"Kau berlebihan!" hardik Alona kesal karena sejak tadi Wickley tak berhenti membanting barang-barang di sekitarnya.
Pria itu berjalan cepat menghampiri Alona. "Kau membelanya?" bentak pria itu.
Wanita itu memejamkan mata karena terkejut. Sejak tadi, pria itu hanya marah-marah tak jelas seorang diri, tapi kali ini kemarahan pria itu tertuju padanya dan itu membuat wanita itu gemetar karena takut.
"Dengar sialan! Aku tak akan membiarkanmu menggoda laki-laki lain seperti yang sudah kau lakukan padaku!" ucap pria itu geram.
Alona sontak membuka mata dan menggeleng tak percaya, apa Wickley berpikir dia wanita seperti itu?
Oh, tentu saja. Mengingat buruknya cerita yang mereka miliki sudah barang tentu Wickley menganggap dirinya seorang wanita murahan. Biar saja, Alona akan bersabar menunggu hingga pria ini bosan dan melepaskan dirinya.
"Apa kau mengerti?" desis pria itu lagi.
Alona ingin sekali memukul keras-keras wajah bengis itu dengan se
Alona bersungut-sungut ketika dengan tak punya hatinya Wickley malah membawanya ke sebuah club malam di tengah kota. Pria itu tetap menyeretnya meski ia sudah menolak sekuat tenaga. Apa dia gila membawa wanita hamil ke tempat tak sehat seperti ini?"Jangan gila, Brengsek! Aku sedang hamil." pekik Alona marah."Jangan berlebihan, Alona. Aku tak membawamu masuk dan beradegan tak senonoh di sana seperti yang kau lakukan padaku dulu," jawab Wickley santai yang jelas sedang menyindir kelakuannya dulu.Alona melotot kaget. Apa tadi katanya? Ingin Alona mejeritkan bahwa semua itu tidak akan terjadi jika si brengsek ini tak mendekati duduknya duluan. Tapi Alona merasa sia-sia jika membahas hal memalukan itu lagi sekarang."Tapi tetap saja, udara di sini tidak sehat, Wickley," sahut Alona memelas."Kau pikir aku tak memikirkan kesehatanku sendiri dengan membiarkan udara busuk memenuhi ruangan kerjaku setiap hari?""Tap--""Dengar Alona, aku tak
Alona menetralkan degup jantungnya yang tak wajar. Jelas saja, fakta bahwa Wickley memang benar kejam adanya membuat lututnya lemas seketika. Jemarinya masih bergetar hebat, tadi ia sempat berpikir bahwa dirinya tak akan punya kesempatan hidup lagi. Cekikan pria itu masih terasa kebas, bahkan pusing di kepalanya masih begitu terasa. Tapi, dengan begitu brengseknya pria itu malah pergi meninggalkan dirinya setelah memberi sumpah serapah yang begitu kasar untuknya.Dengan tertatih ia berjalan menjauhi dinding kaca, melangkah dengan lambat karena pandangannya terasa berkunang. Alona hanya bisa berdoa semoga Wickley tak mengurung dirinya di ruangan ini.Pria itu benar-benar tidak punya hati. Mungkin memang benar bahwa dia adalah seorang jelamaan iblis yang datang ke kehidupan manusia. Melakukan apa pun yang dia suka tanpa memikirkan orang lain, itulah Wickley Watson. Si penguasa berhati iblis.___Wickley meneguk wine yang tersisa setengah lagi
Alona duduk tegang di hadapan pria yang terlihat angkuh dan sombong itu. Banyak hal yang ingin wanita itu bahas, tapi sikap pria itu membuatnya jengah setengah mati."Aku ingin membuat kesepakatan," ucap Alona mantap.Wickley menaikkan sebelah alis. "Apa itu?" tanyanya."Aku akan memberikan anak ini nantinya padamu asal ... kau mau melepaskanku sekarang," ujarnya.
Pagi ini Alona duduk berhadapan dengan Wickley yang sedang menyantap sarapan pagi. Pria itu sudah rapi dengan setelan kantor yang terlihat sangat mengilat, tak ada yang berbicara di antara mereka sampai acara sarapan selesai."Apa yang kau inginkan?" Wickley melipat kedua tangan seraya menyangga tubuh pada sandaran kursi.Alona menaikkan sebelah alis bingung. "Apa maksudmu?""Bangun pagi, membersihkan semuanya lalu memasak, bukan dirimu sekali jika kau tak menginginkan sesuatu. Jadi cepat katakan!" ujaranya tegas.
Dalam satu waktu kita terkadang selalu mengedepankan rasa egoisme. Bukan untuk berniat jahat, hanya saja terkadang hati tak mau berkompromi untuk membuka diri, menerima setiap masukan dari sekitar dan hanya mementingkan pemikiran sendiri demi melindungi hati. Itulah yang selama ini dilakukan Alona, beribu petuah dan nasihat yang dilontarkan orang terdekatnya tentang bagaimana sebenarnya pernikahan tak membuatnya berubah pandangan. Bukan status yang jadi masalah, tapi manusia itu sendiri dengan pemikiran dan sikap yang salah.Sejatinya menyatukan dua pikiran memang bukan segampang menyatukan dua tubuh yang hanya satu malam pun bisa. Tapi ini lebih dari itu, bagaimana kita menekan ego demi mengedepankan kenyamanan bersama. Bagaimana seharusnya kita seb
Alona berjalan mengelilingi kamar, meneliti setiap sudut yang ada di dalam ruangan itu. Tak lupa juga dia mengecek kamar mandi serta balkon, dan Alona tak bisa menghentikan perasaan kagumnya akan kemewahan dan kemegahan kamar ini.Wanita itu melangkah keluar kamar, ingin melihat kembali interior serta design memukau dari rumah ini. Rasanya tadi ia belum puas memanjakan mata untuk menikmati pemandangan ini. Alona sadar ia sudah seperti wanita kampungan yang begitu norak. Tapi mau bagaimana lagi, dia memang terpesona sedalam itu pada rumah ini. Mungkin karena sebelumnya dia belum
Alona menyesap secangkir teh hangat yang tadi diantar pelayan ke dalam kamar yang saat ini ditempatinya. Jari wanita itu masih terasa bergetar karena kejadian mengejutkan yang terjadi beruntun dalam satu hari ini. Dimulai dari kererkejutannya melihat mayat di ujung tangga, hingga membuatnya berakhir diseret oleh Wickley ke rumah ini. Lalu wanita gila itu datang dan hampir membunuhnya yang malah membuat dirinya sendiri terkena tembakan dari pistol seorang Wickley Watson yang nyaris membuat Alona spot jantung."Umm ... a
Pagi ini Alona lagi-lagi diteror oleh telepon dari ibunya yang tak lelah mengingatkan untuk pulang ke Indonesia. Tak tanggung-tanggung, sang ibu kali ini mengikutsertakan kakak dan abangnya untuk membujuk Alona agar segera kembali."Kamu kapan sih mau dengerin omongan orang tua?" sungut mamanya kesal.
Pagi-pagi sekali Alona dibangunkan dengan suara rengekan kecil khas bayi mungil di sebelahnya, mata wanita itu terbuka, lantas menoleh ke asal suara. Alona terpaku melihat seorang pria dengan wajah khawatir sedang mengusap lembut kulit Daisy, berusaha menenangkan bayi itu."Dia haus," ucap Alona serak.Pria itu tersentak, tadinya ia tak sadar Alona sudah terjaga. "Apa suaranya membangunkanmu?" tanya Wickley cemas.Alona mengerutkan dahi bingung. "Maksudmu?""Aku sudah berusaha menenangkan Daisy, tapi tidak bisa," lirihnya.Seketika senyum Alona mengembang
Hari ini Mama Alona tiba di Las Vegas bersama Irene dan Rena, kakak perempuan Alona. Kedatangan mereka disambut tangis haru dari wanita itu, bisa melihat wajah mama dan kakaknya lagi adalah sebuah impian yang sangat didamba Alona saat masih menjadi tawanan Thomas dulu.Wickley membiarkan mereka saling melepas rindu, ia berniat memberi waktu bagi mereka, tapi saat hendak meninggalkan ruangan itu, matanya tak sengaja menemukan bayi kecil dalam gendongan Rena. Tak ada yang salah pada perempuan itu, hanya saja jantung Wickley tiba-tiba
Thomas terkejut bukan main, tubuh itu sudah ambruk ke lantai, dengan darah mengalir sampai ke ujung sepatu pria itu. Merry ... Merry-nya yang penurut, kenapa melakukan semua ini? Kenapa wanita itu melindungi bocah sialan itu?!Pistol itu terjatuh dari genggamannya, lututnya gemetar, sehingga ketika melangkah ia tak sanggup lagi menahan beban tubuhnya hingga terjatuh tepat di hadapan Merry yang sudah tak bernapas lagi."Apa yang kau lakukan?!" bisiknya marah. "Apa yang kau lakukan?! Bangun perempuan sialan?!" bentaknya."B
Wickley merasa tak percaya dengan pendengarannya sendiri, pria setua Thomas ternyata masih bisa bersikap kekanakan. Benar-benar tak masuk akal. Mungkinkah laki-laki itu mempunyai kelainan jiwa?"Aku memintamu untuk menjadi penerusku, tapi dengan angkuhnya kau menolak." Suara Drage terdengar mendesis."Aku tidak berminat! Dan kurasa sudah cukup basa-basimu, sebaiknya cepat beritahu di mana Alona!" ujar Wickley tenang."Oh, sabar sedikit,
Sudah dua bulan lebih dari kepergian Alona, dan Wickley masih belum bisa menemukan wanita itu. Beberapa kali mereka mendapatkan informasi palsu yang ketika ditelusuri berakhir dengan jalan buntu. Pria itu yakin sekali bahwa kali ini Thomas pasti melibatkan anggota mafianya untuk menyembunyikan Alona. Entah apa yang diinginkan pria tua itu, yang jelas Wickley akan menghabisi pria brengsek itu dengan tangannya sendiri."Tuan, kami memiliki informasi baru." Andrew datang dengan
Irene keluar dengan tubuh keringat dingin, wajah pucat pasti serta lutut gemetar hebat. Ia menghampiri Ilyas yang memeluk sang mama sambil menangis segugukan. "Ilyas ...," panggilnya pelan.Pria itu mendongak, matanya tampak sangat merah, tak ada sinar keangkuhan seperti biasa. "Aku ... aku ..." Irene menarik napas panjang. "Aku menemukan sesuatu," lirihnya.
Flashback OnWickley baru saja menerima telepon dari Joe, satu jam yang lalu bawahannya itu mengabarkan bahwa Merry telah tiba di Jakarta hari ini dan sekarang sedang menuju ke rumah yang baru dibelinya untuk Alona. Pria itu menggeram jengkel, tak habis pikir oleh kemauan wanita itu yang selalu mengusiknya. Pria itu segera menghubungi Josh, tangan kanan Drage. Ia yakin pasti
Wickley mengetuk pintu kamar mandi dengan tak sabaran, sudah lebih dari setengah jam Alona berada di dalam sana, membuat pria itu merasa khawatir yang tak menentu. "Buka pintunya, Alona!" teriak pria itu geram karena tak ada tanda-tanda wanita itu merespon ketukannya."Baik, aku akan mendobrak dan kau akan mendapatkan hukumanmu!" geram pria itu.Alona yang mendengar ancaman pria itu segera menghapus airmatanya dengan tisu dan bergegas membuka pintu.
Alona menggerutu kesal, sedangkan pria di sebelahnya malah bersiul santai. "Kau sebenarnya ingin ke mana?" tanya wanita itu jengkel.Wickley yang hari ini terlihat tengah gembira tak menggubris ucapan wanita itu, membuat Alona yang duduk di sebelahnya mendesah frustasi. Satu jam yang lalu, Wickley dengan gilanya datang dengan jet pribadi yang mendarat di lapangan luas, menggemparkan seluruh warga desa yang mengira bahwa mereka kedatangan tamu yang sangat penting seperti presiden.Meski perkiraan mereka meleset, para warga tak merasa kecewa ketika melihat rupa tampan seorang pria yang turun dari burung besi it