Share

Part 25

last update Last Updated: 2022-11-21 19:47:57
Bintang menoleh sebentar pada Alisha meminta persetujuan. Akhirnya, laki-laki itu memutuskan mengangguk.

"Masuk saja Dik, kita bicara di dalam," ucapnya setelah mendapat persetujuan dari sang istri.

Nur mengangguk, kemudian memasuki mobil Bintang dan duduk di belakang Alisha. Gadis itu menoleh ke kanan kiri dengan gelisah, bahkan sampai memutar tubuhnya menatap ke belakang.

Bintang yang melihat hal tersebut dari center mirror merasa heran. "Sebenarnya ada apa, kenapa kamu ketakutan seperti ini, Dik?" tanyanya.

Nur terdiam. Dia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya tentang rahasia besar kedua orang tuanya. Mereka sudah terlibat dalam kematian Hasan dan Pak Duki.

Nur takut kedua orang tuanya itu masuk penjara. Terlebih jika dia mengatakan hal yang sebenarnya maka nenek yang begitu dia sayangi, akan dijadikan tumbal pesugihan kedua orang tuanya. Dan jika hal itu terjadi, bukan tidak mungkin, Nur sendiri suatu saat akan bernasib sama.

Merasa tak ada jawaban, Bintang kembali melirik
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • MENYUSUI TUYUL    Part 26

    Pak Narso memandang kepergian Bintang dengan senyum satu sudut. Rupanya, kepergian Bintang dari Desa Karanglor belum juga membuatnya puas. Entah mengapa, semenjak interaksi keduanya di pemakaman Pak Duki waktu itu, Pak Narso merasa, Bintang telah mempermalukan dirinya di depan Pak Haji Imran dan orang-orang yang melihat perdebatan mereka.Laki-laki itu pun menatap kertas undangan sederhana di tangannya sambil bergumam lirih," Terima kasih Mas Bintang sudah mengundang." Setelah itu, dia meremas kertas undangan tersebut dan melemparkannya ke sembarang arah.Pak Narso sudahmemutuskan, tidak mungkin datang ke rumah orang yang membuatnya menjadi pecundang. Padahal selama ini Bintang tidak pernah mengusik kehidupannya. Hanya rasa sirik dan dengkilah yang telah membutakan hati laki-laki tersebut. Tanpa berlama-lama di teras, Pak Narso segera memasuki rumahnya dan kembali mengunci rapat pintu kayu rumah sederhana itu.*Di tempat lain...Nur telah membulatkan tekad untuk bekerja paruh waktu d

    Last Updated : 2022-11-22
  • MENYUSUI TUYUL    Part 27

    Farrel memilih tidak banyak bertanya apa pun lagi pada Bintang. Karena pembicaraan singkat mereka sudah dilirik-lirik orang yang memang tidak suka pada keduanya. Akhirnya, pemuda itu pun lebih memilih menyingkir dan bergabung dengan Vio dan Dino. Merasa diperhatikan, Bintang mengarahkan pandangannya pada orang tersebut. Tetapi begitu dirinya bertemu pandang dengan orang yang sejak tadi memperhatikan pembicaraannya dengan Farrel maka orang tersebut justru buru-buru mengalihkan pandangannya. Tanpa sadar, Bintang menggeleng pelan sambil menarik napas panjang."Ada apa Pak Bin?" tanya seorang pemuda yang kebetulan duduk tepat di sampingnya.Bintang melirik pemuda itu kemudian bertanya lirih," Mas, siapa yang duduk di dekat Mas Sigit itu? Saya tidak pernah melihatnya. Dia anggota karang taruna jugakah?"Pemuda itu pun menatap ke arah orang yang dimaksud oleh Bintang, kemudian menggeleng pelan. "Oh, dia Mas Trisna. Dia sepertinya teman almarhum Hasan, Pak," jawabnya tidak yakin. Karena dia

    Last Updated : 2022-11-23
  • MENYUSUI TUYUL    Part 28

    Farrel terperanjat. "San, bagaimana bisa kamu ada di sini? Bukannya kamu sudah meninggal?" tanya Farrel sambil mengusap-usap matanya.Farrel berharap dirinya hanya berhalusinasi. Tetapi memang sosok sahabatnya itu, masih duduk di atas motor yang terparkir di depan rumah. Kedua mata dengan tatapan kosong itu mengarah pada Farrel."Kamu hati-hati, Rel. Mereka mengincar kamu, malam satu suro kamu jangan ke mana-mana, Rel," ucapnya dengan nada serak. "Orang yang kamu anggap baik, dialah yang bekerjasama membunuhku, bantu Pak Bintang dan Pak Haji," lanjutnya lagi.Kemudian Hasan menatap ke arah pekarangan rumah yang masih ramai dengan para tamu undangan. Tampak bibir pucat milik Hasan tersenyum sekilas.Farrel mengikuti arah pandangan Hasan sebentar. "Apa maksud kamu orang ba--" tanya Farrel terjeda sejenak. "Nyet, Hasan!" panggilnya, ketika tidak lagi melihat keberadaan Hasan di situ.Farrel memutar tubuhnya. Pemuda itu mencari keberadaan sahabat sejak kecilnya itu, tetapi nihil. Pemuda it

    Last Updated : 2022-11-24
  • MENYUSUI TUYUL    Part 29

    "Sigit menggeleng pelan, lalu membuang pandangan ke depan. "Terserah kamu saja. Mungkin memang sebaiknya aku menyerahkan diri saja ke polisi, kalau aku terlibat dalam kematian Hasan. Biar kamu puas, Gus!" ancamnya yang membuat Agus terperanjat."Hentikan kekonyolanmu ini, Git! Seharusnya, kamu berpikir dulu sebelum bertindak, kalau sampai kamu masuk penjara, bagaimana dengan kita?""Kembalilah ke mantan istrimu!" sahut Sigit tak acuh. Tentu saja itu, hanyalah gertakan semata. Sigit tidak akan rela jika Agus kembali ke mantan istrinya dan hidup bahagia dengan orang lain. Dan Sigit tahu, membicarakan mantan istri Agus, adalah hal terlarang di antara mereka. Karena Agus sangat membenci wanita yang telah mengkhianati kepercayaannya dan kebaikannya. Bahkan karena wanita tersebutlah, usaha milik Agus di ambang kebangkrutan.Perlahan tapi pasti, hal tersebut menimbulkan trauma mendalam bagi Agus dan mengubah persepsinya tentang wanita dan pasangan hidup."Jaga bicaramu, jangan main-main!" Ag

    Last Updated : 2022-11-25
  • MENYUSUI TUYUL    Part 30

    Farrel langsung menggenggam tangan mungil itu dan menciumnya. Bu Siti dan Bu Halimah yang ikut mendengar ucapan polos Sofi, mereka saling pandang. Bu Siti menggaruk tengkuknya yang meremang."Yu, kami pulang dulu, ya. Baca do'a dulu sebelum buka warungnya, Yu," bisik Bu Halimah sambil mengulurkan uang pada perempuan paruh baya itu."Eyang, anak kecil itu lihatin Mas Fallel telus," celoteh Sofi lagi dengan polosnya.Farrel segera mendekap wajah mungil Sofi ke dalam dadanya supaya anak itu tidak bisa melihat sekeliling.Sedangkan Bu Halimah bergegas menuju motor anaknya. Farrel, pemuda itu semenjak menjalani puasa beberapa hari belakangan bisa merasakan kehadiran makhluk aneh tersebut."Nyet, sudah dibayar semua sama Ibuk, ayo pulang!" seru Farrel pada Vio dan Dino.Mereka masih di tempat yang sama. Yakni, duduk di atas motor mereka masing-masing. Kedua sahabatnya itu melirik ke arah dalam warung lalu mengangguk. "Tua Bangka itu memang biangnya bangsat," desis Vio, begitu pandangannya t

