi lembar ia kira secara perlahan. Tetapi Angga merasa heran, karena penjualan hari ini tak sebanding dengan penjualan kemarin. Dengan pelanggan yang selalu penuh, membuat Angga menjadi curiga.“Kenapa hari ini lebih sedikit dari hari kemarin?” tanya Angga di ambang kebingungan. Bahkan hari ini pelanggan sangat ramai berdatangan. Tiada kursi yang kosong lama, jika pembeli sudah pulang akan digantikan dengan pembeli lain.“Apa aku
Angga bersama dengan lelaki itu berlari terus dengan kencang agar tidak kehilangan jejak Lala.“LALA BERHENTI KAMU LALA!” teriak lelaki yang ada disampingnya, namun Lala bak menembus sebuah kegelapan sehingga mereka akhirnya memilih untuk berhenti."Dia hilang!"Angga tidak dapat menemukan Lala. Mereka kehilangan jejak. Lala pergi secepat kilat membuat mereka tidak dapat menemukannya. Angga menjadi heran ke mana perginya Lala dengan secepat itu.Nafas Angga tersengal-sengal, karena berlari jauh untuk mengejar Lala. Ia menjadi bingung ada apa dengan Lala? Dan siapa sosok lelaki di sampingnya yang ikut mengejar kepergian Lala? Kenapa ia tampak marah bertemu dengan Lala? Apa yang terjadi sebenarnya?“Dasar! Cepat sekali perginya Lala!” kesal lelaki tersebut. Angga menatap lelaki itu. Angga baru pertama kali melihatnya. Tampak dari raut wajah lelaki itu gusar tak tertolong. Dia melihat ke sekitar seolah mencari keberadaan Lala.“Maaf, kamu siapa ya? Kamu kenal dengan Lala?” tanya Angga. A
“Lala! Buka pintu Lala!” teriak Angga, mengedor pintu kost Lala. Ia menunggu Lala untuk membukakan pintu, hingga akhirnya pintu kamarnya pun terbuka. Menampilkan Lala yang dengan wajah takutnya, ia melirik ke sana kemari.“Untung saja kamu yang datang, Mas Angga!” Lala mengelus dadanya dengan lega. Lala masih belum menyadari jika Angga sudah mengetahui semuanya, namun Angga harus bisa bermain-main terlebih dahulu.Ternyata memang benar tebakannya sejak tadi. Jika Lala pasti berada di kost miliknya. Sama sekali ia tidak akan pergi ke mana karena ia tidak tahu tempat apa pun.“Kamu kenapa tahu aku berada di sini, Mas?” tanya Lala merasa heran, padahal ia berlari dengan sangat kencang. Pastinya tidak akan ada yang tahu ke mana ia pergi.“Karena kamu mempunyai tempat ini saja untuk berlindung, kan? Lantas aku harus mencari ke mana selain di sini?” ujar Angga yang sudah tahu pikiran Lala.
