“Kamu yakin ingin ikut ke sawah?”
Raihan merasa perlu untuk bertanya kembali pada istrinya menanggapi permintaan Raya yang di luar dugaan.
“Iya, aku ingin tahu tempat sawah yang kamu garap. Lagian aku bakal kebosanan kalau terus tinggal di rumah.”
Raya mengutarakan alasannya dengan terang.
“Tapi di sana sangat panas, apa kamu nggak takut gosong kulit kamu?”
Raihan bertanya dengan sedikit gelisah.
“Nggak apa-apa, lagian aku udah pakai suncreen.”
Raihan mengernyit ketika Raya menunjukkan sebuah kemasan sunblok yang sudah dioleskan pada kulit mulusnya yang kini bahkan sudah membuat darah kelelakian Raihan berdesir gelisah.
Detik berikutnya sebelah mata Raya kemudian malah mengerling sembari mengulas segaris senyum yang membuat dada seorang Raihan bertalu ramai.
Lelaki itu tak pernah mendapati pesona seorang wanita sesempurna Raya yang semakin dilihatnya semakin menyeret dirinya dalam pusaran kekaguman.
Raihan kian gelisah saat Raya kemudian mulai mendekat.
“Kurasa kamu juga harus mengolesi wajah kamu dengan krim ini biar terlindungi.”
Tanpa diduga tangan lembut Raya langsung mengolesi wajah Raihan yang ditumbuhi cambang halus di rahangnya itu dengan krim tabir surya yang menjadi skincare wajib yang harus dimiliki gadis itu.
Semalam Dara telah memerintahkan pada adik bungsunya untuk mengantarkan semua barang miliknya ke rumah ini, yang membuat Raya bisa berganti pakaian dan merawat kulit indahnya dengan paket skincare mahalnya.
Raihan termangu sama sekali tak mencegah kala sentuhan Raya mulai menghampirinya.
Lelaki itu sejenak terbuai dengan irama jantungnya yang semakin keras berdebar. Ini untuk pertama kalinya pria terjaga itu merasakan kelembutan tangan seorang wanita. Status mereka yang sudah menjadi sepasang suami istri yang membuat Raihan tak menampik sentuhan Raya, walau semalam dia sempat mendengar jika Raya malah mempertimbangkan untuk pergi, suatu saat nanti.
Meski Raihan belum bisa memastikan apapun tapi lelaki itu tak pernah menganggap pernikahan ini sebagai sesuatu yang bisa dipermainkan. Kebingungan masih menyertai pria muda itu karena segala yang terjadi dengan mereka terlalu cepat dan diluar praduga, yang jelas juga sama sekali tak pernah direncanakan.
“Apa sebelumnya kamu nggak pernah pakai sunblok?” tanya Raya setelah dia usai mengolesi wajah suaminya dengan krim tabir surya yang membuatnya kembali memindai fitur wajah Raihan dengan sangat dekat, hingga Raya malah menyadari jika wajah dari lelaki yang sudah menikahinya itu ternyata sangat menarik.
Raihan memiliki sepasang alis tebal berwarna hitam, membingkai sepasang mata tegas dengan sinarnya yang sangat jernih, belum lagi dengan hidung tegak yang menarik tidak terlalu besar untuk ukuran seorang pria, ditambah dengan rahang tegas yang kian menerangkan sisi maskulin dari pria sederhana yang ternyata memiliki ketampanan yang paripurna.
Segala pesona Raihan yang semakin disadari Raya malah menggelitik hati gadis itu untuk bisa memoles kesederhanan suaminya dengan penampilan yang lebih menarik.
“Kamu sebenarnya tampan lho Han, kalau saja kamu bisa sedikit merawat diri kamu,” puji Raya dengan apa adanya, sebuah pujian yang seketika menggetarkan hati seorang Raihan walau pujian itu bukan pertama kalinya dia dengar.
Sebelumnya telah ada beberapa wanita yang memuji ketampanannya tapi entah mengapa kala dia mendengar pujian itu dari sosok asing yang dengan terpaksa harus dinikahinya itu, hati Raihan terasa berwarna merah muda.
“Ya sudah ayo sekarang kita ke sawah, nanti kita sarapan di sawah saja ya, tadi aku udah menyiapkan bekalnya buat kita berdua karena pas selesai subuh tadi aku udah membantu ibu buat masak di dapur.”
Raya berucap dengan sangat antusias dan berniat untuk keluar dari kamar.
Tapi dengan cepat Raihan langsung mencekal tangannya yang membuat Raya memberikan tatapan lekatnya pada sang suami.
“Kenapa?” tanya Raya singkat.
“Kamu boleh ikut bersamaku ke sawah, dan kita hanya sebentar saja karena aku cuma ingin memeriksa aliran air yang mengalir di sawahku, setelah itu aku akan mengajakmu ke suatu tempat.”
Raya sontak mengernyit penuh rasa penasaran.
“Kamu akan mengajakku ke mana?” Raya semakin tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Sikap Raya yang spontan dan lugas menerbitkan senyuman tipis pada sudut bibir Raihan.
“Ke suatu tempat untuk menuaikan kewajibanku padamu.”
Raya menjadi sangat penasaran hingga membuat gadis itu kian mendekati Raihan alih-alih melanjutkan langkahnya keluar kamar.
Nyatanya kedekatan mereka membuat Raihan sangat resah. Karena tanpa sadar Raya sudah menempelkan tubuhnya pada lengan suaminya.
“Ke mana sih? Jangan buat aku penasaran.”
Sekarang Raihan harus bersusah payah mengendalikan debaran jantungnya.
Walau setelah itu tatapannya mengarah lugas pada seluruh diri istrinya.
“Tapi sebelum pergi ada yang harus kamu lakukan dulu.”
Pikiran Raya sudah menebak-nebak yang membuat sorot matanya semakin memindai sangat lugas.
Namun tatapan Raihan kini telah berubah menjadi kian tegas semakin membuat Raya kian penasaran.
Walau setelah itu senyuman Raya malah terurai dengan lebih lebar.
“Ish kamu jangan bikin aku makin penasaran.”
Raya yang selama ini memang memiliki pembawaan yang terkesan manja malah kian lekat bergayut pada lengan kokoh suaminya. Bahkan sekarang sepasang mata jellynya mulai mengerling cantik yang membuat debaran jantung Raihan kian meresahkan.
“Memangnya kamu mau aku melakukan apa sih?”
***
“Memangnya kamu mau aku melakukan apa sih?”Raya menjadi kian penasaran.Tapi Raihan tetap diam malah memberikan senyuman yang membuat hati seorang Raya gelisah tak menentu. Senyuman itu terlalu manis semanis gula yang dijadikan sirup.“Kamu tunggu di sini dulu,” ucap Raihan yang kemudian malah keluar dari dalam kamar yang membuat Raya menjadi kian bertanya-tanya.Tak lama berselang lelaki bertubuh tegap itu kembali masuk dengan membawa sebuah gamis lengkap dengan jilbab lebar yang berwarna senada.Raya sontak mengernyitkan keningnya sembari memandang gelisah pada pria yang baru kemarin menikahinya itu.“Sebelum pergi kamu ganti dulu baju kamu dengan ini.”Raya menguarkan keraguannya sembari memandangi gamis berpotongan sederhana yang sama sekali tak sesuai dengan selera fashionnya.“Aku pakai ini?”“Iya karena aku pikir kamu akan jadi cantik kalau pakai baju itu, biar kamu pantas untuk disebut sebagai istri ustaz?” Raihan kemudian tersenyum penuh arti.Tapi Raya menanggapi dengan eks
“Pria itu!” sergah Raya sebal saat melihat seorang pria berkumis tebal yang kemarin paling getol menuduhnya bersama Raihan melakukan perbuatan mesum memalukan yang nyatanya tak pernah mereka lakukan.Raihan terlihat agak enggan untuk mendekat. Sejak awal hubungannya dengan pria paruh baya bertubuh dempal itu yang merupakan adik dari ayahnya sendiri itu memang kurang harmonis. Bahkan dirinya terlampau sering menjadi sasaran kemarahan pria itu, yang tampak selalu membencinya, semua karena dia terlahir dari rahim seorang wanita sederhana yang dulu memang tak pernah direstui untuk menjadi menantu di dalam keluarga mereka.Bahkan ibunya sampai sekarang masih disalahkan atas kematian sang ayah yang sebenarnya terjadi atas kehendak takdir, sama sekali bukan salah dari sosok yang sudah menghadirkannya ke dunia.“Kalian pasangan mesum, mau ke mana?” sindir lelaki bernama Parman itu sangat sinis.&nb
“Kamu mau minta apalagi?” sergah Raya sedikit kesal.Raihan malah menggaruk tengkuknya dengan rikuh.Raya menjadi berkernyit heran.“Aku pengen dengar kamu manggil aku mas, buat memastikan kalau kamu bisa mengucapkannya dengan luwes.”Saat mendengar ucapan Raihan yang terkesan sangat polos itu Raya malah tak bisa menahan kekehannya. Gadis itu menjadi tergelak panjang sampai memegangi perutnya yang sekarang menjadi terasa kaku.“Kamu itu lucu juga ya, apa kamu pikir aku nggak bisa manggil kamu Mas, sampai perlu praktek segala?”“Coba ..., kamu coba dulu manggil aku ... mas.”Kali ini Raya langsung menghentikan tawanya saat mendengar Raihan malah tetap mendesaknya.Gadis itu kemudian mengedikkan bahu sesaat, meski kemudian mulai melakukan apa yang diminta oleh suamin
Raya langsung menyergap ekspresi suaminya dengan tatapan heran, karena Raihan tampak terlalu kaget saat ia meminta lelaki itu untuk ikut membeli pakaian.“Iya Mas, kamu harus ikut beli baju juga,” tegas Raya kemudian.Raihan segera menggeleng lugas.“Nggak usah, sayang uangnya, lebih baik uangnya buat keperluan kamu saja.”Raihan kemudian menatap Raya lebih lekat.“Sekarang kamu butuh apalagi?” Raihan malah menawari Raya lagi.Raya tak langsung menjawab. Gadis itu segera menjadi termangu saat mendengar ucapan Raihan yang terkesan begitu perhatian padanya hingga pria sederhana itu mengabaikan kepentingannya sendiri tapi begitu peduli dengan kebutuhannya.“Aku butuh suamiku bisa tampil lebih fashionable,” sambung Raya kemudian yang langsung membuat Raihan terperangah karena gadis yang tadi bah
“Terus gimana caranya?”Raya mulai mencecar dengan sengit.Raihan malah menanggapi dengan tatapannya yang semakin lekat, yang membuat Raya langsung membuang mukanya karena tak mau menentang tatapan sang suami yang entah mengapa selalu membuat perasaannya menjadi tak menentu.“Kita berdoa saja agar fitnahan yang menimpa kita dapat terlerai dengan sendiri karena Allah selalu memiliki rencana terbaik untuk setiap hambaNya.”Jelas saja ucapan Raihan tak bisa diterima oleh nalar Raya yang selama ini selalu berpikir realistis.“Apa kamu bilang, doa?”Raihan malah menjawabnya dengan sebuah anggukan pasti.Raya menanggapi dengan helaan nafas jengah.“Apa nggak pernah mencobanya? Percayalah itu sangat manjur jika kamu benar-benar percaya.”&ldqu
“Kamu itu emangnya ada masalah apa sama dia?” cecar Raya menjadi sangat ingin tahu saat mereka duduk berdua di teras depan selepas makan malam.Raihan seperti biasa selalu mengukir senyuman tipis saat menghadapi sikap Raya yang selalu seperti menggebu-gebu.“Nggak ada masalah apa-apa,” jawab Raihan santai yang tentu saja tak bisa diterima oleh Raya yang sudah sangat penasaran.“Kalau nggak ada masalah kenapa Si Kumis Kucing itu pengen ngganggu kamu terus?” tukas Raya semakin kesal.“Itu masalah lama, sangat lama sekali.”“Apa itu alasannya terus mengatai ibu sebagai wanita yang nggak benar? Terus kenapa dia mengatakan itu sama ibu?” Raya masih saja memperturutkan rasa ingin tahunya.Kali ini Raihan tak bisa setenang sebelumnya. Pria itu sedikit gelisah dan mulai mendesah panjang.
Listrik yang mendadak padam segera membuat Raya bangkit. Suasana yang gelap membangkitkan kepanikan di dalam dirinya. Raya memang sangat takut dengan gelap. Sialnya gawai miliknya saat ini bahkan sedang mati karena dia lupa mengisi daya.Sebagai seorang selebgram dulu Raya tak pernah lepas dari benda pipih itu. Tapi sekarang setelah dia tinggal di desa terpencil ini yang selalu saja susah sinyal membuat Raya memilih meletakkan gawai miliknya tak terlalu sering memegangnya.Gelap yang kian mencekam membuat Raya tanpa sadar langsung meraba-raba sembari memanggil nama sang suami.“Mas, kamu di mana?” tanya Raya gelisah sampai akhirnya tangannya menyentuh sesuatu yang kemudian malah membuat Raihan terpekik gusar.“Dik, lepaskan dulu tangan kamu,” gumam Raihan menahan desiran gelisah di dalam dirinya, karena memang Raya sedang menyentuh bagian sensitifnya.&nbs
“Kenapa sekarang kamu mendadak pengen tahu tentang kehidupanku di kota?” Pertanyaan Raya yang sedikit mendesak membuat Raihan sedikit ragu meski kemudian lelaki itu kembali dengan cepat mengembalikan keyakinannya. Sebagai seorang suami Raihan merasa berhak untuk mengetahui latar belakang dari wanita yang sudah dinikahinya. “Apa aku salah kalau aku ingin tahu latar belakang dari perempuan yang sudah aku nikahi?” Raihan melontarkan apa yang ada di dalam benaknya. Raya menjadi termangu memikirkan apa yang sudah dikatakan dari pria yang sudah menikahinya itu. Dimana sebenarnya dalam pernikahan yang normal rasa ingin tahu Raihan itu adalah sesuatu yang wajar, apalagi Raya telah cukup tahu tentang kehidupan keluarga dari sosok yang kini berstatus sebagai suaminya, dan memang sudah seharusnya Raya bisa menceritakan juga tentang dirinya pada Raihan. Raya kemudian
Raihan langsung tanggap ketika melihat istrinya kesakitan. Tanpa menpedulikan apapun lagi, Raihan langsung membopong tubuh istrinya dan berlari menuju mobilnya yang terparkir di luar.Sementara orang-orang di pesta pernikahan itu ikut melihat dengan cemas. Walau banyak juga yang melontarkan pujian untuk Raihan yang malah terlihat begitu jantan ketika mengangkat tubuh Raya begitu saja."Dik, kamu bisa kan menahan rasa sakitnya? Aku usahakan untuk secepatnya sampai di rumah sakit."Raihan tak bisa menyembunyikan kecemasannya ketika mulai menyalakan mesin mobil.Sebaliknya Raya malah tersenyum simpul meski saat ini wajahnya terlihat pucat karena serangan rasa sakit yang menyergapnya saat ini.Raya merasa wajah suaminya yang saat ini tegang penuh kecemasan malah terkesan lucu.Sampai kemudian Raya malah dikagetkan dengan kemahiran suaminya menyetir mobil.Raya yang selama ini tak pernah sekalipun melihat Raihan mengendarai mobil sekarang justru melihat suaminya bisa melajukan mobil yang s
Suara itu langsung mengalihkan perhatian Raihan dan Raya.Ternyata saat ini Darwis datang bersama dengan Andi, karena memang mereka berdua kebetulan sempat menghadiri sebuah acara bersama-sama dan Darwis sengaja mampir untuk menyampaikan ucapan perpisahan pada Raya."Pak Darwis?!"Raya sedikit terperangah mendapati kedatangan dosennya yang sangat tidak diduganya.Semenjak Raya mengajukan cuti beberapa hari lalu dari kampus untuk persiapan masa persalinannya, Raya tak pernah lagi berjumpa dengan sosok yang selama ini banyak membantunya itu."Apa kabar Darwis?" sapa Raihan kemudian, yang sekarang memang telah menjadi kolega dari lelaki itu semenjak Raihan ikut mengajar di kampus yang sama sebagai seorang dosen tamu.Darwis langsung memberikan senyuman lebarnya menanggapi sapaan Raya dan Raihan. Sementara Andi menampilkan ekspresinya yang datar.Semenjak perdebatan terakhir mereka kemarin Andi masih belum bisa menghentikan kekecewaannya yang membuatnya masih saja menampakkan kedongkolann
"Kalau begitu Papa maunya gimana?"Raya menjadi tak bisa menahan kekesalannya."Tadi Mas Raihan udah ngasih solusi yang terbaik, tapi kenapa Papa nggak ngerti juga sih?"Raihan langsung menyentuh lengan istrinya dengan lembut, memberi isyarat pada Raya untuk bisa lebih tenang."Dik jangan seperti itu kalau ngomong sama Papa," lerai Raihan dengan sabar.Raya mendesah jengah dan setelah itu diam sembari melirik pada suaminya.Kini ganti Raihan yang berusaha mengajak mertuanya berbicara dari hati ke hati."Kami tidak akan langsung kembali ke desa lagi dalam waktu dekat ini. Lagipula kami dalam dua bulan ke depan juga akan punya bayi."Tapi Andi tetap terlihat tak bisa menerima."Tetep aja kamu akan bawa anak dan cucuku pergi."Andi menjadi kian sewot.Dia tak terlalu nyaman saat berbicara dengan menantunya sendiri. Meski di dalam hatinya pria paruh baya itu mengakui jika pada dasarnya Raihan selalu memiliki sifat yang bijak.Ketakutannya akan rasa sepi yang membuat pria itu bersikeras un
"Apa aku melewatkan pestanya?"Perhatian Andi langsung tertuju pada pria berpenampilan dandy itu yang kini menebarkan senyuman pada orang-orang yang sedang menyapanya sekarang.Andi, Rosyid juga Darwis ikut menyapa.Bobby Darmawan menjawab dengan sekedarnya karena saat ini perhatian lelaki itu lebih tertuju pada Raihan yang tak langsung menyadari keberadaannya.Namun ketika salah seorang teman Raihan mulai mengetahui tentang kedatangan sosok penting itu, Raihan kemudian ikut mendekat demi bisa menyapa seseorang yang bisa dikatakan adalah teman lamanya."Lihatlah sosok yang membanggakan ini, kamu terlihat semakin mempesona saat akan menjadi seorang ayah," seloroh Bobby dengan sangat antusias.Keakraban Bobby dengan Raihan jelas memancing perhatian Andi. Dalam hatinya menjadi tak bisa lagi menampik rasa bangga pada menantunya sendiri yang sebelumnya masih sulit untuk dia terima."Terima kasih, aku memang bahagia karena Tuhan sudah menganugerahkan sesuatu yang sangat berharga untukku jug
“Bilang saja ke mana Raya dan Raihan pergi?”Andi bertanya dengan penuh penekanan.Tapi sebelum Dara memberikan jawaban dari arah pintu terdengar suara langkah kaki dan suara salam yang begitu nyaring.Dara dan Andi spontan menoleh bersamaan dan mereka mendapati sekarang Raya dan Raihan sedang berjalan beriringan untuk mendekat.“Papa kok udah di rumah? Katanya tadi akan pulang sampai larut malam?” Raya langsung melontarkan tanya ketika melihat sosok sang papa yang sekarang sudah berada di depannya.Andi tak langsung menjawab, diam sejenak dengan tatapan dia arahkan lurus pada Raihan yang sedang menggandeng tangan Raya dengan penuh kelembutan.“Ray, tadi Papa kamu nyariin kamu,” sahut Dara yang kemudian malah menimpali dengan cepat.Setelah itu dia melirik ke arah Raihan."Juga nyariin Mas Ustadz, menantu kesayangan."Nada bicara Dara terdengar menyindir.Andi langsung mendengus kesal."Sudah sana kamu ke dalam Dar, aku mau ngomong sama anak juga menantuku."Kini Andi mulai melirik ca
112.“Apa Anda mengenal menantu saya?”Andi mulai mengunggah rasa penasarannya.Bobby malah tersenyum penuh arti.“Siapa yang tidak tahu seorang Raihan?”Andi langsung mengernyitkan keningnya. Dia masih tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.“Bagaimana Anda mengenalnya?”“Kami pertama kali bertemu di Jerman,” jawab Bobby enteng.Tapi jawaban Bobby langsung membuat kedua mata Andi terbeliak.Andi benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar. Selama ini dia selalu menganggap jika menantunya hanya pria kampung biasa, dan sama sekali tak memiliki keistimewaan.Meski Raya sempat menyampaikan jika Raihan pernah bersekolah di luar negeri, tapi Andi masih enggan untuk percaya. Dia menganggap apa yang dikatakan Raya hanyalah bualan semata.“Jerman?!”Kini ganti Bobby yang memandang heran ke arah Andi yang tampak kaget dengan apa yang sudah dia ucapkan.“Apa Raihan tak pernah menceritakan apapun?”Andi mendesah gelisah sedikit tergeragap.Bobby langsung menanggapi dengan ke
111. Menjadi Penasaran“Bagaimana menurut Papa?” Raihan terdengar tak ragu untuk menanyakan tentang pendapat mertuanya.Andi menelisik jengah. Dalam hatinya dia beranggapan Raihan terlalu percaya diri untuk ukuran seorang pria kampung biasa, yang bisa dengan sangat santai mengajaknya berbincang bahkan meminta pendapatnya.Sebagai seorang menantu yang tak dianggap Andi malah berpikir Raihan tidak akan berani mendekat apalagi membuka percakapan dengannya, dengan kapasitas yang cuma ustadz kampung yang selalu Andi anggap tak sepadan dengan keluarganya.Andi menjadi tak bisa menutupi kejengahannya, yang membuatnya enggan menentang tatapan Raihan yang sayangnya telah terlanjur menjadi menantunya yang bahkan sudah mendapatkan cinta dari putrinya.Fakta bahwa sekarang Raya sedang mengandung benih dari pria itu semakin memuakkan untuk Andi yang selalu sulit untuk bisa menerima Raihan.“Kenapa kamu mesti menanyakan pendapatku?” sergah Andi yang tak bisa menahan kekesalannya.Raihan masih saja
“Selamat siang!”Semua perhatian langsung tertuju pada sosok yang sekarang sudah berdiri di depan pintu.Kemudian mereka semua saling berpandangan ketika mendapati siapa sosok yang datang ke rumah Raya saat ini.Sampai akhirnya Raya mulai berdiri untuk mendekati sosok yang sedang memandangnya dengan luruh di ambang pintu.“Dania?!”Raya tak bisa mengabaikan rasa simpatinya mendapati mantan saudara tirinya yang keadaannya sangat memprihatinkan seperti sekarang.Wanita muda itu tampak jauh lebih tua dari usianya. Apalagi saat ini Dania sedang menggendong anaknya yang belum genap satu tahun. Balita itu tampak terlalu mungil dan lemah.Raya bisa dengan mudah mengabaikan semua kemarahannya yang dulu yang membuatnya tak ragu untuk mempersilakan Dania masuk ke dalam rumahnya meski sebelumnya dia pernah mengusir sosok mant
Nyatanya Raihan malah menyunggingkan senyumnya ke arah Darwis yang saat ini tampak jelas sedang memindainya.“Terima kasih, karena Anda telah mendampingi istri saya ketika saya tidak ada di sampingnya.”Setelah itu Raihan mulai melirik ke arah Raya yang sekarang sedang tersenyum lembut padanya.“Raya sudah menceritakan padaku, kalau selama ini Anda telah sangat baik pada dia.”Darwis mendesah kecewa. Harapannya dapat membuat seorang Raihan cemburu ternyata tak berjalan mulus. Darwis menganggap jika lelaki yang dihadapinya sekarang memiliki sikap dewasa juga pengendalian emosi yang sangat baik.Raihan jelas bukan seorang Reno yang mudah terpancing emosi. Bahkan Darwis bisa melihat kecerdasan yang terpancar dari sorot mata Raihan ketika mereka saling berbicara seperti saat ini.Pada akhirnya Darwis mengedikkan bahu tipis.“Jelas aku harus menjaga Raya karena memang awalnya dia adalah calon istriku.”Darwis malah menimpali dengan sarkas tapi tetap saja ditanggapi oleh Raihan dengan tenan