    Last Updated : 2022-11-26
  • MENYUSUI TUYUL    Part 31

    Dendam, itulah yang dirasakan Sigit waktu itu. "Aku nggak pernah memperkosamu. Kamu yang menjebakku. Bagaimana kalau tubuhmu yang murahan itu dinikmati banyak orang? Pasti menyenangkan, kan, Karina?" tanya Sigit dengan seringaian penuh kemenangan. "Bangsat kamu, Sigit! Kamu akan masuk penjara!" teriak Karin yang hanya dibalas kekehan tak berdosa dari Sigit. Caci maki dan sumpah serapah dari mulut Karin tidak membuat Sigit menghentikan aksinya. Dengan sekali kode, dua orang berandalan yang dibayarya itu mendekat. Mereka lantas menikmati tubuh polos Karin di depan matanya. Sigit tertawa puas melihat Karin yang menangis kesakitan.Sigit mendekati tubuh tak berdaya Karina. "Silakan lapor polisi, kalau mau video ini menyebar. Orang tuamu yang sombong itu, akan kena serangan jantung dan mati," desisnya sambil mengacungkan kamera ke arah Karin yang terus menangis. "Jangan anggap kamu paling pintar, Karin. Nggak semua orang percaya sama kelicikanmu!" sentaknya geram sambil mencengkram rahang

    Last Updated : 2022-11-27
  • MENYUSUI TUYUL    Part 32

    Mereka berdua tampak begitu riang. Keduanya duduk mengelilingi wadah berisi air, dengan binatang bergerak-gerak memutar di dalam baskom plastik tersebut. Tangan-tangan kecil itu terulur masuk ke air dan memainkan beberapa binatang berupa kepiting sawah atau yuyu itu dengan senang.Seperti anak kecil yang menemukan mainan kesayangan, keduanya asyik di situ. Sehingga tak menyadari beberapa pasang mata mengawasi mereka berdua. Pasang-pasang mata milik manusia itu menunggu mereka berdua benar-benar lengah."Gila, jijikin Rel, aku emoh. Wajahnya menjijikkan," bisik Dino bergidik ngeri yang langsung dibekap mulutnya oleh Farrel.Pemuda berambut biru itu melotot ke arah Dino yang masih ketakutan. "Jangan gagalin rencana, Cuk. Badan gede, rambut kayak preman, tapi takut tuyul. Sana pulang! Minta roknya Lek Santi, pakai!" bisiknya geram.Dino melengos dan melirik Vio yang tersenyum seolah mengejeknya. Dino mengumpat dalam hati, sungguh sialan kedua temannya itu."Cuk, awas kalau ngompol," bisik

    Last Updated : 2022-11-28
  • MENYUSUI TUYUL    Part 33

    "Pak, Pak!" Sang istri berteriak panik. Sedangkan sang suami masih memegangi lehernya yang seperti dipatahkan oleh tangan tak terlihat.Luar biasa sakit."Argh ... arghh!"Hanya kata itu yang keluar dari tenggorokannya. Tangan dan kakinya juga terasa ditindih dengan benda berat. Istrinya yang panik hendak berlari keluar rumah mencari pertolongan. Tetapi langkahnya terhenti ketika melihat makhluk yang selama ini diperlakukan seperti emas itu, meringkuk mengenaskan di ruangan tersebut. Tidak tahu kapan dia berada di situ, yang pasti, kondisinya juga begitu mengenaskan."Anakku..." ucap perempuan paruh baya itu dengan kebingungan. "Ono opo iki, Le?" ( Ada apa ini, Nak?) tanyanya sambil mengangkat tubuh kecil yang penuh luka lebam di mana-mana.Dia melangkah mendekati sang suami yang masih meringis dan meringkuk di lantai. "Pak, lihat kenapa anak ini? Terus kenapa tinggal satu, yang satu ke mana, Pak?" tanyanya kebingungan menatap sang suami dan anaknya.Laki-laki itu pun mendongak dan ter

    Last Updated : 2022-11-29

Latest chapter

  • MENYUSUI TUYUL    Part 75 End

    Sesampai di area pemakaman umum di belakang rumah sakit, Bintang dan ketiga temannya mendapati banyak kerumunan di situ. Mereka sibuk berbincang-bincang membicarakan orang yang tergantung di atas pohon randu. "Tadi sore dia ketemu aku lho, beli bunga buat nyekar, katanya. Terus dia cerita banyak banget. Katanya, dia itu kaya raya di Desa Karanglor. Tapi, kekayaannya dibawa mati istri dan anaknya." Ibu-ibu berdaster batik berceloteh, sedangkan yang lain mendengarkan dengan antusias. "Terus dia jadi miskin, nggak punya apa-apa. Aku tanya makam istri sama anaknya di sebelah mana? Eh, dia malah tertawa. Katanya, bunga itu akan dia bawa pulang nanti, mbuh apa maksudnya, Mbak?" Sang ibu mengakhiri ceritanya ketika mendengar suara sirine mobil ambulance mendekat."Astaghfirullah, Pak Narso. Innalillahi wa innailaihi roji'uun!""Kenal, Bin?" tanya salah seorang temannya pada Bintang.Bintang mengangguk. Dia menatap miris pada tubuh kurus yang sudah tidak bernyawa di atas sana. "Iya, dia tetan

  • MENYUSUI TUYUL    Part 74

    "Mereka yang akan menutup kekacauan itu, Le. Karena sudah membuat perjanjian dengan Iblis Kukus. Para manusia serakah yang durhaka pada Gusti Allah itu sudah membuat banyak kekacauan. Jadi, yang bertanggung jawab ya mereka sendiri."Pak Abdul menatap Bagus sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. Bagus lebih memilih diam dan tak bertanya karena dia sebenarnya tidak mengetahui orang-orang tersebut."Maka dari itu, lebih baik mereka menganggap kamu sudah hilang daripada hidupmu sengsara di luar sana. Sebelum waktunya, kamu tidak boleh keluar dari sini karena Bapak punya kepentingan lain denganmu, Le.""Jadi, ini maksudnya Pak Abdul itu? Budhe Sayuti termasuk orang-orang yang menutup kekacauan ini? Ya Allah, musibah apalagi setelah ini?" Tanpa sadar, Farrel bergumam. "Rel, ayo ikut shalat jenazah. Baunya amis banget, Rel." Farrel menoleh pada Danang dan mengangguk pelan. Kedua pemuda itu segera menuju ke ruang tengah di mana Bu Sayuti hendak dishalatkan.Semua orang menutup hidungnya men

  • MENYUSUI TUYUL    Part 73

    Teriakan di pagi buta itu, mengagetkan penduduk Desa Mojojati yang berbatasan langsung dengan Desa Karanglor. Mereka berhamburan keluar rumah menuju rumah kontrakan yang beberapa waktu lalu, dihuni pasangan suami istri dari Desa Karanglor.Begitu juga dengan beberapa laki-laki yang tadinya masih enggan beranjak dari teras mushala. Mereka kompak langsung mendekati sumber suara."Ada apa, Lek?""Ada apa, Yu?""To-looong, ada ketiwasan, Pak. Tolong!" teriaknya ketakutan.Kompak pandangan mereka tertuju pada tubuh Bu Sayuti yang masih bernapas lemah, tetapi kondisinya sangat mengenaskan. Mereka juga serempak menutup hidungnya karena bau anyir itu sangat menyengat."Astaghfirullah, ya Allah!" Mereka memekik ngeri.Pemandangan di depan mereka sangat memilukan. Yakni, tubuh Bu Sayuti yang setengah telungkup itu terus bergerak pelan. Mulutnya seperti mengucapkan sesuatu, tetapi tidak jelas. Kedua matanya melotot ke satu arah dengan tatapan ketakutan. Dari kedua payudaranya mengucurkan darah ta

  • MENYUSUI TUYUL    Part 72

    Ketiga temannya yang ingin tahu, ikut melongokkan wajah mereka menatap ke arah rumah Pak Narso. Mereka sama-sama saling pandang dan saling mengangkat bahu tak acuh karena tidak melihat hal yang mencurigakan."Apaan sih, Ndul?" tanya Vio sambil melirik Farrel yang masih serius memperhatikan ke dalam sana. "Huaseuu!" Umpat pemuda berambut agak gondrong setengah biru itu. "Ternyata makhluk sialan itu masih ikut si Tua Bangka itu, rupanya." Farrel berucap lirih."Hah?!" Kompak ketiga sahabatnya terkejut.Rupanya, Farrel masih bisa melihat makhluk kecil yang berupa tuyul itu, sedangkan Vio dan Dino tak bisa melihat lagi. Farrel juga melihat, beberapa makhluk aneh berada di sekitar Pak Narso."Kamu masih bisa melihatnya, Ndul?" Kali ini Dino bersuara.Farrel mengangguk samar tanpa mengalihkan perhatian dari dalam sana, bahkan kedua tangannya terkepal di atas stang motor. Tatapan tajam Farrel mengikuti ke mana pergerakan tuyul itu. Tak lama kemudian, Pak Narso keluar dari rumahnya dan bersia

  • MENYUSUI TUYUL    Part 71

    Alisha memperhatikan foto di dalam liontin kalung kuno itu dengan seksama. Matanya berkaca-kaca. Dia ingat cerita sang ayah dulu, sebelum kakeknya meninggal. Saat itu, Alisha masih duduk di bangku SMA.Alisha menatap ke arah Farrel yang juga masih belum mengerti sepenuhnya dengan apa yang dia alami. "Mas Farrel, bagaimana bisa kalung ini sama Mas Farrel?" tanyanya, mewakili pertanyaan di benak mereka semua.Farrel terdiam dan mengingat tentang semua kebaikan Pak Abdul yang menolongnya dari peristiwa malam itu.Farrel menceritakan semua dengan detail. Semua orang yang berada di ruangan itu, mendengarkan dengan merinding. "Tepat tiga hari tiga malam aku bersama Pak Abdul, lukaku sembuh," ucapnya, ketika Bu Halimah menyibak kaos Farrel yang robek di bagian perut. "Beliau mengobati lukaku setiap pagi dan malam menjelang tidur. Menurut penuturan beliau, Pak Abdul ditangkap oleh segerombolan PKI dan disiksa ketika hendak melarikan diri. Pak Abdul ingin mengobati orang sakit...""Le, Bapak t

  • MENYUSUI TUYUL    Part 70

    "Orang gila ... orang gila!" Mereka terus berteriak sambil bernyanyi dan berhamburan menuju ke tepi jalan. "Leee! Gio, Arfan! Pulang!" Ibu-ibu berteriak dari atas jembatan, ketika melihat kelima anak itu berlarian menjauh dari sungai."Buuk! Ada orang gila tidur di sungai, Buk!" balas salah satu di antara mereka sembari menunjuk ke arah sungai."Lha, makanya pulang, nanti kamu digondol orang gila, lho. Pulang, sudah mau Maghrib. Pada mandi sana!" teriak sang ibu memberi perintah. Dengan napas sama-sama terengah, kelimanya berdiri di atas jembatan di samping ibu itu."Itu Buk! Dia mati kayaknya, Buk!" teriak salah seorang sembari mengelap keringat di dahinya yang coklat.Si Ibu ikut menatap ke arah tengah sungai. Memang benar, di sana ada sesosok tubuh tidak bergerak dalam keadaan tidur miring. Lengannya menutupi wajah. "Astaghfirullah, benar. Kalian pulang, Ibuk panggil Pak RT!" titahnya pada mereka. Tetapi, kelimanya masih bergeming di tempat. "Itu ada mobil! Kita minta tolong sam

  • MENYUSUI TUYUL    Part 69

    Sekali lagi, Bagus memperhatikan, dan membandingkan penampilannya sendiri dengan penampilan Pak Abdul. Selama tiga hari tinggal bersama Pak Abdul, Bagus baru menyadari jika Pak Abdul memakai pakaian yang sama. Melihat kebingungan di wajah pemuda tersebut, Pak Abdul mengulurkan tangan mengusap bahu Bagus. "Ini yang ingin Bapak ceritakan, Le. Bapak tidak tahu, takdir apa yang Gusti Allah gariskan sehingga secara kebetulan kamu bertemu dengan Bapak. Malam itu, Bapak tiba-tiba membelokkan langkah Bapak mampir ke pasar. Padahal Bapak selanjutnya tidak membeli apa-apa..," ucapnya terjeda. Bagus menanti cerita laki-laki paruh baya itu dengan sabar. Pak Abdul menarik napas panjang kemudian memejamkan matanya. "Bapak tidak pernah lewat jalan itu karena jalan itu masuk wilayah kekuasaan Iblis Kukus. Bangsa kami tidak ada yang berani sengaja masuk ke sana, begitu juga anak keturunannya Kukus. Mereka tidak berani masuk wilayah kami, kalau mereka melanggar akibatnya fatal. Gunung Kemukus itu ak

  • MENYUSUI TUYUL    Part 68

    Senyum gadis cantik itu sangat menawan. Bagus tertegun melihatnya. Belum pernah dia melihat gadis secantik itu. "Kang, ayamnya Paklek kamu, tarung sama ayamku!" serunya membuyarkan lamunan Bagus.Bagus terkesiap, bukan hanya wajahnya yang sangat cantik. Akan tetapi, suaranya juga sangat merdu. Bagus menoleh kanan kiri, melihat jikalau Pak Abdul sudah kembali. Sepi. Pak Abdul belum menampakkan batang hidungnya. Bagus tersenyum canggung dan melangkah mendekati ayam yang masih bertarung di dekat kaki gadis itu.Sejenak, Bagus melupakan larangan dari Pak Abdul supaya tidak berkenalan dengan gadis tersebut. Dengan gugup, Bagus mengangkat ayam milik Pak Abdul dan membopongnya. Dia mengusap-usap kepala ayam jago yang terluka di beberapa bagian. Sesekali dia melirik ke arah gadis yang masih berdiri di tempatnya. Tentunya, masih menyunggingkan senyum memikat."Kakang, siapa namanya?" tanya gadis tersebut memutus kecanggungan."A-aku? Namaku Bagus," jawab Bagus gugup.Gadis itu mengangguk da

  • MENYUSUI TUYUL    Part 67

    Pemuda itu mengambil tempat duduk di samping laki-laki tersebut. Dia menyunggingkan senyum, ketika laki-laki itu mengambilkan dua potong singkong rebus dan meletakkan di piring seng dengan motif-motif kehijauan."Makan dulu, setelah ini Bapak mau nyari kayu bakar," ucapnya sembari menyodorkan piring ke pangkuan sang pemuda.Pemuda tampan itu mengangguk santun. "Terima kasih ya, Pak. Bapak juga sarapan. Nanti saya ikut cari kayu bakar ya, Pak," ucapnya meminta izin. "Boleh, kalau kamu mau. Tapi, anak kota sepertimu apa nggak takut kena duri? Kulitmu halus dan bersih begitu." Laki-laki itu terkekeh. Diamatinya penampilan pemuda tersebut. "Bagaimana lukamu, masih sakit?" tanyanya kemudian.Sang pemuda menunduk. Menyingkap kaosnya dan meraba bagian perutnya, kemudian tersenyum. "Sudah kering, Pak. Sudah nggak sakit." Dia menjawab dengan senang.Laki-laki di depannya mengangguk kemudian menghela napas panjang. Ada kesedihan tergambar di wajahnya yang mulai keriput.Dia sempat menggeleng sa

DMCA.com Protection Status