Warga yang beramai-ramai telah tiba, hanya bisa terkejut sambil melebarkan pupil mata mereka semua, saat melihat kejadian yang terjadi di hadapan mereka.Bahkan sekali pun, mereka tidak pernah menyangka bahwa orang seperti Angga akan melakukan hal sekotor itu pada wanita.Mereka menatap jijik pada Angga yang saat itu berusaha untuk menjelaskan mati-matian pada mereka. Namun sayang, tatapan buruk mereka itu sudah mendarah daging, dan sama sekali tak bisa diubah."Gimana ini? Mas Angga udah buat apa sama gadis ini?""Eh, dia nangis!""Lihat bajunya sobek kayak gitu! Dasar bejat!"Mereka menuduh Angga yang bukan-bukan. Percekcokan pun terjadi semakin panas, sehingga para warga bahkan ingin menarik Angga dan membawanya ke kantor polisi.Lala yang saat itu sedang dibantu oleh salah seorang ibu untuk ditutupi dengan selimut, kemudian hanya menangis sambil mengatakan bahwa jangan lapor polisi.Dia membuat dirinya seperti orang yang sudah hutang Budi, makanya dia sama sekali tak ingin melihat
Secepat kilat, Angga langsung melemparkan pertanyaan pada petugas di depannya."Loh, kenapa masukin barang-barangnya ke dalam kontrakan saya? Selama ini saya nggak pernah mesan barang elektronik."Pria yang tengah mengerahkan otot lengannya itu pun, menoleh. "Loh? Kami juga nggak tahu apa-apa, Mas. Kami cuma disuruh buat nganterin dan mindahin barangnya ke sini. Setahu kami yang mesen itu perempuan, Mas.""Perempuan? Perempuan mana yang-" baru saja Angga hendak menyelesaikan ucapannya, Lala yang saat itu berinisiatif keluar pun terkejut saat melihat pemandangan yang terjadi di hadapannya."Loh, ternyata barang-barangnya udah nyampe? Kebetulan banget, langsung aja masukin ke dalam," kata Lala, yang membuat para petugas itu pun melanjutkan apa yang sedang mereka lakukan saat itu. Setelah itu, Lala pun langsung menoleh ke arah Angga yang sudah menjadi suaminya kemudian menyuruh pria itu untuk membayar. "Tuh, Mas, tagihannya sepuluh juta. Mas bayar, gih!"Tanpa pikir panjang, Angga langsu
Angga terlihat telah menyelesaikan sholatnya. Perlahan, dia yang sudah selesai berdzikir itu merasa begitu tenang, karena telah menyelesaikan kewajibannya. Namun beberapa saat kemudian, dia malah kembali merasakan dilema yang berkepanjangan itu.Dengan tatapan matanya yang bimbang dan bertanya-tanya, dia pun mulai meledak lagi."Kenapa sih wanita itu harus datang dalam hidup aku? Bisa-bisanya aku nikah sama perempuan kayak dia? Ya Allah, apa lagi ini?"Angga yang pada awalnya merasa lebih tenang karena telah melaksanakan kewajibannya pada Sang Maha Pencipta, tiba-tiba saja meluap saat ia terduduk dan merenungi apa yang sudah terjadi pada dirinya. Angga manusia biasa. Wajar punya amarah saat dirinya merasa terzalimi, bukan?Semenjak kedatangan Lala dengan memfitnahnya, Angga tidak pernah terlihat damai.Pria itu selalu saja marah-marah, walau hanya dengan perkara kecil saja.Angga sadar, bahwa kedatangan Lala dalam hidupnya itu benar-benar sudah menghancurkan segalanya.Ingin rasanya
Angga sontak bergegas mendekat. Pria itu mengepalkan tangan, membuat tinju yang sempurna untuk dia lepaskan."Cepat, aku harus cepat!" ujarnya, yang melangkah agresif. Tanpa disadari, baru saja pria itu hendak menyeberangi jalan untuk sampai ke sisi Lala, juga pria misterius yang sedang memegang amplop itu, tiba-tiba saat ia mengangkat kepala mereka pun sudah tak ada lagi di sana."Loh? Mereka pergi ke mana? Kok nggak ada lagi?"Angga mempercepat langkahnya dan mulai menyisir sekitaran situ, namun benar saja, dia sama sekali tak bisa menemukan di manakah keberadaan sang istri dan juga pria misterius itu.Angga hanya bisa menyesal sambil menyimpan kembali rasa penasarannya dalam-dalam. "Hhh. Sebenarnya apalagi yang udah direncanain sama perempuan itu? Apa yang Lala sembunyikan?" Dirinya pun kemudian beralih ke tempat lain.***Malam pun tiba. Tanpa terasa, hal itu masih mengganggu pikiran Angga, sehingga dia terus memikirkannya tanpa henti.Sembari duduk sambil terus memikirkan hal ter