Aku tahu yang dimaksud oleh pelayan. Pasti ia berharap agar aku memberi kesempatan dan mau menerima Raja Edgar. Jujur, aku sedikit tergerak. Namun, rasa ini masih merupakan rasa haru dan kasihan, belum merupakan rasa cinta. Jadi, aku tidak mau cepat-cepat menyimpulkan dan menerima Raja Edgar karena rasa kasihan itu.
Tidak tahu apakah karena aku terbiasa menjadi santau, atau karena sudah lama tidak menggunakan otak kecilku untuk berpikir, rasanya sulit untuk memikirkan apa yang harus aku lakukan berikutnya.
“Aku masih butuh waktu untuk berpikir,” ujarku kepada pelayan itu.
“Baiklah, Yang Mulia, saya mengerti,” balasnya.
Aku melihat kakiku yang aku luruskan di atas tempat tidur. Kini, bengkaknya sudah mengecil dan warna birunya sudah tinggal sedikit. Ketika aku menggerak-gerakkan kakiku sedikit, rasanya hanya ngilu sedikit. Sepertinya, aku masih bisa berjalan jika aku memberikan beban tubuhku di kakiku yang satu lagi.
“A
Ketika aku masih sibuk dengan isis pikiranku, Karl kembali berbicara, “Belakangan ini, aku dengar kalau kamu sakit ... Namun, melihatmu yang sudah baik-baik saja, aku cukup senang....”“Ya ... Terima kasih,” balasku. Ucapanku benar-benar merupakan pemutus percakapan yang baik. Sekarang aku jadi tidak tahu apa yang harus aku katakan sebagai kalimat penyambung yang terdengar alami.“Aku juga dengar pengumumannya bahwa ... kamu hamil,” lanjut Karl.Sekarang terjadi! Seperti menginjak ranjau, sekarang topik yang paling aku takutkan telah diangkat ke atas. “Siapa pun! Tolong selamatkan aku dari situasi ini!!” teriakku dalam hati.Aku terus menundukkan kepala. Mulutku tidak bisa terbuka untuk memberikan perkataan balasan untuk Karl. Urat saraf di leherku bahkan menegang dan membuatku jadi tidak bisa mengangguk atau menggelengkan kepalaku. Semuanya terasa jadi lebih sulit karena aku sudah tahu bagaimana perasaan Ka
Hanya ada satu pelayan dengan ciri-ciri seperti itu, rambut cokelat yang bergelombang. Pelayan itu merupakan pelayan yang paling dekat denganku. Ia juga yang menceritakan tentang kisah hidup Raja Edgar. Jika aku tidak salah menilai, menurutku ia orang yang tulus dalam melayaniku.“Menurutku, ia bukan orang yang akan melakukan itu karena keinginan sendiri. Jika ia sampai bunuh diri, itu artinya ia diancam. Bukan, lebih tepatnya, orang terdekatnya yang dijadikan sandera dan diancam akan dilukai, jadi ia memilih untuk mati agar tutup mulut, sehingga sandera dapat tetap aman,” jelasku.“Itu masuk akal,” gumam Steein.“Itu artinya, harus mencari tahu dan menyelidiki mulai dari keluarga terdekat pelayan itu, ya? Baiklah, kalau begitu, kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut nanti,” imbuh Steein.Steein melepaskan tangannya dari bagian perutku sebagai tanda bahwa ia sudah melakukan pemeriksaan. Kemudian, ia berkata, &ldq
"Kalau begitu, aku akan pergi dulu dan memberikan ruang untuk kalian berbicara,” ujar Karl.“Baiklah, terima kasih, Karl,” balasku.Karl pun melambaikan tangannya untuk membalas perkataanku sebelum ia pergi meninggalkan ruangan.Begitu pintu kamar itu kembali tertutup, aku turun dari tempat tidurku dan berjalan di sofa. “Steein, bisakah kita bicara di sini saja? Rasanya tubuhku sudah bosan dengan kelembutan tempat tidur itu. Sepertinya akhir-akhir ini yang aku lakukan hanya sakit dan berbaring terus,” ucapku sambil terkekeh kecil.Aku tidak tahu bagaimana roda kehidupan ini berputar, tetapi jika diingat kembali bagaimana perjalanan hidupku, perubahannya sangat drastis. Di awal-awal, aku hampir tidak tidur karena sibuk untuk menyelamatkan nyawaku dalam mengatasi masalah banjir. Bahkan hingga aku menjadi sekretaris, aku juga masih kurang istirahat karena harus menjalani tugas dan ikut dalam pembasmian monster. Namun, sejak keku
