Aku bangun lebih awal dari biasanya. Karena tadi malam aku langsung rebahan dan akhirnya tertidur begitu masuk kamar, aku jadi belum mempersiapkan apa pun untuk perburuan kali ini. Meskipun aku sudah lama membuka mata, aku masih guling-giling di kasurku, dan menolak untuk bangkit.
“Enghhh ... badanku sakit semua...,”gerutuku sambil merenggangkan badanku di kasur.
Aku memeluk selimut yang tebal dan lembut di lenganku dan kembali bergumam, “Ini salahmu karena terlalu nyaman. Aku jadi tidak bisa bangun dengan benar.” Karena hari ini aku merasa lebih malas dari yang biasanya, aku menyalahkan kasur dan selimut yang empuk untuk menolak kejelekan dari diriku.
“Hah! Tidak boleh begini! Ayolah, Lissa! Apakah kamu jadi lebih malas dari yang sebelumnya? Atau, kamu tidak serajin dulu karena sudah mulai tua?” omelku kepada dirimu sendiri.
Berkat itu, aku bisa turun dari kasurku dan menuju kamar mandi untuk cuci muka, agar wajah dan
Aku tidak tahu apa yang Steein pikirkan dengan rambut merah di kepalaku. Akan tetapi, hatiku tidak terlalu nyaman dengan warna merah. Itu terlalu mencolok. Rasaku, itu bahkan akan terlihat lebih mencolok daripada rambut hitamku yang sekarang. Jadi, aku tidak sependapat dengan Steein untuk mengubah warna rambutku menjadi merah.“Warna yang tidak mencolok, ya...,” gumamku sambil berpikir. Kebetulan, aku sedang menundukkan kepala sehingga aku jadi menatap tanah yang ada di bawah kakiku, dan aku menemukan jawabannya dari sana.“Steein, aku mau warna cokelat,” ucapku pada Steein.Ya, warna cokelat adalah warna paling netral dan tidak mencolok. Bahkan, dengan lingkungan tempat pembasmian nanti yang berlatar hutan dan tanah, maka rambutku akan mudah berbaur. Ke mana pun aku pergi, aku tidak akan menarik perhatian yang sia-sia dari mata-mata Kerajaan Dertaros yang berniat jhat itu.“Cokelat, ya? Baiklah ... Tidak buruk. Aku yakin kal
“Hari ini, kita hanya akan membasmi monster yang mengamuk. Ini kegiatan yang sudah biasa kita lakukan. Akan tetapi, tetap berhati-hati. Selain itu...”Di tengah-tengah pidato Raja Edgar, pandangan kami bertemu. Aku merasa kaget karena Raja Edgar bisa menemukanku di antara kerumunan orang yang ada di sini.“Apakah Yang Mulia memang sedang melihat ke sini, atau hanya perasaanku?” tanya Karl dengan suara pelan, yang sedang berdiri di sampingku.Karena mendengar suara Karl, aki jadi menoleh dan menyadari kalau Karl dan Steein sekarang sedang berdiri masing-masing di sebelah kanan dan kiriku.“Ahh ... Pantas saja Raja Edgar bisa menemukanku. Ternyata, karena aku berada di tengah-tengah Karl dan Steein,” batinku.Raja Edgar yang tiba-tiba menghentikan kata-katanya, membuat semua orang bingung. Untung saja, jeda itu hanya berlangsung sebentar, dan Raja Edgar kembali berbicara untuk mengakhiri pidatonya dengan berkata, &
Aku dan Rissa duduk bersebelahan dalam satu baris tempat duduk, sementara satu barisan tempat duduk yang ada di hadapan kami diisi oleh Raja Edgar, Karl, dan Steein.Cukup aneh membayangkan Raja Edgar yang merupakan seorang Raja, dan pemilik kereta kuda malah duduk sempit-sempitan dengan dua orang lagi di sebelahnya. Akan tetapi, setelah berbagai perdebatan, itulah yang akhirnya terjadi sekarang.“Rasanya ini tidak seperti kereta kuda karena ada lima orang yang duduk di sini. Hahahaha...,” ucap Rissa dengan maksud memecah suasana canggung ini.Aku mengerti maksud dan upaya Rissa untuk mencairkan suasana, tetapi pilihan candaannya sangat buruk. Tidak ada yang perlu ditertawakan dalam perkataan itu.“Namun, untung saja kereta kuda ini duduknya berhadapan, jika tidak, mungkin ini jadi mirip dengan sebuah mobil. Jika seperti itu, aku jadi ragu apakah aku bisa menaiki mobil atau tidak,” cetus Rissa.“Mobil? Apa itu?”
“Kalian berdua, tetaplah di sini. Terutama Saintess, karena Kerajaan Dertaros mengejar Saintess. Jika ada yang membutuhkan bantuan, mereka yang akan datang ke dalam kereta ini. Itu pun hanya jika mereka benar-benar sedang keadaan sekarat.”Begitu memberikan arahan itu, Raja Edgar langsung mengeluarkan pedang dari sarungnya dan pergi. Steein dan Karl juga segera menyusul Raja Edgar dari belakang.“KHIEEEE....!!”BRAK!!Suara jeritan monster terdengar sangat kuat hingga memekakkan telinga. Bersamaan setelah itu, sebuah tangan dengan kuku-kuku jari yang panjang dan tajam terpental dan membanting kuat ke kereta kuda kami. Kejutan yang berturut-turut itu pun membuat Rissa jadi berteriak.“KYAAA....!!”“Sssttttt!!!!” bentakku kepada Rissa sambil menutup mulut Rissa dengan telapak tanganku agar ia berhenti berteriak“Tenangkan dirimu! Orang-orang dari Kerajaan Dertaros bisa curiga jika me
BRAK!!Suara hentakan pintu yang Rissa buka dengan kasar benar-benar menarik perhatian.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian keluar?! Segera kembali sekarang juga!” perintah Raja Edgar begitu ia melihat Rissa sudah keluar, sementara aku ada tepat di tepi kereta kuda dekat pintunya yang terbuka.Meskipun Raja Edgar sudah memberikan perintah, namun Rissa tidak mengindahkannya sama sekali. Rissa berlari dengan cepat ke daerah kosong, yang cukup jauh dari tempat para kesatria bertempur. Sambil berdiri dan melipatkan kedua tangannya, Rissa sedang berkomat-kamit seolah-olah sedang mengucapkan sesuatu.“Apakah Rissa sudah pernah mempelajari tentang mantra sihir yang digunakan Saintess masa lalu?” batinku karena melihat Rissa yang bertindak dengan tidak ragu sama sekali. Rissa melakukannya dengan waktu yang cukup lama. Sayangnya, tidak ada hal apa pun yang terjadi setelah itu.Rissa berdiri di tempatnya dengan pasrah dan berwajah
Di film yang pernah aku tonton dengan kejadian yang mirip, jika para monster itu dibangkitkan dan dikendalikan oleh seseorang, maka yang harus dilakukan adalah menyerang si pengendali itu.Aku pun kembali menoleh dan melihat sekitar, kali ini dengan saksama. Aku mencari di setiap sudut dan celah untuk mencari orang yang kira-kira mencurigakan.Setelah aku mencari dengan cukup lama, aku menemukan orang yang aku cari. Di atas pohon yang cukup tinggi, ada seseorang yang berdiri dan memandang ke bawah dengan mengenakan jubah hitam. Dengan kacaunya pasukan tempur kami, tidak mungkin ada orang yang santai mengamati dari atas dan tidak memberikan bantuan sama sekali. Maka, jelas sekali bahwa orang itu adalah orang yang mengendalikan para monster dan membuat mereka menjadi zombi. Ya, itu adalah mata-mata dari Kerajaan Dertaros.Setelah menemukan sosok itu, aku segera mencari Raja Edgar, Steein, dan juga Karl, untuk memberitahukan tentang apa yang aku lihat.Dari
"Baik, Pangeran! Siap, laksanakan!” balas puluhan orang itu dengan suara lantang yang memenuhi kamarku.Percakapan mereka membuatku bingung tentang siapa yang mereka sebut sebagai Saintess di sini, dan siapa yang mereka sebut dengan Pangeran.“Apakah kamu adalah Pangeran di sini? Di ... Kerajaan Dertaros?” tanyaku. Aku cukup yakin bahwa pribadi yang ada di hadapanku adalah Pangeran. Akan tetapi, aku hanya menebak bahwa sekarang aku sedang berada di Kerajaan Dertaros. Karena, jika pria berjubah hitam ini dari sebelumnya sudah memata-matai kami, maka ia akan menculik orang yang ia kira sebagai Saintess, dan membawanya ke Kerajaan mereka.“Kamu cepat tanggap,” ucap pria itu. Setelah itu ia membuka tudungnya dan melanjutkan ucapannya dengan berkata, “Kamu benar. Aku adalah Pangeran dari Kerajaan Dertaros.”Begitu tudung kepala itu terbuka, aku melihat rambut kecokelatan menghiasi wajah putih Pangeran dari Kerajaan Der
Pertanyaan Pangeran itu, terlihat bukan seperti pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan.“Apa maksudmu?” tanyaku bingung.“Tunggu sebentar,” ucap Pangeran itu karena ia merasa ada sesuatu yang aneh. Pangeran yang tadinya berdiri, kini duduk di tepi tempat tidur dan tenggelam dalam pikirannya. Selagi Pangeran itu berpikir, aku pun juga memanfaatkan kesempatan itu untuk berpikir juga.“Tenanglah, Lissa! Mari kita berpikir pelan-pelan. Apa yang terjadi sebelumnya? Karl pingsan di depanku. Hah! Bagaimana dengan Karl?” batinku panik ketika kilasan peristiwa bagaimana jantung Karl ditusuk oleh zombi monster terlintas di kepalaku.“Saintess! Kamu menangis? Ah, tidak! Bagaimana ini?!” Pangeran itu menjadi salah tingkah, dan berjalan mondar-mandir karena melihat air mataku yang tiba-tiba menetes. Setelah merogoh saku bajunya, ia menemukan sebuah sapu tangan, dan menyeka air mataku dengan sapu tangan itu, sambil berka
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare