Tangannya masih gemetar menggenggam pemukul bisbol dan mulai menyusuri lorong menuju banker. Ada bau aneh yang tercium. Bau tembakau yang sangat menyengat. Kemungkinan ada seseorang yang masuk sambil mengisap rokok dengan cerutu. Dan akhirnya terbukti saat Jo menemukan sebuah puntung yang masih menyala di lantai baru itu. Artinya ada orang yang masuk ke ruangan itu. Jo mengedarkan pandangan dan menggunakan senter ke seluruh penjuru ruang. Jonathan menemukan keganjilan. Sebuah brankas gua tempat menyimpan barang-barang milik Ikhsan terbuka. Jo ingat dengan pasti jika brankas itu tidak pernah dibuka sangat lama.Jonathan mulai membuka sorot senternya. Berharap tidak ada sesuatu atau seseorang di dalam ruangan itu. Tidak lama senter itu menyorot sebuah kaca jendela yang telah pecah. Ada seseorang yang masuk dan sepertinya mencari sesuatu di sini. Atau mungkin seseorang itu sudah berhasil mengambil sesuatu dan kabur melalui jendela menuju ruang lainnya. Ruangan yang mengarah ke ke
Hari ini adalah hari di mana Ikhsan akan dimakamkan. Hari yang berat buat Jonathan juga keluarga besarnya. Anak yang menjadi kebanggaan keluarga itu telah pergi selamanya.Jerit tangis itu saling bersahutan. Tante dan paman Ikhsan yang telah menjadi pengganti orangtuanya begitu histeris. Begitu terpukul. Tiada henti rintihan itu terdengar membuat pilu siapapun yang mendengarnya. Bukan hanya mereka, tetangga, teman yang mengenal Ikhsan begitu terpukul dan tak percaya Ikhsan menjadi korban pembunuhan. Bahkan mayatnya pun dibuang begitu saja di sebuah gedung kosong, tua dan penuh kotoran."Anakku, kenapa kamu pergi seperti ini, Ikhsan. Siapa yang sudah tega membunuhmu, Nak ...." rintih Tante Rani yang biasa dipanggil Ikhsan dan Jo dengan sebutan Mamak.Jerit tangis itu masih terdengar keras. Peti mati anak kesayangannya itu terus dipegangnya. Bahkan ia mengingat setiap detik kebersamaanmya dulu sebelum Ikhsan bertugas di Jakarta."Ikhsan, mamak nggak ikhlas. Siapa yang sudah membunuhmu.
POV INDHIRAGarden Residence at Emeralda GolfPukul 01.30Malam itu Indhira pulang ke rumahnya di Garden Residence at Emeralda Golf. Rumah mewah yang terletak di Jalan Emeralda Cimanggis Depok. Rumah mewah pribadinya yang diberikan kedua orangtua Indhira saat menikah dengan Mahesa. Dengan wajah panik dan ketakutan, Indi -panggilan Indhira memasuki rumahnya dengan tergesa-gesa.Sesampainya di kamarnya, Indi langsung mengunci kamarnya. Berbaring dan mengatur nafasnya yang tersengal. Dalam benaknya ia mulai merasakan kecemasan yang hebat. Bayangan jeruji penjara mulai menghantuinya."Tuhan, apa yang sudah kulakukan?" gumam Indi. Tangannya telah berlumuran darah. Begitupun dengan pakaian yang dikenakannya telah banyak meninggalkan jejak darah Ikhsan. Bahkan senjata yang digunakannya untuk menghabisi nyawa ajudan kesayangan suaminya itu masih berbekas jejak-jejak darah sang brigadir."Apa yang harus kulakukan sekarang? Bagaimana kalau Mas Mahesa tahu aku sudah membunuh Ikhsan? Apa yang ha
FLASHBACK[Mak, besok aku ada tugas mengawal Bu Indhira ke Bandung. Mungkin selama 5 jam ponsel aku matikan ya. Doakan aku ya, Mak.]Pagi itu Ikhsan menghubungi ibu Rina - tante yang sudah jadi pengganti orangtuanya- melalui sambungan telepon. Seperti saat bersama mamanya, Ikhsan pun selalu melakukan hal sama. Meminta doa setiap kali bertugas mengawal bapak Mahesa ataupun ibu Indhira.[Hati-hati ya, Nak. Kalau sudah sampai Jakarta lagi, jangan lupa beri kabar mama.k][Iya, Mak. Jaga diri mama dan bapak baik-baik ya.][Iya, Nak. Hati-hati di jalan ya.]Setelah mematikan teleponnya, Ikhsan pun langsung bersiap dan berangkat menuju rumah dinas Pak Mahesa.Sesampainya di rumah dinas, Ikhsan pun langsung ke pos para ajudan berkumpul. Di sana sudah menunggu beberapa ajudan yang siap berangkat mengawal Pak Mahesa dan Ibu Indhira."Hey, kalian sudah siap semua?" sapa Ikhsan. "Siap, Bang," jawab Joshua."Baru datang, San?" timpal Farraz, senior Joshua dan Ikhsan."Siap, Bang!"Cukup lama merek
Om Kivan yang panik pun langsung beradu mulut pada Ikhsan -- salah satu ajudan terbaik sang jenderal bintang dua itu. Salah satu ajudan yang sangat dekat dengan keluarganya."Jangan kurang ajar kamu, San! Saya ini ikut bapak sama ibu sudah lama. Kamu ini siapa? Anak kemarin sore. Jangan sok ancam saya. Saya bisa adukan kamu dan bunuh kamu detik ini juga!" hardik Om Kivan."Saya nggak takut, Om. Saya sudah ada buktinya. Di rekaman video ini. Bu, kenapa Bu Indhira tega sekali sama bapak. Bapak itu baik, sangat mencintai keluarganya. Ada apa sih, Bu?" tutur Ikhsan.Ikhsan yang sudah menganggap Bu Indhira dan Pak Mahesa sebagai orang tuanya pun mencoba membuka hati istri atasannya itu. Ia berharap Bu Indhira bisa kembali memperbaiki dirinya."Ikhsan, jangan kurang ajar kamu. Saya ini istri atasan kamu. Seharusnya kamu menghormati saya!" pekik Bu Indhira."Maaf, Bu. Saya sangat menghormati bapak dan ibu. Makanya saya akan melaporkan kejadian ini pada bapak. Kasihan bapak, Bu," cecar Ikhsan
POV MAHESA"Ma, aku ada tugas ke Makassar. Hanya 3 hari kok. Kamu mau dibawakan oleh-oleh apa?" tanya Mahesa. Indhira pun hanya tersenyum tipis."Terserah kamu aja, Pa.""Ok. Aku berangkat ya."Mahesa pun mencium kening istrinya itu. Menggunakan mobil Lexus, ia diantar salah seorang ajudannya menuju bandara Soekarno-Hatta.Sesampainya di bandara, Mahesa pun meminta ajudannya itu kembali ke rumahnya. Sebelum masuk, ia pun meminta sang ajudan untuk mengawasi rumah."Kamu jaga Indhira. Jika ada yang mencurigakan, segera hubungi saya!" perintah Mahesa.Walau ia berusaha menyelamatkan Indhira dari jeratan hukum atas pembunuhan Ikhsan, sesungguhnya ia juga tidak mempercayai begitu cerita yang dikemukakan Indhira serta Kivan. Jauh dilubuk hatinya ia yakin Ikhsan tidak sejahat cerita Indhira."Siap, Pak. Selamat jalan."Mahesa pun akhirnya menuju tempat check-in. Setelah selesai, ia langsung menuju pesawat yang akan ditumpanginya karena awak kabin pun sudah menginformasikan jika pesawat akan
Miranda sudah membuat keputusannya. Ricky pun hanya bisa pasrah ketika istrinya itu meminta cerai darinya."Mir, kenapa kamu tega seperti ini. Aku sangat mencintai kamu. Bahkan setelah aku tahu kalau kamu mendua, cinta aku nggak pernah berubah."Ricky akhirnya pergi meninggalkan Miranda dan Mahesa di apartemen mewah itu. Ia sadar, segala kemewahan yang di dapat Miranda saat ini, tidak bisa ia berikan. Ricky pun memutuskan akan mengurus perceraiannya dengan Miranda agar memudahkan jalannya."Mir, semoga setelah ini kamu bisa hidup bahagia. Pak Mahesa, titip wanita ini. Semoga anda bisa menjaganya dengan baik," ucap Ricky dalam hatinya.Waktu pun berlalu begitu cepat. Hari ini saatnya Mahesa kembali ke Jakarta. Meninggalkan Miranda seperti biasanya. "Sayang, sore ini aku pulang ya. Nanti bulan depan aku ke sini lagi. Kalau kamu kangen, bisa telepon aku. Tapi seperti biasa, jangan saat aku di rumah. Ok?" pesan Mahesa.Namun, kali ini sedikit berbeda. Miranda akan menetap di apartemenny
Mahesa tidak bisa lagi mengejar kepergian Miranda. Wanita polwan itu begitu terluka karena sikapnya yang terkesan pengecut. Tidak mau bertanggungjawab."Maafkan aku, Miranda ...."Mahesa pun memutuskan pergi. Mencari informasi di mana Miranda tinggal. Ia yakin jika kekasih gelapnya itu belum meninggalkan Jakarta.Tanpa disadari Mahesa, salah seorang ajudannya telah mendengar pertengkarannya dengan Miranda. Semua sudah tersimpan dengan rapih di ponselnya.Setelah kepergian Mahesa, Farraz pun keluar dari persembunyiannya. Ia pun bergegas keluar dari ruangan di salah satu rumah dinas sang jenderal."Farraz!" panggil sang jenderal dengan suara lantang.Farraz pun berbalik arah dan di hadapannya sudah ada Mahesa. Keduanya pun terkejut. Saling pandang dan akhirnya sebuah tamparan pun dilayangkan Mahesa."Apa yang sudah kamu lakukan di sini!" teriak Mahesa.Ketegangan itu nampak jelas di wajah Farraz. Ia tahu betul apa yang akan dilakukan Mahesa jika ia berkata jujur. Farraz pun terpaksa ber