"Aku memang tidak bisa memaksakan perasaanmu atau membuat keputusan untukmu, Lissa. Namun aku mohon, tolong beri kesempatan untuk Raja Edgar bisa berbuat dengan cara yang benar. Jangan terlalu keras menolaknya atau menilainya terlalu buruk. Jika aku atau Karl tidak bisa menjadi pendamping hidupmu, setidaknya Raja Edgar bisa, karena ia adalah ayah dari anakmu,” ujar Steein.Aku hanya duduk termenung sambil mencerna perkataan Steein itu. Perkataan Steein membuatku bisa berpikir jernih dan ingin memberikan kesempatan kepada Raja Edgar. Memang, perasaan tidak akan bisa dipaksa walaupun hati sudah bertekad, tetapi jauh di lubuk hatiku, aku percaya kalau hubunganku dengan Raja Edgar pasti bisa berjalan ke arah yang lebih baik. Kami masih muda dan kami masih memiliki banyak waktu untuk lebih mengenal dan menyesuaikan diri.Sejujurnya, selain sikapnya yang keras dan pemaksa, penampilan dan kepribadian Raja Edgar secara keseluruhan benar-benar sempurna. Jadi, jika R
"Kami minta maaf karena telah masuk sembarangan sebelum dipanggil masuk. Kalau begitu, kami permisi dulu,” ucap Ivan sambil menundukkan kepala untuk lari dari hukuman besar yang mungkin akan diberikan oleh Raja Edgar sebesar rasa malu yang ia rasakan sekarang.Ketika ia mengatakan itu, aku masih tidak memikirkan apa pun. Akan tetapi, semuanya jadi buyar karena perkataan lanjutan Ivan.Sebelum Ivan keluar ruangan dan menutup pintu, ia berkata, “Kami tidak melihat apa pun, jadi tolong jangan hukum kami.”Cklek.Begitu pintu itu tertutup, aku tidak bisa menahan diriku untuk kembali tertawa.“Pffttt ... Hahahahahaha.....”“Apakah menurutmu itu sangat lucu?” ujar Raja Edgar dengan nada kesal sambil memegang kening kepalanya. Wajah Raja Edgar sudah seperti sebuah tomat merah yang matang sempurna.“Itu benar-benar lucu, Hahahaha ..... Yang Mulia lihat wajahnya? Ia jadi sangat pucat karena melih
"Apa? Lissa? Kamu serius?” tanya Raja Edgar dengan ekspresi tidak percaya. Ia bahkan menekan-nekan rambutnya dan menyisirinya ke belakang agar telinganya bisa terbuka lebar tanpa ada sehelai rambut pun yang mengganggu. Aku pikir Raja Edgar tidak menyadarinya bahwa tindakannya itu membuat bentuk jidatnya yang begitu sempurna jadi terkespos, dan orang pertama yang terberkati oleh penampakan itu adalah aku.Setelah melakukan tindakan seorang wanita yang memiliki rambut panjang, Raja Edgar kembali melanjutkan, “Baiklah, aku sudah siap. Apakah kamu bisa mengulangi kata-katamu tadi, Lissa?”“Yang Mulia ... Aku mengizinkan Yang Mulia untuk mendekati aku lagi. Aku dan Yang Mulia bisa mempelajari segalanya bersama. Aku tidak akan mengulangi hal ini lain kali, jadi .... apakah Yang Mulia mau menerimanya?” tanyaku sebagai penutup kalimat.“Mau! Aku mau!” seru Raja Edgar dengan raut wajah yang berseri-seri. Meskipun Raja Edgar belum
"Ya-Yang Mulia! Salam hormat kepada Yang Mulia!” seruku sambil berlutut di tempat tidur dan membungkukkan tubuhku serendah mungkin.“Sikapmu berubah begitu mengetahui kalau ini aku,” cetus Raja Edgar.“Sa-saya minta maaf, Yang Mulia,” ucapku panik.Sudah lama sejak terakhir kali aku bersikap formal dan membungkuk kepada Raja Edgar seperti ini. Namun, situasi sekarang memberi kode padaku untuk melakukannya jika masih punya rasa bersalah dan hati nurani.Dengan maksud untuk membela dan membuat alasan untukku, pelayan tadi bersujud dengan wajah ke mengenai lantai dan berkata, “Ya-Yang Mulia, La-Lady tidak bermaksud—““Aku tahu,” potong Raja Edgar sebelum pelayan itu selesai mengucapkan permohonannya.Aku memang sudaj menaikkan kepalaku, terapi tubuhku masih terus berlutut sampai aku mendapat jaminan bahwa dosaku sudah diampuni. Sama seperti perasaan tidak nyaman yang aku rasakan, pelay
"Apa? Memangnya aku kenapa?” tanyaku bingung.Karena mata Raja Edgar terfokus pada satu tempat, aku pun menoleh untuk mencari sumber perhatian Raja Edgar serta hal yang menyebabkan ia salah paham.“Apa?! Bukan itu Yang Mulia! Aku tidak bermaksud menyeret Yang Mulia ke gedung itu, tetapi ke toko kecil di depannya!” seruku panik untuk memberikan penjelasan.Ternyata, Raja Edgar salah paham bahwa aku ingin mengajaknya masuk ke salah satu Bar yang menyajikan minuman beralkohol. Pantas saja Raja Edgar jadi panik. Ia pasti mengira bahwa hal itu mungkin adalah hal yang wajar untuk dilakukan di duniaku. Padahal, di duniaku juga aku tidak pernah melangkahkan kaki untuk masuk ke tempat berbahaya seperti itu.Tempat sebenarnya yang ingin aku tuju adalah toko kecil yang menjual topeng karakter hewan, yang letaknya tepat di depan gedung besar yang merupakan sebuah bar.“Tempat itu bersembunyi dengan baik,” batinku.Melihat b
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare